Sampah
Mulai dari Bantar Gebang di Jakarta hingga 'gunung berasap' Manila, tempat
pembuangan sampah terbuka mengotori kota-kota Asia Tenggara. Perencana
kota harus mengejar urbanisasi dan pertumbuhan industri.
Satu solusi adalah fasilitas yang lebih baik untuk membuat kompos dari sampah organik
- terutama di negara-negara seperti Thailand yang hampir separuh dari 1,1 kilogram
sampah rumah tangga yang diproduksi setiap warga per hari adalah sampah
terbiodegradasikan.
Sembari mengangkat tempat sampah berisi makanan basi dan pecahan botol bir ke
dalam truk sampah, sekelompok tukang sampah di Bangkok mengatakan warga
Thailand harus mengubah kebiasaan mereka atau bersiap menghadapi konsekuensi.
"Sulit untuk memecahkan masalah sampah," tutur Wutthichai Namuangrak, yang
tampaknya sudah kebal dengan bau menyengat dari dalam truk sampah. "Kami dapat
membantu dengan mengambil sampah, tapi warga tak bisa hanya mengandalkan kami."
Masalah Sampah di Indonesia dan
Solusinya
Oleh:
Dedi Sudrajat
Anggota Komisi B DPRD Karawang, Fraksi PKS
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber
hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Sampah berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan,
rumah sakit, pasar, dsb. Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi
sampah organik atau sampah basah, contoh sampah dapur, sampah
restoran, sisa sayuran, rempah-rempah termasuk sisa buah yang dapat
mengalami pembusukan secara alami.
Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah
yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru. Dari pada
mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah
yang terus meningkat, minimalisasi sampah harus dijadikan prioritas
utama. Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat
dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke
sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini.
Industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk
memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku
untuk semua jenis dan alur sampah.
Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal dari
produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk
mudah didaur-ulang perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem
daur-ulang.
Para peneliti menyisir garis pantai Australia yang besar pada interval sekitar 100
kilometer, dan telah mengumpulkan data terbesar mengenai sampah di lautan.
Mahasiswa, guru, ilmuwan serta pegawai Shell ikut serta menyisir pantai-pantai di
seluruh negeri sebagai bagian dari proyek selama tiga tahun tersebut.
Hasil penelitian mereka menolak anggapan bahwa benda-benda yang mengotori pesisir
Australia adalah sampah dari negara-negara lain yang terseret arus.
Laporan itu menyatakan bahwa pembuangan sampah secara sembarangan dan ilegal
adalah penyebab utama adanya sampah di pantai-pantai Australia, dan salah satu
peneliti Dr. Chris Wilcox mengatakan masalahnya lebih buruk dekat daerah-daerah
metropolitan.
Tidak hanya dari orang-orang yang tinggal di pantai, ujarnya, tapi juga dibawa arus
melalui saluran air dan sungai menuju pantai. Semakin dekat ke kota, pantai akan
semakin kotor dan dipenuhi sampah, tambahnya.
Laporan tersebut mengatakan sampah laut tidak hanya membahayakan navigasi kapal
tapi juga merusak terumbu karang dan mengganggu sektor pariwisata, serta
menewaskan dan melukai kehidupan liar.
Survei itu menemukan bahwa 75 persen sampah di sepanjang pantai Australia adalah
plastik.
Para peneliti mengatakan bahwa sampah berdampak parah pada burung-burung laut.
Penyu-penyu kecil juga memakan sampah, barangkali karena plastik lembut dan jernih
itu tampak seperti makanan alaminya, yaitu ubur-ubur.
Australia adalah benua berpenduduk yang terkering di dunia dan memiliki sekitar 50.000
kilometer garis pantai.
Sejak lebih dari 10 tahun, para peneliti mencoba untuk mengungkap masalah
pengotoran laut berdasarkan burung laut yang mati. Rata-rata ditemukan 31 partikel
plastik di lambung bangkai hewan yang biasanya terdampar di pesisir pantai. Dari data
ini para peneliti memperkirakan pada setiap kilometer persegi permukaan air ada
sekitar 18.000 partikel plastik. Kadang ukurannya sangat kecil, kadang sebagai kantong
plastik utuh.
Plastik Bertahan di Laut Ratusan Tahun
Banyak plastik yang baru terurai setelah 450 tahun, kata Benjamin Bongardt pakar
sampah dari ikatan perlindungan alam Jerman (NABU). Sebagian besar pengotoran
berasal dari plastik yang diproduksi abad ini. "80 persen plastik datang dari darat dan
tidak dari laut. Artinya, plastik tidak dibuang dari kapal, melainkan dari turis, penduduk
yang dibawa sungai dan angin ke lautan." Khususnya plastik yang tipis dan ringan dan
setelah dipakai sekali langsung dibuang, mudah terbang dari lokasi pembuangan
sampah.
Komisi Eropa di Brüssel kini memutuskan untuk mendesak negara anggota mengurangi
secara drastis penggunaan kantong plastik. 100 milyar kantong plastik digunakan di Uni
Eropa setiap tahun. Komisaris urusan lingkungan Janez Potocnik: "Lebih dari delapan
milyar plastik menjadi sampah dan menimbulkan masalah lingkungan luar biasa,
khususnya hewan yang menelan partikelnya."
Empat Kantong Plastik di Finlandia, 450 di Slowakia
Namun masalah kantong plastik tidak sama bagi setiap negara. Denmark dan Finlandia
hanya membutuhkan empat kantong plastik per orang setiap tahunnya. Sementara
Polandia, Portugal dan Slowakia perlu lebih dari 450 kantong. Di Jerman per orangnya
menggunakan 70 kantong plastik. "Beberapa negara anggota telah sukses mengurangi
jumlah kantong plastik", ujar Potocnik. "Jika negara lain mengikutinya, maka konsumsi
di Uni Eropa bisa berkurang 80 persen."
Usulan komisaris lingkungan Uni Eropa harus diterima terlebih dahulu oleh Parlemen
Eropa dan dewan menteri Uni Eropa yang diwakili pemerintahan negara anggota.
Beberapa diantaranya bisa mengajukan keberatan. Negara dengan industri plastik yang
kuat seperti Perancis dan Jerman akan berusaha mengurangi tuntutan Uni Eropa.
Benjamin Bongart dari NABU mendukung usulan komisaris Uni Eropa. Ia merujuk pada
langkah yang diambil oleh Irlandia. Negara ini setiap tahunnya menaikkan pajak
penggunaan kantong plastik. Saat ini setiap kantong plastik pajaknya 22 sen:
"Dampaknya, jumlah penggunaan kantong plastik berkurang hingga 90 persen dan kini
setiap penduduk di Irlandia per tahunnya hanya menggunakan 18 kantong plastik."
Pakar masalah sambah dari NABU ini menganggap Uni Eropa sebagai
motor perlindungan lautan di seluruh dunia. Karena ini bukan hanya masalah di Eropa.
Khususnya di negara ambang industri yang semakin maju juga semakin banyak
menggunakan produk plastik.
Jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut, masalah di Eropa tidak separah itu.
Bongardt menambahkan, "Tentu Uni Eropa tidak bisa menyelesaikan masalah di
seluruh dunia. Tapi setidaknya kita bisa memberikan contoh baik dan mengatakan kita
di negara industri berupaya mengurangi plastik. Dan mungkin saja ini bisa diikuti oleh
beberapa negara ambang industri."