OLEH KELOMPOK 3 :
DITA SIANINA MERYANI
ELVA YUSANTI
ERPINA
WAHYUNINGSIH
Penyusunan makalah ini telah kami selesaikan dengan lancar,tetapi kami menyadari bahwa
penyusunan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna,jadi kami mohon untuk
memberikan masukan,kritik,dan saran yang membangun demi perbaikan dalam penyusunan
tugas makalah ini.
Akhir kata kami berharap tugas ini sangat berguna dan membantu menyumbangkan pengetahuan
tentang mata kuliah asuhan neonatus bayi dan balita khususnya bagi mahasiswa Kebidanan.
Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu factor resiko yang
mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi
berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya, sehingga membutahkan biaya perawatan yang tinggi.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita energy
kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian
bayi dan balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan
memperlambat pertumbuhan dan perkambangan anak, serta berpengaruh pada penurunan
kecerdasan.
Salah satu indicator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi
(AKB).Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi, maka kematian bayi di
Indonesia tercatat 510 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2003.Ini memang bukan gambaran
yang indah karena masih tergolong tinggi bila di bandingkan dengan Negara-negara di ASEAN.
Penyebab kematian bayi terbanyak karena kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR), sementara
itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7-14% yaitu sekitar 459.200-900.000 bayi
( depkes RI 2005)
Menurut perkiraan WHO, pada tahun 1995 hampir semua 98% dari 5 juta kematian neonatal di
Negara berkembang atau berpenghasilan rendah. Lebih dari 2/3 kematian adalah BBLR yaitu
berat badan kurang dari 2500 gram. Secara global diperkirakan terdapat 25 juta persalinan per
tahun dimana 17% diantaranya adalah BBLR dan hampir semua terjadi di Negara berkembang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan BBLR ?
2. Apa penyebab BBLR ?
3. Bagaimana tanda – tanda klinis BBLR ?
4. Apa saja komplikasi pada BBLR ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada BBLR ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada BBLR ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan BBLR
2. Untuk mengetahui etiologi BBLR
3. Untuk mengetahui tanda – tanda klinis BBLR
4. Untuk mengetahui komplikasi pada BBLR
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada BBLR
6. Untuk megetahui pentalaksanaan pada BBLR
BAB II
PEMBAHASAN
A. Berat Badan Bayi Lahir Rendah ( BBLR )
Definisi dari bayi berat badan lahir rendah menurut Saputra (2014), bayi berat lahir rendah
ialah berat badan bayi yang lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi
atau usia kehamilan. Berdasarkan Ikatan Dokter Indonesia / IDI (2014), BBLR yaitu bayi
berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa maemandang masa gestasi dengan catatan berat
lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir. Menurut Hasan &
Alatas (2005), bayi yang berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram dengan batas
maksimal 2499 gram.
B. PEMBAGIAN KEHAMILAN MENURUT WHO
Untuk menentukan apakah bayi lahir itu premature SMK, matur normal dan KMK.
WHO (1979) membagi umur kahamilan dalam 3 kelompok :
3. Post term yaitu umur kahamilan lebih dari 42 minggu (294 hari)
C. KLASIFIKASI BBLR
1. Prematuvitas Murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan
untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonates kurang bulan. Sesuai mada kehamilan
(NKB-SMK)
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi
itu.Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang
kecil untuk masa kehamilannya (KMK).
Klasifikasi bayi berat lahir, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2014), adalah bayi
berat lahir rendah dengan berat lahir < 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.Bayi
berat lahir cukup/normal dengan berat lahir > 2500 – 4000 gram.Bayi berat lahir lebih
dengan berat lahir > 4000 gram.Bayi dengan kurang bulan (BKB), bayi lahir dengan
masa gestasi kurang dari 37 minggu (< 259 hari).Bayi cukup bulan (BCB), bayi lahir
dengan masa gestasi 37 - 42 minggu (259 hari – 293 hari).Bayi lebih bulan (BLB), bayi
lahir dengan masa gestasi lebih dari 42 minggu (294 hari).Bayi kecil untuk masa
kehamilan atau small for gestational age (SGA), berat lahir < 10 persentil menurut grafik
Lubchenco.Bayi besar untuk masa kehamilan atau large for gestational age (LGA), berat
lahir > 10 persentil menurut grafik Lubchenco.Klasifikasi bayi berat lahir menurut
Saifuddin dkk (2009) adalah bayi berat lahir rendah (BBLR), dengan berat badan 1500 –
2500 gram.Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), dengan berat badan bayi kurang dari
1500 gram.Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) dengan berat bayi kurang dari 1000
gram. Penggolongan bayi berat lahir rendah terdiri dari :
1. Prematuritas Murni
a. Bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu serta berat badan bayi sesuai
dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan ( NKB - SMK ).
b. Faktor yang menyebabkan terjadinya prematuritas murni yaitu faktor ibu dan faktor
janin. Faktor ibu terdiri atas penyakit, usia, dan keadaan sosial-ekonomi. Serta
faktor janin meliputi hidramnion dan kehamilan ganda akan mengakibatkan bayi
berat lahir rendah (BBLR ). (Hasan & Alatas, 2005).
c. Karakteristik klinis meliputi berat badan bayi < 2500 gram, panjang badan < 45 cm,
lingkaran dada < 30 cm, lingkaran kepala < 33 cm, masa gestasi < 37 minggu,
kepala bayi lebih besar dari badan bayi, kulit bayi terlihat tipis, mengkilat, licin,
serta transparan, lanugo banyak, kulit di subkutan terlihat kurang lemak, osifikasi
tengkorak sedikit, ubun-ubun serta sutura lebar, genitalia imatur, desensus
testikulorum belum sempurna serta labia minora belum tertutup oleh labia mayora,
pembuluh darah di kulit serta peristaltis usus tampak kelihatan, rambut tampak tipis,
halus, dan teranyam. Elastisitas dauntelinga masih kurang, bayi lebih banyak
tertidur daripada bangun, suara tangisan terdengar lemah, pernafasan belum teratur
dan terdapat serangan apnu. Frekuensi pernafasan berbeda-beda pada awal hari
pertama. Jika frekuensi pernafasan meningkat atau selalu di atas 60/menit,
kemungkinan terjadi penyakit membran hialin (sindrom gangguan pernafasan
idiopatik). Otot bayi hipotonik, sehingga menyebabkan kedua tungkai dalam posisi
abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi serta posisi kepala menghadap ke
satu jurusan. Tonic neck reclex lemah, reflex Moro positif, refleks mengisap,
menelan, dan batuk belum sempurna. Ketika bayi dalam keadaan lapar akan
menangis, gelisah, dan aktivitas fisik bayi bertambah. Apabila dalam kurun waktu 3
hari tidak menunjukkan tanda bayi lapar, kemungkinan bayi menderita infeksi atau
perdarahan intrakranial. Umumnya pada anggota gerak bayi muncul edema dalam
rentang waktu setelah 24 - 48 jam serta di kulit bayi tampak adanya pitting edema.
Edema ini dapat berubah sesuai dengan perubahan posisi serta dipengaruhi oleh
hubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes mellitus, dan toksemia
gravidarum.
d. Penyakit yang muncul pada bayi premature yaitu sindrom gangguan pernafasan
idiopatik, pneumonia aspirasi, perdarahan intraventrikular, fibroplasia retrolental,
dan hyperbilirubinemia (Hasan & Alatas, 2005).
2. Bayi Small for Gestational Age ( SGA )
Berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terbagi menjadi 3 jenis yaitu
:
a. Simetris ( intrauterus for gestational age ) Terjadi karena gangguan nutrisi pada
awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama.
b. Asimetris ( intrauterus growth retardation ) Terjadi akibat defisit nutrisi pada fase
akhir kehamilan.
c. Dismaturitas Kondisi dimana bayi yang lahir kurang dari berat badan yang
seharusnya untuk masa gestasi dan bayi tersebut akan mengalami retardasi
pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan
(Mitayani, 2009).
Menurut Hasan & Alatas (2005) gejala klinis pada bayi dismaturitas yang dilahirkan
dalam kelahiran preterm, term, dan post term yaitu :
1. Pada preterm terlihat gejala fisis bayi prematur murni ditambah dengan gejala
dismaturitas
2. Pada bayi cukup bulan atau term serta preterm dengan dismaturitas akan muncul
gejala yang khas yaitu “wasting” dan retardasi pertumbuhan. Bayi dismatur dengan
gejala “wasting” atau insufisiensi plasenta terbagi dalam 3 stadium yaitu :
a. Stadium pertama
Bayi terlihat kurus dan relatif lebih panjang, kulit longggar, kering seperti
perkamen tetapi belum terdapat noda mekonium.
b. Stadium kedua
Terdapat tanda stadium pertama disertai warna kehijauan pada kulit, plasenta,
dan umbilikus.Hal ini terjadi karena mekonium tercampur dalam amnion
kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus, dan plasenta sebagai akibat
anoksia intrauterin.
c. Stadium ketiga
Terdapat tanda dari stadium kedua ditambah dengan kulit yang berwarna kuning
pada kuku dan tali pusat serta ada tanda anoksia intrauterin yang lama.
Stadium bayi berat lahir rendah menurut Mitayani (2009) yaitu :
1. Stadium I
Bayi tampak kurus relatif lebih panjang, kulit longgar, dan kering seperti
permen karet tetapi belum terdapat noda mekonium.
2. Stadium II
Apabila didapatkan tanda-tanda stadium I ditambah warna kehijauan pada kulit,
plasenta, dan umbilikus.Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur
dalam amnion kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus, dan plasenta
sebagai akibat anoksia intrauterus.
3. Stadium III
Ditemukan tanda stadium II disertai kulit, kuku, dan tali pusat berwarna kuning
serta ditemukan tanda anoksia intrauterine yang lama.
E. Etiologi atau penyebab bayi berat lahir rendah maupun usia bayi belum sesuai dengan masa
gestasi sebagai berikut :
1. Komplikasi obstetrik
Meliputi multiple gestation, incompetence, pro (premature rupture ofmembran) dan
korionitis, pregnancy induce hypertention (PIH), plasenta previa, dan riwayat kelahiran
prematur.
2. Komplikasi medis
Terdiri dari diabetes maternal, hipertensi kronis, dan infeksi traktus urinarius.
3. Faktor ibu
a. Penyakit berhubungan dengan toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik
dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan kardiovaskular.
b. Usia ibu dibawah 20 tahun serta multi gravida dengan jarak kelahiran terlalu dekat. Usia
26 – 35 tahun, angka kejadian lahirnya bayi berat lahir rendah (BBLR) terendah.
c. Keadaan sosial ekonomi berpengaruh terhadap timbulnya prematuritas yang dimana
kejadian tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan karena
keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal care (ANC) yang kurang
memadai.
d. Kondisi ibu saat hamil dipengaruhi oleh peningkatan berat badan ibu yang tidak adekuat
dan ibu yang merokok.
4. Faktor janin
Hidramnion / polihidramnion, kehamilan ganda, dan kelainan janin dan infeksi dalam
rahim (Toxoplasmosis, Rubella, Citomegalovirus, Herpes,Sifilis atau disebut dengan
TORCH).
F. PATOFISIOLOGI
Salah satu patofisiologi dari BBLR yaitu asupan gizi yang kurang pada ibu ibu hamil yang
kemudian secara otomatis juga menyebabkan kurangnya asupan gizi untuk janin sehingga
menyebabkan berat badan lahir rendah.
Apabila dilihat dari faktor kehamilan, salah satu etiologinya yaitu hamil ganda yang mana pada
dasarnya janin berkembang dan tumbuh lebih dari satu, maka nutrisi atau gizi yang mereka
peroleh pun dalam rahim tidak sama dengan janin tunggal, yang mana pada hamil ganda gizi dan
nutrisi yang didapat dari ibu harus berbagai sehingga kadang salah satu dari janin pada hamil
ganda juga mengalami BBLR.
Kemudian jika dikaji dari faktor janin, salah satu etiologinya yaitu infeksi dalam rahim yang
mana dapat mengganggu atau menghambat pertumbuhan janin dalam rahim yang bisa
mengakibatkan BBLR pada bayi.
G. Komplikasi
Komplikasi dari BBLR yaitu :
1. Sindrom aspirasi mekonium menimbulkan bayi kesulitan dalam bernafas.
2. Hiploglikemi simptomatik biasanya terjadi pada bayi berat lahir rendah berjenis kelamin
laki-laki.
3. Penyakit membran hialin biasanya disebabkan karena surfaktan paru – paru yang belum
terbentuk secara sempurna sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi,
tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif
yang tinggi untuk pernafasan berikutnya.
4. Asfiksia neonatorum.
5. Hiperbilirubinemia disebabkan karena organ hati mengalami gangguan dalam
pertumbuhannya/belum matur(Mitayani, 2009). Kejadian BBLR mempunyai dampak
bagi kesehatan bayi yang terbagi menjadi 2 yaitu (Proverawati dkk dalam Rudi, 2012) :
a) Dampak jangka pendek
1) Hipotermia, hipoglikemia, dan hiperglikemia.
2) Masalah pemberian ASI.
3) Gangguan imunologik.
4) Ikterus.
5) Sindroma gangguan pernafasan, meliputi penyakit membran hialin, dan
aspirasi mekonium.
6) Asfiksia dan apnea periodik.
7) Retrolental fibroplasia disebabkan oleh gangguan oksigen yang berlebihan.
8) Masalah pembuluh darah pada bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah,
pemberian oksigen belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadinya
perdarahan dan nekrosis, serta perdarahan dalam otak memperburuk keadaan
sehingga dapat menyebabkan kematian bayi.
7. Kulit tipis dan transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit kurang
8. Pernafasan tak teratur dan dapat terjadi apnea ( gagal nafas )
I. Faktor Risiko
Faktor Risiko untuk Insidens Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah
menurut Llewellyn & Derek (2001) yaitu :
1. Sosio – ekonomi
Sosio - ekonomi kelas IV atau V, berat badan ibu sebelum hamil < 50 kg atau > 75 kg,
ibu perokok, dan ibu yang mengonsumsi minuman alkohol secara berlebihan.
2. Usia ibu
Usia ibu < 17 atau > 35 tahun.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014) umur adalah lama waktu hidup atau
ada sejak dilahirkan atau diadakan, hidup, nyawa, seumur, sebaya, sama umurnya.
Umur adalah usia tiap individu yang terhitung sejak dilahirkan sampai beberapa tahun
(Chapter dalam Wike, 2014).
Kehamilan dan persalinan pada usia remaja putri serta wilayah tempat tinggal dengan
akses pelayanan medis sangat terbatas atau tidak tersedia menimbulkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas dibandingkan dengan usia wanita yang berusia lebih dari 20
tahun. Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun mempunyai 2 sampai 5 kali
risiko kematian (maternal mortality) dibandingkan dengan wanita yang berusia 18-25
tahun akibat persalinan lama dan persalinan macet, perdarahan maupun faktor lain
(Purwoastuti, 2015). Menurut Aras (2013) usia ibu yang sangat muda terlibat dengan
peningkatan risiko BBLR dan kelahiran prematur. Semakin bertambahnya usia
perempuan akan memiliki risiko tinggi terhadap kejadian bayi lahir mati, kelahiran
prematur, dan bayi yang dirawat di NICU (Neonatal Intensive Care Unit) (Lisonkova et
al, 2009). Ibu remaja yang melahirkan memiliki proporsi kelahiran bayi prematur yang
lebih tinggi sebesar 27,7% dibandingkan dengan ibu dewasa dengan proporsi sebesar
13,1% serta ibu remaja mempunyai bayi berat lahir rendah sebesar 38,9%
dibandingkan dengan ibu dewasa sebesar 30,4% (Mukhopadhyay cit Aras, 2013).
Menurut Syahir (2016) kehamilan ibu dibawah usia 20 tahun memiliki risiko tinggi
sebesar 2-4 kali karena dalam masa pertumbuhan dan diatas usia 35 tahun mempunyai
masalah penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan anemia. Kelompok
usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun akan mengalami kemungkinan
3,4 kali atau 77% melahirkan BBLR daripada kelompok usia 20 tahun sampai 35
tahun.
Semakin rendahnya usia ibu dan bertambahnya usia ibu saat melahirkan, semakin
meningkatnya angka kejadian BBLR. Hal ini disebabkan karena keadaan anatomis
reproduksi pada usia ibu < 20 tahun belum berfungsi dengan optimal baik alat-alat
reproduksi internal maupun eksternal termasuk keadaan endometrium yang belum
mampu menerima nidasi, dan usia ibu > 35 tahun yang mengalami penurunan fungsi
karena penuaan, antara lain menurunnya fungsi berbagai organ dan sistem tubuh
diantaranya sistem otot-otot syaraf kardiovaskuler, endokrin, dan reproduksi yang
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi (Manuaba, 2010).
Menurut Pinontoan dkk (2015) alat reproduksi seorang wanita adalah alat prokreasi dan
kreasi yang diupayakan semaksimal sehingga tercapai well health mother for well born
baby. Usia reproduksi sehat seorang wanita yang akan menjalankan kehamilan yaitu
usia20-35 tahun. Usiatersebut merupakan batasan yang aman dari segi reproduksi.
Seorang ibu bisa mengandung dengan aman dan sehat apabila mendapat pemeliharaan
yang baik serta keamanan reproduksinya bisa dipelihara dengan lebih mudah.Usia
ibu saat kehamilan biasanya berhubungan dengan berat badan bayi. Kehamilan
dibawah usia 20 tahun merupakan usia yang berisiko tinggi karena sistem reproduksi
belum optimal, peredaran darah menuju serviks dan menuju uterus belum sempurna
sehingga dapat mengganggu proses penyaluran nutrisi dari ibu ke janin. Kehamilan
usia diatas 35 tahun memiliki masalah kesehatan seperti hipertensi, diabetes melitus,
anemia dan penyakit kronis lainnya. Fungsi reproduksi pada wanita yang berusia diatas
35 tahun mengalami penurunan dibandingkan reproduksi normal sehingga
kemungkinan terjadinya komplikasi dan mengalami penyulit obstetrik serta mengidap
penyakit kronis. Secara umum dapat disimpulkan bahwa usia ibu dibawah 20 tahun
akan berpengaruh pada perkembangan sistem reproduksi yang belum berfungsi secara
optimal serta dari faktor psikologis yang belum siap menerima kehamilan dan akan
berpengaruh terhadap bayi yang dilahirkan. Serta usia diatas 35 tahun fungsi alat
reproduksi sudah menurun, terjadi perubahan pada pembuluh darah, serta menurunnya
fungsi hormon yang mengatur siklus reproduksi dan berpengaruh terhadap
kehamilannya.
3. Riwayat Kebidanan
Mempunyai riwayat terdahulu terkait pernah melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah dan anemia pada ibu.
4. Kehamilan Sekarang
Memiliki penyakit hipertensi (terutama jika hipertensi berat), perdarahan antepartum,
dan kehamilan multipel.
5. Janin
Defek kongenital dan infeksi intra – uterin.
6. Faktor penggunaan tablet besi pada ibu hamil
Menurut Pramono & Muzakkiroh (2011) ibu yang meminum zat besi kurang dari 90
tablet akan berdampak mempunyai risiko BBLR sebesar 1,7 kali dibandingkan dengan
ibu yang meminum zat besi 90 tablet keatas. Hal ini disebabkan karena fasilitas
pelayanan kesehatan yang belum cukup terjangkau serta aktivitas ibu hamil yang
mempunyai beban kerja lebih banyak sehingga belum teratur meminum tablet besi.
7. Wilayah tempat tinggal
Lokasi ibu melahirkan di daerah pedesaan mempunyai risiko lahirnya BBLR sebesar
0,68 kali dibandingkan tempat tinggal di perkotaan. Hal ini biasanya disebabkan
kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan yang belum terjangkau.
8. Komplikasi
Ibu yang mengalami komplikasi saat hamil akan mempunyai risiko bayi BBLR 2,3
kali dibandingkan pada ibu yang tidak mengalami komplikasi ketika hamil.
9. Jumlah anak yang banyak
Menurut Manuaba (2007) terkait paritas terbagi menjadi paritas satu tidak aman, paritas
2-3 aman untuk hamil dan bersalin serta paritas lebih dari 3 tidak aman. Hal ini
disebabkan bayi dengan berat lahir rendah paling banyak terjadi pada paritas diatas
lima karena sudah mengalami kemunduran fungsi pada alat-alat reproduksi. Paritas
yang tinggi berdampak timbulnya masalah kesehatan bagi ibu maupun bayi.Salah satu
dampak kesehatan yang mungkin timbul adalah kejadian BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah).Kejadian BBLR terjadi pada ibu yang melahirkan dan memiliki satu anak atau
lebih dari 4 anak. Menurut Pramono & Paramita (2015) persentase dari jumlah anak
yaitu 7,3 % dibandingkan ibu yang mempunyai anak 2 atau 3 yaitu sebesar 5,5 %.
J. Penatalaksanaan
penatalaksanaan/ penanganan Bayi Berat Lahir Rendah
1. Pengaturan suhu badan bayi dengan berat lahir rendah
a) Mempertahankan suhu dengan ketat
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus
dipertahankan dengan ketat. (Sarwono, Pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal 2006: 377)
Menurut (Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk Dokter, Bidan,
dan Perawat, di Rumah sakit),
Cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh ada lima cara yaitu:
1) Kontak kulit dengan kulit
Penggunaannya yaitu :
(a) Untuk semua bayi
(b) Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat, atau menghangatkan
bayi hipotermi (32-36,4oC).
b) Kangaroo Mother Care (KMC) atau perawatan bayi lekat (PBL)
Kangaroo mother care (KMC) adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi
secara dini, terus menerus dan dikombinasi dengan pemberian ASI eksklusif.
Tujuannya agar bayi kecil tetap hangat. Dapat dimulai segera setelah lahir atau
setelah bayi stabil. KMC dapat dilakukan di rumah sakit atau di rumah setelah bayi
pulang. Bayi tetap bisa dirawat dengan KMC meskipun belum bisa menyusu,
berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian
minum.
c) Pemancar panas
d) Inkubator.
Menurut (Pengantar ilmu Keperawatan anak 1, Hidayat A, 2009: hal 191)
Merupakan cara memberikan perawatan pada bayi dengan dimasukkan kedalam alat yang
berfungsi membantu terciptanya suatu lingkungan yang cukup dengan suhu yang normal.
Dalam pelaksanaan perawatan didalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan cara
tertutup dan terbuka.
1. Inkubator tertutup
a) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dapat dibuka apabila dalam keadaan
tertentu seperti apnea; dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi tetap
hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
b) Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung
c) Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan
observasi
d) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh
e) Pengaturan oksigen selalu diobservasi
f) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu
27ºC
2. Inkubator terbuka
a) Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan
pada bayi
b) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan
kehangatan
c) Membungkus dengan selimut hangat
d) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran
udara.
e) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala
f) Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai dengan
ketentuan dibawah ini
Berat badan 0 - 24 jam 2 – 3 hari 4-7 hari 8 hari (oC)
lahir (gram) (oC) (oC) (oC)
<1500 34 – 33 33 – 32
1501- 36 – 34 –
2000 33 – 35 32 – 34 33
2001- 34 33 32 32
2500 33 32 31 - 32 32
> 2500 32 – – 32
34 34
32
Catatan: apabila suhu kamar 28-29 derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat
celcius setiap minggu dan apabila berat badan bayi sudah mencapai 2000 gram bayi
boleh dirawat diluar inkubator dengan suhu 27 derajat celcius.
3. Ruangan yang hangat.
Suhu kamar untuk bayi dengan pakaian
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan,
menghindari infeksi, penimbangan secara ketat dan personal hygiene, dan siap sedia dengan
tabung oksigen. Pada bayi premature makin pendek pada masa kehamilan, makin sulit dan
banyak persoalan yang akan dihadapi dan ini akan menyebabkan tingginya angka kematian
perinatal.biasanya kematian disebabkan oleh gangguan pernafasan, infeksi cacat bawaan dan
trauma pada otak.
Suhu incubator diturunkan 10C setiap minggu sampai bayi dapat ditempatkan pada
suhu lingkungan sekitar 24 – 270C
3. Menghindari Infeksi
Bayi prematur mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih
lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibody belum
sempurna. Infeksi yang sering terjadi ialah infeksi silang melalui para dokter,
perawat, bidan dan petugas lain yang berubungan dengan bayi.
Untuk mencegah ini para petugas perlu disadarkan akan bahaya infeksi bayi,
selanjutnya tindakan yang perlu dilakukan aalah :
a. Diadakan pemisahan bayi yang kena infeksi dengan bayi yang tidak kena
infeksi.
c. Membersihkan tempat tidur bayi segera, sesudah tida dipakkai lagi (paling lama
seorang bayi memakai tempat tidur selama 1 minggu untuk kemudian dibersihkan
dengan cairan antiseptik).
f. Setiap petugas yang menderita penyakit menular (infeksi saluran nafas, diare,
konjungtivitis, dll) dilarang merawat bayi.
h. Para pengunjung orang sakit hanya boleh melihat bayi dari belakang kaca.
4. Melakukan Resusitasi
Melakukan resusitasi atau menghisap lender dengan menggunakan saction sampai bersih
sehingga bayi dapat bernafas secara baik.
5. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi / nutrisi bayi dan berat kaitanya
dengan daya tahan tubuh.Oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan
dengan ketat.
6. Personal Hygiene
Pentingnya menjaga personal hygiene bayi, agar bayi merasa nyaman dan tidak
gelisah.Apalagi pada bayi BBLR karena masih sangat rentan.
K. PENATALAKSANAAN DENAGN KANGORO MOTHER CARE
Perawatan Metode Kanguru (PMK) pertama kali diperkenalkan oleh Ray dan Martinez di
Bogota, Columbia pada tahun 1979 sebagai cara alternatif perawatan BBLR ditengah
tingginya angka BBLR dan terbatasnya fasilitas kesehatan yang ada. Metode ini meniru
binatang berkantung kanguru yang bayinya lahir memang sangat prematur, dan setelah lahir
disimpan di kantung perut ibunya untuk mencegah kedinginan sekaligus mendapatkan
makanan berupa air susu induknya.
Pada awalnya, PMK terdiri dari 3 komponen, yaitu : kontak kulit ke kulit (skin-to-skin
contact), pemberian ASI atau breastfeeding, dan dukungan terhadap ibu (support). Literatur
terbaru menambahkan satu komponen lagi sehingga menjadi terdiri dari 4 komponen,
yaitu: kangaroo position, kangaroo nutrition, kangaroo support and kangaroo discharge.
Posisi kanguru adalah menempatkan bayi pada posisi tegakdi dada ibunya, di antara kedua
payudara ibu, tanpa busana. Bayi dibiarkan telanjang hanya mengenakan popok, kaus kaki
dan topi sehingga terjadi kontak kulit bayi dan kulit ibu seluas mungkin. Posisi bayi
diamankan dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan ke sisi kanan
atau kiri, dengan posisi sedikit tengadah (ekstensi). Ujung pengikat tepat berada di bawah
kuping bayi.
Posisi kepala seperti ini bertujuan untuk menjaga agar saluran napas tetap terbuka dan
memberi peluang agar terjadi kontak mata antara ibu dan bayi. Kanguru nutrisi merupakan
salah satu manfaat PMK, yaitu meningkatkan pemberian ASI secara langsung maupun
dengan pemberian ASI perah. Kangaroo support merupakan bentuk bantuan secara fisik
maupun emosi, baik dari tenaga kesehatan maupun keluarganya, agar ibu dapat melakukan
PMK untuk bayinya. Sedangkan kangaroo discharge adalah membiasakan ibu melakukan
PMK sehingga pada saat ibu pulang dengan bayi, ibu tetap dapat melakukan PMK bahkan
melanjutkannya di rumah. Metode ini merupakan salah satu teknologi tepat guna yang
sederhana, murah dan dapat digunakan apabila fasilitas untuk perawatan BBLR sangat
terbatas.
Terdapat tiga penelitian dengan metodologi pengujian terkontrol secara acak yang
membandingkan PMK dengan perawatan konvensional (menggunakan inkubator). Data
Cochrane menunjukkan bahwa jumlah kematian bayi yang dilakukan PMK lebih sedikit
dibandingkan bayi yang dirawat dalam inkubator. Penelitian di Addis Abeba
memperlihatkan jumlah bayi yang meninggal pada kelompok PMK sebesar 22,5 %
sedangkan pada kelompok non PMK sebesar 38% (p<0,05). Dari kepustakaan di atas
jelaslah terlihat bahwa PMK bermanfaat dalam mencegah kematian neonatal. Hal ini dapat
dijelaskan lebih lanjut dalam beberapa manfaat PMK lain di bawah ini.
Manfaat PMK dalam menstabilkan suhu, pernafasan dan denyut jantung bayi Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa PMK dapat menstabilkan suhu, laju pernapasan, dan laju
denyut jantung bayi lebih cepat dari bayi yang dirawat dalam inkubator. Bayi pada PMK
merasa nyaman dan hangat dalam dekapan ibu sehingga tanda vital dapat lebih cepat stabil.
Penelitian oleh Yanuarso di RSCM memperlihatkan bahwa dengan menggunakan metode
kanguru, BBLR akan lebih cepat mencapai kestabilan suhu tubuh dibanding BBLR tanpa
PMK (120 menit vs. 180 menit)
Berbagai penelitian juga telah memperlihatkan manfaat PMK dalam mengurangi kejadian
infeksi pada BBLR selama perawatan. Pada PMK, bayi terpapar oleh kuman komensal yang
ada pada tubuh ibunya sehingga ia memiliki kekebalan tubuh untuk kuman tersebut. Rao
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah BBLR yang mengalami sepsis sebesar
3,9% pada kelompok PMK dan 14,8% pada kelompok kontrol (p=0,008). Sedangkan
Agudelo dalam tulisannya menyebutkan manfaat PMK dalam menurunkan infeksi
nosokomial pada usia koreksi 41 minggu (RR 0,49, 95% CI 0,25 - 0,93). Manfaat lainnya
dengan berkurangnya infeksi pada bayi adalah bayi dapat dipulangkan lebih cepat sehingga
masa perawatan lebih singkat, dan biaya yang dikeluarkan lebih sedikit.
Pada berbagai penelitian terlihat bahwa PMK sangat erat kaitannya dengan pemberian
ASI. Pada PMK, ASI dapat selalu tersedia dan sangat mudah diperoleh. Hal ini dapat
dijelaskan karena bayi dengan PMK, terlebih pada PMK kontinu, selalu berada di dekat
payudara ibu, menempel dan terjadi kontak kulit ke kulit, sehingga bayi dapat menyusu
setiap kali ia inginkan. Selain itu, ibu dapat dengan mudah merasakan tanda-tanda bahwa
bayinya mulai lapar seperti adanya gerakan-gerakan pada mulut bayi, munculnya hisapan-
hisapan kecil serta adanya gerakan bayi untuk mencari puting susu ibunya. Ibu dapat menilai
kesiapan menyusu bayinya dengan memasukkan jari bersih ke dalam mulut bayi dan menilai
isapan mulut bayi. Berikan ASI saat bayi sudah terjaga dari tidurnya. Bila telah terbiasa
melakukan PMK, ibu dapat dengan mudah memberikan ASI tanpa harus mengeluarkan bayi
dari baju kangurunya.
Bayi yang mendapat PMK memperoleh ASI lebih lama dibandingkan bayi yang
mendapat perawatan dengan metode konvensional. Perawatan metode kanguru juga
meningkatkan ikatan (bonding) ibu dan bayi serta ayah dan bayi secara bermakna. Posisi bayi
yang mendapat PMK memudahkan ibu untuk memberikan ASI secara langsung kepada
bayinya. Selain itu, rangsangan dari sang bayi dapat meningkatkan produksi ASI ibu,
sehingga ibu akan lebih sering memberikan air susunya sesuai dengan kebutuhan bayi.
Pada PMK, pemberian ASI dapat dilakukan dengan menyusui bayi langsung ke
payudara ibu, atau dapat pula dengan memberikan ASI perah menggunakan cangkir (cup
feeding) dan dengan selang (orogastric tube). Pemberian ASI pada bayi yang dilakukan
PMK umumnya akan diteruskan di rumah saat dipulangkan, dan lama pemberian ASI lebih
panjang. PMK juga meningkatkan volume ASI yang dihasilkan oleh ibu.
Bila bayi prematur atau BBLR pada awalnya tidak memungkinkan untuk mendapat
minum melalui mulut (asupan per oral), maka berikan melalui infus terlebih dahulu. Bayi
dapat dirawat dalam inkubator. Segera setelah bayi menunjukkan tanda kesiapan menyusu
yang ditandai dengan menggerakkan lidah dan mulut serta keinginan menghisap (menghisap
jari atau kulit ibu), maka bantulah ibu untuk menyusui bayinya, pada saat ini dapat dimulai
PMK intermiten. Ibu dibantu untuk duduk dengan nyaman di kursi dengan bayi dalam posisi
kontak kulit ke kulit (Gambar 1). Akan menolong bila ibu memerah sedikit ASI sebelum
memulai menyusui untuk melunakkan daerah puting susu dan memudahkan bayi untuk
menempel. Walaupun bayi PMK umumnya BBLR atau prematur dimana bayi belum dapat
menghisap dengan baik danlama, tetaplah menganjurkan ibu untuk mencoba menyusui
terlebih dulu, bila tidak berhasil dapat menggunakan metode minum yang lain.
Pemberian ASI perah melalui pipa orogastrik dapat dilakukan dalam posisi kanguru.
Pemberian ASI perah dengan menggunakan gelas kecil dilakukan dengan mengeluarkan bayi
dari posisi kanguru, membungkus bayi agar terjaga kehangatannya. Setelah pemberian ASI
perah selesai dilakukan, bayi dapat diletakkan kembali dalam posisi kanguru. Bila
memungkinkan, dapat dicoba pemberian ASI yang diperah dari payudara ibu secara langsung
ke dalam mulut bayi, cara ini juga dapat dilakukan pada bayi dalam posisi kanguru. Posisikan
bayi dalam posisi kanguru, dekatkan mulut bayi keputing susu ibu, tunggu sampai bayi siap
dan membuka mulut dan matanya. Keluarkan beberapa tetes ASI, biarkan bayi mencium dan
menjilat puting susu dan membuka mulutnya, tunggu sampai ia menelan ASI. Kegiatan ini
dapat diulangi kembali.
Bila bayi kecil sudah mulai menghisap dengan efektif, mungkin sesekali ia akan
berhenti saat menyusu dengan jeda yang agak lama. Hal ini dapat terjadi karena bayi kecil
mudah lelah, menghisap agak lemah pada awalnya, dan memerlukan waktu istirahat yang
agak lama setelah menghisap. Ibu dianjurkan untuk tidak menarik bayi dari puting susunya
terlalu cepat. Biarkan bayi menempel di dada ibu, dan biarkan ia menghisap kembali bila
sudah siap. Umumnya bayi kecil perlu menyusu lebih sering, setiap 2 hingga 3 jam. Pada
awalnya, mungkin bayi tidak bangun untuk minum sehingga harus dibangunkan terlebih
dahulu agar ia mau minum.
Bayi prematur dengan usia kehamilan 34 hingga 36 minggu atau lebih, umumnya
sudah dapat menyusu langsung ke ibu. Namun sebaiknya, periksa terlebih dahulu refleks
hisap bayi, bila perlu, sesekali selingi pemberian ASI perah menggunakan gelas kecil.
Pastikan bayi menghisap dalam posisi dan pelekatan yang benar sehingga proses menyusu
dapat berlangsung dengan lancar.
d. Peluklah seluruh tubuh bayi, tidak hanya bagian leher dan bahu
d. Daerah areola payudara bagian atas lebih terlihat daripadaareola payudara bagian
bawah
Untuk memantau kecukupan asupan ASI, timbang bayi sekali sehari hingga berat
badan bayi mulai meningkat, kemudian lanjutkan menimbang 2 kali seminggu, dan
selanjutnya timbang bayi sekali seminggu sampai usia bayi mencapai cukup bulan.
T. BALLARD SCORE
Ballard score merupakan suatu versi sistem Dubowitz. Pada prosedur ini penggunaan
kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang dan beristirahat, sehingga
lebih dapat diandalkan selama beberapa jam pertama kehidupan. Penilaian menurut Ballard
adalah dengan menggabungkan hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik.
Kriteria pemeriksaan maturitas neuromuskuler diberi skor, demikian pula kriteria
pemeriksaan maturitas fisik. Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan
maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai kematangan dicari
masa gestasinya.
A. Maturitas Fisik
Penjelasan :
a. Kulit
b. Lanugo
Lanugo adalah rambut halus menutupi tubuh janin. Pada orang dewasa, kulit tidak memiliki
lanugo. Hal ini mulai muncul di sekitar minggu 24 sampai 25 dan biasanya muncul terutama di
bahu dan punggung atas, pada minggu 28 kehamilan. Penipisan terjadi pertama di atas punggung
bawah, karena posisi janin yang tertekuk. Daerah kebotakan muncul dan menjadi lebih besar
pada daerah lumbo-sakral. Variabilitas dalam jumlah dan lokasi lanugo pada usia kehamilan
tertentu mungkin disebabkan sebagian ciri-ciri keluarga atau ras, pengaruh hormonal,
metabolisme, dan gizi tertentu. Sebagai contoh, bayi dari ibu diabetes khas memiliki lanugo
berlimpah di pinnae mereka dan punggung atas sampai mendekati atau melampaui usia
kehamilan. Untuk tujuan penilaian, pemeriksa memilih yang paling dekat menggambarkan
jumlah relatif lanugo pada daerah atas dan bawah dari punggung bayi.
c. Garis Telapak Kaki
Bagian ini berhubungan dengan lipatan di telapak kaki. Penampilan pertama dari lipatan muncul
di telapak anterior kaki. ini mungkin berhubungan dengan fleksi kaki di rahim, tetapi bisa juga
karena dehidrasi kulit. Bayi non-kulit putih telah dilaporkan memiliki lipatan kaki sedikit pada
saat lahir. Tidak ada penjelasan yang dikenal untuk ini. Di sisi lain dilaporkan, percepatan
perkembangan neuromuskuler pada bayi kulit hitam biasanya mengkompensasi ini,
mengakibatkan efek lipatan kaki tertunda. Oleh karena itu, biasanya tidak ada berdasarkan diatas
atau di bawah perkiraan usia kehamilan karena ras ketika total skor dilakukan. Bayi sangat
prematur dan sangat tidak dewasa tidak memiliki lipatan kaki. Untuk lebih membantu
menentukan usia kehamilan, mengukur panjang kaki atau jarak jari dan tumit. Hal ini dilakukan
dengan menempatkan kaki bayi pada pita pengukur metrik dan mencatat jarak dari belakang
tumit ke ujung jari kaki yang besar. Untuk jarak kurang dari 40 mm, skor (-2) ; antara 40 dan 50
mm, skor (-1).
d. Payudara
Tunas payudara terdiri dari jaringan payudara yang dirangsang untuk tumbuh dengan estrogen
ibu dan jaringan lemak yang tergantung pada status gizi janin. pemeriksa catatan ukuran areola
dan ada atau tidak adanya stippling (perkembangan papila dari Montgomery). Palpasi jaringan
payudara di bawah kulit dengan memegangnya dengan ibu jari dan telunjuk, memperkirakan
diameter dalam milimeter, dan memilih yang sesuai pada lembar skor. Kurang dan lebih gizi
janin dapat mempengaruhi variasi ukuran payudara pada usia kehamilan tertentu. Efek estrogen
ibu dapat menghasilkan ginekomastia neonatus pada hari keempat kehidupan ekstrauterin.
e. Mata / Telinga
Perubahan pinna dari telinga janin dapat dijadikan penilaian konfigurasi dan peningkatan konten
tulang rawan sebagai kemajuan pematangan. Penilaian meliputi palpasi untuk ketebalan tulang
rawan, kemudian melipat pinna maju ke arah wajah dan melepaskannya. Pemeriksa mencatat
kecepatan pinna dilipat dan kembali menjauh dari wajah ketika dilepas, kemudian memilih yang
paling dekat menggambarkan tingkat perkembangan cartilago.
Pada bayi yang sangat prematur, pinnae mungkin tetap terlipat ketika dilepas. Pada bayi tersebut,
pemeriksa mencatat keadaan pembukaan kelopak mata sebagai indikator tambahan pematangan
janin. Pemeriksa meletakan ibu jari dan telunjuk pada kelopak atas dan bawah, dengan lembut
memisahkannya. Bayi yang sangat belum dewasa akan memiliki kelopak mata menyatu erat,
yaitu, pemeriksa tidak akan dapat memisahkan fisura palpebra walaupun dengan traksi lembut.
Bayi sedikit lebih dewasa akan memiliki satu atau kedua kelopak mata menyatu tetapi satu atau
keduanya akan sebagian dipisahkan oleh traksi ujung jari pemeriksa. Temuan ini akan
memungkinkan pemeriksa untuk memilih pada lembar skor (-2) untuk sedikit menyatu, atau (-1)
untuk longgar atau kelopak mata sebagian menyatu. Pemeriksa tidak perlu heran menemukan
variasi yang luas dalam status fusi kelopak mata pada individu pada usia kehamilan tertentu,
karena nilai kelopak mata un-fusi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan stres
intrauterin dan humoral tertentu.
f. Genitalia Pria
Testis janin mulai turun dari rongga peritoneum ke dalam kantong skrotum pada sekitar minggu
30 kehamilan. Testis kiri mendahului testis kanan yang biasanya baru memasuki skrotum pada
minggu ke-32. Pada saat testis turun, kulit skrotum mengental dan membentuk rugae lebih
banyak. Testis ditemukan di dalam zona rugated dianggap turun.
g. Genitalia Wanita
Untuk memeriksa bayi perempuan, pinggul harus dinaikan sedikit, sekitar 45 ° dari horizontal
dengan bayi berbaring telentang. hal ini menyebabkan klitoris dan labia minora menonjol. Dalam
prematuritas ekstrim, labia dan klitoris yang datar sangat menonjol dan mungkin menyerupai
kelamin laki-laki. Pematangan berlangsung jika ditemukan klitoris kurang menonjol dan labia
minora menjadi lebih menonjol. Lama-kelamaan, baik klitoris dan labia minora surut dan
akhirnya diselimuti oleh labia majora yang makin besar. Labia mayora mengandung lemak dan
ukuran mereka dipengaruhi oleh nutrisi intrauterin. Gizi lebih dapat menyebabkan labia majora
besar di awal kehamilan, sedangkan gizi kurang seperti pada retardasi pertumbuhan intrauterin
atau pasca-jatuh tempo, dapat mengakibatkan labia majora kecil dengan klitoris dan labia minora
relatif menonjol. Temuan ini harus dilaporkan seperti yang diamati, karena skor yang lebih
rendah pada item ini atau pertumbuhan janin terhambat dapat diimbangi dengan skor lebih tinggi
pada item neuro-muscular tertentu.
B. Maturitas Neuromuskuler
Penjelasan
a. Postur
Otot tubuh total tercermin dalam sikap yang disukai bayi saat istirahat dan ketahanan
untuk meregangkan kelompok otot. Saat pematangan berlangsung, gerak otot meningkat
secara bertahap mulai dari fleksor pasif yang berlangsung dalam arah sentripetal, dengan
ekstremitas bawah sedikit di depan ekstremitas atas. Untuk mendapatkan item postur,
bayi ditempatkan terlentang dan pemeriksa menunggu sampai bayi mengendap dalam
posisi santai atau disukai. Jika bayi ditemukan telentang santai, manipulasi lembut dari
ekstremitas akan memungkinkan bayi untuk mencari posisi dasar kenyamanan. bentuk
yang paling dekat menggambarkan postur yang disukai bayi.
b. Jendela pergelangan tangan
Pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan berikan tekanan lembut pada dorsum tangan, dekat jari-
jari. Sudut yang dihasilkan antara telapak tangan dan lengan bawah bayi diperkirakan; > 90 °, 90
°, 60 °, 45 °, 30 °, dan 0 °.
c. Gerakan lengan membalik
Manuver ini berfokus pada gerakan fleksor pasif otot bisep dimana akan diukur sudut dari
ekstremitas atas. Dengan bayi berbaring telentang, pemeriksa menempatkan satu tangan di
bawah siku bayi. Kemudian, ambil tangan bayi dan pemeriksa membuat lengan bayi dalm posisi
fleksi, sesaat kemudian lepaskan. Sudut mundur lengan saat kembali dicatat, dan dipilih pada
lembar skor. Bayi yang sangat prematur tidak akan menunjukkan pengembalian lengan.
d. Sudut popliteal
Manuver ini menilai pematangan gerakan fleksor pasif sendi lutut dengan pengujian untuk
ketahanan terhadap perpanjangan ekstremitas bawah. Dengan posisi bayi berbaring telentang,
kemudian paha ditempatkan lembut pada perut bayi dengan lutut tertekuk penuh. Setelah bayi
telah rileks dalam posisi ini, pemeriksa menggenggam kaki dengan satu tangan sementara
mendukung sisi paha dengan tangan lainnya. Jangan berikan tekanan pada paha belakang. Kaki
diperpanjang sampai resistensi pasti untuk ekstensi. Pada beberapa bayi, kontraksi hamstring
dapat digambarkan selama manuver ini. Pada titik ini terbentuk pada sudut lutut oleh atas dan
kaki bagian bawah diukur.
Catatan: a) Hal ini penting bahwa pemeriksa menunggu sampai bayi berhenti menendang aktif
sebelum memperpanjang kaki. b) Posisi terang akan mengganggu kehamilan sungsang dengan
ini manuver untuk 24 sampai 48 jam pertama usia karena kelelahan berkepanjangan fleksor
intrauterin. Tes harus diulang setelah pemulihan telah terjadi; bergantian, skor yang sama dengan
yang diperoleh untuk item lain dalam ujian dapat diberikan.
e. Scarf Sign (Tanda selendang)
Manuver ini dilakukan dengan mengukur gerakan pasif fleksor bahu. Bayi dalam posisi
berbaring terlentang, pemeriksa menyesuaikan kepala bayi untuk garis tengah dan meletakan
tangan bayi di dada bagian atas dengan satu tangan. Ibu jari tangan lain pemeriksa ditempatkan
pada siku bayi.
Pemeriksa kemudian mendorong siku ke arah dada. Titik pada dada saat siku bergerak dengan
mudah sebelum resistensi yang signifikan, dicatat. Batasnya adalah: leher (-1); aksila
kontralateral (0); papila mamae kontralateral (1); prosesus xyphoid (2); papila mamae ipsilateral
(3), dan aksila ipsilateral (4).
f. Tumit ke Telinga
Manuver ini mengukur gerakan fleksor pasif panggul dengan tes fleksi pasif atau resistensi
terhadap perpanjangan otot fleksor pinggul posterior. Bayi ditempatkan terlentang dan tekuk
ekstremitas bawahnya.
Pemeriksa mendukung paha bayi lateral samping tubuh dengan satu telapak tangan. Sisi lain
digunakan untuk menangkap kaki bayi dan tarik ke arah telinga ipsilateral.
Pemeriksa mencatat ketahanan terhadap perpanjangan fleksor panggul posterior dan lokasi dari
tumit saat resistensi yang signifikan. Batasnya adalah: telinga (-1); hidung (0); dagu (1); papila
mamae (2); daerah pusar (3), dan lipatan femoral (4).
C. Hasil Pemeriksaan
3. DIAGNOSIS
Anamnesis
a. Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan
b. Riwayat bayi premature
c. Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
d. Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
e. Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
f. Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
g. Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia
h. Bayi dari ibu diabetes (IDM)
i. Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)
j. Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)
k. Bayi prematur dan lewat bulan
l. Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)
m. Bayi puasa
n. Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta
blocker
1) Berikan ASI atau susu formula secara sering meskipun itu dalam waktu yang
singkat.
2) Berusaha untuk memberikan kolostrum pada bayi karena ini sangat baik untuk
meningkatkan kadar gula darah.
3) Biasakan untuk menawarkan payudara pada bayi sehingga bayi bisa terdesak
untuk minum dengan baik.
4) Jika bayi memang tidak bisa menerima ASI maka bisa memberikan susu
formula yang bisa dilakukan lebih rutin. Susu formula dianggap lebih baik dari
ASI karena mengandung gula yang dibutuhkan oleh tubuh bayi.
BAB III
Jam : 18.00
A. Data Subjektif
1. Identitas
Nama Bayi : By. Ny. C
Umur / Tanggal lahir :26 maret 2018
Jenis Kelamin : laki-laki
Anak ke :pertama
Alamat
2. Keluhan Utama : Ibu mengatakan bahwa bayinya lahir dengan berat badan rendah
yaitu 2100 gram
3. RiwayatIntranatal
Segera menangis/tidak : Ya
Tanda 0 1 2 Jumlah
Frekuensi ( ) tidak ada ( √ ) < 100 ( ) > 100
Jantung
Usaha nafas ( ) tidak ada (√ ) lambat tidak teratur ( ) menangis kuat
Tonus otot ( ) lumpuh (√ ) eks fleksi sedikit ( ) gerakan aktif
I 6
reflek ( ) tidak bereaksi ( √ ) gerakan sedikit ( ) menangis
Warna ( ) biru / pucat ( ) tubuh (√ ) kemerahan
kemerahan tangan
dan kaki biru
Frekuensi ( ) tidak ada ( ) < 100 (√ ) > 100
Jantung
Usaha ( ) tidak ada (√ ) lambat tidak teratur ( ) menangis kuat
I bernafas ( ) lumpuh ( ) eks fleksi sedikit (√ ) gerakan aktif
8
I Tonus otot ( ) tidak bereaksi ( √ ) gerakan sedikit ( ) menangis
reflek ( ) biru / pucat ( ) tubuh (√ ) kemerahan
warna kemerahan tangan
dan kaki biru
5. Riwayatkesehatan
Bayi : Ibu mengatakan bahwa bayinya lahir dengan selamat namun dengan
berat badan lahir rendah
Ibu : Ibu mengatakan bahwa ibu mengalami penyakit diabetes mellitus dan
sedang dalam pengobatan sudah 2 tahun
Keluarg : Ibu mengatakan dalam keluarga ada yang menderita penyakit menurun
a yaitu kencing manis.
6. Data Biologis
a. Nutrisi
Frekuensi : 12 kali / hari setiap2 jam sekali, atau sesuai kondisi bayi
b. Eliminasi
BAB
BAK
a. Tanggapankeluargaterhadapbayi :
Ibumengatakansenangkarenaadanyabayi.
b. Tanggapankeluargaterhadapkeadaanbayi :
c. Pengambilkeputusandalamkeluarga :
Ibumengatakanpengambilankeputusandalamkeluargaadalahsuami
d. Pengetahuankeluargatentangperawatanbayi :
Tidakada
B. Data Objektif
1. PemeriksaanUmum
a. Keadaan umum :baik
c. BB : 2100 gram
d. PB : 47 cm
Suhu : 35,7
Down Score :0
0 0 1 2
Frekuansi < 60 60-80 > 80
Napas kali/menit kali/menit kali/menit
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang Sianosis
dengan o2 menetap
walaupun
diberikan o2
Retraksi Tidak ada Retraksi Retraksi berat
retraksi ringan
Air Entry Udara masuk Penurunan Tidak ada
bilateral baik ringan udara udara masuk
masuk
2. Antropometri
a. BB :2100 gram
b. PB :47 cm
c. Lingkar kepala
OB : 33 cm
OS :30 cm
OK : 29 cm
d. Lingkar dada : 28 cm
e. LILA : 7 cm
3. Pemeriksaan Khusus
Kepala : Simetris, tumbuh rambut berwarna hitam dan tipis, tidak ada
benjolan abnormal, Sutura saling terpisah, tidak ada caput
suksedeneum dan cepal hematom
Muka : kulit berwatna kemerahan, tampak adanya lanugo, tidak ada odema,
tidak kuning
Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sclera putih, terdapat secret mata,
mata dapat membuka, mata berkedip bila terpapar cahaya
Mulut : Mokusa kering, bibir dan lidah berwarna merah muda refleks hisap
lemah, tidak ada labiokiziz dan labiopalatokiziz
Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar limfe dan tiroid serta tidak ada
bendungan vena jugularis, kulit kemerahan dan tidak kuning
Dada/payudara : Simetris, puting susu tampak hitam dan jelas menonjol sekitar 3-4
mm, tampak adanya lanugo, gerakan simetris pada saat menarik
napas, tidak nampak kesulitan saat bernapas, warna kulit kemerahan
Punggung : Bentuknya datar, tidak ada benjolan abnornal, tidak ada spina bifida,
warna kulit kemerahan
Ekstrimitas : Warna kulit kemerahan, simetris, telapak tangan dan kaki terasa
dingin
Ballad Score
Ballard score : 18 x 2 = 36
4. Refleks primitif
5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : melakukan pemerksaan kadar gula darah dan HB pada bayi
C. Analisa
D. Penatalaksanaan
b. Apabila dengan KMC suhu bayi tidak naik setelah melakukan pemantauan selama
per 15 menit dan setelah 3 kali memantauan, maka segera masukan bayi ke Inkubator
dengan suhu 350C.
a. Inkubator tertutup
1) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dapat dibuka apabila dalam
keadaan tertentu seperti apnea; dan apabila membuka inkubator usahakan
suhu bayi tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
2) Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung
3) Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan
observasi
4) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh
5) Pengaturan oksigen selalu diobservasi
6) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira
dengan suhu 27ºC
b. Inkubator terbuka
1) Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian
perawatan pada bayi
2) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu
normal dan kehangatan
3) Membungkus dengan selimut hangat
4) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah
aliran udara.
5) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala
6) Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai dengan
ketentuan dibawah ini
Bayi berat badan lahir rendah menurut Saputra (2014), bayi berat lahir rendah ialah berat
badan bayi yang lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi atau usia
kehamilan. Berdasarkan Ikatan Dokter Indonesia / IDI (2014), BBLR yaitu bayi berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa maemandang masa gestasi dengan catatan berat lahir adalah
berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir. Menurut Hasan & Alatas (2005),
bayi yang berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram dengan batas maksimal 2499 gram.
Ibu mengalami diabetes dan berlangsung selama 2 tahun
Pada kasus tersebut terdapat bayi dengan BBLR yang memiliki berat badan 2100 gram
dan ibu ada riwayat diabetes yang dalam masa pengobata,sehingga kadar glukosa dalam
tubuh bayi kurang dikarenakan penggunaan insulin selama kehamilan dalam 2 tahun.
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45
mg/dL (2.6 mmol/L). · Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa
rendah, bayi yang dilahirkan dari ibu diabetes. · Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang
berlebihan pada janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin.
9. Memberitahu kepada ibu hasil pemeriksaan TTV bayi dalam batas normal dan keadaan
bayi hipotermi atau kedinginan dengan berat badan bayi kurang dari normal dan perlu
dilakukan penghangatan.
DAFTAR PUSTAKA
Endang, K. (2010) “Asuhan Kebidana Neonatus, Bayi dan Balita” Yogyakarta : Nuha Medika
Lia, Y. (2010). “Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita”. Jakarta : Trans Info Media
Saputra, L. (2014). “Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita”. Jakarta : Binarupa Aksara.
Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. ( 2006 ) “ Buku acuan pelatihan pelayanan
obstetri Neonatal Emergensi Dasar “. Jakarta : Depkes RI