Sebelum mengenal bahan bakar fossil, manusia sudah menggunakan biomassa sebagai sumber
energi. Misalnya dengan memakai kayu atau kotoran hewan untuk menyalakan api unggun. Sejak
manusia beralih pada minyak, gas bumi atau batu bara untuk menghasilkan tenaga, penggunaan
biomassa tergeser dari kehidupan manusia. Namun, persediaan bahan bakar fossil sangat
terbatas. Para ilmuwan memperkirakan dalam hitungan tahun persediaan minyak dunia akan
terkuras habis. Karena itu penggunaan sumber energi alternatif kini digiatkan, termasuk di
antaranya penggunaan biomassa.
Di Jerman, 100 kilogram gandum menghasilkan energi biomassa seharga 25 Euro. Tapi bila
gandum tersebut dijual sebagai bahan baku pangan, harganya hanya 18 Euro. Kini di sejumlah
negara muncul kekuatiran bahwa para petani bahan pangan beralih ke produksi tanaman untuk
biomassa. Padahal, produksi bahan pangan saat ini saja belum mencukupi untuk menutup
kebutuhan pangan dunia.
Dampak Lingkungan
Dampak lain penanaman produk pertanian untuk biomassa adalah kerusakan pada alam. Andre
Baumann yang menjabat ketua Organisasi Lingkungan Hidup Jerman NABU menegaskan
produksi tanaman untuk biomassa harus memenuhi standar amdal:
„Biomassa sudah digunakan selama ratusan tahun. Tapi dulu produk biomassa tidak diangkut
dengan truk atau pesawat sampai tempat tujuan. Sekam gandum atau sisa tanaman lainnya
digunakan di pertanian yang sama sehingga membentuk lingkaran yang tertutup. Tapi sekarang,
manusia memakai truk dan kapal laut untuk mengangkut kelapa sawit dari kawasan tropis ke
Eropa, ini menyebabkan siklus penggunaan biomassa tidak lagi tertutup.“
Untuk mendapatkan lahan pertanian baru, penduduk Afrika membuka hutan. Akibatnya siklus
kerusakan alam terus berlanjut. Penebangan pohon-pohon untuk lahan pertanian menyebabkan
karbondioksida dilepaskan ke udara. Padahal karbondioksida atau CO2 adalah salah satu gas
rumah kaca penyebab pemanasan global.
Sistem Pertanian Berkelanjutan
Karena itu, pakar biologi Andre Baumann menyarankan agar petani menggunakan sistem
pertanian yang berkelanjutan: „Istilah ini sebenarnya berasal dari sektor perhutanan. Maksudnya,
penebangan kayu disesuaikan dengan regenerasi hutan, jadi jumlah pohon yang ditebang sesuai
dengan pohon baru yang ditanam. Dalam seratus tahun terakhir, sistem pertanian berubah karena
globalisasi. Negara industri mengimpor bahan pangan dan produk pertanian dari negara
berkembang. Akibatnya muncul masalah lingungkan baik di negara berkembang maupuan
industri.
Andre Baumann memberikan salah satu contoh. 12,5 persen lahan pertanian yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pangan Jerman berada di luar negeri. Produk pangan yang diimpor,
mulai dari buah-buahan sampai makanan ternak menghasilkan ampas dalam jumlah besar yang
tidak dapat diolah oleh sistem daur ulang Jerman. Kerusakan alam juga terjadi bila produk
pertanian tersebut berasal dari lahan yang dulunya adalah hutan. Belum lagi dengan emisi
karbondioksida yang dihasilkan saat produk tersebut ditranspor dari negara asalnya ke Jerman.
Namun, pakar biologi Andre Baumann memperingatkan jangan sampai kebutuhan energi di
Jerman merusak alam di negara produsen biomassa tersebut.
„Pemerintah menggunakan uang pajak rakyat untuk memberi subsidi pada produk biomassa.
Padahal produk itu menyebabkan rusaknya hutan tropis di bagian lain dunia. Misalnya, kelapa
sawit yang berasal dari perkebunan yang sebelumnya merupakan hutan. Produk tersebut harus
ditranspor ribuan kilometer ke Jerman. Di sini, kelapa sawit diolah menjadi biogas dan ampasnya
digunakan sebagai pupuk. Ini sama sekali bukan sistem pertanian berkelanjutan. Sistem ini tidak
bisa dipertanggung-jawabkan secara sosial maupun ekologis.“
Gejolak yang muncul akibat keputusan pemerintah menaikkan harga BBM memunculkan
kesadaran bahwa selama ini bangsa Indonesai sangat tergantung pada sumber energi tak-
terbarukan. Cepat atau lambat sumber energi tersebut akan habis. Salah satu solusi mengatasi
permasalahan ini adalah dengan mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki bangsa
ini.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi energi terbarukan sebesar 311.232 MW, namun kurang
lebih hanya 22% yang dimanfaatkan. Masyarakat Indonesia terlena dengan harga BBM yang
murah, sehingga lupa untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumber energi alternatif yang
dapat diperbaharui. Sumber energi terbarukan yang tersedia antara lain bersumber dari tenaga air
( hydro ), panas bumi, energi cahaya, energi angin, dan biomassa.
Potensi energi tarbarukan yang besar dan belum banyak dimanfaatkan adalah energi dari
biomassa. Potensi energi biomassa sebesar 50 000 MW hanya 320 MW yang sudah dimanfaatkan
atau hanya 0.64% dari seluruh potensi yang ada. Potensi biomassa di Indonesia bersumber dari
produk samping sawit, penggilingan padi, kayu, polywood, pabrik gula, kakao, dan limbah
industri pertanian lainnya.
Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm oil (CPO) menghasilkan
biomassa produk samping yang jumlahnya sangat besar. Tahun 2004 volumen produk samping
sawit sebesar 12 365 juta ton tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 10 215 juta ton cangkang dan
serat, dan 32 257 – 37 633 juta ton limbah cair ( Palm Oil Mill Effluent /POME). Jumlah ini akan
terus meningkat dengan meningkatnya produksi TBS Indonesia. Produksi TBS Indonesia di
tahun 2004 mencapai 53 762 juta ton dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 64 000 juta
ton.
Biomassa dari produk samping sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan.
Salah satunya adalah POME untuk menghasilkan biogas. Potensi produksi biogas dari seluruh
limbah cair tersebut kurang lebih adalah sebesar 1075 juta m 3 . Nilai kalor ( heating value )
biogas rata-rata berkisar antara 4700–6000 kkal/m 3 (20–24 MJ/m 3 ). Dengan nilai kalor
tersebut 1075 juta m 3 biogas akan setara dengan 516 _ 000 ton gas LPG, 559 juta liter solar,
666.5 juta liter minyak tanah, dan 5052.5 MWh listrik. TKKS dapat juga dimanfaatkan untuk
menghasilkan biogas walaupun proses pengolahannya lebih sulit daripada biogas dari limbah
cair.
Potensi energi yang dapat dihasilkan dari produk samping sawit yang lain dapat dilihat dari nilai
energi panas (calorific value ). Nilai energi panas untuk masing-masing produk samping sawit
adalah 20 093 kJ/kg cangkang, 19 055 kJ/kg serat, 18 795 kJ/kg TKKS, 17 471 kJ/kg batang, dan
15 719 kJ/kg pelepah.
Cangkang dan serat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam PKS. Cangkan dan
serat digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk memenuhi kebutuhan steam (uap panas) dan
listrik. Potensi energi dari seluruh cangkang dan serat di tahun 2004 adalah sebesar 6 451 juta
MW.
TKKS juga memiliki potensi energi yang besar sebagai bahan bakar generator listrik. Sebuah
PKS dengan kapasitas pengolahan 200000 ton TBS/tahun akan menghasilkan sebanyak 44000
ton TKKS (kadar air 65%)/tahun. Nilai kalor ( heating value ) TKKS kering adalah 18.8 MJ/kg,
dengan efisiensi konversi energi sebesar 25%, dari energi tersebut ekuivalen dengan 2.3 MWe (
megawatt-electric ). Total TKKS sebanyak 12365 juta ton di tahun 2004 berpotensi
menghasilkan energi sebesar 23463.5 juta MWe.
***
Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan produk samping sawit sebagi sumber
energi terbarukan. Kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditi yang mengalami
pertumbuhan sangat pesat.
Pada periode tahun 1980-an hingga pertengahan tahun 1990-an luas areal kebun meningkat
dengan laju 11% per tahun. Sejalan dengan luas area produksi CPO juga meningkat dengan laju
9.4% per tahun. Sampai dengan tahun 2010 produksi CPO diperkirakan meningkat dengan laju 5-
6% per tahun, sedang untuk periode 2010 – 2020 pertumbuhan produksi berkisar antara 2% - 4%.
Pengembangan produk samping sawit sebagai sumber energi alternatif memiliki beberapa
kelebihan. Pertama , sumber energi tersebut merupakan sumber energi yang bersifat renewable
sehingga bisa menjamin kesinambungan produksi. Kedua , Indonesia merupakan produsen utama
minyak sawit sehingga ketersediaan bahan baku akan terjamin dan industri ini berbasis produksi
dalam negeri.
Ketiga , pengembangan alternatif tersebut merupakan proses produksi yang ramah lingkungan.
Keempat , upaya tersebut juga merupakan salah satu bentuk optimasi pemanfaatan sumberdaya
untuk meningkatkan nilai tambah.
***
Indonesia relatif tertinggal dalam mengembangkan teknologi energi alternatif dari produk
samping sawit dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. Sejak tahun 2001 Malaysia
melaksanakan program pengembangan energi terbarukan yang disebut dengan Small Renewable
Energy Programe ( SREP ). Salah satu energi terbarukan yang dikembangkan dalam program
SREP ini adalah pengembangan biogas dari POME. Bumibiopower (Pantai Remis) Sdn. Bhd.
adalah salah satu perusahaan di Malaysia yang melaksanakan proyek untuk mengembangkan
pabrik produksi biogas dari POME. Bekerjasama dengan
Melalui Kep.Men. No. 1122 K/30/MEM/2002 tentang Distribusi Pembangkit Listrik Skala Kecil,
Indonesia mulai mengembangkan energi terbarukan. Pada tahun 2002 sangat gencar
dikampanyekan penggunaan gas pada kendaraan bermontor. Namun, kemudian tak terdengar lagi
kabarnya sekarang.
Tahun 2005 Indonesia mendapatkan bantuan sebesar $ US 500.000 dollar dari ADB (Bank
Pembangunan Asia) untuk mengembangkan energi terbarukan dari limbah cair kelapa sawit
(Kompas, 27 Desember 2004).
Teknologi yang sudah berhasil dikembangkan di Indonesia adalah pembuatan briket arang dari
cangkang dan serat sawit. Produk briket yang dihasilkan telah memenuhi Standart Nasional
Indonesia (SNI). Kelebihan lainnya dari briket ini adalah permukaanya halus dan tidak
meninggalkan bekas hitam di tangan.
***
Pengembangan biomassa kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif yang terbarukan harus
dibarengi dengan pengembangan teknologi-tenologi lainnya. Misalnya adalah pengembangan
kendaraan berbahan bakar gas dan listrik. Selain bersifat terbarukan ( renewable ) penggunaan
bahan bakar gas dan listrik lebih ramah lingkungan dari pada BBM. Teknologi ini sudah banyak
dipakai di negara-negara Eropa, seperti Jerman, Autria, dan Amerika. Bahkan di India sudah
banyak bis-bis kota yang berbahan bakar gas.
Belajar dari pengalaman tahun 2002, jangan terulang lagi kampanye bahan bakar gas yang hanya
sesaat. Pengembangan energi alternatif dari sumber-sumber yang dapat diperbaharui adalah suatu
keharusan. Kesungguhan dan keseriusan pemerintahan SBY dalam hal ini sangat diharapkan.
Gambar 2. Proyeksi Produksi CPO Indonesia hingga Tahun 2020 (sumber: Dirjen Perkebunan)
Gambar 3. Kesetaraan biomassa dan energi dalam proses pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit
Naiknya harga gas Elpiji (LPG) membuat kita tersadar bahwa bahan
bakar yang ditambang dari perut bumi lambat-laun akan habis.
Ketersediaan bahan bakar gas Elpiji akan semakin menipis dan
harganya pun akan semakin membumbung tinggi. Sudah saatnya
kita beralih ke sumber energi yang dapat diperbaharui. Salah
satunya energi terbarukan dari limbah pabrik kelapa sawit.
Energi dari bahan tambang seperti minyak bumi dan gas bumi
diperkirakan akan habis dalam waktu yang relatif singkat. Mau tidak
mau Indonesia harus segera mencari sumber energi yang dapat
diperbaharui (renewable energi) untuk memenuhi kebutuhan energi
di masa depan. Salah satu sumber energi terbarukan yang belum
banyak dimanfaatkan adalah energi dari biomassa.
Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi telah menghitung potensi
energi dari biomassa yang besarnya mencapai 50.000 MW, namun
yang sudah dimanfaatkan hanya sebesar 302 MW. Salah satu
biomassa yang jumlahnya sangat besar dan belum banyak
dimanfaatkan adalah limbah pabrik kelapa sawit (PKS) yang
jumlahnya mencapai ribuan ton.
Limbah pabrik kelapa sawit sangat melimpah. Saat ini diperkirakan
jumlah limbah pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia mencapai 28,7
juta ton limbah cair/tahun dan 15,2 juta ton limbah padat
(TKKS)/tahun. Dari limbah tersebut dapat dihasilkan kurang lebih 90
juta m3 biogas. Jumlah ini setara dengan 187,5 milyar ton gas
Elpiji. Jumlah biogas ini cukup untuk memenuhi kebutuhan gas satu
milyar KK (kepala keluarga) selama satu tahun.
BIOGAS
PEGEMBANGAN BIOGAS
Biogas dari limbah sawit diuji coba dengan mesin kompresor. Mesin
dimodifikasi sedikit agar bisa menggunakan dua bahan bakar:
bensin dan gas. Percobaan ini berjalan dengan lancar.
Naiknya harga gas Elpiji (LPG) membuat kita tersadar bahwa bahan bakar yang ditambang dari
perut bumi lambat-laun akan habis. Ketersediaan bahan bakar gas Elpiji akan semakin menipis
dan harganya pun akan semakin membumbung tinggi. Sudah saatnya kita beralih ke sumber
energi yang dapat diperbaharui. Salah satunya energi terbarukan dari limbah pabrik kelapa sawit.
Artikel terkait: Pemanfaatan Produk Samping Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Alternatif
Terbarukan
Energi dari bahan tambang seperti minyak bumi dan gas bumi diperkirakan akan habis dalam
waktu yang relatif singkat. Mau tidak mau Indonesia harus segera mencari sumber energi yang
dapat diperbaharui (renewable energi) untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan. Salah
satu sumber energi terbarukan yang belum banyak dimanfaatkan adalah energi dari biomassa.
Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi telah menghitung potensi energi dari biomassa yang
besarnya mencapai 50.000 MW, namun yang sudah dimanfaatkan hanya sebesar 302 MW. Salah
satu biomassa yang jumlahnya sangat besar dan belum banyak dimanfaatkan adalah limbah
pabrik kelapa sawit (PKS) yang jumlahnya mencapai ribuan ton.
Limbah pabrik kelapa sawit sangat melimpah. Saat ini diperkirakan jumlah limbah pabrik kelapa
sawit (PKS) di Indonesia mencapai 28,7 juta ton limbah cair/tahun dan 15,2 juta ton limbah padat
(TKKS)/tahun. Dari limbah tersebut dapat dihasilkan kurang lebih 90 juta m3 biogas. Jumlah ini
setara dengan 187,5 milyar ton gas Elpiji. Jumlah biogas ini cukup untuk memenuhi kebutuhan
gas satu milyar KK (kepala keluarga) selama satu tahun.
BIOGAS
Biogas yang komponen utamanya gas metan (CH4) sebenarnya sudah mulai manfaatkan sejak
beberapa puluh tahun yang lalu, namun tidak banyak dipergunakan masyarakat. Biogas yang
dikenal masyarakat lebih banyak dihasilkan dari pengolahan kotoran ternak atau kotoran
manusia. Sebenarnya biogas juga bisa dihasilkan dari biomassa yang lain.
Biogas lebih ramah lingkungan daripada BBM. Pembakaran biogas (metan) akan menghasilkan
gas karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Kedua gas ini sama seperti gas yang dikeluarkan dari
hidung manusia. Bandingkan dengan BBM yang banyak menyebabkan polusi udara.
Satu m3 gas metan dapat diubah menjadi energi sebesar 4700 – 6000 kkal atau 20 – 24 MJ.
Energi sebesar itu setera dengan energi yang dihasilkan oleh 0,48 kg gas Elpiji (LPG).
Penggunaan gas metan tidak hanya menghasilkan energi yang besar tetapi juga lebih ramah
lingkungan.
Gas metan adalah gas yang dihasilkan dari perombakan anaerobik senyawa-senyawa organik,
seperti limbah cair kelapa sawit. Secara alami gas ini dihasilkan pada kolam-kolam pengolahan
limbah cair PKS. Limbah cair yang ditampung di dalam kolam-kolam terbuka akan melepaskan
gas metan (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Kedua gas ini merupakan emisi gas penyebab efek
rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Selama ini kedua gas tersebut dibiarkan saja
menguap ke udara.
Pembentukan gas metan melibatkan aktivitas mikroba yang sangat komplek. Beberapa kelompok
mikroba tersebut secara bertahap akan merombak bahan organik di dalam limbah cair atau
limbah padat hingga dihasilkan gas metan.
Pertama, kelompok mikroba hidrolitik akan memecah-mecah bahan organik menjadi senyawa
yang lebih kecil. Bahan organik komplek umumnya adalah polimer, hasil pecahannya adalah
monomer-monomer. Hasil pemecahan bahan organik komplek tersebut antara lain: glukosa, asam
amino, dan asam lemak.
Kedua, kelompok mikroba fermentasi asam. Kelompok mikroba ini akan merombak monomer-
monomer organik menjadi asam, yaitu senyawa asam-asam organik, alkohol, dan keton. Tapap
berikutnya kelompok mikroba acetogenik akan merombaknya menjadi asam asetat, CO2, dan H2.
Selanjutnya kelompok mikroba menghasil metan (metanogenik) akan merubah asam-asam
tersebut menjadi gas metan.
Perombakan bahan organik ini terjadi dalam kondisi tanpa oksigen (O2) yang disebut kondisi
anaerob. Secara alami proses pembentukan gas metan ini sangat lambat dan gas yang dihasilkan
juga sedikit. Untuk dapat merombak limbah PKS menjadi biogas dalam jumlah besar, diperlukan
sedikit rekayasa.
Limbah cair ditempatkan pada tempat khusus yang disebut bioreaktor. Bioreaktor dapat diatur
sedemikian rupa sehingga kondisinya optimum untuk memproduksi biogas. Dapat pula
ditambahkan mikroba-mikroba yang akan mempercepat pembentukan gas metan.
Bioreaktor ditutup rapat yang tidak memungkinkan gas metan yang dihasilkan keluar dari
bioreaktor. Gas metan dialirkan atau dipompa ke tangki penampungan. Gas yang sudah
tertampung dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Gas metan dapat juga dimampatkan
dan dicairkan yang kemudian ditampung di tabung-tabung yang lebih kecil, seperti layaknya
tabung elpiji.
Proses pengolahan limbah padat TKKS menjadi biogas lebih sulit dibandingkan dengan limbah
cair. TKKS adalah senyawa organik yang lebih komplek daripada limbah cair. TKKS harus
dirobak atau didekomposisi terlebih dahulu sehingga mikroba metanogenik dapat
memanfaatkannya untuk menghasilkan gas metan.
PEGEMBANGAN BIOGAS
Keunggulan gas metan terutama adalah sifatnya yang renewable (terbarukan) dan lebih ramah
lingkungan dibandingkan BBM dan BBG. Gas metan dapat dihasikan dari limbah biomassa yang
jumlahnya melimpah. Merombak limbah biomassa menjadi biogas selain dapat mensuplai
kebutuhan energi juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
Potensi dan keunggulan energi biogas dari gas metan saat ini menjadi perhatian banyak pihak.
Tim peneliti yang diketuai oleh Dr. Siswanto dari Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia bekerjasama dengan salah satu PKS sedang mengembangkan teknologi biogas dari
limbah cair dan padat kelapa sawit. Perusahaan besar dari Jepang, Mitshubishi, melakukan
eksplorasi biogas dari limbah sawit secara besar-besaran di Malaysia mulai tahun 2004. COGEN
bekerjasama dengan ASEAN melakukan beberapa proyek di biogas di beberapa negara ASEAN
untuk mengembangkan energi terbarukan dari limbah biomassa. Bank Pembangunan Asia (ADB)
pada tahun 2005 memberi bantuan dana sebesar $ 500.000 kepada pemerintah Indonesia untuk
mengembangkan biogas dari limbah PKS.
Biogas telah dimanfaatkan secara luas di beberapa negara. Jerman mengembangkan mobil
berbahan bakar biogas, misalnya bis, taxi, truk sampah, dan mobil-mobil lain. Di India telah
beroperasi beberapa mobil roda tiga, kendaraan semacam bajaj, yang menggunakan bahan bakar
biogas. Biogas juga dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. Di pabrik-pabrik biogas
dimanfaatkan untuk boiler atau untuk mesin pembangkit listrik.
Apabila pengembangan biogas dari limbah PKS ini berhasil di Indonesia, bukan tidak mungkin
gas elpiji yang sekarang ini harganya membumbung tinggi akan digantikan oleh biogas yang
harganya jauh lebih murah.
Gambar 1. Kolam limbah cair pabrik kelapa sawit menghasilkan gas metan
Gambar 2. Kapasitas total volume reaktor 4500 m3, dan laju pengumpanan 200 m3/hari
dihasilkan biogas 10.000 m3/hari. PMKS memproduksi limbah 650 m3/hari diolah dalam 3
reaktor yang sama => 30.000. m3/hari setara dengan 15.000 L minyak solar industri, @ Rp
5000,00 =>Rp 75 juta/ hari = Rp 22,5 M./thn
Semburan gas metan setinggi 3 -4 m dari pipa berdiameter 6 inci. Api ini tidak padam meskipun
dihidupkan semalaman.
Biogas dari limbah sawit diuji coba dengan mesin kompresor. Mesin dimodifikasi sedikit agar
bisa menggunakan dua bahan bakar: bensin dan gas. Percobaan ini berjalan dengan lancar.