Anda di halaman 1dari 38

Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 1:1-4, 2018

ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

HUBUNGAN TEKANAN DARAH


PASIEN SAAT MASUK RUMAH SAKIT
TERHADAP MORTALITAS PASIEN
DENGAN STROKE PERDARAHAN
Dyanne Paramita Arindra Putri1, Paryono2, Indarwati Setyaningsih2, dan Rinaras Anggraeni3

1
Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2
Neurolog Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
3
Neurolog RSUD Soeradji Tirtonegoro Klaten

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i1.2


Disetujui 31 Agustus 2017
Publikasi 21 Januari 2018 Korespondensi: dyanne.putri@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Peningkatan tekanan darah umum stroke perdarahan berdasarkan hasil pemeriksaan
terjadi pada fase akut stroke dan berhubungan dengan Computed Tomography (CT)-Scan kepala.
luaran klinis yang buruk. Hasil yang bervariasi Hasil: Terdapat 69 subjek penelitian dengan proporsi
ditunjukkan oleh studi terhadap tekanan darah pada terbanyak laki laki (60,8%). Analisis bivariat
fase akut stroke sebagai prediktor luaran klinis pasien. menunjukkan nilai rerata sistolik (190,5 (±30),
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan tekanan darah p=0,00), rerata diastolik (109 (±19,6), p=0,00), rereata
pasien saat masuk rumah sakit terhadap mortalitas Mean Arterial Pressure (MAP) (136 (±21,1), p=0,00)
pasien dengan stroke perdarahan di Rumah Sakit dan median Glukosa Darah Puasa (GDP) (115 (67-
Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito. 298), p=0,032) bermakna secara statistik terhadap
Metode Penelitian: Metode penelitian menggunakan kematian pasien dengan stroke perdarahan. Uji
rancangan cohort retrospective dengan analisis multivariat menunjukkan MAP memiliki korelasi
independent sample T-Test dan Mann Whitney. Subjek positif terhadap mortalitas pasien (r=0,274: p=0,000).
penelitian adalah pasien yang dirawat di RSUP Dr. Simpulan: Nilai MAP berhubungan dengan mortalitas
Sardjito Yogyakarta pada bulan Januari 2017 hingga pada pasien dengan stroke perdarahan.
Juni 2017. Subjek penelitian didiagnosis mengalami

Kata Kunci: stroke perdarahan, tekanan darah masuk rumah sakit, mortalitas

ABSTRACT

Background: Elevated blood pressure is common scan who were hospitalized patients from January 2017
during an acute stroke and is associated with to June 2017 was our study subject.
unfavorable clinical outcome. Previous studies have Result: There were 69 subjects with the largest
shown variable results regarding the prognostic value proportion is male (60.8%). In bivariate analysis,
of high blood pressure in acute stroke. systolic mean value (190.5 (±30), p=0.00), diastolic
Purpose: To investigate relation between blood mean value (109(±19.6), p=0.00), Mean Arterial
pressure admission and patient mortality due to Pressure (MAP) (136 (±21.1), p=0.00) and median
hemorrhage stroke in Dr. Sardjito Central General fasting glucose (115 (67–298), p=0.032) were
Hospital. statistically significant to hemorrhage stroke patient
Method: This study was conducted using cohort mortality. The multivariate analysis showed MAP has
retrospective design with independent sample t test and positive correlation with mortality (p=0.000 r=0.274).
Mann Whitney analysis. The hemorrhage stroke Conclusion: The MAP is related to hemorrhage stroke
patients based on head Computed Tomography (CT)- patient mortality.

Key words: hemorrhage stroke, blood pressure admission, mortality, Mean Arterial Pressure

1 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Putri et al 2018 ARTIKEL ASLI

Latar Belakang merekomendasikan target pengendalian tekanan


Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan darah hingga di bawah 140/90 mmHg adalah
utama. Hingga saat ini stroke adalah penyebab suatu keharusan untuk pencegahan primer stroke
kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Populasi
kanker, juga sebagai penyebab kecacatan nomor khusus seperti penderita Diabetes Mellitus (DM)
satu di seluruh dunia. Hasil Riset Kesehatan atau gagal ginjal kronis memiliki target yang
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan lebih agresif hingga di bawah 130/90 mmHg.
stroke merupakan penyebab kematian tertinggi Tekanan darah yang tidak terkendali pasca stroke
pada pasien yang dirawat di rumah sakit (5,24% merupakan faktor risiko terjadinya serangan
dari seluruh kematian). Dinas Kesehatan Daerah stroke berulang.6 Panduan yang diterbitkan
Istimewa Yogyakarta menyebutkan bahwa stroke American Heart Association/ American Stroke
merupakan penyebab kematian tertinggi dari Association (AHA/ASA) tahun 2006
seluruh penyebab kematian di rumah sakit merekomendasikan pengendalian tekanan darah
(11,29%) dengan prevalensi 8,11 per 1000 (baik dengan farmakologis maupun non
penduduk.1 Dalam beberapa dekade terakhir, farmakologis) pada pasien stroke yang memiliki
stroke menjadi penyebab kematian terbesar di riwayat hipertensi guna mencegah kejadian
penduduk Cina, Jepang, dan negara–negara Asia serangan stroke berulang.7
Timur lainnya. Terdapat perbedaan insidensi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kejadian stroke iskemia dan perdarahan di hubungan antara tekanan darah saat pasien masuk
beberapa negara tersebut, namun luaran yang rumah sakit terhadap luaran kematian pada
buruk lebih berkaitan dengan kasus stroke pasien dengan stroke perdarahan.
perdarahan.2
Peningkatan tekanan darah merupakan faktor Metode Penelitian
risiko terbesar kejadian stroke pada populasi di Penelitian ini menggunakan desain cohort
daerah barat, meskipun beberapa studi retrospektif terhadap seluruh penderita stroke
memperlihatkan hubungan tak langsung antara perdarahan. Subjek penelitian diambil dari pasien
peningkatan tekanan darah terhadap kejadian yang dirawat di Unit Stroke Rumah Sakit Umum
stroke baik iskemia maupun perdarahan.2 Pasien Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta periode
stroke akut sering mengalami tekanan darah yang bulan Januari 2017 hingga Juni 2017 yang
tinggi saat masuk rumah sakit, kondisi ini didiagnosis mengalami stroke perdarahan
berhubungan dengan luaran yang buruk seperti berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan klinis,
perburukan defisit neurologis, stroke rekuren, dan pemeriksaan Computed Tomography (CT)-
dan kematian.3,4 scan kepala yang memenuhi kriteria inklusi dan
Patologi pada kondisi perdarahan intrakranial ekslusi.
menyebabkan timbulnya tekanan intrakaranial Kriteria inklusi
serta penurunan tekanan darah sistemik. Hal ini a. Semua pasien stroke perdarahan dalam
selanjutnya mengakibatkan hipoperfusi dan periode waktu penelitian.
infark di sekitar jaringan edema, sedangkan b. Umur lebih dari 18 tahun.
peningkatan tekanan darah dapat memperluas c. Onset kurang dari 48 jam.
daerah edema di area sekitar infark atau Kriteria eksklusi
perdarahan.3 Volume hematom serebri terjadi a. Pasien kanker.
dengan maksimal saat munculnya tekanan b. Pasien trauma sebelumnya.
hidrostatik yang dapat meningkatkan tekanan c. Pasien infeksi sebelumnya.
intrakranial.5 Beberapa studi menerangkan
hubungan antara tingginya tekanan darah dengan Hasil Penelitian
luaran yang buruk termasuk kematian pada Terdapat 69 pasien yang terdiagnosis stroke
stroke, meskipun hubungan tersebut tidak perdarahan selama periode penelitian yang
konsisten.3 ditentukan. Pasien laki-laki berjumlah 42 orang
Pengendalian tekanan darah pasien sangat (60,9%), dan pasien perempuan berjumlah 27
penting untuk pencegahan primer maupun orang (39,1%). Karakteristik subjek penelitian
sekunder kejadian stroke. The International dapat dilihat pada tabel 1.
Society of Hypertension (ISH)

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 2


ARTIKEL ASLI Putri et al 2018

Tabel 1. Data karakteristik pasien mortalitas pada pasien stroke perdarahan


Karakteristik Rerata Median (p=0,000; r=0,274).
Umur 57 (±14,81) Tabel 3. Analisis bivariant Mean Whitney
Hemoglobin 14,14 (±2,10)
Variabel - Median p
Haematokrit 42 (±6,33)
Luaran
Sistolik 177 (±26,77)
GDS
Diastolik 99 (±17,63)
Meninggal 153 (60–343) 0,447– 0,223
MAP 125 (±18,9)
Hidup 149,5 (78–324)
Kolesterol 169 (105–289)
GDP
GDS 151 (60–343)
Meninggal 115 (67–298) 0,032– 0,016
GDP 107 (67–298)
Hidup 98 (67–275)
Keterangan: Gula darah sewaktu (GDS), gula darah
Kolesterol
puasa (GDP), mean arterial pressure (MAP)
Meninggal 179 (115–267) 0,356– 0,178
Hasil analisis terhadap faktor yang Hidup 167 (105-289)
Keterangan: Gula darah sewaktu (GDS), gula darah
mempengaruhi luaran klinis pasien stroke
puasa (GDP)
perdarahan dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.
Analisis bivariat yang digunakan dalam Pembahasan
penelitian ini adalah analisis T-test untuk variabel Peningkatan tekanan darah saat masuk pada
terdistribusi normal dan analisis Mean Whitney pasien stroke lazim terjadi, baik pada stroke
untuk variable dengan distribusi tidak normal. iskemia maupun stroke perdarahan.4
Tabel 2. Analisis bivariat T-test Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
Variabel - Luaran Rerata p hubungan tekanan darah saat masuk dengan
Umur mortalitas pasien dengan stroke perdarahan. Hal
Meninggal 57,1 (±12,5) 0,904 ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hidup 57,5 (±16,6) Carlberg et al, bahwa terdapat kecenderungan
Haemoglobin terjadinya perdarahan berulang saat fase akut
Meninggal 14,9 (±2,0) 0,009 stroke pada pasien dengan tekanan darah sistemik
Hidup 13,6 (±1,9) yang tinggi. Kesimpulan penelitian tersebut
Haematokrit bahwa kontrol tekanan darah saat fase akut stroke
Meninggal 44,3 (±6,5) 0,0028 perdarahan sangat diperlukan, namun di sisi lain
Hidup 40,9 (±5,9) penurunan tekanan darah >20% dapat
Sistolik mengakibatkan penurunan aliran darah serebral. 3
Meninggal 190,5 (±30,1) 0,000 Penelitian yang dilakukan oleh Koton et al,
Hidup 166,1 (±17,6) menyimpulkan bahwa peningkatan tekanan darah
Diastolik pasien saat masuk rumah sakit berhubungan
Meninggal 109,3 (±19,6) 0,000 dengan perburukan defisit neurologis, stroke
Hidup 91,1 (±10,4) berulang, hingga kematian. Diperlukan
MAP manajemen pengendalian tekanan darah sesuai
Meninggal 136,3 (±21,1) 0,000 target berdasarkan tipe stroke yang dialami
Hidup 116,1 (±10,6) pasien. Hal ini diharapkan dapat menurunkan
Keterangan: mean arterial pressure (MAP) mortalitas pada stroke.4
Penelitian yang dilakukan di Asia, terdapat
Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat
hubungan antara kolesterol dengan stroke
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
penyumbatan namun hubungan ini tidak
terjadinya mortalitas pada pasien stroke
ditemukan pada kasus stroke perdarahan. 4 Hasil
perdarahan. Analisis lanjutan dengan metode
tersebut berbeda dengan dengan hasil penelitian
analisis multivariat regresi linear dilakukan untuk
ini. Kadar kolesterol dalam darah pasien
melihat faktor yang paling berpengaruh terhadap
berhubungan dengan mortalitas stroke
kejadian mortalitas pada pasien stroke
perdarahan, walaupun hasilnya tidak bermakna
perdarahan. Hasil uji multivariat dengan
ketika dilakukan uji multivariat. Hal tersebut
menunjukkan korelasi positif antara MAP dengan
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Iso et al,

3 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Putri et al 2018 ARTIKEL ASLI

bahwa terdapat hubungan antara kolesterol Simpulan


dengah mortalitas pada pasien stroke Tekanan darah MAP saat pasien masuk rumah
penyumbatan namun tidak pada stroke sakit mempengaruhi mortalitas pasien stroke
perdarahan.8 perdarahan fase akut.
Data dari penelitian ini menunjukkan hubungan
kadar gula darah puasa terhadap mortalitas pasien Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
dengan stroke perdarahan, namun hasil ini tidak presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
bermakna saat dilakukan uji multivariat. Hal ini yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hesami Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
et al, bahwa tidak didapatkan hubungan yang
Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
signifikan antara kondisi hiperglikemia dengan Denpasar tanggal 22-24 Sepetember 2017 di
kematian stroke perdarahan intraserebral kecuali Denpasar, Bali.
pasien dengan usia 60 tahun terkait dengan
perdarahan otak.9
Daftar Rujukan after intracerebral hemorrhage. Neurology
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil 2006(66); 1175–1181.
Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta Departemen 6. Pinzon R, Asanti L, Widyo KR, SMF Saraf
Kesehatan RI, 2009. Bethesda Yogyakarta. Clinical Pathway Dalam
2. Eastern Stroke and Coronary Heart Disease Pelayanan Stroke Akut: Apakah Pathway
Collaborative Research Group. Blood pressure, Memperbaiki Proses Pelayanan? J. Manaj.
cholesterol, and stroke in eastern Asia. Lancet Pelayanan Kesehat. 2009(12); 20–23.
1998(352); 1801–1807. 7. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR,
3. Carlberg, B., Asplund, K. & Hägg, E. The Connors JJ, Culebras A, et al. An updated
prognostic value of admission blood pressure in definition of stroke for the 21st century: A
patients with acute stroke. Stroke. 1993(24); 1372– statement for healthcare professionals from the
1375. American heart association/American stroke
4. Koton, S., Eizenberg, Y., Tanne, D. & Grossman, association. Stroke 2013(44); 2064–2089.
E. Trends in admission blood pressure and stroke 8. Carlberg, B., Asplund, K. & Hagg, E. Comments,
outcome in patients with acute stroke and transient Opinions, and Reviews Factors Influencing
ischemic attack in a National Acute Stroke Admission Blood Pressure Levels in Patients With
registry. J. Hypertension. 2016(34); 316–322. Acute Stroke. Stroke 1991 (22); 527–530.
5. Davis SM, Broderick J, Hennerici M, Brun NC, 9. Vemmos, K. N. et al. U-shaped relationship
Diringer MN, Mayer SA, et al. Hematoma growth between mortality and admission blood pressure in
is a determinant of mortality and poor outcome patients with acute stroke. J. Intern. Med.
2004(255); 257–265.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 4


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 1:5-9, 2018
ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

GAMBARAN DEFISIT NEUROLOGIS


PASIEN SINDROM KORONER AKUT
PASCA TINDAKAN PERCUTANEOUS
CORONARY INTERVENTION
Emi Tamaroh1, Ahmad Asmedi2, Ismail Setyopranoto2
1
Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2
Neurolog Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i1.3


Disetujui 31 Agustus 2017
Publikasi 21 Januari 2018 Korespondensi: dr.emitamaroh@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Komplikasi neurologis pasca tindakan Hasil: Sebanyak 1.409 pasien yang menjalani prosedur
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) jarang PCI hanya 34 (2,4%) pasien yang mengalami defisit
terjadi, namun berkaitan dengan mortalitas dan neurologis dan didiagnosis sebagai stroke. Diagnosis
morbiditas tinggi. Defisit neurologis berupa gangguan terbanyak adalah stroke infark pada 33 (97,1%) pasien.
gaya berjalan dan cacat visual akibat infark lobus Sebanyak 25 (73,5%) pasien mengeluhkan gejala
oksipital dan serebelar paling sering terjadi, dan multipel sedangkan 9 (26,5%) bergejala tunggal.
terkadang tidak disadari oleh para ahli jantung. Defisit neurologis tersering adalah defisit motorik (25
Tujuan: Untuk mengetahui gambaran defisit pasien) dan penurunan kesadaran (11 pasien).
neurologis yang terjadi pada pasien Sindrom Koroner Pemeriksaan Computed Tomography (CT)-scan kepala
Akut (SKA) setelah tindakan PCI di Rumah Sakit menunjukkan lesi multipel pada 21 (61,8%) pasien.
Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito. Lokasi lesi terbanyak terjadi di lobus parietalis pada 11
Metode: Studi deskriptif data rekam medis pasien SKA pasien. Sirkulasi anterior (74%) lebih banyak terlibat
yang mengalami defisit neurologis saat dan pasca dibandingkan sirkulasi posterior (26%).
prosedur PCI yang dikonsulkan ke Bagian Neurologi Simpulan: Defisit neurologis setelah tindakan PCI
RSUP Dr. Sardjito pada Januari 2016 hingga Juni bervariasi, terbanyak adalah defisit motorik dan
2017. penurunan kesadaran.

Kata Kunci: defisit neurologis, stroke, sindrom koroner akut, percutaneous coronary intervention
ABSTRACT

Background: Neurologic complication after Result: There were 34 (2.4%) out of 1,409 PCI
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) procedure procedure patients who suffered neurological deficit
are rare but associated with high rates of mortality and and diagnosed as stroke. Infarction stroke was
morbidity. Visual field defects and gait abnormalities dominant diagnosis (97%). There were 25 (73.5%)
related to occipital lobe and cerebellar infarctions patients had multiple symptoms, and only 9 (26.5%)
sometimes unrecognized by cardiologist. patients had single symptom. Motoric dysfunction was
Purpose: To know the description of neurologic deficit the most complaint symptom (25 patients) then
in Acute Coronary Syndrome (ACS) patient after decrease of consciousness (11 patients). Motoric
conducted PCI procedure at Dr Sardjito Central deficit was dominant, in 25 patients. The head
General Hospital. Computed Tomography (CT)-scan revealed multiple
Method: Descriptive study to patients’ medical lession in 21 (61.8%) patients. It mostly located at
records who were diagnosed as ACS who experienced parietal lobe (11 patients). Anterior circulation (74%)
neurologic deficit related PCI procedure and consulted was more affected than the posterior.
to Neurology Department in January 2016 to June Conclusion: Neurological deficit after PCI procedure
2017. may be vary. Motoric deficit were dominant followed
by decrease of consciousness.

Key words: neurological deficits, stroke, acute coronary syndrome, percutaneous coronary intervention

5 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Tamaroh et al 2018 ARTIKEL ASLI

Semenjak kateterisasi jantung dan prosedur Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
Primary Percutaneous Coronary Intervention gamb i aran defisit neurologis yang terjadi pada
(PCI) ditetapkan sebagai prosedur diagnosis dan pasien SKA pasca tindakan PCI di Rumah Sakit
terapi intervensi penyakit arteri koroner, Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito.
penggunaannya meningkat secara dramatis
dalam 30 tahun terakhir. Prosedur PCI Metode Penelitian
merupakan metode untuk mencapai reperfusi Penelitian deskriptif retrospektif terhadap data
optimal pada pasien dengan Sindrom Koroner sekunder yang bersumber dari catatan medik di
Akut (SKA). Prosedur ini dianggap aman karena Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. Sardjito.
insidensi efek simpang kejadian terkait kardiak Subjek adalah pasien SKA yang dikonsulkan ke
maupun serebrovaskular mayor kurang dari 1% Bagian Neurologi RSUP Dr. Sardjito pada bulan
dari semua prosedur kateterisasi jantung Januari 2016 hingga Juni 2017 yang mengalami
diagnostik, dan hanya berkisar 2,5% dari semua defisit neurologis pasca prosedur PCI.
tindakan PCI.1,2 Penelitian ini, memfokuskan defisit neurologis
Prosedur PCI merupakan prosedur invasif karena simptomatik, sehingga akan dilakukan
melibatkan stres mekanikal pada sistem vaskular penelusuran berdasarkan tanda dan gejala yang
arteri terkait manipulasi kateterisasi. Hal tersebut dibagi menjadi tunggal dan multipel. Begitu pula
dapat menjadi kausa mayor emboli serebral dengan gambaran hasil Computed Tomography
selama kateterisasi jantung.2 Laporan-laporan (CT)-Scan kepala akan dikelompokan menjadi
insidensi stroke pada pasien yang menjalani PCI lesi tunggal dan multipel.
berkisar antara kurang dari 1% (bertingkat dari
0,18% hingga 0,44%) pada register yang Hasil Penelitian
berbeda.2 Insidensi yang rendah menjadikan Tercatat 1.409 pasien SKA yang telah melakukan
sulitnya penilaian terhadap prediktor dan prosedur PCI dengan 34 (2,4%) pasien
implikasi klinis dari komplikasi mayor terkait mengalami defisit neurologis sehingga
PCI. 2,3 dikonsulkan ke Bagian Neurologi RSUP Dr
Prosedur PCI yang dilakukan pada kasus SKA Sardjito. Seluruh pasien tersebut didiagnosis
menyebabkan peningkatan risiko komplikasi sebagai stroke, dengan 33 (97,1%) pasien
serebrovaskuler dan komplikasi secara umum. diantaranya mengalami stroke infark, sedangkan
Komplikasi neurologis pasca prosedur PCI jarang 1 (2,9%) pasien mengalami stroke perdarahan.
terjadi namun berkaitan dengan mortalitas dan Sebanyak 26 pasien (76,4%) berjenis kelamin
morbiditas yang tinggi, serta memberi dampak laki-laki. Pasien yang berusia lanjut
yang sangat besar terhadap prognosis dan mendominasi sebanyak 21 pasien (61,8%).
kualitas hidup pasien. Kejadian stroke terkait Karakteristik defisit neurologis pasien dapat
prosedur PCI terutama terjadi pada pasien yang dilihat pada tabel 1. Pasien yang mengeluhkan
lebih tua. Mortalitas stroke peri-intervensi gejala tunggal hanya 9 orang (26,5%), sedangkan
berkisar antara 22,7-37%.2,3 yang mengeluhkan gejala multipel sebanyak 25
Sebagian besar stroke yang terjadi periprosedural orang (73,5%). Penjabaran menunjukkan keluhan
terjadi dalam 24 jam pertama pasca menjalani yang bervariasi. Gangguan motorik merupakan
prosedur PCI, namun pasien yang mengalami keluhan terbanyak pasien, sebanyak 14 pasien
emboli berukuran kecil seringkali asimptomatik mengeluhkan kelemahan anggota gerak sesisi.
dan tidak disadari oleh ahli jantung. Stroke yang Keluhan terbanyak kedua adalah penurunan
diakibatkan prosedur PCI melibatkan sirkulasi kesadaran yang dialami 11 pasien.
anterior dan posterior dengan proporsi yang Hasil pemeriksaan fisik mendapatkan defisit
sama, meskipun stroke umumnya mengenai motorik paling sering terjadi, yakni sebanyak 25
sirkulasi anterior.2 Kecenderungan lokasi stroke pasien. Defisit motorik terbagi menjadi
pasca prosedur PCI melibatkan sirkulasi posterior hemiparesis, serta paresis nervus kranialis VII,
(sirkulasi vertebrobasilar). Hal tersebut membuat IX X, dan XII. Kelemahan anggota gerak sesisi
gejala dan tanda stroke dominan pasca prosedur (hemiparesis) mendominasi keluhan kelemahan
PCI berupa defisit terkait visual serta gangguan pasien. Gejala penurunan kesadaran didapatkan
gaya berjalan yang disebabkan oleh infark di pada 11 pasien, seorang diantaranya ternyata
lobus oksipital dan serebelar.4 mengalami stroke perdarahan intraserebral yang

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 6


ARTIKEL ASLI Tamaroh et al 2018

meluas hingga ventrikel. Delapan pasien dengan dibandingkan ukuran kecil selama prosedur PCI.
derajat kesadaran somnolen dan 2 pasien Gangguan hemodinamik serebral juga
delirium, hasil CT scan kepala menunjukkan merupakan faktor yang dapat meningkatkan
kondisi infark. risiko stroke iskemia sekunder akibat
Pemeriksaan CT scan kepala menunjukkan menurunnya perfusi yang mungkin disertai
sebanyak 21 (61,8%) pasien memiliki lesi otak hipoperfusi sistemik. Instabilitas hemodinamik
multipel, sedangkan 11 (32,4%) pasien telah ditunjukkan mendukung trauma iskemia
mengalami lesi otak tunggal. Dua hasil CT scan akibat kejadian emboli pada hewan coba.4
kepala tidak menunjukkan gambaran perdarahan Seorang pasien mengalami perdarahan
maupun infark. Sebanyak 31 (91,2%) pasien intraserebral yang muncul 30 menit pasca PCI
menunjukkan gambaran infark, dengan lokasi yang ditandai dengan klinis peningkatan tekanan
yang bervariasi. Lokasi terbanyak berada di lobus intrakranial seperti muntah dan penurunan
parietalis, lobus temporalis, dan ganglia basalis. kesadaran menjadi sopor. Pasien tersebut selain
Lokasi hemisferik hampir sama antara sisi kanan menjalani prosedur PCI dengan menggunakan
dan kiri, dan terdapat 9 pasien yang mengalami heparin, juga mendapatkan terapi antikoagulan
infark biparietal atau bilateral. dan antiplatelet ganda sebagai tambahan terapi,
hal inilah yang diduga menjadi faktor pendukung
Pembahasan terjadinya perdarahan intraserebral pasien.
Penelitian ini menunjukkan pasien yang Mekanisme yang mungkin mendukung
mengalami defisit neurologis setelah melakukan peningkatan risiko stroke perdarahan adalah
tindakan PCI pada Januari 2016 hingga Juni 2017 intensifnya serta pemanjangan durasi
berjumlah 34 (2,4%) pasien dari total 1409 penggunaan antikoagulan. Efek merugikan dari
pasien. Hasil ini sesuai dengan studi terdahulu penggunaan heparin tersebut ditunjukkan pada
bahwa komplikasi kejadian serebrovaskular observasi peningkatan stroke perdarahan diantara
terkait prosedur PCI sekitar 2,5%.1,2 pasien yang mendapatkan terapi standar serta
Mekanisme potensial penyebab stroke terkait penggunaan antikoagulan sebagai terapi
prosedur PCI meliputi embolisasi atheroma dari tambahan dalam kurun waktu 30 hari. 3
dinding aorta yang disebabkan trauma terkait Selain kejadian stroke, komplikasi terkait
catheter, embolisasi trombus atau udara, diseksi prosedur PCI di sistem serebrovaskular dapat
dari catheter atau manipulasi guidewire, dan berupa contrast-induced encephalopathy (CIE).
hipotensi periprosedural. Guna mendukung Diduga neurotoksisitas bahan kontras yang
hipotesis terlepasnya debris saat prosedur mengganggu osmosis sawar darah otak, terutama
kateterisasi, sebuah penelitian menggunakan alat untuk korteks oksipital berperan penting.5
transkranial Doppler menunjukkan peningkatan Kejadian tersebut tidak ditemukan di penelitian
sinyal selama perjalanan kateter di sekitar arkus ini.
aorta yang mendukung mikroembolisasi. Stroke Defisit neurologis yang ditemukan berdasarkan
yang dicetuskan catheter-induced embolization anamnesis, pemeriksaan fisik serta hasil
dari komplek aortik atheroma sering berlokasi pemeriksaan CT scan kepala sangat bervariasi.
pada aorta ascenden dan arkus aorta proksimal Keluhan kelemahan anggota gerak sesisi paling
lokasi aortosaphenous anastomotik.2,3 banyak dijumpai, dan pada pemeriksaan fisik
Plak atheroma pada arkus aorta akan didapatkan 25 pasien mengalami defisit motorik
menimbulkan risiko emboli spontan dan yang terbagi menjadi hemiparesis, serta parese
merupakan faktor risiko independen dari stroke nervus kranialis VII, IX, X, dan XII. Hal ini
rekuren, begitu juga jumlah perubahan kateter menunjukan lokasi terjadinya stroke lebih banyak
dan penggunaan kateter guide dengan kaliber di sirkulasi anterior. Hasil tersebut tidak sesuai
yang lebih besar. Faktor-faktor prosedural ini dengan penelitian sebelumnya yang meneliti
juga secara langsung meningkatkan kesempatan karakteristik lokasi stroke pasca PCI bahwa lebih
terlepasnya debris dari aorta dengan abrasi fisik dari satu setengah dari kejadian serebrovaskular
yang menginduksi embolisasi. Studi sebelumnya melibatkan sirkulasi posterior (vertebrobasilar),
menyebutkan bahwa kateter guide dengan lumen sehingga gejala yang paling menonjol adalah
ukuran lebih besar (8F dan 9F) melepaskan debris gangguan visual dan gait.
dari aorta satu setengah kali lebih banyak

7 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Tamaroh et al 2018 ARTIKEL ASLI

Tabel 1. Gambaran defisit neurologis pasien (n=34)


No Pemeriksaan Jumlah
1 Anamnesis
- Gejala tunggal 9
- Gejala multipel 25
2 Penjabaran gejala
- Pusing berputar/ dizzy 7
- Penurunan kesadaran 11
- Sulit berkomunikasi 4
- Bicara cadel 7
- Bingung, bicara meracau 7
- Kelemahan anggota gerak sesisi 14
- Gangguan sensorik 1
- Sulit menelan 1
3 Pemeriksaan fisik
- Penurunan kesadaran 11
- Delirium 2
- Somnolen 8
- Sopor 1
- Gangguan kognitif 8
- Nistagmus 2
- Afasia 3
- Defisit motorik 25
- Paresis nervus kranialis VII 14
- Paresis nervus kranialis XII 10
- Paresis nervus kranialis IX dan X 1
- Hemiparesis dextra 13
- Hemiparesis sinistra 8
- Defisit sensorik
- Hemihipestesi 1
4 Pemeriksaan Computed Tomography Scan kepala 34
- Lesi tunggal 11
- Lesi multipel 21
- Normal 2
5 Lokasi lesi
- Dextra 11
- Sinistra 12
- Bilateral 9
6 Infark sirkulasi anterior (lokasi): 34
- Lobus frontalis 6
- Lobus temporalis 7
- Lobus parietalis 11
- Lobus occipitalis 3
- Corona radiata 4
- Capsula intern 3
Infark sirkulasi posterior (lokasi): 12
- Ganglia basalis 7
- Thalamus 3
- Cerebellum 2
7 Perdarahan intrakranial (lobus parietalis) 1

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 8


ARTIKEL ASLI Tamaroh et al 2018

Hal ini menarik karena hanya sekitar seperlima melibatkan sirkulasi anterior sebanyak 58% dan
aliran darah ke otak yang melintasi arteri di infark posterior sebanyak 54%.4,6
vertebrobasilar sedangkan dua per lima menuju
ke arteri karotis. Pada penelitian lain disebutkan Simpulan
presentasi klinis terbanyak yang didapat pada Defisit neurologis berupa gejala multipel lebih
pasien CVA tersebut adalah defisit motorik dan banyak ditemukan, dengan gejala dominan
bahasa. Defisit global yang menyertainya berupa defisit motorik dan penurunan kesadaran.
sebanyak 45% berupa penurunan kesadaran atau Gambaran CT scan kepala terbanyak berupa
penurunan status mental. Sedangkan pada infark dengan lesi multipel yang melibatkan
penelitian ini penurunan kesadaran didapatkan sirkulasi anterior.
sebanyak 32,4%.4
Berdasarkan hasil pemeriksaan CT scan kepala Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
menunjukkan lokasi infark terbanyak berada di presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
sirkulasi anterior pada 34 pasien (74%),
Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
sedangkan keterlibatan sirkulasi posterior pada sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
12 pasien (26%). Penelitian pembanding Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
menunjukkan keterlibatan dan lokasi infark tidak Denpasar tanggal 22-24 Sepetember 2017 di
jauh berbeda antara sisi kanan dan sisi kiri, yaitu Denpasar, Bali.

Daftar Rujukan (2002).


1. James, S. Stroke: A rare but devastating 4. Dukkipati, S. et al. Characteristics of
procedural complication of PCI. Eur. Heart J. 36, cerebrovascular accidents after percutaneous
1571–1572 (2015). coronary interventions. J. Am. Coll. Cardiol. 43,
2. Werner, N. et al. Incidence and clinical impact of 1161–1167 (2004).
stroke complicating percutaneous coronary 5. Liao, M. et al. Contrast-Induced Encephalopathy
intervention: Results of the euro heart survey after Percutaneous Coronary Intervention. Acta
percutaneous coronary interventions registry. Cardiologica Sinica J. 29, 277-280 (2013)
Circ. Cardiovasc. Interv. 6, 362–369 (2013). 6. Hoffman, S. J. et al. Neuroimaging patterns of
3. Fuchs, S. et al. Stroke complicating percutaneous ischemic stroke after percutaneous coronary
coronary interventions: Incidence, predictors, and intervention. Catheter. Cardiovasc. Interv. 85,
prognostic implications. Circulation 106, 86–91 1033–1040 (2015).

9 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 1:10-15, 2018
ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

KORELASI KUALITAS TIDUR


TERHADAP TINGKAT DEPRESI,
CEMAS, DAN STRES MAHASISWA
KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
I Putu Hendri Aryadi1, I Gusti Agung Ayu Andra Yusari1, Ida Ayu Dewi Dhyani1, I Putu Eka
Kusmadana1, Putu Gede Sudira2
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar
2
Neurolog/Staf Departemen Medical of Education Fakultaas Kedokteran Universitas Udayana

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i1.4


Disetujui 1 September 2017
Publikasi 21 Januari 2018 Korespondensi: putuaryadi@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Mahasiswa dihadapkan dengan Hasil: Sebanyak 132 responden terlibat dalam studi ini
berbagai kegiatan akademik dan non akademik hingga dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 37,1% dan
terkadang menyita waktu tidur, sementara waktu tidur berjenis kelamin perempuan sebanyak 62,9%, dengan
yang cukup dibutuhkan untuk menjaga kestabilan rentang usia 18-22 tahun. Indeks kualitas tidur secara
emosi. umum memiliki korelasi positif dengan tingkat depresi
Tujuan: mengetahui hubungan antara kualitas tidur (r=0,32; p<0,001), tingkat cemas (r=0,26; p=0,002),
dengan masalah emosional (tingkat depresi, cemas, dan dan tingkat stres (r=0,36; p<0,001) mahasiswa.
stres) mahasiswa pre-klinik Program Studi Pendidikan Simpulan: Kualitas tidur secara umum berhubungan
Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. signifikan dengan tingkat depresi, cemas, dan stres
Metode Penelitian: Studi cross-sectional dilakukan mahasiswa kedokteran pre-klinik di Universitas
pada mahasiswa kedokteran pre-klinik di Fakultas Udayana, Bali. Penting bagi pihak institusi maupun
Kedokteran Universitas Udayana. Responden badan kemahasiswaan guna menekankan program
melengkapi kuesioner data demografik, Pittsburgh yang mendukung kualitas tidur dan kesehatan psikis
Sleep Quality Index (PSQI), dan kuesioner Depression, mahasiswa.
Anxiety, and Stress Disorder Scale (DASS).

Kata Kunci: kualitas tidur, depresi, kecemasan, stress, mahasiswa kedokteran


ABSTRACT

Background: Students are faced with various academic Result: There were 132 respondents included in this
and non-academic activities, those sometimes take study were male 37.1% and female 62.9%, age ranged
their sleeping time, meanwhile sleeping takes part in from 18 to 22 years old. General sleep quality index
keeping emotional stability of a person. correlated with depression level (r=0.32; p<0.001),
Aims: To find out the correlation between sleep quality anxiety level (r=0.26; p=0.002), and stress level
and emotional problems (depression, anxiety, and (r=0.36; p<0.001).
stress) among pre-clinical medical students in Faculty Conclusion: Sleep quality showed significant
of Medicine, Udayana University. correlation with depression, anxiety, and stress level
Method: A cross-sectional study was done to among pre-clinical medical students. It is important for
respondents. Demographic data, Pittsburgh Sleep both institution and student board to emphasize
Quality Index (PSQI), and Depression, Anxiety, and programs support the sleep quality and psychological
Stress Disorder Scale (DASS) questionnaires were health of the students.
given.

Key words: sleep quality, depression, anxiety, stress, medical student

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 10


ARTIKEL ASLI Aryadi et al 2018

Latar Belakang Penelitian gangguan tidur pada mahasiswa pre-


Tidur merupakan proses fisiologis penting dalam klinik kini semakin digemari peneliti, karena
kehidupan manusia karena gangguan pada siklus terbukti adanya hubungan signifikan antara
tidur mampu berdampak serius pada kesehatan.1 kualitas tidur, kesehatan mental, dan
Berkurangnya kuantitas maupun kualitas tidur kecenderungan masalah psikologis.9 Sebuah studi
umum dijumpai pada masyarakat di seluruh menunjukkan sebanyak 17,3% dan 19,7% dari
dunia. Kualitas tidur merupakan akumulasi total sampel mahasiswa yang diteliti, secara
penilaian dari komponen kuantitatif, seperti berturut-turut mengalami gejala depresi dan
durasi tidur, serta komponen kualitatif, seperti cemas.7 Depresi bahkan menempati peringkat
latensi tidur, gangguan tidur, dan disfungsi saaat kedua (22,9%) dari kondisi-kondisi kesehatan
siang hari.2 Berkurangnya durasi dan kualitas kronik yang disebabkan oleh kurangnya durasi
tidur di masyarakat, erat kaitannya dengan tidur (<7 jam per hari).3
perubahan gaya hidup, peningkatan penggunaan Mahasiswa kedokteran menempuh pendidikan
teknologi, peningkatan beban pekerjaan, dan intensif dengan masa studi panjang untuk
kebutuhan sosial.1 Hasil penelitian Centers for menjadi seorang dokter. Sangatlah penting untuk
Disease Control and Prevention (CDC) pada mengetahui kualitas tidur serta pengaruh kualitas
tahun 2014 menunjukkan 35,2% orang dewasa tidur tersebut terhadap masalah psikis yang dapat
(usia ≥18 tahun) di Amerika Serikat memiliki ditimbulkan. Penelitian ini bertujuan untuk
durasi tidur yang singkat (<7 jam).3 Stranges et al. mengetahui hubungan kualitas tidur terhadap
meneliti komunitas dari delapan negara di Afrika masalah emosional, yang meliputi tingkat
dan Asia mencatat 16,6% partisipan menyatakan depresi, cemas, dan stres pada mahasiswa pre-
mengalami masalah tidur dengan tingkatan klinik di Program Studi Pendidikan Dokter,
sedang hingga sangat berat. Data tersebut Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.
bervariasi dari 3,9% (sampel di Purworejo,
Indonesia dan Nairobi, Kenya) hingga lebih dari Metode Penelitian
40% (sampel di Matlab, Bangladesh).4 Populasi penelitian adalah mahasiswa program
Kelompok mahasiswa kedokteran relatif rawan studi pendidikan dokter (PSPD) yang masih
memiliki kualitas tidur yang buruk. Hal ini dapat terdaftar di Fakultas Kedokteran Universitas
disebabkan oleh tingginya durasi dan intensitas Udayana (FK Unud) pada bulan Juli 2017.
belajar, pengerjaan tugas yang memerlukan Penelitian ini menerapkan kriteria inklusi berupa
tenaga dan konsentrasi ekstra, serta akibat gaya kelompok mahasiswa PSPD semester 4 yang
hidup mereka.5 Hasil sebuah studi di Hong Kong bersedia mengisi informed consent. Kriteria
menyatakan bahwa terdapat prevalensi yang eksklusi adalah mahasiswa yang tidak mengisi
tinggi (≥40%) dari mahasiswa yang memiliki kuesioner dengan lengkap. Sebanyak 132
durasi tidur pendek (<7 jam per hari) dengan mahasiswa dari total 246 orang mahasiswa
kualitas tidur yang buruk, yang diukur dengan semester 4 PSPD FK Unud memenuhi kriteria
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).6 Studi sebagai responden penelitian.
Samaranayake et al., di Auckland, Selandia Baru, Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
menunjukkan 39,4% mahasiswa mengalami analitik dengan studi potong lintang.
gejala-gejala gangguan tidur yang signifikan dan Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2017
berlangsung lebih dari 1 bulan.7 di PSPD FK Unud.
Kualitas tidur yang bagus berpengaruh pada Kuesioner The Pittsburgh Sleep Quality Index
kinerja optimal neurokognitif dan psikomotor, merupakan sebuah kuesioner terstandar yang
begitu pula kesehatan fisik dan mental.5 Akan dapat diisi secara mandiri, dikembangkan untuk
tetapi, masalah psikologis seperti gejala stres, membantu penilaian kualitas tidur, serta
cemas dan depresi merupakan beberapa memberikan tanda bagi dokter untuk melakukan
fenomena umum yang kini dapat diamati pada pemeriksaan lanjutan pada individu yang
mahasiswa, termasuk mahasiswa kedokteran. menunjukkan gejala gangguan tidur. Sebanyak
Sumber gangguan psikiatrik tersebut dinyatakan 24 buah pertanyaan dalam kuesioner ini dapat
akibat dari berlebihnya tugas akademik, masalah dikelompokkan menjadi tujuh komponen
psikososial, serta buruknya kualitas tidur.8 penilaian, yang terdiri dari kualitas tidur, latensi
tidur, durasi tidur, kecenderungan efisiensi tidur,

11 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Aryadi et al 2018 ARTIKEL ASLI

gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan Kolmogorov-Smirnov, dengan nilai signifikansi
disfungsi saat siang hari.2 Hasil penjumlahan p ditentukan sebesar 0,05. Analisis bivariat untuk
ketujuh komponen penilaian tersebut melihat hubungan antara kualitas tidur subjektif
menghasilkan sebuah skor global (global score) (skor PSQI global) dengan nilai tingkat depresi,
kualitas tidur subjektif. Skor global PSQI cemas, dan stres (skor DASS21) dilakukan
memiliki rentang nilai 0-21. Semakin tinggi skor menggunakan analisis Spearman test, karena
mengindikasikan kualitas tidur yang semakin sebaran data yang tidak normal.
buruk.
Kuesioner Depression, Anxiety, and Stress Scale- Hasil Penelitian
21 (DASS21) memiliki 3 komponen penilaian Sebanyak 150 kuesioner disebarkan kepada
yang meliputi tingkat depresi (depression), mahasiswa semester 4 PSPD FK Unud secara
kecemasan (anxiety), dan stres (stress). Masing- acak. Kuesioner yang kembali adalah 132 buah
masing komponen memiliki tujuh buah yang lengkap diisi dan siap dianalisis. Responden
pernyataan yang ditanggapi dengan skor 0-3 oleh laki-laki sebanyak 49 (37,12%) orang dan
responden. Skor tersebut mencerminkan kondisi perempuan 83 (62,88%) orang. Data usia tersebar
yang dialami responden, dengan 0 berarti “tidak secara tidak normal, dengan rentang usia 18-22
mencerminkan saya sama sekali/ saya tidak tahun dan nilai median 20 tahun.
pernah mengalami”, hingga 3 yang berarti Tabel 1 menunjukkan data karakteristik tidur
“sangat mencerminkan saya/ saya sangat sering responden yang diukur berdasarkan tujuh
mengalaminya”. Agar skor akhir yang didapat komponen PSQI. Setiap komponen
mampu sebanding dengan skor pada kuesioner dikelompokkan berdasarkan kategori yang
DASS42 yang lengkap, maka skor akhir pada berbeda-beda. Ketujuh komponen PSQI dapat
DASS21 dikalikan dua, sehingga menjadi diwakilkan oleh Global PSQI Score yang tersebar
memiliki rentang dari 0 hingga 42.10 secara tidak normal dengan rentangan nilai 1-10
Setiap responden yang terlibat sebagai subjek dan nilai median 5. Global PSQI Score
penelitian diberikan penjelasan mengenai tujuan menggambarkan kualitas tidur secara umum yang
dan tata cara penelitian yang akan dilakukan dikategorikan sebagai baik dan buruk. Sebanyak
secara rinci serta menandatangani informed 53,8% mahasiswa semester 4 PSPD FK Unud
consent. Setiap responden mengisi data pada memiliki kualitas tidur yang baik, dan sisanya
kuesioner secara mandiri (self-administered). Hal (46,2%) memiliki kualitas tidur yang buruk.
pertama yang harus dilengkapi responden pada Tabel 2 menunjukkan tingkat depresi, cemas, dan
kuesioner tersebut yaitu terkait karakteristik stress pada mahasiswa semester 4 PSPD FK
sosio-demografis, yang mencakup nama, umur, Unud yang dikategorikan menjadi normal,
dan jenis kelamin. Kemudian responden dapat ringan, menengah, berat, dan sangat berat
mulai mengisi kuesioner PSQI dan DASS21 yang berdasarkan kuesioner DASS. Mayoritas
telah disediakan. Responden juga dapat responden (71,2%) tidak mengalami depresi atau
menghubungi peneliti utama yang kontaknya berada pada kategori normal. Hal yang sama
tertera pada kuesioner apabila menemui kesulitan berlaku pada status stres pada mahasiswa, dimana
dalam pengisian kuesioner. Penelitian ini tidak 71,2% dalam kategori normal. Pada status cemas,
memiliki conflict of interest dengan pihak 31,1% responden mengalami cemas kategori
manapun. menengah.
Analisis data dilakukan dengan aplikasi The Analisis bivariat menggunakan Spearman
Statistical Package for the Social Sciences versi correlation test dilakukan untuk mengetahui
20 (SPSS v20). Data demografis yang meliputi korelasi antara kualitas tidur yang digambarkan
umur dan kategori jenis kelamin, dihitung dalam oleh Global PSQI Score dengan tingkat depresi,
bentuk frekuensi (%), nilai rata-rata (mean), dan cemas, dan stress yang digambarkan oleh skor
standar deviasi (SD). Skor PSQI global, yang DASS pada mahasiswa semester 4 PSPD FK
mencakup tujuh komponennya, serta nilai DASS Unud. Ditemukan bahwa Global PSQI Score
yang didapatkan juga diolah dengan berkorelasi secara positif dan signifikan terhadap
menjadikannya data kategorik dan numerik. skor depresi, cemas, dan stress dengan p > 0,05.
Normalitas data diuji dengan tes normalitas

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 12


ARTIKEL ASLI Aryadi et al 2018

Tabel 1. Karakteristik tidur responden berdasarkan komponen-komponen PSQI


Komponen PSQI Kategori Frekuensi %
Sangat baik 125 94,7
Komponen 1:
Cukup baik 6 4,5
Kualitas Tidur Subjektif
Sangat buruk 1 0,8
Sangat baik 33 25
Komponen 2: Cukup baik 46 34,8
Latensi Tidur Cukup buruk 37 28
Sangat buruk 16 12,1
>7 jam 16 12,1
Komponen 3: 6-7 jam 57 43,2
Durasi Tidur 5-6 jam 51 38,6
<5 jam 8 6,1
>85% 115 87,1
Komponen 4: 75-84% 13 9,8
Kecenderungan
65-74% 3 2,3
Efisiensi Tidur
<65% 1 0,8
Tidak pernah dalam beberapa bulan
2 1,5
Komponen 5: sebelumnya
Gangguan Tidur Kurang dari sekali per minggu 106 80,3
Sekali hingga dua kali per minggu 24 18,2
Tidak dalam beberapa bulan
40 30,3
sebelumnya
Komponen 6: Kurang dari sekali per minggu 48 36,4
Penggunaan Obat Tidur
Sekali hingga dua kali per minggu 29 22
Tiga atau lebih per minggu 15 11,4
Tidak pernah 8 6,1
Komponen 7: Sekali hingga dua kali 68 51,5
Disfungsi saat Siang
Hari Sekali hingga dua kali per minggu 48 36,4
Tiga kali atau lebih per minggu 8 6,1
Kualitas Tidur Baik 71 53,8
berdasarkan
Global PSQI Score Buruk 61 46,2

Pembahasan yang buruk.12 Studi di Ethiopia juga menunjukkan


Global PSQI Score mahasiswa semester 4 PSPD persentase kualitas tidur buruk yang tinggi yaitu
FK Unud belum tergolong baik karena persentase sebesar 55,8%. Penelitian tersebut dilaksanakan
mahasiswa yang memiliki kualitas tidur yang pada mahasiswa tahun kedua, ketiga, dan
buruk masih cukup banyak yaitu sebanyak 61 keempat. Semakin tinggi tingkatan mahasiswa,
dari 132 orang mahasiswa atau sebesar 46,2%. maka kualitas tidurnya semakin memburuk.1
Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan Skor depresi mahasiswa semester 4 PSPD FK
penelitian serupa dengan subjek yang lebih Unud cenderung normal, 94 (71,2%) orang
banyak yang dilakukan di Thailand, yaitu sebesar mahasiswa tidak memiliki tingkat depresi sama
42,4%.11 Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh sekali. Namun, terdapat satu orang mahasiswa
penelitian yang dilakukan di India yang juga (0,8%) yang dikategorikan memiliki depresi
meneliti kelompok mahasiswa kedokteran. sangat berat.
Tercatat 72,9% responden memiliki kualitas tidur

13 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Aryadi et al 2018 ARTIKEL ASLI
Mayoritas responden memiliki tingkat cemas mayoritas mahasiswa memiliki tingkat cemas
yang menengah. Serupa dengan skor depresi, yang sangat berat.13 Dapat disimpulkan bahwa
skor stres responden cenderung normal. mayoritas kelompok mahasiswa tidak mengalami
Penelitian dengan populasi serupa juga kondisi stres maupun depresi, namun kejadian
menunjukkan hasil yang normal.1,13 Penelitian cemas di kalangan mahasiswa bervariasi yang
Lemma et al., menunjukkan kelompok dapat disebabkan oleh lingkungan yang berbeda-
mahasiswa memiliki tingkat cemas yang normal.1 beda dari tiap sampel penelitian.
Sebaliknya penelitian Fawzy et al. menunjukkan

Tabel 2. Tingkat depresi, kecemasan, dan stres


Status Kategori Frekuensi %
Normal 94 71,2
Ringan 20 15,2
Depresi Menengah 10 7,6
Berat 7 5,3
Sangat berat 1 0,8
Normal 32 24,2
Ringan 17 12,9
Cemas Menengah 41 31,1
Berat 21 15,9
Sangat berat 21 15,9
Normal 94 71,2
Ringan 26 19,7
Stres Menengah 10 7,6
Berat 1 0,8
Sangat berat 1 0,8

Kualitas tidur yang buruk cenderung berpengaruh penelitian yang dilakukan oleh Postans et al. yang
secara langsung maupun tidak langsung terhadap mengindikasikan bahwa mahasiswa dengan
adanya perkembangan gangguan kesehatan kualitas tidur yang buruk dilaporkan memiliki
mental.5 Global PSQI Score terbukti secara tingkat depresi, cemas, dan stres yang lebih tinggi
signifikan memiliki korelasi positif dengan dibandingkan dengan mahasiswa dengan kualitas
tingkat depresi, cemas, dan juga stres (Tabel 3). tidur baik.14 Penelitian oleh Lemma et al. juga
Hal tersebut berarti, semakin tinggi Global PSQI menunjukkan hal serupa, tingkat depresi dan stres
Score, maka semakin tinggi skor DASS. Semakin erat berkaitan dengan kualitas tidur.1 Fawzy et al.
buruk kualitas tidur, maka semakin berat tingkat yang telah melakukan penelitian pada mahasiswa
depresi, cemas, atau stres yang diderita. Hasil kedokteran di Mesir juga sepakat bahwa terdapat
yang didapat konsisten dengan hasil dari korelasi positif yang signifikan antara tingkat
penelitian-penelitian serupa yang pernah depresi, cemas, dan stres.13
dilakukan sebelumnya.1,5,13,14 Salah satunya yaitu

Tabel 3. Korelasi Global PSQI Score dengan Skor Depresi, Cemas, dan Stres
Depresi Cemas Stres
r 0,29 0,25 0,33
Global PSQI
p 0,00* 0,01* 0,00*
* bermakna secara statistik

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 14


ARTIKEL ASLI Aryadi et al 2018

Penelitian lanjutan dengan menghubungkan sehingga menjadi refleksi untuk mengubah


variabel-variabel yang mungkin dapat kebiasaan tersebut. Institusi pendidikan dan
berkorelasi dengan Global PSQI Score dan badan kemahasiswaan sebaiknya dilibatkan
DASS disarankan untuk dilakukan di masa yang dalam meningkatkan pengetahuan akan
akan datang. Selain itu, hasil-hasil yang telah pentingnya menjaga kualitas tidur, serta
didapat dalam penelitian ini dapat dijadikan mengembangkan program yang dapat
acuan untuk mengembangkan penelitian mendukung tidur berkualitas guna menjaga
bersangkutan di masa yang akan datang. kesehatan mental mahasiswa.

Simpulan Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah


Cukup banyak mahasiswa PSPD FK Unud presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
semester 4 yang memiliki kualitas tidur buruk. yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
Semakin buruk kualitas tidur mahasiswa, maka Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
semakin tinggi tingkat depresi, cemas, atau stres
Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
yang dialami. Penting bagi setiap mahasiswa Denpasar tanggal 22-24 Sepetember 2017 di
untuk mengetahui risiko buruknya kualitas tidur Denpasar, Bali.

Daftar Rujukan 7. Samaranayake CB, Arroll B, Fernando AT.


1. Lemma S, Gelaye B, Berhane Y, Worku A, Sleep disorders, depression, anxiety and
Williams MA. Sleep quality and its satisfaction with life among young adults: a
psychological correlates among university survey of university students in Auckland, New
students in Ethiopia: a cross-sectional study. Zealand. J New Zeal Med Assoc.
BMC Psychiatry. 2012;12(1):237. 2014;127(1399):13.
2. Aloba OO, Adewuya AO, Ola BA, Mapayi BM. 8. Hsieh Y-H, Hsu C-Y, Liu C-Y, Huang T-L. The
Validity of the Pittsburgh Sleep Quality Index levels of stress and depression among interns and
(PSQI) among Nigerian university students. clerks in three medical centers in Taiwan--a
Sleep Med. 2007;8(3):266–70. cross-sectional study. Chang Gung Med J.
3. Centers for Disease Control and Prevention. 2011;34(3):278–85.
CDC - Data and Statistics - Sleep and Sleep 9. Kim E-J, Dimsdale JE. The Effect of
Disorders [Internet]. 2015 [cited 2017 Sep 14]. Psychosocial Stress on Sleep: A Review of
Available Polysomnographic Evidence. Behav Sleep Med.
from:https://www.cdc.gov/sleep/data_statistics. 2007;5(4):256–78.
html 10. Tran TD, Tran T, Fisher J. Validation of the
4. Stranges S, Tigbe W, Gómez-Olivé FX, depression anxiety stress scales (DASS) 21 as a
Thorogood M, Kandala N-B. Sleep Problems: screening instrument for depression and anxiety
An Emerging Global Epidemic? Findings From in a rural community-based cohort of northern
the INDEPTH WHO-SAGE Study Among More Vietnamese women. BMC Psychiatry. BMC
Than 40,000 Older Adults From 8 Countries Psychiatry; 2013;13(1):24.
Across Africa and Asia. Sleep. 11. Pensuksan WC, Lertmaharit S, Lohsoonthorn V,
2012;35(8):1173–81. Rattananupong T, Sonkprasert T, Gelaye B, et al.
5. Azad MC, Fraser K, Rumana N, Abdullah AF, Relationship between Poor Sleep Quality and
Shahana N, Hanly PJ, et al. Sleep disturbances Psychological Problems among Undergraduate
among medical students: a global perspective. J Students in the Southern Thailand. Walailak J
Clin Sleep Med. 2015;11(1):69–74. Sci Technol. 2016;13(4):235–42.
6. Suen LKP, Tam WWS, Hon KL. Association of 12. Arora RS, Thawani R, Goel A. Burnout and
sleep hygiene-related factors and sleep quality Sleep Quality: A Cross-Sectional Questionnaire-
among university students in Hong Kong. Hong Based Study of Medical and Non-Medical
Kong Med J. 2010;16(3):180–5. Students in India. Cureus. 2015;7(10)e.361

15 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 1:16-19, 2018
ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

PERBEDAAN LUARAN FUNGSIONAL


PASIEN STROKE ISKEMIA AKUT
DENGAN KONDISI
HIPOALBUMINEMIA DAN TANPA HIPOALBUMINEMIA
Dewa Ayu Citra Mahardina1, Ismail Setyopranoto2, Kusumo Dananjoyo2, Anton Darmawan2
1
Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2
Neurolog Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i1.5


Disetujui 31 Agustus 2017
Publikasi 21 Januari 2018 Korespondensi: citra_dewa37@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Pasien yang memiliki hipoalbuminemia. Diagnosis stroke ditegakkan


hipoalbuminemia saat masuk rumah sakit berisiko berdasarkan gejala klinis dan hasil Computed
tinggi mengalami komplikasi, luaran fungsional yang Tomography Scan. Metode statistik uji Mann Whitney
buruk dan berhubungan dengan peningkatan risiko digunakan untuk membandingkan luaran fungsional
kematian. Penilaian luaran fungsional dengan Index pasien stroke iskemia akut dengan kondisi
Barthel dianggap sensitif untuk menilai disabilitas serta hipoalbuminemia dan tanpa hipoalbuminemia.
mudah untuk dikerjakan. Hasil: Rerata skor Indeks Barthel kelompok
Tujuan: Untuk membandingkan luaran fungsional hipoalbuminemia sebesar 40,33 ± 24,81 sedangkan
pasien stroke akut dengan kondisi hipoalbuminemia kelompok tanpa hipoalbuminemia sebesar 87,67 ±
dan tidak hipoalbuminemia. 24,1. Uji Mann-Whitney menunjukkan perbedaan yang
Metode Penelitian: Penelitian analitik observasional bermakna (p= 0,00).
menggunakan rancangan cross-sectional. Subjek Simpulan: Terdapat perbedaan nilai luaran fungsional
penelitian diambil dari rekam medis pasien stroke pada pasien stroke akut dengan kondisi
infark dengan kondisi hipoalbuminemia dan tanpa hipoalbuminemia dan tanpa hipoalbuminemia.

Kata Kunci: stroke iskemia akut, hypoalbuminemia, albumin, indeks Barthel


ABSTRACT

Background: Patients with hypoalbuminemia hypoalbuminemia and without hypoalbuminemia. The


condition at hospital admission are high risk of diagnosis of stroke based on neurological physical
complications, poorer functional outcomes, and examination and Computed Tomography Scan. The
increased risk of death. Functional outcomes can be Mann Whitney Test is used to compare the functional
assessed with the Barthel Index that has been outcome in acute ischemic stroke patients with
considered sensitive in assessing disability and very hypoalbuminemia and without hypoalbuminemia.
easy to assess the scores. Result: Mean of Barthel Index in hypoalbuminemia
Purpose: To compare the functional outcomes in acute group was 40.33 ± 24.81 meanwhile in without
stroke patients with hypoalbuminemia and without hypoalbuminemia group was 87.67 ± 24.1. Mann-
hypoalbuminemia condition. Whitney test showed significant difference (p= 0.00).
Methods: An analytic observational study using cross- Conclusion: There was a difference in functional
sectional design. The subjects were taken from the outcome in acute stroke patients with
medical records who were stroke patients with hypoalbuminemia and without hypoalbuminemia.

Key words: acute ischemic stroke, hypoalbuminemia, albumin, Barthel index

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 16


ARTIKEL ASLI Mahardina et al 2018

Latar Belakang kriteria eksklusi adalah pasien stroke iskemia


Insiden stroke bervariasi antar negara dan berulang, pasien dengan afasia global, dan pasien
meningkat secara eksponensial seiring stroke iskemia dengan penurunan kesadaran,
bertambahnya usia. Sekitar 80% stroke pasien stroke dengan gagal ginjal kronis, serta
disebabkan oleh iskemia serebral fokal yang pasien dengan anoreksia.
disebabkan oleh oklusi arteri, dan 20% Sampel penelitian adalah pasien stroke iskemia
disebabkan oleh stroke perdarahan.1,2 Mortalitas akut sebanyak masing-masing 30 subyek
stroke sangat bervariasi antara 3-5% tergantung hipoalbuminemia pada kelompok pasien stroke
pada tipe stroke, secara umum kematian pada iskemia dan 30 subyek pada kelompok tanpa
stroke disebabkan oleh keparahan dan komplikasi hipoalbuminemia. Uji statistik Mann Whitney
selama perawatan.3 dipilih setelah uji normalitas data.
Hipoalbuminemia merupakan faktor prediktif
luaran klinis (rekurensi, pemulihan fungsional, Hasil Penelitian
komplikasi medis, dan mortalitas) pasien stroke.4 Tabel 1 menunjukkan data demografis beserta
Kadar albumin serum yang rendah terjadi pada faktor risiko kejadian stroke iskemia pada pasien.
19% pasien stroke dan berhubungan dengan Kondisi seperti merokok, hipertensi, diabetes
peningkatan mortalitas.1,3 Kondisi mellitus, dislipidemia merupakan faktor risiko
hipoalbuminemia juga sebagai marker kondisi stroke. Persentase pasien yang memiliki faktor
sistemik seperti malnutrisi.5 risiko stroke lebih tinggi dijumpai pada
Indeks Barthel sebagai instrumen prognosis kelompok pasien stroke iskemia akut dengan
digunakan untuk mengukur luaran fungsional hipoalbuminemia.
sebelum dan setelah rehabilitasi medik. Rerata skor Indeks Barthel pada kelompok pasien
Instrumen ini sensitif dalam menilai disabilitas stroke iskemia akut dengan hipoalbuminemia
dan sangat mudah untuk diaplikasikan.6 sebesar 40,33 ± 24,81 sedangkan pada kelompok
Penelitian ini bertujuan membandingkan luaran pasien stroke iskemia akut tanpa
fungsional pasien stroke iskemia akut dengan hipoalbuminemia sebesar 87,67 ± 24,1. Uji
kondisi hipoalbuminemia dan tanpa komprasi menggunakan Mann-Whitney test
hipoalbuminemia. menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan
nilai p sebesar 0,00. Hal ini menunjukkan
Metode Penelitian terdapat perbedaan luaran fungsional (Indeks
Penelitian ini menggunakan desain cross- Barthel) pada kelompok pasien stroke iskemia
sectional. Subjek penelitian diambil dari rekam akut dengan hipoalbuminemia dibandingkan
medis pasien stroke infark akut yang berdasarkan kelompok tanpa hipoalbuminemia.
gejala dan tanda klinis serta CT scan kepala.
Variabel tergantung adalah luaran fungsional Pembahasan
(Indeks Barthel) dan variabel bebas adalah Albumin merupakan antioksidan utama yang
kelompok pasien stroke dengan dapat menangkap oksigen radikal plasma dan
hipoalbuminemia dan tanpa hipoalbuminemia. menghambat pembentukan hidroksil radikal
Populasi target adalah seluruh pasien stroke spesies yang reaktif.7 Albumin berikatan dengan
iskemia di Unit Stroke Rumah Sakit Umum Pusat ion tembaga sehingga mampu menghambat
(RSUP) Dr. Sarjito di bulan Januari 2017 hingga aktivasi ion tembaga pada peroksidasi lipid di
Juli 2017. Analisa nilai Indeks Barthel dilakukan membran sel. Potensi neuroprotektif albumin
pada kelompok pasien dengan hipoalbuminemia pada kasus stroke iskemia akut melalui
dan tanpa hipoalbuminemia saat masuk rumah mekanisme trombosis dan adhesi leukosit di
sakit dan keluar rumah sakit. Kadar albumin mikrosirkulasi pembuluh darah kapiler saat fase
adalah kadar albumin maksimal 48 jam pasca reperfusi awal.5
onset stroke akut. Patokan kondisi Kadar albumin serum yang rendah merupakan
hipoalbuminemia adalah kadar albumin kurang prediktor independen luaran klinis yang buruk.8
dari 35 gr/L (< 3,5). Kadar albumin serum yang rendah dalam 24 jam
Kriteria inklusi adalah pasien stroke iskemia akut pertama pasca stroke menyebabkan luaran
yang mondok di RSUP Dr Sardjito pada bulan fungsional yang buruk. Hipoalbuminemia pada
Januari 2017 hingga Juli 2017. Sedangkan kondisi stroke menurunkan imunitas selular

17 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Mahardina et al 2018 ARTIKEL ASLI
sehingga meningkatkan risiko infeksi.9 Peran serebral dan terbukti mampu mengurangi cedera
albumin pada intravaskular pasien stroke akan otak sekunder.8 Pemberian infus human-albumin
menurunkan jumlah hematokrit dan viskositas dapat mengurangi kadar hematokrit, memberikan
darah sehingga mengurangi sedimentasi eritrosit efek hemodilusi, serta dapat meningkatkan
di area yang mengalami hilangnya aliran darah.1 volume intravaskular. Studi eksperimental
Kondisi hemodilusi dibutuhkan guna pemberian human-albumin dosis tinggi segera
menyelamatkan daerah iskemia pada penumbra setelah iskemia serebral fokal meningkatkan
serta mengurangi cedera akibat reperfusi pasca status neurologis, penurunan volume infark, serta
iskemia. Hal ini akan meningkatkan aliran darah mengurangi edema otak.4

Tabel 1. Data demografis subyek penelitian


Hipoalbuminemia Tanpa hipoalbuminemia
Variabel
N (%) Mean ± SD N (%) Mean ± SD
Umur
< 65 tahun 21 (70%) 55,4±6,0 17 (56,6%) 53.5±7,2
> 65 tahun 9 (30%) 76.1±6,7 13 (43,3%) 71.4±3,8
Jenis kelamin
Laki-laki 16 (53,3%) 12 (40%)
Perempuan 14 (46.6%) 18 (60%)
Hipertensi
Ya 23 (76,6%) 19 (63,3%)
Tidak 7 (23.3%) 11 (36,6%)
Diabetes Melitus
Ya 10 (33.3%) 7 (23,3%)
Tidak 20 (66,6%) 23 (76,6%)
Merokok
Ya 25 (68,75%) 15 (62,5%)
Tidak 5 (31,25%) 9 (37,5%)
LDL
> 100 22 (73,3%) 18 (60%)
< 100 8 (26,6%) 12 (40%)
HDL
< 40 19 (63,3%) 17 (56,6%)
> 40 11 (36,6%) 13 (43,3%)
Trigliserid
> 150 21 (70%) 18 (60%)
< 150 11 (30%%) 12 (40%)
Keterangan: LDL (low-density lipoprotein); HDL (high-density lipoprotein)

Simpulan Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah


Terdapat perbedaan nilai luaran fungsional presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
pasien stroke iskemia akut dengan kondisi yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
hipoalbuminemia dan tanpa hipoalbuminemia. Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
Kelompok pasien dengan kondisi
Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
hipoalbuminemia memiliki nilai luaran yang Denpasar tanggal 22-24 Sepetember 2017 di
lebih buruk. Denpasar, Bali.

Daftar Rujukan Geriatric Stroke Rehabilitation Outcome. Arch


1. Javid RA, Bhatti A, Azhar MA. Frequency of Phys Med Rehabil. 1994 (75): 80-84.
Hypoalbuminemia in patients with Ischemic 3. Vahedi A, Lotfinia I, Sad RB, Halimi M, Baybordi
Stroke. PJMHS, 2016 (10): 571-573. H. Relationship between admission
2. Aptaker RL, Roth EJ, Reichhardt G, Duerden ME, Hypoalbuminemia in Hospital Mortality in Acute
Levy CE. Serum Albumin Level as a Predictor of

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 18


ARTIKEL ASLI Mahardina et al 2018

Stroke. Pakistan Journal of Biological Sciences. stroke patients. Neurorehabil Neural Repair. 2004
2011 (14)2: 118-112. (18):37–41.
4. Belayev L, Liu Y, Busto R, Ginsberg MD. Human 7. Palesch YY, Hill MD, Ryckborst KJ, Tamariz D,
albumin therapy of acute ischemic stroke: marked Ginsberg MD. The ALIAS pilot trial: a dose-
neuroprotective efficacy at moderate doses and escalation and safety study of albumin therapy for
with a broad therapeutic window. Stroke. 2001 acute ischemic stroke-II: neurologic outcome and
(32): 553–560 efficacy analysis. Stroke. 2006. (37): 2107–2114
5. Bielewicz1 J, Kurzepa J, Czekajska-Chehab E, 8. Cho YM, Choi IS, Bian RX, Kim JH, Han JY, Lee
Kamieniak P, Daniluk B, Bartosik-Psujek H, et al. SG. Serum albumin at admission for prediction of
Worse Neurological State During Acute Ischemic functional outcome in ischaemic stroke patients.
Strokeis Associated with a Decrease in Serum Neurol Sci. 2008 (29): 445–449
Albumin Levels. J Mol Neurosci 2016 (58): 493- 9. Dziedzic T, Slowik A, Szczudlik A. Serum
496 albumin level as a predictor of ischemic stroke
6. Jansa J, Pogacnik T, Gompertz P. An evaluation of outcome. Stroke. 2004 (35): 156–158.
the Extended Barthel Index with acute ischemic

19 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 1:20-23, 2018
ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

KORELASI ANTARA NUMERIC


RATING SCALE DENGAN
PENINGKATAN MONOSIT PADA
PASIEN HERNIA NUCLEUS PULPOSUS LUMBAL
Sili Putri Adisti1, Yudiyanta2, Subagya2, Rinaras Anggraini2
1
Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2
Neurolog Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i1.6


Disetujui 1 September 2017
Publikasi 21 Januari 2018 Korespondensi: adisti.akbar@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Peningkatan infiltrasi makrofag yang Metode Penelitian: studi potong lintang terhadap
berasal dari sel monosit menyebabkan peningkatan pasien hernia nucleus pulposus lumbal berdasarkan
ekspresi sitokin proinflamasi berupa tumor necrosis pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Uji
factor-α (TNF-α), interleukin IL-1β, IL-4, IL-6, IL-8, korelasi menggunkan Uji Pearson.
dan IL-12), prostaglandin E2 (PGE2), nitrit oxide Hasil: Sebanyak 34 pasien HNP lumbal dengan subjek
(NO), serta interferon-γ (IFN-γ), dan merupakan kunci laki-laki 15 (44,1%) orang dan perempuan 19 (55,9%)
terjadinya nyeri pada degenerasi intervertebral disc orang dengan rerata usia 59 tahun (SD±13,33). Rerata
(IVD). Inflamasi dan derajat keparahan nyeri berkaitan persentase jumlah monosit 5,38% (SD±2,60, CI 4,48-
dengan peningkatan persentase jumlah monosit pada 6,29) dan rerata derajat nyeri 4,74 (SD±2,66, CI 3,81–
hitung jenis leukosit darah tepi. 5,66). Uji korelasi Pearson antara persentase jumlah
Tujuan: Untuk mengetahui korelasi antara numeric monosit dengan skor NRS adalah r = 0,955; p<0,001.
rating scale (NRS) dengan peningkatan monosit pada Simpulan: Terdapat hubungan positif persentase
pasien hernia nucleus pulposus yang dirawat di Rumah jumlah monosit dengan derajat nyeri pasien HNP
Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito. lumbal.

Kata Kunci: Hernia nucleus pulposus, lumbal, monosit, inflamasi, numeric rating scale
ABSTRACT

Background: Increased number of macrophages Method: Cross-sectional studies of lumbar hernia


infiltration from monocyte cells results in increased nucleus pulposus patients based on Magnetic
expression of proinflammatory cytokines like tumor Resonance Imaging (MRI). The Pearson Test
necrosis factor-α (TNF-α), interleukin IL-1β, IL-4, IL- Correlation was used.
6, IL-8, and IL-12), prostaglandin E2 (PGE2), nitric Result: A total of 34 lumbar HNP patients who were 15
oxide (NO), interferon-γ (IFN-γ), and as a key in pain (44.1%) males and (55.9%) females with an average
generator in degeneration of intervertebral disc (IVD). age of 59 years (SD ± 13.33). The mean percentage of
Inflammation and pain severity are associated with an monocyte count was 5.38% (SD ± 2,60, CI 4,48-6,29)
increase in the percentage of monocyte counts in blood and mean of pain severity was 4,74 (SD ± 2,66, CI
count. 3,81-5,66). Pearson correlation test between
Aims: To determine the correlation between numerical percentage of monocyte count and NRS score was r =
rating scale (NRS) and the increase of monocytes in 0.955; p <0.001.
patients with hernia nucleus pulposus who were treated Conclusion: There is a positive correlation of
at Central General Hospital (RSUP) Dr. Sardjito. percentage of monocyte count with pain severity of
lumbar HNP patients.

Key words: Hernia nucleus pulposus, monocytes, low back pain, inflammation

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 20


ARTIKEL ASLI Adisti et al 2018

Latar Belakang nitrit oxide (NO), serta interferon-γ (IFN-γ).


Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan salah Sitokin-sitokin tersebut dipicu oleh peningkatan
satu masalah kesehatan yang sering dijumpai. infiltrasi makrofag yang berasal dari sel monosit.
Insiden NPB pada orang dewasa di Amerika Peningkatan persentase jumlah monosit pada
Serikat berkisar 5%, dengan insiden tertinggi hitung jenis leukosit mengindikasikan terjadinya
dijumpai pada kelompok usia 45-60 tahun. inflamasi. Inflamasi pada hernia nucleus
Prevalensi kasus NPB secara umum berkisar pulposus diharapkan meningkatkan persentase
antara 7,6-37%. Sebanyak 60%-80% individu jumlah monosit pada hitung jenis leukosit darah
setidaknya pernah mengalami nyeri punggung tepi.4-6
dalam hidupnya. Pada kelompok dewasa tua, Penelitian mengenai monosit pada pemeriksaan
nyeri punggung bawah mengganggu aktivitas patologi jaringan IVD pada pasien HNP memang
sehari-hari pada 40% penderita, dan telah banyak dilakukan. Namun penelitian yang
menyebabkan gangguan tidur pada 20% meneliti jumlah monosit pada evaluasi darah tepi
penderita. Sebagian besar (75%) penderita akan terkait inflamasi pada pasien HNP belum pernah
mencari pertolongan medis, dan 25% di dilakukan. Atas dasar uraian tersebut,
antaranya perlu dirawat inap untuk evaluasi lebih memberikan dasar bagi peneliti untuk melakukan
lanjut. Sebanyak 5-10% kasus akan berkembang penelitian mengenai korelasi antara numeric
menjadi nyeri punggung bawah kronis. Hal ini rating scale dengan persentase monosit pada
akan mempengaruhi tingginya biaya pengobatan, pasien HNP lumbal di Rumah Sakit Umum Pusat
lamanya cuti sakit, dan intensitas penderitaan (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta.
yang dialami seseorang yang membawa mereka
untuk memeriksakan diri ke pusat pelayanan Metode Penelitian
kesehatan.1,2 Penelitian ini menggunakan desain cross
Nyeri punggung bawah merupakan gejala atau sectional. Variabel bebas penelitian ini berupa
keluhan, dan bukan penyakit spesifik. Penyebab persentase monosit dan variabel tergantung
nyeri punggung bawah antara lain gangguan pada berupa skor NRS. Populasi target adalah seluruh
sistem muskuloskeletal, sistem saraf, vaskuler, pasien HNP lumbal yang dirawat di RSUP Dr.
visceral, maupun psikogenik. Salah satu Sardjito. Subjek penelitian diambil dari pasien
penyebab yang memerlukan tindak lanjut baik dengan HNP lumbal yang dirawat di RSUP Dr.
diagnostic maupun terapi spesifik adalah hernia Sardjito periode Januari 2016 sampai Desember
nucleus pulposus (HNP).1 2016. Diagnosis HNP ditegakkan berdasarkan
Kasus HNP adalah suatu penyakit yang hasil pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging
diakibatkan oleh penekanan atau pecahnya (MRI). Teknik pengambilan sampel dengan
bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang menggunakan cara berurutan (consecutive
(soft gel disc atau Nukleus Pulposus), sehingga sampling).
terjadi penyempitan dan terjepitnya akar saraf Kriteria inklusi berupa pasien yang terdiagnosis
yang melalui tulang belakang. Penyebab hernia nucleus pulposus lumbal yang dirawat di
melemahnya nukleus pulposus salah satunya RSUP Dr. Sardjito periode Januari 2016 sampai
adalah proses degenerasi. Keluarnya nukleus Desember 2016, berusia kurang dari 60 tahun,
pulposus dari diskus melalui robekan annulus dan menyetujui untuk ikut dalam penelitian ini.
fibrosus dapat menyebabkan penekanan medulla Kriteria eksklusi berupa pasien dengan stenosis
spinalis dan/ atau mengarah ke dorsolateral spinal, spondilolistesis, herniasi diskus
sehingga menekan saraf spinalis dan intervertebra multipel, tumor spinal, riwayat
menimbulkan rasa nyeri yang hebat.3 trauma spinal dan infeksi rongga intervertebral
Inflamasi merupakan kunci terjadinya nyeri pada yang memiliki riwayat operasi diskus lumbal
degenerasi intervertebral disc (IVD). sebelumnya, dan memiliki karakteristik nyeri
Pemeriksaan patologi jaringan IVD pada pasien neuropatik.
hernia nucleus pulposus memperlihatkan Skala pengukuran persentase monosit dan skor
terjadinya peningkatan ekspresi beberapa sitokin NRS merupakan skala numerik. Untuk menilai
proinflamasi diantaranya tumor necrosis factor-α korelasi variabel tersebut dilakukan uji korelasi
(TNF-α), interleukin-interleukin (IL-1β, IL-4, Pearson dengan nilai p < 0,05 dianggap
IL-6, IL-8, dan IL-12), prostaglandin E2 (PGE2), bermakna.

21 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Adisti et al 2018 ARTIKEL ASLI
Hasil Penelitian
Jumlah subjek yang mengikuti penelitian ini eligibilitas. Tabel 1 menunjukkan data demografi
adalah 34 orang dan telah memenuhi kriteria dan karakteristik dasar responden.

Tabel 1. Karakteristik Dasar Subjek Penelitian


Variabel Rerata ± SB Jumlah p 95% IK
Usia 59,12 ± 13,33 0,000 54,47 – 63,77
Jenis kelamin
Pria 15 (44,1%)
Wanita 19 (55,9%)
Persentase Monosit 5,38 ± 2,60 0,000 4,48 - 6.29
NRS 4,74 ± 2,66 0,000 3,81 – 5,66
Keterangan: SB (Simpang Baku), IK (Interval Kepercayaan), NRS ( numeric rating scale)

Hasil uji korelasi Pearson pada tabel 2 scatter plot menunjukkan korelasi positif antara
menunjukkan hubungan yang bermakna dengan persentase jumlah monosit dengan skor NRS,
arah korelasi positif antara persentase jumlah sehingga disimpulkan bahwa semakin tinggi
monosit dan skor NRS. Skor kekuatan korelasi persentase jumlah monosit maka semakin tinggi
tergolong kuat (r = 0,955; p<0,001). Grafik nilai NRS.
Tabel 2. Analisis bivariat korelasi persentase jumlah monosit terhadap skor NRS
Variabel NRS
Koefisien korelasi (r) P
Persentase Monosit 0,955 <0,001
Keterangan: NRS (numeric rating scale)

Pembahasan Rerata usia subyek penelitian ini adalah 59 tahun.


Pasien HNP lumbal pada penelitian ini Sebagai pembanding, studi oleh Aycan, et al.
didominasi oleh pasien perempuan dibandingkan (2017) melaporkan kelompok usia 30-49 tahun
dengan pasien laki-laki. Hasil ini tidak sesuai merupakan kelompok usia terbanyak kejadian
dengan penelitian yang dilakukan Aycan et al HNP lumbal, dengan rata-rata usia penderita 45
(2017) yang mendapatkan dominasi jenis tahun.11
kelamin sebaliknya pada pasien HNP lumbal Skor NRS dapat digunakan untuk menilai derajat
(subjek laki-laki 56,8% dan subjek perempuan keparahan suatu nyeri. Nyeri dapat disebabkan
43,2% kasus). Hal ini terkait pola pekerjaan dan oleh inflamasi, baik inflamasi akut maupun
aktivitas yang dilakukan oleh pria cenderung kronis. HNP lumbal memicu terjadinya migrasi
berupa aktifitas fisik yang melibatkan kolumna makrofag yang berasal dari monosit ke jaringan
vertebralis.11 IVD. Sehingga memungkinkan terjadinya
kenaikan angka monosit, baik pada jarigan IVD
maupun pada hitung jenis leukosit darah tepi.
Kenaikan monosit pada hitung jenis leukosit
berkorelasi dengan kenaikan nilai NRS pada
penelitian ini. Hal ini sesuai dengan penelitian
Nerlich et al. (2002), yang melaporkan
peningkatan jumlah makrofag yang berasal dari
monosit pada gambaran histologis jaringan IVD
pasien-pasien dengan HNP lumbal.12
Keterbatasan penelitian ini adalah kurangnya
jumlah sampel dan pengambilan sampel yang
berasal dari darah tepi. Hal ini diakibatkan karena
Gambar 1. Scatter plot persentase jumlah monosit keterbatasan waktu, sumber daya manusia, serta
terhadap skor Numeric Rating Scale dan fasilitas yang belum memadai. Disarankan

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 22


ARTIKEL ASLI Adisti et al 2018

pada penelitian berikutnya, jumlah sampel dapat Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
diperbanyak, serta pengambilan sampel dapat presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
diambil dari IVD. yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
Simpulan sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Terdapat korelasi yang positif antara persentase
Denpasar tanggal 22-24 Sepetember 2017 di
jumlah monosit dengan NRS, semakin tinggi Denpasar, Bali.
persentase jumlah monosit maka semakin tinggi
nilai NRS.
Daftar Rujukan inflammation. Trends in Immunolog. 2011.Vol.
1. Pinzon, Rizaldy. Profil Klinis Pasien Nyeri 32, (10); 470-477.
Punggung Akibat Hernia Nukelus Pulposus. Vol 6. Walter BA, Purmessur D, Lithitpanichkul M,
39. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta. Weinberg A, Cho SK, Qurezhi SA, et al.
Indonesia. 2012. Hal 749-751. Inflammatory Kinetics and Efficacy of Anti-
2. Meucci RD, Fassa AG, Faria NMX. Prevalence of inflammatory Treatments on Human Nucleus
chronic low back pain: systematic review. Rev Pulposus Cells. Spine. 2015. July 1; 40(13): 955–
Saúde Pública. 2015. 49:73. 963.
3. Kumala P. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 7. Aycan A, Gulsen I, Arslan M, Kuyumcu F, Akyol
Jakarta. Edisi Bahasa Indonesia. 1998. hal 505 ME. Evaluation of patients operatively treated with
4. Shamji MF, Setton LA, Jarvis W, So S, Chen J, a diagnosis of lumbar disc hernia: An
Jing L, et al. Proinflammatory Cytokine epidemiological investigation. East J Med. 2017.
Expression Profile in Degenerated and Herniated 22(1): 1-4.
Human Intervertebral Disc Tissues. Arthritis & 8. Nerlich AG, Weiler C, Zipperer J, Narozny M,
rheumatism. 2010. Vol. 62, No. 7, July, pp 1974– Boos N. Immunolocalization of phagocytic cells in
1982. DOI 10.1002/art.27444. normal and degenerated intervertebral discs.
5. Ingersoll MA, Platt AM, Potteaux S, Randolph GJ. Spine. 2002;27: 2484–249
Monocyte trafficking in acute and chronic

23 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 1:24-33, 2018
ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

LAPORAN SERI KASUS: STROKE


KARDIOEMBOLI PADA PASIEN
DENGAN ATRIAL FIBRILASI
Kennytha Yoesdyanto1, Clarissa Tertia1, Imam Irfani2, Mario GB Nara3
1
Dokter Internsip RS Arsani, Kepulauan Bangka Belitung
2
Neurolog RS Arsani, Kepulauan Bangka Belitung
2
Internis RS Arsani, Kepulauan Bangka Belitung

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i1.7


Disetujui 31 Agustus 2017
Publikasi 21 Januari 2018 Korespondensi: kennytha_yoesdyanto@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Atrial fibrilasi (AF) meningkatkan 4- afasia global, dan hemiparesis dekstra sejak 2 jam
5 kali terjadinya stroke iskemia. Insidensi stroke terkait sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan penunjang
AF berkisar 15-20%, dengan prevalensi antara 5-10 menunjukkan normoventricular-respons atrium
kasus per 1.000 populasi usia 65 tahun ke atas. fibrilasi dan multipel infark di daerah ganglia basalis
Kasus: Kasus 1: Seorang wanita berusia 85 tahun bilateral dan substansia alba periventrikuler lateralis
menderita diabetes mellitus dengan riwayat atrial bilateral. Pasien diterapi antihipertensi, antiplatelet,
fibrilasi (AF) persisten yang tidak diobati mendadak dan neuroprotektor dan dirawat selama 10 hari.
mengalami hemiparesis dekstra dan disartria sejak 1 Diskusi: Kondisi AF sebagai faktor risiko utama stroke
jam sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan kardioembolik pada kedua pasien. Penyebaran listrik
penunjang menunjukkan normoventricular-respons ektopik menyebabkan irreguleritas kontraksi jantung
atrium fibrilasi dan infark serebri multipel di ganglia yang menghasilkan stasis darah dan terbentuknya
basalis bilateral terutama sisi kiri. Pasien diterapi trombus yang sewaktu-waktu dapat terlepas menjadi
angiotensin-receptor blocker, antiplatelet, insulin, dan emboli pada arteri serebral.
neuroprotektor dan dirawat selama 10 hari. Simpulan: Manajemen yang tepat terhadap faktor
Kasus 2: Seorang wanita berusia 87 tahun menderita risiko dapat mengurangi kejadian stroke iskemia dan
hipertensi dengan riwayat atrial fibrilasi AF persisten memperbaiki prognosis pasien.
yang tidak diobati mendadak mengalami disfagia,

Kata Kunci: atrium fibrilasi, stroke iskemia, kardioemboli


ABSTRACT

Background: Atrial fibrillation (AF) increases 4-5 global aphasia, and right hemiparesis since 2 hours
times the occurrence of ischemic stroke. The incidence before admission. Further investigations showed
of AF-related stroke ranges from 15-20%, with a normoventricular-AF responses and multiple infarct in
prevalence between 5-10 cases per 1,000 population basal ganglia and lateral periventricular bilateral.
age 65 and older. Patients were treated with antihypertensives,
Case: A 85-year-old woman with diabetes mellitus and antiplatelets, neuroprotectors and hospitalized for 10
not treated persistent atrial fibrillation (AF) suddenly days.
experienced right hemiparesis and dysarthria since 1 Discussion: Atrial fibrillation as a major risk factor for
hour before admission. Further investigations showed cardiembolic stroke in both patients. Ectopic electrical
normoventricular-AF responses and multiple cerebral spread and affect heart contraction irregularity that
infarcts in the bilateral basal ganglia especially the left produces blood stasis and the formation of thrombus
side. Patients were treated with angiotensin-receptor which can be released at any time into emboli in the
blockers, antiplatelet, insulin, neuroprotectors and cerebral artery.
hospitalized for 10 days. Conclusion: Proper risk factors’ management can
Case 2: A 87-year-woman with hypertension and not reduce incidence of ischemic stroke and improve
treated persistent AF suddenly experienced dysphagia, prognosis.

Key words: atrial fibrillation, ischemic stroke, cardioembolic

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 24


ARTIKEL ASLI Yoesdyanto et al 2018

Latar Belakang hipotesis berkaitan dengan stres hemodinamik,


Stroke kardioemboli memiliki insiden sekitar 30 iskemia dan peradangan atrium, tekanan
kasus untuk setiap 100.000 penduduk pertahun, metabolik, dan aktivasi kaskade neurohumoral
dengan prevalensi antara 5 hingga 10 kasus per- dapat menjadi mekanisme perburukan jaringan
1.000 orang berusia 65 tahun ke atas. Angka sehingga penyebaran listrik jantung terjadi
mortalitas dan morbiditas pasien tergolong ektopik.4
tinggi.1 Belum ada gold standard untuk membuat Pemberian terapi oral anti-coagulan (OAC) dapat
diagnosis stroke kardioemboli. Dengan adanya menurunkan risiko kardioemboli pada pasien AF.4
kelainan utama jantung yang dapat menjadi Target terapi dengan menentukan keseimbangan
sumber emboli yang potensial dengan tidak antara risiko terjadinya stroke kardiemboli
adanya penyakit arterial yang signifikan tetap dengan pendarahan sekunder pasca OAC. Pasien
menjadi andalan diagnosis klinis. Bila adanya stroke iskemia akut dapat diterapi dengan
kedua penyakit jantung dan arteri secara trombolisis intravena (IV) berupa tissue
bersamaan, menentukan etiologi stroke iskemia plasminogen activator (tPA) seperti alteplase
menjadi lebih sulit.2 yang diberikan dalam tiga jam pasca onset
Atrial fibrilasi (AF) adalah salah satu bentuk stroke.4-6
aritmia jantung penyebab stroke dan komplikasi Kasus stroke sendiri mencapai 12,1% dan
lainnya. Satu dari setiap empat kasus stroke menempati posisi ke-9 dari seluruh penyakit tidak
iskemia bersumber dari proses kardioemboli yang menular di kepulauan Bangka Belitung
50%-nya disebabkan oleh AF. Sebagian lainnya berdasarkan data Riskesdas tahun 2013.
disebabkan oleh infark miokardium, trombus Dilaporkan 2 kasus stroke iskemia karena
intraventrikular, penyakit katup jantung, dan kardioemboli di Rumah Sakit Arsani, Kepulauan
penyebab lainnya.1 Dibandingkan kelompok Bangka Belitung dalam periode 2 bulan.7
kontrol, insiden stroke pada pasien dengan AF
non-valvular diperkirakan 2-7 kali lebih tinggi, Ilustrasi Kasus
sedangakan pasien dengan AF valvular memiliki Kasus 1:
risiko 17 kali lipat.2 Seorang wanita berusia 85 tahun datang dengan
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya AF keluhan kelemahan pada anggota gerak kanan dan
yakni, hipertensi, diabetes mellitus (DM), dan kesulitan wicara sejak 1 jam sebelum masuk
lainnya. Hipertensi berkontribusi sekitar 14% dari rumah sakit. Keluhan tersebut terjadi mendadak
semua kasus AF. Relative risk (RR) hipertensi ketika pasien selesai menyiram tanaman.
dengan AF sekitar 1,2-1,5. Tekanan darah sistolik Disangkal adanya penurunan kesadaran, nyeri
prehypertensive (130-139 mmHg) dan pulse kepala, mual, muntah, pusing berputar, hilang
pressure yang melebar dikaitkan dengan keseimbangan, rasa baal maupun kesemutan,
peningkatan risiko sekitar 1,28 dibandingkan kejang, gangguan penglihatan, riwayat trauma.
dengan tekanan darah sistolik <120 mmHg. Tidak ada gangguan berkemih dan defekasi.
Diabetes mellitus dikaitkan dengan peningkatan Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh
risiko AF hingga 1,6 kali lipat. Penderita DM pasien. Pekerjaan sehari-hari pasien hanya di
mengalami peradangan sistemik, disfungsi rumah karena sudah tidak bekerja lagi.
otonom, obesitas, obstructive sleep apnea (OSA), Pasien memiliki riwayat DM dengan pengobatan
coronary artery disease (CAD), dan gagal jantung rutin sejak 21 tahun lalu dan AF persisten sejak 5
yang terjadi kronis dan meningkatkan risiko tahun lalu tanpa mengonsumsi terapi OAC rutin.
insiden AF.3 Hubungan AF terhadap penyakit Riwayat darah tinggi disangkal pasien, namun
kardiovaskular seperti gagal jantung, penyakit tekanan darah seringkali tidak stabil tergantung
jantung koroner (PJK), penyakit katup jantung, apakah pasien mendapatkan istirahat yang cukup.
dan hipertensi. Frekuensi jantung yang ireguler Riwayat penyakit ginjal, penyakit jantung, dan
dan cepat disebut sebagai rapid ventricular kolestrol tidak diketahui oleh pasien. Pasien rutin
response (RVR), ireguler namun frekuensi memeriksa gula darahnya dan menerapi
normal disebut sebagai normal ventricular novorapid 10 unit sebelum makan bila kadar gula
response (NVR). Mekanisme kondisi patologis darah tinggi, dan levemir 10 unit malam. Pasien
pada kardiovaskular menyebabkan terjadinya AF rutin mengkonsumsi aspilet 1x80 mg, candesartan
belum sepenuhnya dipahami namun beberapa 1x4 mg, dan atorvastatin 1x20 mg. Riwayat obat-

25 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Yoesdyanto et al 2018 ARTIKEL ASLI
obatan terlarang maupun merokok disangkal. darah saat pasien masuk 148 mg/dL dan
Riwayat keluarga pasien tidak diketahui apakah peningkatan fungsi ginjal (ureum 50 mg/dL dan
memiliki keluhan dan riwayat penyakit serupa. kreatinin 1,3 mg/dL). Profil lipid menunjukkan
Saat di unit gawat darurat, tekanan darah pasien peningkatan kolestrol total 223 mg/dL, dengan
saat masuk 160/80 mmHg pada kedua HDL 41 mg/dL, LDL 140 mg/dL, serta
ekstremitas, nadi 82 kali per menit irreguler trigliserida 156 mg/dL. Hasil elektrolit dalam
dengan konsistensi kuat di kedua ekstremitas, laju batas normal, natrium 142 mmol/L, kalium 4,3
nafas 19 kali per menit reguler, dengan saturasi mmol/L, dan klorida 105 mmol/L.
oksigen 99%. Pemeriksaan fisik menunjukkan Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
adanya konjungtiva anemis maupun peningkatan menunjukkan irama irreguler dengan kesan
tekanan vena jugularis. Pemeriksaan fisik paru normoventrikular-respons atrium fibrilasi
vesikuler tanpa adanya suara ronki maupun (Gambar 1). Pemeriksaan Computed
wheezing. Pemeriksaan jantung menunjukkan Tomography (CT)-scan kepala dilakukan
irama yang irreguler, namun tidak ada suara langsung ketika pasien sampai di rumah sakit dan
tambahan baik gallop maupun murmur. menunjukkan infark serebri multipel di daerah
Pemeriksaan abdomen tidak didapatkan adanya ganglia basalis bilateral terutama sisi kiri
distensi abdomen, maupun pembesaran organ (Gambar 2). Pemeriksaan penunjang lainnya
visceral. Pemeriksaan ekstremitas tidak seperti Transesophageal echocardiography (TEE)
menunjukkan adanya edema tungkai. Kesadaran tidak dilakukan karena keterbatasan fasilitas
pasien compos mentis dengan GCS 15, E4V5M6. penunjang rumah sakit.
Fungsi bahasa, orientasi, memori, emosi, dan Diagnosis stroke iskemia et causa kardioemboli
kognisi pasien tidak terganggu. Pemeriksaan dengan AF normoventrikular respon ditegakkan
nervus kranialis menunjukkan paresis nervus XII dan segera mendapat terapi sesuai prosedur.
dekstra tipe sentral. Pemeriksaan motorik berupa Pasien diberikan infus asering 20 tetes permenit,
hemiparesis dekstra dengan kekuatan motorik 1 candesartan 1x8 mg, aspilet 1x80 mg, insulin
pada sisi kanan dan kekuatan 5 pada sisi kiri. levemir 0-0-10 IU subcutan (SC), dan novorapid
Didapatkan hasil normotonus, eutrofi, dengan 10-10-10 IU SC bila kadar gula darah sebelum
pergerakkan pasien terbatas pada ekstremitas makan >180mg/dL, pantoprazole 1 vial/ 24 jam,
dekstra. Pemeriksaan refleks fisiologis dan neuroprotektor citicolin 2x500 mg intravena
menunjukkan kondisi hiporefleks pada seluruh (IV). Fisioterapi dilakukan selama perawatan.
ekstremitas. Belum ditemukan refleks patologis. Selama 10 hari perawatan, pasien menunjukkan
Sensibilitas pasien baik. Tanda rangsang adanya perbaikan klinis berupa peningkatan
meningeal meliputi kaku kuduk, brudzinski I dan kekuatan motorik pasien meningkat dari 1
II, lasegue, kernig negatif. Koordinasi dan menjadi 3, dan perbaikan disartria. Tanda vital
keseimbangan sulit dinilai karena hemiparesis pasien membaik, tekanan darah terkontrol
dextra. Nilai National Institutes of Health Stroke mencapai 130/80 mmHg, tanpa adanya
Scale (NIHSS) pasien adalah 9. komplikasi, dengan nilai NIHSS 7. Pasien
Pemeriksaan penunjang laboratorium diperbolehkan pulang dan dianjurkan untuk
menunjukkan hemoglobin 12,1 g/dL, leukosit kontrol ke poli terkait.
6.900/mm3, dan trombosit 172.000/ mm3. Gula

Gambar 1. Hasil elektrokardiogram kasus 1

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 26


ARTIKEL ASLI Yoesdyanto et al 2018

Gambar 2. Gambar CT-Scan kepala Kasus 1

Kasus 2: ronki maupun wheezing. Pemeriksaan jantung


Seorang wanita berusia 87 tahun datang dengan menunjukkan irama nadi irreguler, namun tanpa
kelemahan sisi tubuh kanan, kesulitan menelan suara tambahan seperti gallop maupun murmur.
dan wicara mendadak sejak 2 jam sebelum masuk Pemeriksaan abdomen tidak menunjukkan
rumah sakit. Pasien tidak dapat berbicara maupun distensi abdomen maupun pembesaran organ
mengerti pembicaraan yang disampaikan orang visceral. Pemeriksaan ekstremitas tidak
sekitar. Ketika diberikan minum, air dikeluarkan menunjukkan adanya edema tungkai. Kesadaran
dan tidak dapat ditelan. Keluhan terjadi secara pasien compos mentis dengan GCS E4M5VAfasia.
tiba-tiba saat pasien menyapu halaman. Fungsi bahasa terganggu dan dapat disimpulkan
Penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, terdapat afasia global. Fungsi orientasi, memori,
muntah, pusing berputar, hilang keseimbangan, emosi, dan kognisi pasien sulit dinilai.
rasa baal maupun kesemutan, kejang, gangguan Pemeriksaan nervus kranialis menunjukkan
penglihatan, riwayat trauma disangkal oleh disfagia. Refleks muntah pasien sulit dinilai
keluarga pasien. Pola berkemih dan defekasi ada karena pasien tidak kooperatif. Pemeriksaan
kelainan. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan motorik berupa hemiparesis dekstra dengan
oleh pasien. Pekerjaan sehari-hari pasien sebagai kekuatan motorik 1 pada sisi kanan dan 5 pada
ibu rumah tangga. sisi kiri. Didapatkan hasil normotonus, eutrofi,
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 18 tahun dan pergerakkan pasien terbatas. Refleks
lalu dan AF persisten sejak 4 tahun lalu namun fisiologis menunjukkan hiporefleks di seluruh
tidak mengonsumsi terapi OAC rutin. Riwayat ekstremitas dan belum didapatkan adanya refleks
mengidap DM, penyakit ginjal, penyakit jantung, patologis. Sensibilitas pasien sulit dinilai. Tanda
dan kolestrol disangkal keluarga, namun tidak rangsang meningeal meliputi kaku kuduk,
pernah diperiksa. Pasien rutin memeriksakan brudzinski I dan II, lasegue, kernig negatif.
tekanan darahnya sendiri dengan kisaran sistolik Koordinasi dan keseimbangan sulit dinilai karena
140 sampai 150 mmHg. Pasien rutin pasien tidak kooperatif. Nilai NIHSS pasien 13.
mengkonsumsi aspilet 1x80 mg, dan candesartan Pemeriksaan penunjang berupa hematologi rutin
1x4 mg. Riwayat obat-obatan terlarang maupun menunjukkan hemoglobin 12,5 g/dL, leukosit
merokok disangkal. Keluarga pasien tidak ada 7.100/ mm3, dan trombosit 185.000/ mm3. Gula
yang memiliki keluhan serupa namun riwayat darah saat pasien masuk 128 mg/dL dengan
hipertensi dimiliki oleh ayah dan anak sulung sedikit peningkatan fungsi ginjal yakni ureum 47
pasien. mg/dL dan kreatinin 1,2 mg/dL. Profil lipid
Pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya dalam batas normal yakni kolestrol total 180
konjungtiva anemis maupun peningkatan tekanan mg/dL, dengan HDL 49 mg/dL, dan LDL 101
vena jugularis. Saat di unit gawat darurat, tekanan mg/dL, serta trigliserida 130 mg/dL. Hasil
darah pasien saat masuk 160/100 mmHg di kedua elektrolit dalam batas normal, natrium 140
ekstremitas, nadi 97 kali per menit irreguler kuat mmol/L, kalium 4.1 mmol/L, dan klorida 108
di kedua ekstremitas, laju nafas 18 kali per menit mmol/L.
reguler, dengan saturasi oksigen 99%. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan fisik paru vesikuler tanpa ada suara menunjukkan irama irreguler dengan kesan

27 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Yoesdyanto et al 2018 ARTIKEL ASLI
normoventrikular-respons atrium fibrilasi neuroprotektor citicolin 2x500mg IV, dengan
(Gambar 3). Pemeriksaan CT-scan kepala yang pemasangan nasogastric tube (NGT). Fisioterapi
dilakukan langsung saat masuk rumah sakit dilakukan selama perawatan.
menunjukkan multipel infark di daerah ganglia Perbaikan klinis terjadi selama 10 hari perawatan.
basalis bilateral dan substansia alba Kekuatan motorik meningkat dari 1 menjadi 3,
periventrikuler lateralis bilateral (Gambar 4). pasien mulai dapat mengonsumsi makanan dalam
Pemeriksaan penunjang lainnya seperti TEE bentuk cair, namun belum ada perbaikan kondisi
tidak dilakukan karena keterbatasan fasilitas afasia global. Selama perawatan tanda vital
penunjang pada rumah sakit. pasien baik, tekanan darah terkontrol mencapai
Diagnosis stroke iskemia et causa kardioemboli 130/80 mmHg, tanpa adanya komplikasi, dengan
dengan AF normoventrikular respons ditegakkan. nilai NIHSS 11. Pasien diperbolehkan pulang dan
Selama perawatan, pasien diberikan infus asering dianjurkan untuk kontrol rawat jalan di poli
20 tetes permenit, candesartan 1x8 mg, aspilet terkait.
1x80 mg, pantoprazole 1 vial/ 24 jam IV, dan

Gambar 3. Hasil elektrokardiogram kasus 2

Gambar 4. Gambar CT-Scan kepala kasus 2

Diskusi disebabkan oleh remodeling yang menyebabkan


Patofisiologi utama AF dengan adanya peningkatan volume namun menurunkan
penyebaran listrik ektopik yang menyebabkan kecepatan aliran darah. Hal ini menyebabkan
iregularitas kontraksi jantung yang menyebabkan terbentuknya trombus akibat kondisi darah yang
darah stasis dan memenuhi trias Virchow. stasis. Kondisi stasis dikaitkan dengan
Trombus yang terbentuk lepas lalu menyumbat peningkatan konsentrasi faktor fibrinogen, D-
cabang arteri serebral menyenyebabkan stroke dimer, dan faktor von Willebrand yang
kardioemboli. Pasien dengan AF nonvalvular, merupakan indikasi keadaan protrombotik yang
90% trombus yang terbentuk terletak di left atrial menunjang pembentukan trombus dan berpotensi
appendages (LAA).4 Pembesaran LAA terjadinya embolisasi serebral.2 Emboli jantung

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 28


ARTIKEL ASLI Yoesdyanto et al 2018

ke otak berasal dari satu dari tiga mekanisme: vitamin K (NOACs) seperti inhibitor langsung
stasis darah dan pembentukan trombus dalam trombin (dabigatran) atau faktor penghambat Xa
pembesaran bilik jantung kiri; pelepasan material (rivaroxaban, apixaban atau edoxaban).4,5,8
dari permukaan katup yang abnormal (degenerasi Pasien dengan kasus pertama memiliki skor
kalsifikasi), dan pasase abnormal dari vena ke CHA2DS2-VASc 4; yakni riwayat DM, usia di
sirkulasi arterial (emboli paradoksikal).8,9 atas 75 tahun (2 poin), dan jenis kelamin
Pemeriksaan penunjang untuk melihat risiko perempuan. Pasien kedua memiliki skor
emboli akibat trombus pada LAA dapat dengan CHA2DS2-VASc 4; meliputi riwayat hipertensi,
TEE. usia di atas 75 tahun (2 poin), dan jenis kelamin
Panduan European Society of Cardiology (ESC) perempuan. Skor CHA2DS2-VASc 4
tahun 2016 merekomendasikan penggunaan skor mengindikasikan risiko insiden stroke mencapai
CHA2DS2-VASc (tabel 1) untuk memperkirakan 4%.10 Kedua pasien dapat diberikan OAC sebagai
risiko stroke pada pasien dengan AF, dan terapi profilaksis rutin stroke kardioemboli yang
memulai terapi OAC pada pria dengan skor lebih disebabkan oleh AF. Pengobatan OAC dikaitkan
dari sama dengan 1 dan wanita dengan skor lebih dengan penurunan risiko stroke iskemia pada
tinggi atau sama dengan 2 sebagai terapi pasien dengan AF, dengan pengurangan relative
profilaksis.5 Pedoman American Heart risk (RR) berkisar 33-75%.11,12
Association/ American College of Cardiology/ Insiden stroke kardioemboli lebih tinggi pada
Heart Rhythm Society (AHA/ ACC/ HRS) tahun kasus AF-RVR dibandingkan pada AF-NVR,
2014 juga merekomendasikan skor CHA2DS2- namun kemungkinan terjadi pada AF-NVR tetap
VASc untuk penilaian risiko stroke pada pasien tinggi karena skor CHA2DS2-VASc tidak
dengan AF nonvalvular.10 Skor HAS-BLED dipengaruhi oleh tipe atrium fibrilasi. Pengaruh
(tabel 1) juga dihitung pada pasien dengan AF target terapi berupa rhythm control atau
yang memiliki resiko perdarahan.8,10 Pilihan OAC pulse/rate control belum menunjukkan hasil yang
meliputi antagonis vitamin K (VKA) seperti memuaskan untuk mencegah dan mengurangi
warfarin atau OAC yang bersifat antagonis non- insiden stroke.

Tabel 1. Skor CHA2DS2-VASc dan HAS-BLED6


CHA2DS2-VASc Skor HAS-BLED Skor
Gagal jantung kongestif 1 Hipertensi (tekanan darah sistolik >160 mmHg) 1
Hipertensi 1 Fungsi ginjal dan hati yang abnormal (masing- 1 atau 2
masing 1 poin)*
Usia >75 tahun 2 Stroke 1
Diabetes mellitus 1 Kemungkinan atau predisposisi perdarahan** 1
Stroke/TIA/ Tromboembolik 2 Nilai INR yang labil (jika dalam terapi OAC) 1
Penyakit vaskular (riwayat 1 Usia > 65 tahun 1
miokard infark, peripheral Pemakaian obat terlarang atau alkohol (masing- 1 atau 2
artery disease, plak aorta) masing 1 poin)
Usia 65 – 74 tahun 1
Jenis kelamin perempuan 1
Skor maksimum*** 9 Skor maksimum**** 9
Keterangan:
TIA (Transient Ischemic Attack), INR (International Normalized Ratio), OAC (Oral Anti-Coagulant)
*Fungsi ginjal abnormal ditandai dengan adanya riwayat dialisis rutin, transplantasi ginjal, atau serum kreatinin
≥ 200 mmol/L. Fungsi hati yang tidak normal dengan adanya penyakit hati kronis (misalnya sirosis) atau hasil
biokimia (peningkatan bilirubin 2-3 kali batas atas, peningkatan 3 kali batas aspartat aminotransferase (AST)/
alanin aminotransferase (ALT)/ alkali fosfatase)
**Riwayat perdarahan atau predisposisi (anemia), nilai INR yang labil (dalam rentang terapeutik <60%),
kombinasi antiplatelet dengan antiinflamasi nonsteroid, atau konsumsi alkohol berlebih.
***CHA2DS2-VASc Skor 0: tanpa terapi antitrombotik. Skor 1: rekomendasi terapi antitrombotik (antiplatelet
atau sebaiknya OAC). Skor ≥2: rekomendasi terapi antikoagulan oral.
****Skor HAS-BLED ≥3 menunjukkan bahwa perlu hati-hati saat pemberian terapi OAC dan direkomendasikan
untuk pemantauan rutin

29 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Yoesdyanto et al 2018 ARTIKEL ASLI
Mekanisme utama antikoagulan adalah pencegahan stroke pada pasien AF menunjukkan
mencegah metabolisme intrahepatik epoksida efek protektif yang lebih besar pada pengguna
vitamin K sehingga pembentukan trombin OAC, dengan insiden stroke tahunan 3,93%.
melambat dan pembekuan menjadi terganggu Pemberian kombinasi aspirin dan clopidogrel
karena penurunan aktivitas biologis protein (dual therapy) mengurangi risiko stroke iskemia
kompleks prothrombin. Efek terapeutik OAC (RR 0,72; p <0,001) namun juga meningkatkan
diukur dengan memantau waktu protrombin. risiko perdarahan mayor menjadi 2,42%
Dosis OAC harus disesuaikan untuk mencapai dibandingkan dengan terapi warfarin yang 2,21%
kisaran nilai protrombin yang diinginkan, pertahun. Pasien di atas 75 tahun dengan AF
biasanya diukur sebagai international normalized sebaiknya tetap digunakan OAC, kecuali ada
ratio (INR).13 Kekhawatiran utama pemberian kontraindikasi absolut untuk pasien atau
OAC terutama terhadap risiko pendarahan pada manfaatnya tidak sebanding dengan efek buruk
kelompok dengan faktor risiko yang tidak dapat yang dapat ditimbulkan.15-17 Warfarin mengurangi
dimodifikasi (usia yang lebih tua, kerusakan risiko stroke iskemia dan terjadinya emboli
ginjal atau hati yang signifikan, stroke sistemik sebanyak dua pertiga dibandingkan
sebelumnya, atau kejadian pendarahan dengan plasebo. Bila dibandingkan dengan terapi
sebelumnya, dan keganasan aktif). Kelompok antiplatelet, dosis warfarin yang disesuaikan
pasien AF tersebut sering disebut populasi AF menyebabkan penurunan RR hingga 36% pada
“khusus” karena memiliki risiko kejadian stroke iskemia. Sebagai pembanding, aspirin
komplikasi perdarahan yang tinggi, sehingga mengurangi risiko sebesar 22% insiden stroke
tidak selalu dalam terapi rutin OAC. Solusi iskemia pada pasien dengan AF bila
dengan terapi regimen New Oral Anti-Coagulan dibandingkan dengan kelompok kontrol.16,17 Saat
(NOAC) dapat menjadi pilihan karena warfarin tidak dapat digunakan, aspirin dapat
memberikan manfaat klinis yang lebih baik. 11,12 diberikan dengan dosis 75-300 mg/ hari.16 Aspirin
Tiga konsep pencegahan stroke di AF yakni tidak boleh diberikan bersama warfarin karena
meliputi efek antithrombotik-antikoagulan atau tidak memberikan manfaat tromboprofilaktik
antiagregat yang bertujuan mengurangi efek pro- tambahan dan berpotensi meningkatkan risiko.
trombotik AF, pengobatan antiaritmia yang Terapi OAC dengan warfarin dianjurkan dalam
ditujukan untuk menghilangkan disritmia dan dosis yang disesuaikan untuk mencapai target
menurunkan beban fibrilasi atrium, dan dari segi INR yang lebih rendah (1,6-2,5) sebagai
mekanis ditujukan pada oklusi di LAA, serta pencegahan primer stroke pada pasien AF berusia
melindungi arteri karotid interna dari trombi lebih dari dan sama dengan 75 tahun dengan
sehingga mencegah hipokinetik kerja jantung.14 peningkatan risiko perdarahan (tabel 2).6
Keterbatasan OAC meliputi keamanan dan Skor HAS-BLED pada kedua pasien meliputi
kepatuhan pasien terhadap perawatan. usia di atas 65 tahun dan penggunaan antiplatelet,
Penggunaan OAC dalam jangka waktu lama memberikan skor 2, dengan resiko perdarahan
dikaitkan dengan peningkatan risiko perdarahan yang cukup kecil, yakni 1,88-3,6%.10 Faktor
mayor, termasuk stroke perdarahan. Subyek seperti kepatuhan pasien terhadap pengobatan,
randomized controlled trials yang menerima risiko perdarahan, dan tidak adanya fasilitas
OAC, umumnya memiliki risiko 0,2% pertahun untuk mengevaluasi INR menjadi pertimbangan
untuk mengalami stroke perdarahan (0,1% pada tidak memberikan profilaksis OAC pada kedua
kelompok plasebo dan 0,3% pada kelompok pasien tersebut.
OAC), dan 0,3% untuk perdarahan ekstrakranial Belum ada gold standard untuk mendiagnosis
mayor (0,6-0,9%).14,15 Keseluruhan kejadian stroke kardioemboli, namun adanya kelainan
perdarahan dilaporkan sebesar 1,8% pertahun utama jantung yang dapat menjadi sumber
pada kelompok pasien AF yang berusia di atas 75 emboli, tidak adanya patologis pada arterial yang
tahun. Tingginya insiden perdarahan pada pasien signifikan, serta defisit neurologis mendadak
berusia tua seringkali menyebabkan dilematika merupakan faktor klinis independen yang terkait
dalam pemberian OAC, sehingga dalam beberapa dengan stroke kardioembolik. Sebagai
kasus seringkali digunakan antiplatelet. pembanding, kondisi hipertensi, penyakit paru
Penggunaan clopidogrel dan aspirin bila obstruktif kronik, diabetes, dislipidemia, dan usia
dibandingkan dengan pemberian warfarin untuk terkait secara independen dengan stroke iskemia

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 30


ARTIKEL ASLI Yoesdyanto et al 2018

akibat proses atherotrombotik dengan gejala atau tidak sama sekali dalam 3 bulan, perdarahan
defisit neurologis yang lebih lambat.13,17,18 Etiologi intrakranial simtomatik yang terjadi pada 6,4%
stroke iskemia menjadi lebih sulit apabila populasi dengan kematian pada 17% populasi.
terdapat penyakit jantung dan arteri secara Studi yang melibatkan 2.775 pasien yang
bersamaan.2 Adanya riwayat penyakit jantung terdaftar dalam uji coba tPA menunjukkan hasil
(AF, infark miokard yang belum lama, riwayat bahwa terapi dalam 90 menit pertama onset
gagal jantung sebelumnya) dari anamnesis, memberikan perbaikan klinis yang signfikan
pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik rutin (EKG sebesar 2,8 kali lipat, administrasi menit ke-91
dan temuan pada penunjang neuroimaging) hingga 180 menit sebesar 1,6 kali lipat, dan menit
cukup untuk membuat diagnosis kondisi stroke ke-181 hingga 270 menit sebesar 1,4 kali lipat,
kardioemboli. sementara administrasi dari menit ke-271 sampai
Kedua pasien memiliki onset singkat dengan 360 menit tidak memberikan perbaikan. Hasil
defisit berat yang terjadi mendadak saat optimal dapat didapatkan pada golden period
melakukan aktivitas. Adanya riwayat AF dapat door-to-needle 60 menit. Disimpulkan bahwa
mengarahkan diagnosis stroke kardioemboli. semakin cepat administrasi tPA kepada pasien,
Klinis hemiparesis dekstra pada kedua kasus, dan semakin besar manfaatnya terhadap defisit
afasia global pada pasien kedua dapat neurologi.6
memberikan kemungkinan sumbatan pada arteri
cerebri media hemisfer cerebri sinistra. Dari Tabel 2. Faktor Resiko Perdarahan dalam
beberapa kepustakaan yang ada, trombus yang Penggunaan OAC6
disebabkan oleh AF seringkali menyumbat pada Faktor yang berhubungan dengan Pasien
arteri cerebri media.2,8,9,17 • Usia > 65 tahun
Diagnosis stroke iskemia ditegakkan melalui CT- • Riwayat perdarahan sebelumnya
scan kepala. Namun, stroke akut memiliki time • Riwayat stroke sebelumnya
window, yakni dimulai sejak minimal 3 jam • Anemia
pasca onset untuk munculnya hipodensitas pada • Faktor genetika
gambaran CT-scan kepala.19 Kedua kasus • Jenis kelamin perempuan
menunjukkan CT-scan kepala dilakukan segera • Hipertensi tidak terkontrol
sebelum 3 jam, sehingga gambaran infark luas • Insufisiensi renal
yang diperkirakan terjadi pada kasus • Disfungsi hepar
kardioembolik belum muncul. Target utama • Keganasan
pemeriksaan CT-scan pada pasien stroke adalah Faktor yang berhubungan dengan terapi OAC
kemampuan menyingkirkan kemungkinan stroke • Pemula dalam penggunaan OAC
perdarahan. Kedua pasien menunjukkan adanya • Ketaatan dalam konsumsi OAC
infark lama (dapat terjadi asimptomatik karena • Intensitas terapi (diukur dengan INR)
anamnesis menunjukkan pasien tidak pernah • Rentang terapeutik
mengalami stroke sebelumnya. Infark • Konsumsi vitamin K
atherotrombotik berkaitan dengan faktor resiko • Manajemen konsumsi OAC (pemantauan diri)
lain pada pasien seperti diabetes, hipertensi, usia Pengunaan obat lain yang bersamaan
tua, dan lainnya.
• Antiplatelet
Trombolisis intravena (IV) dengan tissue
• Nonsteroidal anti inflammatory drugs
plasminogen activator (tPA) seperti alteplase
• Medikasi lain yang mengganggu OAC
yang diberikan dalam tiga jam setelah onset
• Konsumsi alkohol berlebih
adalah standar utama pengobatan stroke iskemia
Keterangan: INR (International Normalized Ratio),
akut. Trombolisis IV memiliki beberapa OAC (Oral Anti-Coagulant)
keterbatasan seperti jendela waktu yang singkat,
risiko perdarahan intrakranial, efek kurang Pemberian trombolitik memiliki kriteria inklusi
maksimal pada pasien dengan kontraindikasi usia di atas 18 tahun, diagnosis stroke iskemia
relatif yang menyebabkan rendahnya angka dengan defisit neurologis yang dapat dinilai, dan
pasien yang diobati dengan trombolitik.18 Pasien onset dibawah 180 menit. Kriteria eksklusi
yang diobati dengan tPA setidaknya memiliki absolut yakni riwayat cedera kepala atau stroke
30% risiko mengalami kondisi cacat minimal dalam 3 bulan terakhir, gejala yang mengarah ke
perdarahan subaraknoid, pungsi arteri di tempat

31 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Yoesdyanto et al 2018 ARTIKEL ASLI
yang tidak dapat dikompresi, riwayat perdarahan Perbaikan klinis terjadi pada pasien selama
intrakranial, tekanan darah sistolik >185 mmHg perawatan meskipun masih terdapat gejala sisa
atau diastolik >110 mmHg yang tidak responsif defisit neurologis. Setelah 10 hari perawatan dan
dengan antihipertensi, adanya bukti perdarahan fase akut stroke selesai, kedua pasien
aktif, jumlah trombosit <100.000/mm3, mendapat dipulangkan tanpa adanya komplikasi. Kesulitan
heparin dalam 48 jam, hasil aPTT di atas batas untuk mengidentifikasi etiologi utama yang
nilai normal, menggunakan antikoagulan dengan berperan pada kejadian stroke membuat seluruh
INR > 1,47 atau PT > 15, gula darah <50 mg/dL, faktor resiko (DM dan hipertensi) dikontrol untuk
CT-scan kepala dengan bukti infark multilobar mencegah kemungkinan kejadian selanjutnya.
(hipodensitas lebih dari sepertiga hemisfer
serebri). Kriteria eksklusi relatif berupa stroke Simpulan
minor atau dengan perbaikan yang cepat, kejang Salah satu penyebab terbesar stroke
saat onset stroke, pembedahan besar atau trauma kardioembolik adalah atrium fibrilasi. Infark
serius dalam 14 hari, perdarahan saluran cerna serebri akibat kardioemboli adalah subtipe infark
atau traktus urinarius dalam 21 hari, dan infark iskemia dengan mortalitas tertinggi di rumah
miokard akut dalam 3 bulan.6 sakit selama fase akut stroke. Tatalaksana yang
Kedua pasien masuk dalam kandidat pemberian tepat sangat penting untuk meningkatkan kualitas
trombolitik karena memenuhi kriteria inklusi hidup pasien, mengingat tingkat keparahan stroke
tanpa adanya kriteria eksklusi. Keterbatasan kardioemboli dan kecacatan yang dihasilkan
tatalaksana awal yakni trombolitik juga menjadi lebih besar dibandingkan dengan stroke non-
suatu masalah pada rumah sakit pada kabupaten kardioemboli.
perifer sehingga tatalaksana utama trombolitik
pada stroke akut tidak dapat dilakukan. Pasien Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
ditatalaksana dengan antiplatelet, aspirin 1x80 presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
mg sebagai pengganti OAC. Kepustakaan
Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
menunjukkan antiplatelet dapat digunakan bila sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
OAC tidak dapat diberikan karena adanya Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
kontraindikasi absolut maupun relatif, meskipun Denpasar tanggal 22-24 Sepetember 2017 di
OAC tetap lebih superior.14,15 Denpasar, Bali.

Daftar Rujukan 7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.


1. Guzmán JD. Cardioembolic stroke: epidemiology. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Lap
Neurología. 2012;27:4–9. Nas 2013. 2013:1-384.
2. Arboix A, Alioc J. Cardioembolic Stroke: Clinical 8. Fauchier L, Lecoq C, Clementy N, Bernard A,
Features, Specific Cardiac Disorders and Angoulvant D, Ivanes F, et al. Oral
Prognosis. Current Cardiology Reviews. 2010; Anticoagulation and the Risk of Stroke or Death in
6(3):150–161. Patients With Atrial Fibrillation and One
3. Andrade J, Khairy P, Dobrev D, Nattel S. The Additional Stroke Risk Factor. 2016;149(4):960–
Clinical Profile and Pathophysiology of Atrial 968.
Fibrillation. Circulation Research. 9. Castellano JM, Chinitz J, Willner J, Fuster V.
2014;114(9):1453–1468. Mechanisms of Stroke in Atrial Fibrillation.
4. Iwasaki Y-K, Nishida K, Kato T, Nattel S. Atrial Cardiac Electrophysiology Clinics. 2014;6(1): 5–
Fibrillation Pathophysiology: Implications for 15.
Management. Circulation. 2011;124(20):2264– 10. Lane DA, Lip GYH. Use of the CHA DS -VASc
2 2

2274. and HAS-BLED Scores to Aid Decision Making


5. Kim Y-H, Roh S-Y. The Mechanism of and for Thromboprophylaxis in Nonvalvular Atrial
Preventive Therapy for Stroke in Patients with Fibrillation. Circulation. 2012;126(7): 860–865.
Atrial Fibrillation. Journal of Stroke. 11. Potpara TS, Lip GY. Oral Anticoagulant Therapy
2016;18(2):129–137. in Atrial Fibrillation Patients at High Stroke and
6. Millan M, Dorado L, Davalos A. Fibrinolytic Bleeding Risk. Progress in Cardiovascular
Therapy in Acute Stroke. Current Cardiology Diseases. 2015;58(2): 177–194.
Reviews. 2010Jan;6(3):218–226. 12. Patel TK, Passman RS. Atrial Fibrillation and
Stroke: The Evolving Role of Rhythm Control.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 32


ARTIKEL ASLI Yoesdyanto et al 2018

Current treatment options in cardiovascular Aged Study, BAFTA): a randomised controlled


medicine. 2013;15(3): 299-312. trial. The Lancet. 2007;370(9586): 493–503.
13. Kamel H, Okin PM, Elkind MS, Iadecola C. Atrial 16. Freeman WD, Aguilar MI. Prevention of
Fibrillation and Mechanisms of Stroke. Stroke. Cardioembolic Stroke. Neurotherapeutics.
2016. 47(3): 895-900. 2011Mar;8(3): 488–502.
14. Robinson AA, Ikuta K, Soverow J. 17. Kamel H, Healey JS. Cardioembolic Stroke.
Anticoagulation for the Acute Management of Circulation Research. 2017 Feb;120(3): 514–526.
Ischemic Stroke. The Yale Journal of Biology and 18. Arboix A, Alió J. Acute Cardioembolic Cerebral
Medicine. 2014;87(2): 199-206. Infarction: Answers to Clinical Questions. Current
15. Mant J, Hobbs FR, Fletcher K, Roalfe A, Cardiology Reviews. 2012;8(1): 54-67.
Fitzmaurice D, Lip GY, et al. Warfarin versus 19. Bhatia K, Newey C, Karthikeyan N, Nattanmai P.
aspirin for stroke prevention in an elderly Imaging Modalities in Acute Ischemic Stroke.
community population with atrial fibrillation (the American Journal of Hospital Medicine.
Birmingham Atrial Fibrillation Treatment of the 2017;1(2);1-12.

33 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 1:34-38, 2018
ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

LAPORAN KASUS PARKINSON’S


DISEASE DEMENTIA: ASPEK
NEUROKOGNITIF DAN HALUSINASI
VISUAL
Ketut Widyastuti1, Anak Agung Ayu Putri Laksmidewi1
1
Neurolog/Staf Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i1.8


Disetujui 1 September 2017
Publikasi 21 Januari 2018 Korespondensi: ketutwidyastuti@yahoo.co.id

ABSTRAK

Latar Belakang: Penderita penyakit Parkinson berisiko didapatkan resting tremor, rigiditas, bradikinesia,
6 kali lebih tinggi untuk mengalami demensia hilangnya reflek postural, dan tanda Myerson positif
dibandingkan populasi normal. Parkinson’s Disease dengan stadium 4 Hoehn Yahr. Pemeriksaan
Dementia (PDD) terjadi pada stadium lanjut sebelum neurokognitif menunjukkan gangguan atensi, memori,
atau setelah munculnya gejala motorik, sedangkan visuospasial, fungsi eksekutif, dan halusinasi visual.
gangguan fungsi kognitif dan halusinasi visual terjadi Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
pada stadium awal. kepala menunjukkan atropi berat pada otak. Pasien
Kasus: Seorang wanita berusia 55 tahun dengan mengalami perbaikan klinis dengan terapi
keluhan gangguan memori yang semakin memberat farmakologis dan stimulasi kognitif.
sejak setahun lalu. Gejala fluktuatif, rekuren, menetap, Simpulan: Identifikasi dini gejala motorik, non
serta mengganggu aktivitas harian pasien. Pasien motorik, kognitif, dan neuropsikiatri terutama
mengeluh sering melihat bayangan orang atau binatang halusinasi visual pada pasien dengan penyakit
tertentu terutama di malam hari. Tidak ada gangguan Parkinson sangatlah penting guna memberikan
proses pikir atau bicara kacau. Pemeriksaan fisik tatalaksana yang tepat.

Kata Kunci: Demensia, penyakit Parkinson, halusinasi visual, gangguan memori


ABSTRACT

Background: The risk of dementia is 6 times higher in bradykinesia, loss of postural reflex and positive
people with Parkinson's Disease (PD). Parkinson's Myerson sign with stage 4 Hoehn Yahr.
Disease Dementia (PDD) is usually seen at an Neurocognitive examination found impairment of
advanced stage and may occur before or after the onset attention, memory, visuospasial, executive function,
of motor symptoms, meanwhile cognitive dysfunction with visual hallucinations. Head Magnetic Resonance
and visual hallucination occur in the early stage. Imaging showed severe brain atrophy. She experienced
Case: A 55-years-old woman with worsening memory improvement with pharmacological therapy and
impairment since 1 year ago. It is very fluctuating, cognitive stimulation.
recurrent, persistent so patients unable to perform her Conclusion: Early recognition of motoric, non-
daily activities. She often sees the shadow of a person motoric, cognitive, and neuropsychiatric symptoms
or particular animal especially at night. Examination mainly visual hallucination is essential to provide
revealed no distractions of thought or speech disorder. proper patient’s management.
Physical examination found resting tremor, rigidity,

Key words: Dementia, Parkinson’s Disease, visual hallucination, memory impairment

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 34


ARTIKEL ASLI Widyastuti dan Laksmidewi 2018

Latar Belakang Pasien maupun keluarganya menyangkal


Gangguan fungsi kognitif merupakan salah satu memiliki riwayat penyakit kronis, penyakit berat
gejala non motorik pada pasien Parkinson’s yang membutuhkan rawat inap, maupun penyakit
Disease (PD) yang berkaitan dengan perubahan yang mengharuskan mengonsumsi obat secara
neurotransmitter pada jalur dopaminergik dan rutin. Tidak ada riwayat penyakit yang sama
kolinergik.1 Walaupun gejala motorik (tremor, dalam keluarga.
rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya reflek Pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital normal
postural) digunakan untuk menegakkan diagnosis dengan kesadaran alert namun cenderung diam.
PD namun gejala non motorik sangat penting Didapatkan tanda PD berupa resting tremor dan
untuk menentukan kualitas hidup penderita PD. 2 rigiditas pada keempat ekstemitas. Bradikinesia
insidensi demensia pada PD terjadi setelah ditandai dengan kedipan mata berkurang, wajah
maupun sebelum munculnya gejala motorik. seperti topeng, hipofonia, mikrografia, dan
Demensia yang muncul mendahului gejala langkah kecil-kecil. Refleks postural menghilang
motorik Parkinson disebut dengan Dementia with dan didapatkan tanda Myerson yang positif.
Lewy Bodies (DLB).3 Pengenalan gejala Kesimpulan evaluasi klinis pasien menunjukkan
demensia pada pasien PD sangat penting bagi PD stadium 4 menurut stadium Hoehn Yahr.
klinisi sehingga bisa memberikan tatalaksana Pemeriksaan neurokognitif menunjukkan adanya
yang tepat seperti halnya gejala motorik.4 gangguan atensi dan orientasi pada digit span test
Berikut merupakan laporan kasus DLB dari aspek and vigilance. Pasien tidak mampu mengerjakan
neurokognitif dengan gejala halusinasi visual. pemeriksaan clock drawing test maupun trail
making test. Adanya gangguan memori (recent,
Laporan Kasus recall, dan recognition memory), gangguan
Seorang wanita pegawai negeri sipil berusia 55 visuospasial, dan fungsi eksekutif. Terdapat
tahun dibawa keluarganya ke dokter saraf karena halusinasi visual dengan bentuk yang baik,
mengalami gangguan kognitif berupa kompleks, dan detail. Mini Mental Status
kebingungan, mudah lupa dengan kejadian yang Examination (MMSE) dengan skor 12 (skor
baru dialami, serta tidak mengenali keluarganya. normal 24-30) menunjukkan gangguan kognitif
Sebelumnya pasien dirawat oleh psikiater karena berat dengan gangguan pada aktivitas harian.
mengalami keluhan sering melihat bayangan
orang atau binatang tertentu terutama di malam
hari. Hal ini sangat menganggu karena pasien
menjadi panik, berteriak dan tidak bisa tidur.
Tidak ada gangguan proses pikir atau bicara
kacau. Hal tersebut telah berlangsung sekitar 1
tahun terakhir dan semakin memberat. Tahap
awal penyakit, gangguan kognitif yang terjadi
sangat berfluktuasi. Misalnya, hari ini pasien
dapat diajak bercakap-cakap, namun hari
berikutnya pasien tampak mudah mengantuk,
acuh tak acuh, dan menjadi pendiam. Keluhan
non motorik ini menyebabkan pasien tidak
mampu mengatur pekerjaan rutinnya sehingga
dibebastugaskan oleh atasannya.
Gejala motorik yang timbul berupa gemetar pada
kedua tangan dan kekakuan pada keempat
ekstremitas sejak beberapa bulan terakhir. Hal
tersebut membuat pasien kesulitan berjalan
karena langkahnya menjadi kecil-kecil dan sering
nyaris terjatuh sehingga harus dibantu untuk
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, Gambar 1. Gambaran Magnetic Resonance Imaging
berpakaian dan makan. kepala pasien

35 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Widyastuti dan Laksmidewi, 2018 ARTIKEL ASLI
Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging gangguan fungsi kognitif dan eksekutif saat
(MRI) kepala menunjukkan sulkus dan girus stadium awal.2
korteks serebri yang sangat prominen disertai Gangguan daya ingat merupakan keluhan utama
pelebaran ventrikel lateralis bilateral dan pada laporan kasus ini. Tipe dan kualitas
ventrikel III. Hal ini mendukung adanya atropi gangguan memori pada PD tidak seberat pada
otak yang berat. Alzheimer Disease (AD). Pasien PD mengalami
Kesimpulan anamnesis, pemeriksaan fisik, gangguan memori eksplisit yaitu informasi baru
neurokognitif, dan penunjang menunjukkan dapat tersimpan namun tidak bisa segera diakses.
adanya demensia pada pasien dengan penyakit Hal ini menyebabkan gangguan pada proses
Parkinson. Demensia tersebut timbul sebelum penyimpanan informasi.3 Defisit memori verbal
munculnya keluhan motorik, sehingga (immediate dan delayed recall) sering dijumpai,
menyokong diagnosis DLB. namun tidak separah AD. Gangguan kualitas
Penanganan kasus DLB bervariasi. Pengobatan memori pada PD berbeda dengan yang ditemukan
gejala motorik dengan pemberian obat golongan pada AD. Gangguan free recall terjadi baik pada
dopaminergik. Perbaikan fungsi kognitif pasien AD dan PDD, namun recognition memory pasien
dengan pemberian golongan asetilkolinesterase PDD masih baik.2,3
inhibitor (rivastigmin 3-12 mg yang dosisnya Gangguan fungsi eksekutif merupakan jenis
dinaikkan secara bertahap). Rivastigmin dapat gangguan kognitif yang paling sering terjadi pada
memperbaiki keluhan kognitif dan halusinasi pasien PD. Fungsi eksekutif mencakup fungsi
pada Parkinson’s Disease Dementia (PDD) tanpa kognitif yang berkaitan dengan pemecahan
memperburuk efek ekstrapiramidal. Gejala masalah, realisasi terhadap tujuan, perilaku
psikotik dan halusinasi visual diterapi dengan adaptif terhadap situasi baru dan lingkungan yang
antipsikotik atipikal seperti clozapine atau memberikan tantangan. Instrumen dari fungsi
risperidone. eksekutif berupa atensi, inhibisi, manajemen
Pasien mengalami perbaikan gejala motorik dan tugas, perencanaan dan monitoring. Pasien pada
kognitif dengan kombinasi terapi farmakologi laporan kasus ini mengalami gangguan fungsi
dan stimulasi kognitif di klinik neurobehavior. eksekutif yang menyebabkan tidak dapat
kesulitan dalam pekerjaannya. Hal itu membuat
pasien diberhentikan dari pekerjaannya.
Selain disfungsi eksekutif umumnya juga
ditemukan defisit visuospasial pada pasien PD
non demensia. Keterampilan visuospasial
mencakup sejumlah kemampuan kognitif terkait
dengan kemampuan memproses informasi visual,
meliputi pengenalan pola dan kemampuan
konstruksi. Pasien pada laporan kasus ini juga
mengalami gangguan visuospasial karena pasien
mengalami kesulitan saat mengerjakan clock
Gambar 2. Gambaran Magnetic Resonance
drawing test (CDT). Gangguan visuospasial dan
Angiography kepala pasien
memori yang terjadi pada pasien disebabkan
Pembahasan proses sekunder akibat gangguan fungsi eksekutif
Demensia merupakan defisit kognitif multipel yang terjadi sebelumnya.2,3
yang menyebabkan gangguan fungsi pekerjaan Proprosi pasien DLB berkisar antara 15-20% dari
dan sosial. Demensia yang terjadi sebagai seluruh demensia. Manifestasi klinis PDD dan
konsekuensi patologi dari PD disebut dengan DLB memiliki banyak kemiripan sehingga sulit
Parkinson’s Disease Dementia. Risiko penderita dibedakan, kecuali pada onset gangguan kognitif
PD mengalami demensia 6 kali lebih tinggi dan gejala psikosis yang menyertai. Klinis DLB
dibandingkan dengan kelompok tanpa PD pada ditandai dengan gejala penurunan progresif
kelompok umur yang sama. Demensia pada PD fungsi kognitif dengan gangguan atensi dan
umumnya terjadi pada stadium lanjut, meskipun halusinasi yang muncul sebelum gejala motorik
pasien PD telah memperlihatkan perlambatan dan Parkinson.3 Pasien pada laporan kasus ini
mengalami gangguan kognitif disertai gejala

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 36


ARTIKEL ASLI Widyastuti dan Laksmidewi 2018

psikosis halusinasi visual yang terjadi sebelum pada fungsi non motorik seperti fungsi kognitif,
terjadinya gangguan motorik (tremor, kekakuan motivasi, perhatian dan kontrol perilaku. Selain
ekstremitas dan langkah kecil-kecil). Pasien jalur dopamin, proses degeneratif juga mengenai
awalnya berobat ke psikiater karena perubahan jaras lain seperti jaras neurotransmitter
perilaku dan keluhan halusinasi visual dan noradrenalin dan serotonin. Hilangnya neuron
diberikan terapi antipsikotik. dopaminergik, serotonergik dan noradrenergik
Gejala psikotik berupa halusinasi visual akan mengakibatkan deplesi neurotransmitter
merupakan keluhan tersering pada PDD maupun dopamin, serotonin dan noradrenalin yang
DLB. Halusinasi merupakan persepsi sensoris selanjutnya mendasari timbulnya gangguan
tanpa adanya stimulus eksternal. Berbeda dengan kognitif pada PD.7
psikosis akibat penggunaan obat dopaminergik Gambaran MRI kepala pasien ini menunjukkan
ataupun delirium yang sering menyertai PD, adanya atropi serebri yang menyokong bahwa
halusinasi visual ini bersifat menetap, terjadi kerusakan neuron pada kasus demensia.
berfluktuasi, ataupun berulang. Halusinasi visual Kerusakan neuron pada PD terjadi pada area
ini tidak disertai dengan waham, bicara kacau, subkortikal dan kortikal. Degenerasi sistem
atau gejala negatif lainnya. Halusinasi yang dopaminergik mesokortikal menyebabkan deplesi
muncul biasanya berupa obyek familiar dan dopamin pada korteks frontal dari area
cenderung tidak membahayakan dengan bentuk tegmentum ventral yang menimbulkan gangguan
beragam. Sebaliknya halusinasi yang terjadi pada fungsi eksekutif. Hilangnya neuron kolinergik
demensia yang progresif akan berkembang tampak jelas pada nukleus basalis Meynert
sehingga mengancam dan membahayakan disertai dengan berkurangnya aktivitas kolinergik
menyebabkan tes realita yang terganggu, di korteks. Nukleus tersebut mengandung 90%
kepanikan, dan kecemasan pasien. Halusinasi neuron kolinergik dan merupakan proyeksi
pada DLB muncul sebelum gejala motorik kolinergik utama ke amigdala dan neokorteks.
sedangkan pada PDD muncul dalam kurun Sejalan dengan perubahan neuropatologis
setahun pasca gejala motorik.3 subkortikal, perubahan kortikal juga berperan
Pasien pada laporan kasus ini mengalami gejala pada etiologi PDD. Proses patologis α-synuclein
sindrom diseksekutif progresif dan fluktuatif ditemukan lebih banyak pada PDD dan DLB yang
dengan halusinasi visual yang disertai dengan juga memiliki gambaran patologis plak amyloid
gangguan aktivitas hidup harian. Profil gangguan seperti pada penderita Alzheimer. Gangguan
kognitif pada PD dapat dilihat dari berbagai area fungsi kognitif pada PD kemungkinan besar
kognitif yaitu atensi, fungsi eksekutif, memori akibat kombinasi beberapa faktor baik fungsional
dan visuospasial. Secara umum angka kejadian (neurotransmitter dan biokimia) maupun
gangguan kognitif pasien PD saat onset 2 dan 5 struktural (neuron dan sinapsis).8,9
tahun sebesar 2,4% dan 5,8%. Hal tersebut Terapi antiparkinson dapat mengurangi gejala-
memberikan gambaran bahwa gangguan kognitif gejala motorik melalui peningkatan ketersediaan
sebenarnya telah timbul pada stadium awal PD, dopamin. Prekursor dopamine yaitu levodopa
dan dalam banyak kasus gangguan ini merupakan terapi efektif untuk mengontrol gejala
asimtomatis, namun dapat terdeteksi dengan tes motorik pada PD. Pemberian levodopa ini
neuropsikologi.5 biasanya dikombinasikan dengan pemberian
Gejala PD baru akan muncul bila sel neuron preparat carbidopa, yang merupakan enzim
dopaminergik substansia nigra mengalami penghambat metabolisme dopamin di perifer.
kerusakan lebih dari 50%, penurunan kadar Pemberian agonis reseptor dopamine
dopamin hingga 80%, disertai pembentukan (pramipexole, ropinirole) dapat meningkatan
inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy Bodies).6 aktifitas dopamine pasca sinaps, sedangkan
Penurunan neurotransmitter dopamin penghambat oxidase-B monoamine (selegeline)
mengakibatkan gangguan pada jaras dan penghambat transferase katekolamin
dopaminergik yaitu jalur nigrostriatal, (talcapone), bekerja menghambat metabolisme
mesolimbik dan mesokortikal. Jalur nigrostriatal dopamin dan meningkatkan sinaps dopamin.
merupakan jalur dopamin yang berfungsi pada Amantadin dan agen antikolinergik seperti
sistem motorik, sedangkan jalur mesolimbik dan trihexiphenidyl juga digunakan untuk
mesokortikal merupakan jalur yang berperan mengkontrol gejala motorik. Pasien pada laporan
3

37 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Widyastuti dan Laksmidewi, 2018 ARTIKEL ASLI
kasus ini diberikan terapi levodopa kombinasi serotonergik yang menurunkan kadar serotonin
carbidopa dan terapi trihexyphenidyl. atau stimulasi yang berlebihan dari reseptor
Intervensi farmakologi demensia saat ini lebih serotonergik akibat terapi dopaminergik.
bersifat simptomatik dan berdasarkan Defisiensi kolinergik memegang peranan untuk
kompensasi akibat hilangnya aktivitas kolinergik terjadinya psikosis pada pasien PD dengan
di korteks serebri. Menurunnya proyeksi gangguan kognitif. Manifestasi psikotik pada
ascending cholinergic dari nukleus basalis PDD dan DLB bisa akibat kontribusi dari faktor
Meynert berperan pada PDD dan DLB dengan endogen (PDD dan DLB) dan faktor eksogen
integritas kortikal relatif masih baik dibandingkan (substance-induced). Bila muncul gejala psikotik
AD. Rivastigmin (cholinesterase inhibitors) eksogen, antipsikosis atipikal dan penurunan
memperbaiki gejala kognitif dan halusinasi pada dosis antiparkinson merupakan strategi yang
PD demensia tanpa memperburuk efek dapat dipertimbangkan. Pada psikosis endogen,
ekstrapiramidal. Pemberian jangka panjang terutama pada DLB dan PDD, cholinesterase
rivastigmin berhubungan dengan perbaikan klinis inhibitor dapat dipilih. Gejala pada PD seringkali
pasien PDD. Perbaikan fungsi kognitif pada hasil dari faktor endogen dan eksogen, sehingga
laporan kasus ini dengan memberikan rivastigmin kombinasi strategi keduanya dapat digabungkan. 3
3-12 mg yang dosisnya dinaikkan secara
bertahap.3 Simpulan
Patofisiologi gejala psikosis seperti halusinasi Gangguan fungsi kognitif merupakan salah satu
visual pada PD tidak diketahui secara pasti. gejala non motorik pada pasien PD yang ditandai
Laporan terjadinya psikosis pada pasien PD dengan gangguan memori, atensi, fungsi
sering timbul pada penggunaan terapi levodopa. eksekutif, dan visuospasial. Gejala neuropsikiatri
Gejala akan membaik dengan penurunan dosis. dominan dengan gambaran psikotik berupa
Hipotesis bahwa gejala psikosis yang terjadi halusinasi visual. Patologi yang bervariasi
sekunder akibat hipersensitifitas reseptor berkaitan dengan fungsi dopaminergik dan non
dopamin di regio mesokortikal dan mesolimbik dopaminergik. Identifikasi dini gejala motorik,
yang diakibatkan stimulasi berlebih dari kognitif, dan neuropsikiatri sangat penting untuk
pengobatan dopaminergik. Terjadi tatalaksana lanjut pasien PD.
ketidakseimbangan sistem dopaminergik dan

Daftar Rujukan 5. Uc EY, McDermott MP, Marder KS, Anderson


1. Melzer TR, Watts R, MacAskill MR, Pitcher TL, SW, Litvan I, Como PG, Auinger P, Chou KL,
Livingston L, Keenan RJ, Dalrymple-Alford JC, Growdon JC. Incidence of and risk factors for
Anderson TJ. Grey matter atrophy in cognitively cognitive impairment in an early Parkinson disease
impaired Parkinson's disease. 2012. J Neurol clinical trial cohort. 2009. Neurology;
Neurosurg Psychiatry; 83(2):188-94 73(18):1469-77.
2. Kelompok studi movement disorder, Perdossi. 6. Remy P, Doder M, Lees A, Turjanski N, Brooks
Gejala non motorik penyakit Parkinson. Dalam: D. Depression in Parkinson's disease: loss of
Buku panduan tatalaksana penyakit Parkinson dan dopamine and noradrenaline innervation in the
gangguan gerak lainnya. 2013. Penerbit limbic system. 2005. Brain;128(Pt 6):1314-22.
Asembilan Mathba’ah Utama. Depok. Edisi 7. Carlson, NR. Neurotransmitter and
pertama. h25-48 neuromodulators. Dalam: Physiology of Behavior.
3. Wolters ECh, Laar TV, Berendse HW. Parkinson’s 2004. Massachusetts, Pearson. Edisi 8: 112-128
Disease-related Cognitive Impairment and 8. Olanow CW, Stern MB, Sethi K. The scientific and
Dementia (PDD and DLB). Dalam: Parkinsonism clinical basis for the treatment of Parkinson
and Related Disorders. 2008. Amsterdam. VU disease. 2009. Neurology;72(21 Suppl 4):S1-136.
University Press. pp.191-197 9. Grahn JA, Parkinson JA, Owen AM. The cognitive
4. Steinerman JR, Sebastián EN, Stern Y. Cognitive functions of the caudate nucleus. Prog Neurobiol.
Aspects of Parkinson’s Disease and Other 2008;86(3):14
Neurodegenerative Movement Disorders. 2016.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 38

Anda mungkin juga menyukai