X
DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELITUS TIPE II DI
RSUD SITI FATIMAH PROVINSI SUMATRA SELATAN TAHUN 2021
DISUSUN OLEH :
Alhamdulilah puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT. Karena atas
berkat,rahmat Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas berkat Rahmat dan Hidayahnya penulis dapat menyelesaikan tugas “Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Pada Ny. X Dengan Gangguan Sistem Endokrin:
Diabetes Melitus Tipe 2 Ini Tepat Pada Waktunya Sebagai Syarat Praktik Kerja
Lapangan Di Rsud Siti Fatimah Provinsi Sumatra Selatan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa menerima amal baik dan membalas apa yang
telah diberikan diberikan dengan setulus hati. Dengan penuh kesadaran dan penuh
kelemahan pada makalah ini, penulis senantiasa mengharapkan dan menerima
masukan berupa kritik yang bersifat membangun dan saran dari berbagai pihak guna
kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
KELOMPOK I
2
A. Teori Diabetes Mellitus
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang serius dan terjadi
saat pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur
glukosa darah) maupun jika tubuh tidak menggunakan insulin yang dihasilkan
secara efektif. Peningkatan glukosa darah merupakan efek umum dari diabetes
yang tidak terkontrol dari waktu ke waktu yang menyebabkan kerusakan
serius pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal dan saraf (WHO 2019).
Sedangkan menurut American Diabetes Association (ADA) 2014 dan
Kementrian Kesehatan RI (KEMENKES RI) 2018, diabetes melitus
merupakan kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia
yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, maupun kedua-
duanya dan mengakibatkan kerusakan berbagai sistem tubuh. Komplikasi
diabetes melitus yang sering terjadi antara lain: penyebab utama gagal ginjal,
retinopati diabeticum, neuropati (kerusakan syaraf) dikaki yang meningkatkan
kejadian ulkus kaki, infeksi dan bahkan kaharusan untuk amputasi
kaki.meningkatnya resiko penyakit jantung dan stroke, dan resiko kematian
penderita diabetes secara umum adalah dua kali lipat dibandingkan bukan
penderita diabetes melitus.
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik akibat dari kurangnya
insulin efektif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta pankreas atau
ambilan glukosa perifer atau keduanya pada DM tipe 2 atau kurangnya insulin
absolut pada DM tipe 1 dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria,
disertai gejala klinis akut (poliuria, polidipsia, penurunan berat badan) dan
ataupun gejala kronik atau kadang-kadang tanpa gejala (Nanstiti, 2018).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus
adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolik yang disebabkan
3
oleh kerusakan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya yang dapat menyebabkan
peningkatan kadar gula darah.
4
a) Obesitas
Hampir 80% orang yang terkena diabetes pada usia lanjut biasanya
memiliki kelebihan berat badan. kelebihan berat badan akan
meningkatkan kebutuhan insulin pada tubuh. orang dewasa yang
kegemukan memiliki sel-sel lemak yang lebih besar dari pada tubuh
mereka sendiri. sel-sel lemak yang lebih besar tidak merespon insulin
dengan baik.
b) Usia
Resiko diabetes dapat meningkat sejalan dengan bertambahnya usia,
terutama diusia > 40 tahun. hal ini terjadi karena jumlah sel-sel beta
didalam pankreas yang memproduksi insulin menurun seiring
bertambahnya usia.
c) Pola Makan yang tidak sehat
Pola makan yang tidak sehat menjadi salah satu faktor penyebab
terjadinya diabetes melitus. Makanan yang mengandung gula, indeks
glikemik yang tinggi, lemak dan kolestrol yang tinggi dapat memicu
terjadinya obesitas yang menyebabkan penyakit diabetes melitus.
d) Kurang Aktivitas Fisik atau Olahraga
5
d. Diabetes Melitus Malnutrisi
Terjadi akibat kekurangan protein kronik yang menyebabkan
hipofungsi pankreas. Hipofungsi pankreas terjadi karena kekalahan pulau-
pulau langershans yang sangat beragam.(Wijaya dan Putri 2013).
3. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Pankreas
Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan
endokrin. Bagian eksokrin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim
pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna.
Dia antara sel-sel eksokrin di seluruh pankreas tersebar kelompok-
kelompok atau “pulau” sel endokrin yang dikenal sebagai pulau (islets)
Langerhans. Sel endokrin pankreas yang terbanyak adalah sel β (beta),
tempat sintesis dan sekresi insulin, dan sel α (alfa) yang menghasilkan
glukagon. Sel D (delta), yang lebih jarang adalah tempat sintesis
somatostatin (Sherwood L, 2011)
6
Gambar 2. 2 Anatomi Fisiologi Pankreas
7
d) Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan
menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi
glukosa di hati. Insulin melakukannya dengan mengurangi jumlah
asam amino di darah yang tersedia bagi hati untuk
glukoneogenesis dan dengan menghambat enzim-enzim hati yang
diperlukan untuk mengubah asam amino menjadi glukosa.
Karena itu, insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan
mendorong penyerapan glukosa oleh sel dari darah untuk digunakan
dan disimpan, dan secara bersamaan menghambat dua mekanisme
pembebasan glukosa oleh hati ke dalam darah (glikogenolisis dan
glukoneogenesis) (Sherwood L, 2011).
2) Efek insulin pada lemak Insulin memiliki banyak efek untuk
menurunkan asam lemak darah dan mendorong penyimpanan
trigliserida (Sherwood L, 2011):
a) Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke dalam
sel jaringan lemak.
b) Insulin meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel jaringan
lemak melalui rekriutmen GLUT-4. Glukosa berfungsi sebagai
prekursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu
bahan mentah untuk membentuk trigliserida.
c) Insulin mendorong reaksi-reaksi kimia yang akhirnya
menggunakan turunan asam lemak dan glukosa untuk sintesis
trigliserida.
d) Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), mengurangi
pembebasan asam lemak dari jaringan lemak ke dalam darah.
Secara kolektif, efek-efek ini cenderung mengeluarkan asam
lemak dan glukosa dari darah dan mendorong penyimpanan
keduanya sebagai trigliserida.
3) Efek insulin pada protein Insulin menurunkan kadar asam amino
darah dan meningkatkan sintesis protein melalui beberapa efek:
8
a) Insulin mendorong transpor aktif asam amino dari darah ke dalam
otot dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino
dalam darah dan menyediakan bahan-bahan untuk membentuk
protein di dalam sel.
b) Insulin meningkatkan laju inkorporasi asam amino menjadi
protein oleh perangkat pembentuk protein yang ada di sel.
c) Insulin menghambat penguraian protein. Hasil keseluruhan dari
efek-efek ini adalah efek anabolik protein. Karena itu, insulin
esensial bagi pertumbuhan normal (Sherwood L., 2011)
4. Patofisiologi
Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak dibelakang
lambung. Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau
dalam peta, sehingga disebut pulau Langerhans pankreas. Pulau-pulau ini
berisi sel alpa yang menghasilkan hormon glukagon, sel β yang menghasilkan
insulin. Kedua hormon ini bekerja berlawanan, glukagon meningkatkan
glukosa darah sedangkan insulin bekerja menurunkan kadar glukosa darah
( Price& Wilson, 2006)
Insulin yang dihasilkan oleh sel β pankreas dapat diibaratkan sebagai
anak kunci yang dapat membuka pintu masuk glukosa ke dalam sel, kemudian
di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Jika insulin
tidak ada atau jumlahnya sedikit, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam
sel sehingga kadarnya di dalam darah tinggi atau meningkat (hiperglikemia).
Pada DM tipe 2 jumlah insulin kurang atau dalam keadaan normal, tetapi
jumlah reseptor insulin dipermukaan sel berkurang. Reseptor insulin ini dapat
diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Meskipun anak
kuncinya (insulin) cukup banyak, namun karena jumlah lubang kuncinya
(reseptor) berkurang, maka jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel
berkurang (resistensi insulin). Sementara produksi glukosa oleh hati terus
meningkat, kondisi ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat (Subekti
& Suryono, 2009).
9
10
5. Pathway
Faktor pemicu & factor resiko sel B terganggu produksi insulin menurun glukosa tidak dapat masuk kedalam sel
Suplai nutrisi terganggu Sel kekurangan makan Glukosa tidak dapat dirubah menjadi ATP Resiko ketidakseimbangan
Hiperglikemia
kadar gula darah
Ketidakseimbangan nutrisi
Defisiensi pengetahuan
kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan sirkulasi jaringan perifer Angiopati Vikositas dalam darah meningkat
Nyeri
akut
Sumber : (Anggit, 2017), (Brunner & Suddart, 2016), (Rohmawardani, 2018) dan (Kowalak, Mayar & Smeltzer, 2013)
11
6. Manifestasi Klinis
Menurut Yahya (2018). Manifestasi klinis dari diabetes melitus yaitu :
Gejala diabetes klasik adalah 3P diantaranya :
a. Polifagi atau banyak makan
Terjadi akibat jaringan tubuh tidak mendapatkan suplai glukosa
yang cukup akibat gagalnya insulin membuka kanal glukosa yang
menyebabkan glukosa dalam, darah menumpuk, namun tubuh tetap
merasa lapar.
b. Poliuria dan Polidipsi atau banyak buang air kecil dan banyak minum
Polidipsi dan poliuria memiliki mekanisme yang berkaitan erat.
Terjadi akibat tingginya kadar glukosa darah yang menyebabkan dehidrasi
berat pada sel tubuh akibat tekanan osmotik. Hal ini yang menyebabkan
cairan dalam sel keluar. Keluarnya glukosa dalam urin akan menimbulkan
keadaan diuresis osmotik. Efek kesulurahannya adalah kehilangan cairan
yang bsangat besar dalam urin. Oleh karena itu timbullah polidpsia.
c. Berat badan menurun
Berat badab menurundrastis lebih dari 10% dalam kurun waktu satu
bulan tanpa sebab yang jelas. hal ini terjadi lemak dalam jaringan adiposa
digunakan untuk menggantikan glukosa sebagai sumber energi yang tidak
dapat masuk ke dalam reseptor akibat resistensi insulin.
d. Retinopatik atau mata kabur
Kelainan retina yang di temukan pada penderita diabetes melitus
yang berupa aneurisma, melebarnya vena, perdarahan dan terjadi eksudat
lemak. Yang menimbulkan gelaja seperti : nyeri, mata kabur, penglihatan
berbayang abu-abu, terdapat titik gelap ditenga lapangan pandangan serta
berakibat buta. (Tandra 2018)
e. Gangguan saraf tepi
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki
diwaktu malam hari sehingga mengganggu tidur. (Wijaya dan Putri 2013)
12
7. Komplikasi
Menurut Tandar (2018) Diabetes Melitus Tipe II yang tidak ditangani
dengan baik akan menimbulkan berbagai komplikasi yaitu komplikasi akut
dan komplikasi kronik :
a. Komplikasi Akut
Komplikasi yang terjadi secara mendadak serta keluhan dan gejala nya
terjadi dengan sangat cepat dan berat seperti :
1) Hipoglikemi
yaitu gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula dalam
darah berada dibawah batasan normal (<60mg/dL) yang di tandai
dengan sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, kejang, koma
bahkan meninggal.
2) Ketoasisdosis Diabetik
Keadaan gawat darurat akibat hiperglikemi dimana terbentuk
baanyak asam dalam darah. Keto berasal dari ketone adalah hasil
pemecahan asam lemak oleh tubuh dan Acid adalah tanda
menumpuknya asam didalam darah karena adanya ketone yang disebut
dengan keton. Ketoasidosis diabetik terjadi akibat suntikan insulin
yang berhenti atau kurang yang menyebaabkan gula darah naik. KAD
ditandai dengan keluhan seperti nafas kussmaul, nafas bau keton, nyeri
perut bahkan samapi koma.
3) Koma Hiper Osmolar Non-Ketotik (KOMA HONK)
Keadaan gawat darurat yang menyebabkan kadar gula dalam
darah tinggi mencapai 600 mg/dL shingga darah menjadi kental. Hal
ini terjadi karena Gula naik dan menarik air keluar sel dan selanjutnya
keluar dari tubuh melalu kencing. Keluhan yang dimiliki KOMA
HONK hampir sama persis dengan KAD.
13
b. Kronik
1) Kerusakan Saraf atau Neuropati
Dalam jangka lama, gula darah yang tinggi akan melemahkan
dan merusak dinding pembulu darah kapiler yang memberi makan
kesaraf sehingga terjadi kerusakan saraf tepi. Kerusakan saraf tepi
biasanya berada di anggota gerak bawah yaitu kaki dan tungkai bawah
yang menyebabkan terjadinya ulkus dan kalus.
2) Neuropati Otonom
Masalah yang terjadi pada neuropati otonom yaitu rusaknya
saraf otonom, yaitu saraf yang mengatur bagian tubuh yang tidak
disadari seperti denyut jantung, saluran cerna, kandung kemih, alat
kelamin dan kelenjar keringat. Saraf otonom ini berhubungan
langsung dengan sum-sum tulang belakang dan otak.
3) Retinopatik atau mata kabur
Kelainan retina yang di temukan pada penderita diabetes
melitus yang berupa aneurisma, melebarnya vena, perdarahan dan
terjadi eksudat lemak. Yang menimbulkan gelaja seperti : nyeri, mata
kabur, penglihatan berbayang abu-abu, terdapat titik gelap ditengah
lapangan pandangan serta berakibat buta. (Tandra 2018)
4) Kerusakan Ginjal atau Nephropathy
Ginjal manusia terdiri atas dua juta nefron dan berjuta-juta
pembulu darah kecil yang disebut dngan kapiler. Kapiler berfungsi
sebagai saringan darah. Zat yang tidak berguna akan dibuang melalui
urin. Ginjal yang bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan
darah dari racun yang masuk kedalam tubuh dan yang dibentuk oleh
tubuh. Sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor
keluar. Makin lama seseorang terkena diabetes dan darah tinggi akan
mudah mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita
DM terkait dengan keruskan neuropaty atau kerusakan saraf. (Yahya
2018)
14
5) Penyakit Jantung
Diabetes melitus dapat menyebabkan berbagai penyakit
jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler), seperti angina, serangan
jantung, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koreoner. Hal ini
terjadi karena diabetes merusak dinding pembuluh darah yang
menyebabkan penumpukan lemak didinding yang rusak dan
menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot
jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian
mendadak bisa saja terjadi.
6) Stroke
Stroke terjadi akibat ateroklorosis atau penyempitan pembuluh
darah diotak yang dimulai dari proses inflamasi dan diikuti dengan
penumpukan lemak, perlekatan dan penggumpalan sel darah leokosit
dan trombosit, serta kolagen dan jaringan ikat lain pada dinding
pembuluh darah sehingga terjadilah penyumbatan serta tidak ada
suplai makanan dan oksigen kejaringan, sehingga terjadi kamatian sel
otak disekitarnya.
7) Penyakit Pembuluh Darah Perifer
Kerusakan pembuluh darah perifer dapat terjadi lebih dini dan
prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes melitus. Apabila pada
penderita diabetes melitus terdapat penyakit pembuluh darah perifer
maka akan mengakibatkan gangguan saraf infeksi yang sukar sembuh
serta dapat mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.
8) Infeksi
Gula darah yang tinggi menurunkan kekebalan tubuh sehingga
memudahkan masuknya virus dan kuman pada penderita diabetes
melitus.
15
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Wijaya dan Putri (2013) pemeriksaan diagnostik diabetes melitus
meliputi :
a. Kadar Glukosa
1) Gula darah sewaktu / random : > 200 mg/dl
2) Gula darah puasa / nucter : > 140 mg/dl
3) Gula darah 2 jam PP (post prandial) > 200 mg/dl
b. Aseton Plasma menunjukkan hasil positif yang mencolok
c. Asam lemak bebas menunjukkan peningkatan lipid dan kolestrol
d. Osmalaritas serun (> 330 osm/l)
e. Urinalisis terdapat proteinuria, ketonuria dan glukosuria
f. Jika keluhan klasik di temukan (Polifagi, polidipsi, dan poliuria) . Maka
pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis diabetes mellitus
9. Penatalaksanaan
Fatimah (2015) dalam penatalaksanaan diabetes melitus tipe II, terdapat 4
pilar yang harus dilakukan dengan tepat yaitu :
a. Pendidikan atau edukasi
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan
kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok
masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan
kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk
pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM
dengan penyulit menahun.
b. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
16
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal
1) karbohidrat 60-70%
2) lemak 20-25%
3) protein 10-15%.
Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Massa
Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan.
c. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval,
Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan
pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30
menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-
malasan. Jenis olahraga yang dianjurkan adalah aerobik yang bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh khususnya
meningkatkan fungsi dan efisiensi metabolisme tubuh. Olahraga aerobik
seperti jogging, berenang, senam kelompok dan bersepeda tepat dilakukan
karena menggunakan semua otot – otot besar, pernapasan dan jantung.
Salah satu jenis olahraga aerobik yang banyak diminati saat ini adalah
jogging dan senam. (Sutrisna 2017)
d. Obat
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan
1) Obat Antihiperglikemia Oral
17
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi
menjadi 5 golongan:
a) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan
Glinid
1. Sulfonilurea merangsang sel beta pankreas untuk
memproduksi insulin
2. Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia
post prandial
b) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan
Tiazolidindion (TZD)
1. Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada
sebagian besar kasus DMT2.
2. Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ),
suatureseptor inti termasuk di selotot, lemak, dan hati.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini dikontra-
indikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC
IIIIV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-
hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu
pemantauan faal hati secaraberkala. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah Pioglitazone.
c) Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbs glukosa dalam
usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa
18
darah sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak
digunakan bila GFR ≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang
berat, irritable bowel syndrome.
d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) Obat golongan
penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga
GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan
sekresi insulin dan menekan sekresi glucagon bergantung kadar
glukosa darah (glucose dependent).
e) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2) Obat
golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat anti diabetes oral
jenis baru yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal
ginjal dengan cara menghambat transporter glukosa SGLT-2.
Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin Golongan
Sulfonilurea : merangsang sel beta pankreas untuk memproduksi
insulin
2) Obat Antihiperglikemia Suntik
a) Insulin
Jenis Insulin Awitan (0nset) Puncak Efek Lama Kerja Kemasan
Kerja Cepat (Rapid-Acting) (Insulin Analog)
Insulin Lispro 5-15 1-2 jam 4-6 jam Pen/cartridge
(Humalog®) menit Pen, vial
Insulin Aspart Pen
(Novorapid®)
Insulin Glulisin
(Apidra®
Kerja Pendek (Short-Acting) (Insulin Manusia, Insulin Reguler )
Humulin® R 30-60 menit 2-4 jam 6-8 jam Vial,
Actrapid® pen/cartridge
Sansulin®
Kerja Menengah (Intermediate-Acting) (Insulin Manusia, NPH)
Humulin N® 1,5–4 jam 4-10 jam 8-12 jam Vial,
19
Insulatard® pen/cartridge
Insuman Basal®
Kerja Panjang (Long-Acting) (Insulin Analog)
Insulin Glargine 1–3 jam Hampir tanpa 12-24 jam pen
(Lantus®) puncak
Insulin Detemir
(Levemir®
Kerja Ultra Panjang (Ultra Long-Acting) (Insulin Analog)
Degludec 30-60 menit Hampir Sampai 48
(Tresiba®) tanpa jam
puncak
20
badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara
lain rasa sebah dan muntah.
c) Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara
terpisah ataupun fixed dose combination dalam bentuk tablet
tunggal, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme
kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran
kadar glukosa darah yang belum tercapai, sehingga perlu
diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dari
kelompok yang berbeda atau kombinasi obat antihiperglikemia
oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi
dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi
pilihan. Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang
banyak dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia
oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup
kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang
hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin
basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan
prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan
21
A. Asuhan Keperawatan Teoritis
Asuhan Keperawatan Teoritis Menurut NANDA 2018-2020 fase pengkajian
merupakan sebuah komponen utama untuk mengumpulkan informasi ,data,
memvalidasi data, mengorganisasikan data, dan mendokumentasikann data.
Pengumpulan data ,antara lain meliputi
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas pasien (Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan diangnosa medis).
2) Identitas penanggung jawab (Nama, umur, pekerjaan, alamat,
hubungan dengan pasien).
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama Biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat
dilakukan pengkajian. Adanya keluhan rasa kesemutan pada kaki/
tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak
sembuh- sembuh dan berbau , adanya nyeri pada luka.
2) Riwayat kesehatan sekarang Data diambil saat pengkajian berisi
tentang perjalanan penyakit pasien dari sebelum masuk rumah sakit
sampai sudah dirawat dibangsal rumah sakit.
3) Riwayat kesehatan dahulu Data diambil saat pengkajian pasien tidak
ada riwayat penyakit terdahulu.
4) Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga tidak terdapat
salah satu anggota keluarga yang yang menderita diabetes melitus
atau penyakit keturunan lainnya.
c. Pola Fungsional Gordon
1) Pola promosi kesehatan Kaji adalah riwayat infeksi sebelumnya,
persepsi pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi
anggota keluarganya.
22
2) Pola nutrisi Kaji pola makan dan minum sehari-hari , jumlah makanan
dan minuman yang dikonsumsi, jenis makanan dan minuman,
frekuensi makan dan minum perhari, nafsu makan menurun atau
tidak, jenis makanan yang disukai ,penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi dan pertukaran Kaji pola BAB dan BAK sebelum dan
setelah sakit , mencatat konsistensi, warna, bau, frekeunsi sehari,
konstipasi.
4) Pola aktivitas/ istirahat Kaji reaksi setelah beraktivitas (muncul
keringat dingin/ tidak, kelelahan dan keletihan) , perubahan pola nafas
setelah aktivitas, kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri.
Kaji berapa jam tidur dalam sehari ,kebiasaan tidur siang, gangguan
selama tidur (sering terbangun), nyenyak dan nyaman
5) Pola persepsi kognitif Kaji konsentrasi, daya ingat dan kemampuan
mengetahui penyebab penyakitnya.
6) Pola persepsi dan konsep diri Kaji aadalah perasaan terisolasi diri atau
perasaan tidak percaya diri karena sakit yang diderita.
7) Pola hubungan peran Kaji hubungan antar keluarga, interaksi dan
komunikasi.
8) Pola seksualitas.
9) Pola koping/toleransi stres Kaji pengendalian emosi, kecemasan yang
muncul tanpa alasan yang jelas, takut terhadap penyakitnya.
10) Pola prinsip hidup Kaji pengambilan keputusan dalam keluarga,
gnagguan beribadah salam, kataatan berdoa dan beribadah
11) Pola keamanan/perlindungan Kaji adanya cedera fisik, resiko jatuh,
suhu tubuh hipertermi/hipotermi
12) Pola kenyamanan Kaji ada kelihan nyeri/tidak, mual, muntah
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum Meliputi keadaan pasien, kesadaran, tinggi badan,
berat badan dan tanda tanda vital.
23
2) Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah
pembesaran pada leher, telinga kadang-kdang berdenging, adakah
gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3) Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kemerahan bekas luka
post operasi, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar operasi,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku
4) Sistem pernafasan Tidak ada sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.
5) Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah
atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi dan aritmia.
6) Sistem pencernaan Terdapat poliphagia, polidipsia, mual, muntah,
diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan
lingkar abdomen.
7) Sistem perkemihan Poliuria, retensi urine, inkontinensia unrie, rasa
panas atau sakit saat berkemih.
8) Sistem muskuloskletal : Penyebaran lemak, penyebaran masa otot,
perubahan tinggi badan, cepat lelah, adanya ganggren di ektremitas
9) Sistem neurologis : Terjadi penurunan sensori, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi GDS > 200 mg/dl gula darah puasa > 120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urin. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urin. Hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ )
dan merah bata (++++ ).
24
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon. Individu,
keluarga, kelompok atau komunitas terhadap proses kehidupan/masalah
kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan
tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut (NANDA, 2018-
2020).
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang pemeliharaan integritas jaringan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan nutrisi tidak adekuat
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
f. Resiko ketidakstabilan kadar gula darah
25
3. Rencana Asuhan Keperawatan
(Sumber : Nanda 2018-2020, NIC Edisi 5, NOC Edisi 6)
Diagnosa
No Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Nyeri Akut berhubungan denganNOC: NIC :
agen cedera biologis Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri 1. Informasi data dasar
Batasan karakteristik Tingkat nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
untuk mengevaluasi
1. Ekspresi wajah nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan secara komprehensif termasuk lokasi,
2. Fokus menyempit misal selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi, kebutuhan atau
interaksi dengan orang dan dengan kriteria hasil: kualitas dan faktor presipitasi keefektifan intervensi
lingkungan 2. Observasi adanya petunjuk
2. Menunjukkan skala nyeri
3. Keluhan tentang karakteristik Kriteria Awal Tujuan non-verbal
nyeri 3. Gunakan strategi komunikasi 3. Untuk mengetahui
Mengenali kapan terapeutik untuk mengetahui
4. Mengekspresikan perilaku 5 pengalaman nyeri
nyeri
5. perilaku distraksi pengalaman nyeri
Menggunakan 4. Untuk dapat menurunkan
6. sikap melindungi area nyeri 4. Gali bersama pasien faktor-
tindakan 5
faktor yang dapat menurunkan dan dan memperberat nyeri
7. focus pada diri sendiri pencegahan
faktor yang berhubungan Menggunakan apa memperberat nyeri 5. Untuk memberikan
1. agen cedera biologis (misalnya yang terkait 5. Berikan informasi mengenai pengetahuan pasien
5
infeksi, iskemia, neoplasma) dengan gejala nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
nyeri lama nyeri akan dirasakan, dan tentang nyeri
2. agen cedera fisik( misalnya
Panjang episode antisipasi dari ketidaknyamanan 6. Untuk mengurangi nyeri
abses, amputasi,luka bakar, 5
nyeri
terpotong, mwngangkat berat, akibat prosedur secara non farmakologi
Ekspresi wajah
prosedur bedah, trauma, 5 6. Ajarkan penggunaan teknik
nyeri 7. Nyeri dapat terjadi
olahraga berlebihan) Gangguan ekstrem non farmakologi Ajarkan metode
3. agen cedera kimiawi (misal Berat farmakologi untuk menurunkan nyeri peningkatan TTV
luka bakar, kapsainsin, mitelen Sedang 7. Monitor TTV 8. Untuk menurunkan nyeri
klorida, agen mustard) Ringan 8. Anjurkan klien untuk
9. Untuk mengatasi nyeri
Tidak ada gangguan meningkatkan istirahat untuk
menurunkan nyeri
26
9. Kolaborasi dalam pemberian
obat analgesik
kerusakan integritas jaringan NOC : NIC
berhubungan dengan kurang Penyembuhan luka sekunder perawatan luka
pengetahuan tentang Setelah dilakukan tinfakan keperawatan 1. Mo
1. Mengetahui tanda-tanda
pemeliharaan integritas jaringan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, nitor vital sign
dengan kriteria hasil: 2. Mo vital
Batasan karakteristik
1. Nyeri Akut Indikator nitor karakteristik luka, termasuk 2. Mengetahui karakteristik
Kriteria Awal Tujuan 1. Gangguan ekstrem dranase, warna, ukuran dan bau
2. Perdarahan luka untuk mencegah
Granulasi
3. Jaringan rusak 2. Berat 3. Ber
5
3. Sedang ikan balutan yang sesuai dengan infeksi
4. Hematoma
Pembentukan bekas
5 4. Ringan jenis luka 3. Untuk mencegah
luka 5. Area local panas 5. Tidak ada gangguan 4. Per
Ukuran6. lukaKemerahan terjadinya infeksi
5 tahankan tehnik balutan steril
berkurangKerusakan jaringan
7.
4. Untuk mengetahui
Faktor berhubungan ketika melakukan perawatan luka
1. Agens cidera kimiawi dengan tepat perkemabangan dari luka
2. Kelebihan volume cairan 5. Ga tersebut
3. Kelembapan nti balutan sesuai dengan jumlah
4. Status nutrisi tidak eksudat dan drainase
seimbang 6. Ba
5. Kekurangan volume cairan ndingkan dan catat setiap
6. Kurang pengetahuan
perubahan luka
tentang pemeliharaan
integritas jaringan
7. Kurang pengethauan
tentang perlindungan
integritas jaringan
Kondisi Terkait
1. Gangguan metabolism tubuh
2. Neuropati Perifer
3. Gangguan sensasi
4 Gangguanturgor kulit
5. Fungsi arteri
27
6. Hamabatan Mobilitas fisik
7. prosedur bedah
F
Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC: NIC :
dari kebutuhan tubuh berhubungan Status nutrisi Monitor Nutrisi
dengan kurang asupan makanan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. Monitor mual dan muntah 1. Untuk memantau output
Batasan karakteristik: selama ….. jam, klien menunjukkan
Berat badan 20 % atau lebih perbaikan nutrisi, dengan kriteria hasil: 2. Monitor turgor kulit klien
dibawah rentan berat badan ideal 3. Monitor masukan makanan klien 2. Untuk mengetahui
Bising usus hiperaktif
4. Monitor jaringan konjungtiva tanda-tanda kekurangan
Diare Kriteria Awal Tujuan
Kelemahan otot untuk menelan 5. Monitor BB klien cairan dan nutrisi
Kesalahan informasi Intake nutrisi 6. 5Monitor pucat, kemerahan dan 3. Memberikan informasi
Ketidakmampuan memakan
Kelemahan 5kekeringan status gizi klien
makanan
Kurang minat pada makanan 4. Untuk mengetahui
Tonus Otot 5
Membran mukosa pucat apakah kekurangan
Penurunan berat badan Berat badan ideal 5 cairan atau tidak
Faktor yang berhubungan Indikator :
Asupan diet kurang 5. Penurunan BB
Gangguan ekstrem
Populasi beresiko Berat merupakan hubungan
Faktor biologis Sedang yang penting apakah
Faktor ekonomi Ringan klien terjadi penurunan
Kondisi Terkait Tidak ada gangguan
Gangguan psikososial status gizi
Ketidakmampuan makanan 6. Untuk mengetahui
Ketidakmampuan mencerna
keadaan status gizi klien
makanan
Ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien
Kurang asupan makanan
28
Kerusakan intergritas kulit NOC : NIC
Batasan karaktertistik Integritas jaringan : Kulit dan membran
Perawatan luka
Benda asing menusuk permukaan mukosa
1. Periksa kondisi luka operasi 1. Untuk mengetahui
kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kerusakan integritas kulit selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan tepat kondisi luka
Nyeri akut dengan kriteria hasil: 2. Periksa kulit dan selaput lendir 2. Untuk mengetahui factor
Perdarahan Indicator :
terkait dengan adanya kemerahan. resiko infeksi
Hematoma
Area panas local 3. Monitor kulit adanya ruam dan 3. Untuk mengetahui
Kemerahan lecet kondisi kulit
Faktor yang berhubungan
4. Monitor infeksi 4. Untuk mengetahui
Eksternal
1. Agens cedera kimiawi 1. Kriteria 5. Monitor sumber gesekan
Awal Tujuan adanya resiko infeski
2. Ekskresi 6. Periksa pakaian yang terlalu ketat 5. Untuk menggetahui
3. Kelembapan Integritas kulit
4. Hipertermia 7.4 Monitor warna dan suhu kulit factor penyebab
5. Hipotermia Lesi pada kulit 4
8. Ajarkan anggota keluarga 6. Untuk mengurangi
6. Lembab Perfusi jaringan 5
7. Tonjolan pada tulang mengenai tanda-tanda kerusakan infeksi
8. Sekresi Lesi mebran mukosa 4 kulit 7. Untuk melihat tanda-
Intenal Sensasi 4 tanda infeksi
1. Gangguan volume cairan
2. Nutrisis tidak adekuat Gangguan ekstrem
3. factor psikogenik 2. Berat
Kondisi Terkait Sedang
1. Gangguan metabolism tubuh Ringan
2. Gangguan pigmentasi
Tidak ada gangguan
3. Gangguan sensasi
4 Gangguanturgor kulit
5. Gangguan arteri
6. Gangguan Hormonal
29
Defisiensi pengetahuan NOC: NIC :
berhubungan dengan kurang Pengetahuan : Manajemen Diabetes Pengajaran : Proses Penyakit
informasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait 1. bagaimana pengetahuan klien
Batasan Karakteristik selama …. Pasien tidak mengalami
Ketidakakuratan melakukan tes dengan kriteria hasil: dengan proses penyakit yang spesifik terhadap penyakit
Ketidakakuratan mengikuti perintah Kriteria A Tujuan Review pengetahuan paisen mengenai 2. Untuk menambah wawasan
Kurang pengetahuan wa
l kondisinya klien terhadap tanda dan
Perilaku tidak tepat( misalnya
histeria,bermusuhan,agitasi,apatis) Melakukan Kenali pengetahuan pasien mengenai gejala penyakit
tindakan
pencegahan 5 kondisinya 3. Untuk mengurangi gaya hidup
Faktor yang berhubungan dengan perawatan Jelaskan tanda dan gejala yang umum yang pernah klien lakukan
Gangguan fungsi kognitif kaki
Gangguan memori Menyesuaikan dari penyakit sesuai kebutuhan 4. Untuk menghindari komplikasi
Kurang informasi pengobatan ketika 5 Jelaskan mengenai proses penyakit lebih parah lagi
Kurang minat untuk belajar sakit akut
Jelaskan komplikasi kronik yang 5. Berguna untuk meminimalisir
Kurang sumber pengetahuan Memantau glukosa
5
darah mungkin ada gejala pada klien terhadap
Melaporkan gejala
5 Berikan informasi kepada pasien penyakit
komplikasi
Memantau berat mengenai kondisinya 6.Untuk mengetahui pengetahuan
5
badan
Berikan informasi kepada klien terhadap tanda dan
Indikator :
1. keluarga/orang yang penting bagi gejala terhadap penyakit
2. pasien mengenai perkembangan pasien
3.
4.
5.
30
gender dan usia perbaikan “manajemen diabetes”, indikasi kadar glukosa dalam tubuh
2. Tidak menerima diagnosis ditandai dengan kriteria hasil: 2. Berikan insulin sesuai resep 2. Untuk mengatur kadar
3. Stress berlebihan
3. Berikan cairan IV sesuai kebutuhan glukosa dalam tubuh
4. Penambahan berta badan
berlebihan Kriteria Awal Tujuan 4. Ajarkan pada pasien dan keluarga 3. Untuk memenuhi kebutuhan
5. Penururnan berat Peran
badan diet dalam 5 mengenai manajemen diabetes cairan
berlebihan mengontrol
kadar gula darah selama periode sakit, termasuk 4. Untuk menambah
6. Pemantauan glukosa darah tidak
Rencana makan yang 5 penggunaan insulin dan obat oral pengetahuan terhadap
adekuat
dianjurkan
7. Asupan diet tidak cukup Peran tidur dalam 5 manajemen penyakit diabetes
8. Kurang kepatuhan pada rencana mengontrol
manajemen diabetes kadar glikosa
9. Kurang pengetahuan tentang darah
factor yang dapat diubah Tindakan yang diambil 5
10. Manajemen diabetes tidak tepat dalam mengatasi
11. Manajemen medikasi tidak kadar glukosa
darah
efektif
Penggunaan insulin 5
Populasi beresiko yang benar
1. Gangguan status mental Indikator :
2. Gangguan status kesehatan fisik 1. Tidak ada pengetahuan
3. Keterlambatan perkembangan
2. Pengetahuan terbatas
kognitif
4. Periode pertumbuhan cepat 3. Pengetahuan sedang
4. Pengetahuan banyak
5. Pengetahuan sangat banyak
(Tabel 2.2 Rencana Asuhan Keperawatan Teoritis)
31
4. Implementasi
Implementasi adalah fase ketikan perawatan menerapkan/ melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi
secara optimal (Nursalam, 2016). Implementasi merupakan tindakan yang sudah
di rencanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri
dan tindakan kolaborasi. Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan
yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap pasien baik
secara umum maupun secara khusus pada pasien diabetes melitus pada
pelaksanaan ini perawat melakukan berbagai jenis implementasi keperawatan.
(Tarwoto & Wartonah, 2011).
a. Jenis-Jenis Implementasi Keperawatan menurut Tarwoto & Wartonah (2011)
dalam melakukan implementasi keperawatan terdapat tiga jenis implementasi
keperawatan, yaitu :
1) Independent implementations adalah suatu tindakan yang dilakukan secara
mandiri oleh perawat tanpa petunjuk dari tenaga kesehatan lainnya.
2) Interdependent/collaborative implementations adalah tindakan perawat
yang dilakukan berdasarkan kerjasama dengan tim kesehatan yang lain
3) Dependen implementations adalah pelaksanaan rencana tindakan
medis/instruksi dari tenaga medis seperti ahli gizi, psikolog, psikoterapi,
dan lain-lain dalam hal pemberian nutrisi kepada klien sesuai dengan diet
yang telah dibuat oleh ahli gizi dan latihan fisik sesuai dengan anjuran
bagian fisioterapi
b. Tahap-Tahap Implementasi Keperawatan Menurut Purwaningsih & Karlina
(2010) ada 4 tahap operasional yang harus diperhatikan oleh perawat dalam
melakukan implementasi keperawatan, yaitu sebagai berikut
1) Tahap Prainterkasi
2) Tahap perkenalan
3) Tahap Kerja
4) Tahap Terminasi
32
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan
dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari
respon klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan
target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil (Nursalam, 2016).
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan dari
evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan
memberikanumpa balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Tarwoto &
Wartonah, 2011). Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak
teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara
SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan.
S : Subjek adalah informasi yang berupa ungkapan yang di dapat dari pasien
setelah tindakan dilakukan.
O : Objek adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaia,
pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan
A : Analisa adalah membandingkan antara insormasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, muncul
masalah baru.
P : Plaining adalah rencana keperawatan lanjutan yangakan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencaa diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).
33
6. Discharge Planning
a. Definisi Discharge planning
Discharge planning merupakan proses berkesinambungan guna
menyiapkan perawatan mandiri pasien pasca rawat inap. Proses identifikasi
dan perencanaan kebutuhan keberlanjutan pasien ditulis guna memfasilitasi
pelayanan kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain agar tim
kesehatan memiliki kesempatan yang cukup untuk melaksanakan discharge
planning. Discharge planning dapat tercapai bila prosesnya terpusat,
terkoordinasi, dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu untuk perencanaan
perawatan berkelanjutan pada pasien setelah meninggalkan rumah sakit.
Sasaran pasien yang diberikan perawatan pasca rawat inap adalah mereka yang
memerlukan bantuan selama masa penyembuhan dari penyakit akut untuk
mencegah atau mengelola penurunan kondisi akibat penyakit kronis. Petugas
yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan berkelanjutan
merupakan staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses
discharge planning dan fasilitas kesehatan, menyediakan Pendidikan
kesehatan, memotivasi staf rumah sakit untuk merencanakan serta
mengimplementasikan discharge planning. Misalnya, pasien yang
membutuhkan bantuan sosial, nutrisi, keuangan, psikologi, transportasi pasca
rawat inap. (Nursalam, 2016; The Royal Marsden Hospital, 2014; Discharge
Planning Association, 2016 ).
b. Tujuan Discharge Planning
merupakan kolaborasi antara keperawatan, pasien dan keluarga pasca
rawat inap, yang bertujuan untuk menyiapkan kemandirian pasien dan keluarga
secara fisik, psikologis, social, pengetahuan, keterampilan perawatan dan
sistim rujukan berkelanjutan. Hal tersebut dilaksanakan untuk mengurangi
kekambuhan, serta menukar informasi antara pasien sebagai penerima layanan
dengan perawat selama rawat inap sampai keluar dari rumah sakit (Nursalam,
2016).
34
c. Manfaat Discharge planning
Menurut Nursalam 2016, manfaat Discharge Planning adalah
memberikan tindak lanjut secara sistematis guna memberikan perawatan
lanjutan pada pasien, mengevaluasi pengaruh dari rencana yang telah disusun
dan mengidentifikasi adanya kekambuhan atau perawatan baru yang
dibutuhkan serta membantu pasien supaya mandiri dan siap untuk melakukan
perawatan di rumah.
d. Prinsip Discharge planning
Prinsip yang diterapkan dalam Discharge Planning menurut Nursalam,
2016 yaitu pasien merupakan sasaran dalam Discharge Planning sehingga
perlu pengkajian nilai keinginan dan kebutuhan pasien berdasarkan
pengetahuan dari tenaga atau sumber daya maupun fasilitas yang tersedia di
masyarakat. Kemudian kebutuhan tersebut akan dikaitkan dengan masalah
yang mungkin timbul pada saat pasien keluar dari rumah sakit. Melalui
pengkajian tersebut diharapkan dapat menurunkan resiko masalah yang timbul
pasca rawat inap. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif pada setiap
tatanan pelayanan kesehatan dan dibutuhkan kerja sama yang baik antar
petugas.
e. Jenis-jenis Discharge Planning
Terdapat tiga jenis Discharge Planning (Setiadi, 2013) :
1) Koordinasi discharge (Pemulangan sementara)
Jika klien pulang dalam keadaan baik dan tidak ada komplikasi. Klien
pulang untuk sementara di rumah dan masih dalam proses perawatan dan
harus ada pengawasan dari pihak rumah sakit atau puskesmas terdekat.
2) Absolutedischarge planning (Pulang mutlak atau selamanya)
Jika klien sudah selesai masa perawatan dan dinyatakan sembuh dari
sakitnya.Jika klien perlu perawatan kembali, maka prosedur perawatan
dapat dilakukan kembali.
35
3) Judocal discharge (Pulang paksa)
Jika kondisi klien masih perlu perawatan dan belum memungkinkan untuk
pulang, tetapi klien harus dipantau dengan melakukan kerjasama dengan
tim home care rumah sakit atau puskesmas terdekat
f. Tindakan Keperawatan Pada Waktu Discharge Planning
Tindakan keperawatan pada waktu discharge planning (Setiadi, 2013) :
1) Pendidikan (edukasi, redukasi, reorientasi) kesehatan yang diharapkan
dapat mengurangi angka kekambuhan dan meningkatkan pengetahuan
pasien serta keluarga.
2) Program pulang bertahap.
3) Melatih pasien kembali ke lingkungan dan masyarakat antara lain yang
dilakukan pasien di rumah sakit, dan tugas keluarga.
4) Rujukan.
Integrasi pelayanan kesehatan harus mempunyai hubungan langsung
antara perawatan komunitas dengan rumah sakit sehingga dapat
mengetahui perkembangan pasien di rumah
g. Proses Discharge Planning
Proses pelaksanaan discharge planning dilakukan melalui 5 tahap yaitu
seleksi pasien, pengkajian, perencanaan, sumber daya dan implementasi
(Darliana, 2012).
Proses pelaksanaan discharge planning dilakukan melalui 5 tahap yaitu
(Menurut Slevin, 2010):
1) Seleksi pasien
Tahap ini meliputi identifikasi pasien yang membutuhkan discharge
planning, semua pasien membutuhkan pelayanan, tetapi pemberian
discharge planning lebih diprioritaskan bagi pasien yang mempunyai
risiko lebih tinggi memiliki kebutuhan akan pelayanan khusus.
36
2) Pengkajian
Pengkajian discharge planning berfokus pada 4 area, yaitu pengkajian
fisik dan psikososial, status fungsional, kebutuhan penkes dan konseling.
Prinsip-prinsip dalam pengkajian adalah :
a) Pengkajian dilakukan pada saat pasien masuk dan berlanjut selama
perawatan.
b) Pengkajian berfokus pada pasien dewasa yang berisiko tinggi tidak
tercapainya hasil discharge.
c) Pengkajian meliputi :
1. Status fungsional (kemampuan dalam aktivitas sehari-hari dan
fungsi kemandirian).
2. Status kognitif (kemampuan pasien dalam berpartisipasi dalam
proses discharge planning dan kemampuan mempelajari informasi
baru).
3. Status psikologi pasien, khususnya pengkajian terhadap depresi.
4. Persepsi pasien terhadap kemampuan perawatan diri.
5. Kemampuan fisik dan psikologik keluarga dalam perawatan
pasien.
6. Kurangnya pengetahuan berkaitan kebutuhan perawatan kesehatan
setelah pulang.
7. Faktor lingkungan setelah pulang dari rumah sakit.
8. Kebutuhan dukungan formal dan informal keluarga dalam
memberikan perawatan yang benar dan efektif.
9. Review pengobatan dan dampaknya.
10. Akses ke pelayanan setelah pulang dari rumah sakit.
3) Perencanaan
Dalam perencanaan diperlukan adanya kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya, diskusi dengan keluarga dan pemberian penkes sesuai pengkajian.
Pendekatan yang digunakan pada discharge planning difokuskan pada 6
area penting dari pemberian penkes yang dikenal dengan istilah
37
”METHOD” dan disesuaikan dengan kebijakan masing-masingrumah
sakit (Slevin, 2010).
M : Medication
Pasien diharapkan mengetahui tentang: nama obat, dosis yang harus di
komsumsi, waktu pemberiannya, tujuan penggunaan obat, efek obat,
gejala yang mungkin menyimpang dari efek obat dan hal-hal spesifik lain
yang perlu dilaporkan.
E : Environment
Pasien akan dijamin tentang: instruksi yang adekuat mengenai
keterampilanpenting yang diperlukan di rumah, investigasi dan koreksi
berbagai bahaya di lingkungan rumah, support emosional yang adekuat,
investigasi sumber-sumber dukungan ekonomi, investigasi transportasi
yang akan digunakan klien.
T : Treatment
Pasien dan keluarga dapat: mengetahui tujuan perawatan yang akan
dilanjutkan di rumah, serta mampu mendemonstrasikan cara perawatan
secara benar.
H : Health
Pasien akan dapat: mendeskripsikan bagaimana penyakitnya atau
kondisinya yang terkait dengan fungsi tubuh, mendeskripsikan makna-
makna penting untuk memelihara derajat kesehatan, atau mencapai derajat
kesehatan yang lebih tinggi.
O : Outpatient Referral
Pasien waktu dan tempat untuk kontrol kesehatan, dapat mengetahui
mengetahui dimana dan siapa yangdapat dihubungi untuk membantu
perawatan dan pengobatannya.
D : Diet
Pasien diharapkan mampu mendeskripsikan tujuan pemberian diet,
merencanakan jenis-jenis menu yang sesuai dengan dietnya.
38
4) Implementasi Discharge planning
Implementasi dalam Discharge planning adalah pelaksanaan rencana
pengajaran referal. Seluruh pengajaran yang diberikan harus
didokumentasikan pada catatan perawat dan ringkasan pulang (discharge
summary). Intruksi tertulis diberikan kepada pasien, penatalaksanaan
dilakukan persiapan sebelum hari pemulangan pasien dan pada hari
pemulangan.
5) Evaluasi Discharge planning
Evaluasi sangat penting dalam proses discharge planning digunakan untuk
persiapan pasien pulang, Perencanaan dan penyerahan harus diteliti
dengan cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan yang sesuai
39
1) Materi tentang perjalanan penyakit DM
2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
3) Penyulit DM dan risikonya
4) Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
5) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
6) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia).
7) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
8) Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
9) Pentingnya perawatan kaki.
10) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
b. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi:
1) Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
2) Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
3) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
4) Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
5) Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).
6) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang DM.
7) Pemeliharaan/perawatan kaki.
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
40
3. Aktivita fisik
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari
seminggu selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu,
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas
sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara
= 220-usia pasien.
4. Farmakologi
Antidiabetik oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan
pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar
gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik.
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Golongan Sulfonilurea : merangsang sel beta pankreas untuk
memproduksi insulin
2) Golongan Biguanid : memberi efek pada reseptor insulin,
menurunkan fibrinogen plasma, tidak memiliki efek sentral pada
pankreas.
3) Golongan Spesifik : menghambat enzim alfa-glukosidase di bagian
sistem pencernaan.
b. Obat Antihiperglikemia Suntik
1) Insulin
2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic Pengobatan dengan dasar
peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan
DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang
pengelepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia
ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada
pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan
mungkin menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.
41
c. Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara
terpisah ataupun fixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal,
harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar glukosa darah
yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat anti
hiperglikemia oral dari kelompok yang berbeda atau kombinasi obat anti
hiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan
kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.
Kombinasi obat anti hiperglikemia oral dan insulin yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin
basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis
insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10
unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan
terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat
antihiperglikemia oral dihentikan.
42
Planning Terhadap Pengetahuan Pengelolaan Nutrisi Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, hasil penelitian
menunjukkan adanya Pengaruh Discharge Planning Terhadap Pengetahuan
Pengelolaan Nutrisi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta yang ditandi dengan nilai p-value 0,000.
43
BAB III
TINJAUAN STUDI KASUS
I. Identitas Klien
Nama : No RM :
Usia : Tahun Tgl. Masuk :
Jenis Kelamin : Tgl. Pengkajian :
Alamat : Sumber informasi :
No telepon : Keluarga terdekat :
Status : Alamat & No telp :
Agama : Diagnosa Medis : Diabetes Melitus
Suku :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Lama bekerja : -
1. Keluhan utama : Klien mengatakan lelah, lesu, klien mengeluh sering merasa
44
45
3. Kebisasaan
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
a. Merokok : - - -
b. Teh Manis : - - -
c. Alkohol : - - -
D. Riwayat Keluarga
Genogram
58 th
Keterangan:
:Laki laki
:Perempuan
: Pasien
:Menikah
:Keturunan
X :meninggal
Klien mengatakan datang ke Rumah Sakit diantar oleh anaknya pada tanggal
11 Juli 2020 klien mengeluh lelah, lesu, diperiksa gula darah hasil 475 gr/dl,
klien mengeluh sering merasa haus, mulut tampak kering, klien mengeluh
sering kencing, perut terasa mual, badan klien terasa lemah, berat badan klien
penurunan > 10%, Klien merasa cepat kenyang setelah makan, nafsu makan
menurun, aktivitas sehari-hari dibantu oleh keluarga, frekuensi jantung
meningkat >20% dari kondisi istirahat, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa
tidak nyaman setelah beraktivitas, tanda-tanda vital: TD: 140/90 mmHg,
Nadi: 100 x/menit, RR 28x/menit. Klien merasa kurang tenaga, merasa
energi tidak pulih walaupun telah tidur, tidak mampu mempertahankan
aktivitas rutin, klien merasa kakinya sering kesemutan. Pasien diperiksa
HbA1C hasilnya >7%.
1. Peningkatan Kesehatan
Data Subjektif : Klien mengatakan sering memeriksakan kesehatannya
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
2. Nutrisi
Data Subjektif : Klien mengatakan nafsu makan menurun dan merasa cepat
kenyang setelah makan.
3. Eliminasi
Data Subjektif : Klien mengatakan sering kencing
48
4. Aktivitas/Istirahat
Data Subjektif : Klien mengatakan kurang tenaga dan tidak mampu
mempertahankan aktivitas rutin, dan kaki klien sering
kesemutan. dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas
5. Persepsi/Kognitif
Data Subjektif : Klien mengatakan ingin cepat sembuh
6. Persepsi Diri
Data Subjektif : Klien mengatakan menerima penyakitnya yang dideritanya dan
tetap berdoa dan berusaha untuk melakukan pengobatan
7. Peran Hubungan
Data Subjektif : Klien mengatakan hubungannya dengan keluarga dan kerabat
terjalin dengan harmonis
49
8. Seksualitas
Data Subjektif : Klien mengatakan berjenis kelamin perempuan dan memakai
pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya
Data Objektif : Tampak klien tidak ada masalah, tampak klien menggunakan
pakaian sesuai jenis kelaminnya
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
9. Toleransi/Koping Stress
Data Subjektif : Klien mengatakan selalu berdoa untuk kesembuhan dirinya
11. Keselamatan/Perlindungan
Data Subjektif : Klien mengatakan merasa aman
12. Kenyamanan
Data Subjektif : Klien mengatakan kurang nyaman karena sering merasa
kesemutan/kram
Data Objektif : Klien tampak duduk dan berbaring
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
1. Sistem Respirasi
a. Data Subjektif
Klien mengatakan sesak saat beraktivitas maupun setelah beraktivitas
b. Data Objektif
Inspeksi : Dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Paru kiri sonor, paru kanan sonor
Auskultasi : Bunyi pernafasan vesikuler, irama teratur
Masalah keperawatan:
Tidak Ada Masalah Keperawatan
2. Sistem Kardiovaskuler
a. Data Subjektif :
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan jantung
b. Data Objektif
Inspeksi : Dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Ictus cordic teraba di ics ke 5 miclavicula sinistra
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bunyi jantung SI dan II regular, lub dub
Masalah keperawatan:
Tidak Ada Masalah keperawatan
51
3. Sistem Persarafan
a. Data Subjektif
Klien mengatakan saat masuk RS mengeluh lelah, dan lesu
b. Data Objektif
XII Syaraf Cranial : Syaraf I-XII tidak ditemukan kelainan
Refleks Fisiologis : Normal
Refleks Patologis : Babinsky kanan dan kiri negatif
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
4. Sistem Perkemihan
a. Data Subjektif
Klien mengatakan sering BAK.
b. Data Objektif
Inspeksi : BAK warna kuning jernih
Palpasi : Tidak ada nyeri
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
5. Sistem Pencernaan
a. Data Subjektif
Klien mengatakan perut terasa mual
b. Data Objektif
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas, simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising peristaltic
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
6. Sistem Muskuloskeletal
52
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
7. Sistem Integumen
a. Data Subjektif : klien mengtakan tidak ada luka
b. Data Objektif
Inspeksi : Normal tidak ada luka maupun jejas
Palpasi : Tidak teraba benjolan
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
8. Sistem Endokrin
a. Data Subjektif
Klien mengatakan merasa kesemutan pada kaki dan terasa lemah.
b. Data Objektif
Didapatkan BSS: 475 gr/dl, pemeriksaan HbA1C hasilnya >7%.
Masalah keperawatan: Resiko ketidakstabilan kadar gula darah
9. Sistem Penginderaan
a. Penglihatan
1) Data Subjektif
Klien mengatakan tidak ada masalah pada matanya
2) Data Objektif
Inspeksi : Normal
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
53
b. Pendengaran
1) Data Subjektif
Klien mengatakan tidak ada keluhan pendengaran
2) Data Objektif
Inspeksi : Tidak ada luka dan bersih
Palpasi : Tidak ada pembengakakan san nyeri tekan
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
c. Penghidu
1) Data Subjektif
Klien mengatakan tidak ada masalah sama hidungnya
2) Data Objektif
Inspeksi : Bersih tidak terdapat sekret
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
10 Pengkajian Psikososial
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya : -
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
b. Reaksi saat interaksi
Kooperatif Tidak kooperatif
Jelaskan :Klien menjawab pertanyaan yang diberikan
Masalah keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
c. Status emosional
Tenang Cemas Marah
Menarik Diri
54
Pemeriksaan laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Laboratorium Nilai Normal
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 475 mg/dL 70 - 140
kurang tenaga
- Klien mengatakan Sel B terganggu
tidak mampu
mempertahankan Glukosa tidak dapat masuk
aktivitas rutin, kedalam sel
- Klien mengatakan
dispnea saat/setelah Hiperglikemi
aktivitas,
- Klien mengatakan Glukosa intrasel menurun
merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas Pembentukan ATP terganggu
Data Objektif :
- Klien tampak Lemah
lemah
- tanda-tanda vital: Kelelahan
TD: 140/90
mmHg, Nadi: 100
x/menit, RR
28x/menit
WAKTU WAKTU
Resiko 12 Juli 2020 NIC : 12 Juli 2020 S: Waode
ketidakseimbangan Hiperglikemi jam 11:00 - Klien mengatakan kaki masih terasa Raniati
gula darah yang 09:00 WIB WIB kesemutan
- Monitor kadar glukosa
ditandai dengan : - Klien mengeluh lesu
09.03 WIB darah sesuai indikasi
Data Subjektif :
- Berikan insulin sesuai O:
09.06 WIB resep - Klien tampak dibantu keluarga dalam
- kakinya
sering - Berikan cairan IV melakukan aktivitas
09.09 WIB - Pemeriksaan HbA1C hasilnya >7%.
kesemutan. sesuai kebutuhan
P: Intervensi Dilanjutkan
- Monitor kadar glukosa darah sesuai indikasi
- Berikan insulin sesuai resep
- Berikan cairan IV sesuai kebutuhan
- Ajarkan pada pasien dan keluarga mengenai
manajemen diabetes selama periode sakit,
termasuk penggunaan insulin dan obat oral
Data Objektif :
- Mulut klien
tampak kering
- berat badan
menurun>10
%
- tanda-tanda
vital: TD:
140/90
mmHg, Nadi:
100 x/menit,
RR 28x/menit
lemah
- tanda-tanda
vital: TD:
140/90
mmHg,
Nadi: 100
x/menit, RR
28x/menit
DISCHARGE PLANNING
No. RM : 123xxx Alamat : Palembang
Nama : Ny. X Ruang Rawat : X RS.X
Umur : 48 Tahun Tanggal MRS : 11 Juli 2020
Masalah Keperawatan :
1. Resiko Ketidakseimbangan gula darah
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Kelelahan
Aturan Diet :
Diet DM
Anjuran untuk pasien DM :
1. Diet, Hindari makanan yang kadar gulanya tinggi dan biasakan makan-
makanan yang tinggi serat
2. Mengkonsumsi obat secara teratur
3. Istirahat yang cukup
4. Beraktivitas menggunakan alas kaki
5. Menjaga kebersihan kaki
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas studi kasus mengenai persamaan dan
perbedaan konsep dasar dan teori dengan asuhan keperawatan pada Ny. X dengan
Gangguan Sistem Endokrin : Diabetes Melitus Tipe II yang dilakukan pengkajian
pada tanggal 01 Februari 2021 sampai evaluasi pada tanggal 04 Februari 2021 di
Ruang rawat inap X Rumah Sakit X.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan sebuah komponan utama untuk mengumpulkan
informasi, data, memvaludasi data, mengorganisasikan data, dan
mendokumentasikan data, pengumpulan data, dan merupuskan diagnosa.
Pengkajian yang penulis lakukan dalam asuhan keperawatan pada klien Ny “X”
dengan gangguan sistem endokrin :Diabetes Melitus Tipe II di ruang X RS X
meliputi identitas pasien, identitas penanggung jawab, keluhan utama, riwayat
kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, pola
persepsi kesehatan, pola nutrisi dan cairan, pola eliminasi, pola aktivitas dan
latihan, pola tidur dan istirahat, pola persepsi kognitif, pola persepsi dan konsep
diri, pola reproduksi dan seksual, pola mekanisme dan koping, pola hubungan, dan
pola keyakinan spiritual. (NANDA, 2016)
Teknik pengumpulan data dengan metode wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik. Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nurarif, 2015).
Pada proses pengkajian Ny “X” didapatkan data dengan teknik wawancara
dan observasi langsung dengan Ny “X” teknik tersebut sesuai dengan yang
diungkapkan oleh nurarif (2015) Sumber informasi untuk pengumpulan data dapat
menggunakan metode wawancara dan observasi kepada klien. Dari proses
pengkajian pada Ny “X” didapat yaitu bahwasannya Ny “X” mengatakan merasa
68
kesemutan kaki, badan terasa lelah dan lesu, nafsu makan berkurang, sesak
saat/setelah beraktivitas, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, perut terasa
mual, Klien merasa kurang tenaga, merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur,
tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin, keadaan umum lemah, tampak
berbaring di tempat tidur, pemeriksaan HbA1C hasilnya >7% dan BSS 474 gr/dl.
data yang didapatkan selanjutnya klien mengatakan saat berdiri kaki terasa lemah
dan tidak mampu melakukan aktivas sehari-hari sehingga aktivitas sehari-hari
dibantu keluarga,seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan berpindah. klien
tampak lemah, klien berbaring kadang duduk di tempat tidur.
Menurut Nastiti (2018), diabetes melitus adalah penyakit metabolik akibat
dari kurangnya insulin efektif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta pankreas
atau ambilan glukosa perifer atau keduanya pada DM tipe 2 atau kurangnya insulin
absolut pada DM tipe 1 dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai
gejala klinis akut (poliuria, polidipsia, penurunan berat badan) dan ataupun gejala
kronik atau kadang-kadang tanpa gejala.
Menurut Yahya (2018), tanda gejala atau manifestasi klinis dari diabetes
melitus itu sendiri yaitu : polifagi atau banyak makan yang terjadi akibat jaringan
tubuh tidak mendapatkan suplai glukosa yang cukup akibat gagalnya insulin
membuka kanal glukosa yang menyebabkan glukosa dalam, darah menumpuk,
namun tubuh tetap merasa lapar, Poliuria dan Polidipsi atau banyak buang air kecil
dan banyak minum disebabkan tingginya kadar glukosa darah yang menyebabkan
dehidrasi berat pada sel tubuh akibat tekanan osmotik. Hal ini yang menyebabkan
cairan dalam sel keluar. Keluarnya glukosa dalam urin akan menimbulkan keadaan
diuresis osmotik. Efek kesulurahannya adalah kehilangan cairan yang bsangat
besar dalam urin. Oleh karena itu timbullah polidpsia, Berat badan menurun terjadi
lemak dalam jaringan adiposa digunakan untuk menggantikan glukosa sebagai
sumber energi yang tidak dapat masuk ke dalam reseptor akibat resistensi insulin,
Gangguan saraf tepi.
69
Hasil pengkajian ini sejalan dengan teori diatas terkait dengan manifestasi
klinis yang didapatkan dari penderita diabetes melitus. Maka penulis
menyimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti
tentang masalah klien serta pengembangan yang dapat dipecahkan atau diubah
melalui tindakan keperawatan menggambarkan respon actual atau potensial klien
terhadap masalah kesehatan. Respon actual atau potensial klien didapatkan dari
data pengkajian dan catatan medis klien. Diagnosa keperawatan memberikan dasar
pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan ( Potter dan Perry,
2011).
Berdasarkan data pengkajian yang ditemukan, kemudian data
dikelompokkan dan dianalisa hingga didapatkan masalah keperawatan. Masalah
keperawatan yang ditemukan kemudian di prioritaskan dan dirumuskan
membentuk suatu diagnose keperawatan. Diagnosa yang dapat ditegakkan pada
klien Ny. X adalah sebagai berikut :
C. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan merupakan agar terciptanya tujuan yang
diinginkan dalam memenuhi kebutuhan klien, berdasarkan masing-masing
diagnosa yang ditegakkan.Menurut Mubarak (2012) perencanaan keperawatan
keluarga terdiri dari penetapan tujuan, mencakup tujuan umum dan khusus,
rencana intervensi serta dilengkapi dengan rencana evaluasi yang memuat kriteria
dan standar. Tujuan dirumuskan secara spesifik, dapat diukur measurable, dapat
dicapai achievable, rasional dan menunjukkan waktu (SMART).
Tujuan umum merupakan tujuan akhir yang akan dicapai melalui segala
upaya dimana masalah (problem) digunakan untuk merumuskan tujuan akhir
(Gusti, 2013). Tujuan umum ditetapkan waktu kunjungan selama 3 hari
diharapkan teratasi. Tujuan khusus merupakan pernyataan yang lebih spesifik
tentang hasil yang diharapkan dari tindakan perawatan yang akan dilakukan
dimana penyebab atau etiologi digunakan untuk merumuskan (Gusti, 2013).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis membuat intervensi, sebagai berikut :
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan adalah katagori
dari perilaku keperawatan di masa tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan mengikuti komponen
perencanaan keperawatan (Potter, 2013).
Implementasi merupakan langkah yang selanjutnya dilakukan setelah
perencanaan program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah
pada keluarga dan memandirikan keluarga (Achyar, 2012). Implementasi adalah
serangkaian tindakan perawat pada keluarga berdasarkan perencanaan
sebelumnya (Padila, 2012).
Dalam melakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam penulis tidak
mempunyai hambatan berupa kesulitan dalam mendapatkan data objektif dan
respon langsung dari klien dikarenakan klien kooperatif, implementasi yang
dilakukan yaitu :
1. Resiko ketidakstabilan kadar gula darah
Implementasi keperawatan yang dilakukan yaitu :
a. Memonitor kadar glukosa darah sesuai indikasi
b. memberikan insulin sesuai resep
c. memberikan cairan IV sesuai kebutuhan
d. mengajarkan pada pasien dan keluarga mengenai manajemen diabetes
selama periode sakit, termasuk penggunaan insulin dan obat oral
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien. Dengan tahapan mengidentifikasi kriteria dan standar
evaluasi, mengumoulkan data untuk menentukan apakah kriteria dan standar telah
terpenuhi, menginterpretasi dan meringkas data, mendokumentasikan temuan dan
setiap pertimbangan klinis, menghentikan, meneruskan atau merevisi rencana
perawatan. (Potter & Perry, 2011).
Penulis mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu
kemajuan atau kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Pada evaluasi penulis
menyesuaikan dengan teori yang ada yaitu SOAP yang berarti S adalah subjektif
keluhan utama klien, O adalah objektif hasil pemeriksaan, A adalah perbandingan
data dengan teori dan P adalah perencanaan yang akan dilakukan (Asmadi, 2011).
Evaluasi keperawatan yang didapatkan yaitu antara lain: pada diagnosa
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
74
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penerapan proses Asuhan keperawatan yang penulis lakukan pada Ny
“X” dengan gangguan sistem endokrin : Diabetes Melitus Tipe II diruang X di
Rumah Sakit X penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
B.Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan studi kasus ini dapat dijadikan bahan tambahan materi
sebagai ilmu pengetahuan keperawatan dalam memberi gambaran proses
pemberian asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Gangguan
Sistem Endokrin : Diabetes Melitus Tipe II
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi bahan tambahan informasi dan masukan untuk
perencanaan kesehatan pada klien dengan Gangguan Sistem Endokrin :
Diabetes Melitus II
3. Bagi Penulis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah suatu penerapan ilmu
pengetahuan, wawasan dan pengalaman. Yang sudah didapatkan dan
diaplikasikan dilapangan dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada
penderita Diabetes Melitus II
DAFTAR PUSTAKA
77
Kowalak, J.P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi/ Editor, Jenniferp, Kowalak, Wiliam
Wels, Brenna Mayer; Alih Bahasa, Andry Hartono; Editor Edisi Bahasa
Indonesia, Renata Komalasari, Anastasya Onny Tampubolon, Monica Ester.
Jakarta:Egc
Nastiti, PH, & Hanif, A. (2018). Hubungan Senam Prolanis Terhadap Kadar Gula
Darah Puasa Dan Kadar Gula Darah 2 Jam Post Pradial Diabetes Mellitus
Tipe 2. Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Phitri. (2013). Hubungan antara pengetahuan dan sikap penderita diabetes melitus
dengan kepatuhan diet diabetes melitus di RSUD Am. Parikesit Kalimantan
Timur. Jurnal Keperawatan MedikaL Bedah 1 (1)
Setiadi. (2013). Konsep dan praktik penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke system. 6th ed. Jakarta: ECG;2011
Siahaan, S.L.M, & Ginting, S. (2019). Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kadar
Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Di Puskesmas Rawat-Inap Tanjung
Morawa Kecamatan Tanjuang Morawa Tahun 2019. Politeknik Kemenkes
Medan.
Slavin, E. (2010). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa
Media
Smeltzer, S.C., Bare, B.G (2010). Brunner & Suddarth: Textbook Of Medical-
Surgical Nursing (12th Ed)
79
Tandra, H. (2018). Segala Sesuatu Yang Harus Anada Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Gramedia
Tarwoto & Wartonah (2011). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : CV Agung Seto
Wijaya, AS., dan Putri, YM. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Yahya, N. (2018). Hidup Sehat Dengan Diabetes. Solo: Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri