Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah - Nya ,sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya tulis yang berjudul“ AKHLAK’’ ini.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan terimah kasih kepada kedua
orang tua, yang berjasa telah  besar dan penuh pengorbanan serta selalu berdo’a dalam
memenuhi segala kebutuhan ananda, sehingga penulis sekses dalam menuntut ilmu
untuk kehidupan masa depan yang lebih baik.
          
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam penyusunannya, baik dalam penyajian data, bahasa
maupun sistematika pembahasannya. Penulis juga mengharpkan masukan atau kritikan
maupun saran yang bersifat membangun demi kesempurnaannya di masa yang akan
datang.
           
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan pada kesempatan ini Mudah-
mudahan dengan adanya karya tulsis ini sedikit banyaknya dapat membawa manfaat
kepada kita semua, dan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
 
                                                                                               
                                                                                                                       Penyusun
                                                                                                               

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1.        Latar Belakang.........................................................................1
1.2.        Tujuan......................................................................................1
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Akhlak..........................................................................2
2.2 Definisi...........................................................................................2
2.3 Syarat Berakhlak............................................................................3
2.4  Pembagian Akhlak........................................................................3.
2.5 Ruang Lingkup Akhlak...................................................................4
2.6 Sumber dan Ciri-Ciri Akhlak Islami................................................6
2.7 Akhlak islami dalam kaitannya dengan status pribadi...................9
2.8 Akhlak Da’I/ Mubaligh...................................................................15
2.9 Macam-Macan Akhlak..................................................................16
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan...................................................................................19
Daftar Pustaka
 BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Akhlak merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang. Dari sifat
yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang, seperti sifat
sabar, kasih sayang, atau malah sebaliknya pemarah, benci karena dendam, iri dan
dengki, sehingga memutuskan hubungan silaturahmi.

Akhlak yang baik dan mulia akan mengantarkan kedudukan seseorang pada posisi yang
terhormat dan tinggi. Atas dasar itulah kami menyusun makalah ini, agar kita semua
sebagai makhluk Allah, tidak tersesat dalam menjalani hidup, dan dapat menjadikan
Rasulullah sebagai idola kita, karena sesungguhanya pada diri Rasulullah terdapat suri
tauladan yang baik bagi kita.

1.2 Tujuan

Penulisan makalah ini, dimaksudkan untuk menginformasikan kepada pembaca, apa itu
akhlak sesama manusia, apa dan bagaimana akhlak yang sebenarnya diajarkan islam,
demi terciptanya kehidupan yang islami menuju keridhoan Allah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akhlak


Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu
keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[1]
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti
perangai, tingkah laku, atau tabiat.[2]
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad
Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang
yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih
dahulu.[3]
2.2 Definisi
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus
dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik,
atau hanya sewaktu-waktu saja.[4] Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul
dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak
pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga
terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.[2] Apabila perbuatan tersebut dilakukan
dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.[2]
Dalam Encyclopedia Brittanica[5], akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai
arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk,
seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan
terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral

2.3 Syarat Berakhlak


Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak
1. Perbuatan yang baik atau buruk.
2. Kemampuan melakukan perbuatan.
3. Kesadaran akan perbuatan itu
4. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk

2.4  Pembagian Akhlak

Akhlak Baik (Al-Hamidah)

1. Jujur (Ash-Shidqu)

2. Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)

3. Malu (Al-Haya')

4. Rendah hati (At-Tawadlu')

5. Murah hati (Al-Hilmu)

6. Sabar (Ash-Shobr)
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, semoga Allah merelakannya, berkata,
"Rasulullah SAW. bersabda", "Ketika Allah mengumpulkan segenap makhluk pada hari
kiamat kelak, menyerulah Penyeru", "Di manakah itu, orang-orang yang utama (ahlul
fadhl) ?". Maka berdirilah sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya
mereka bergegas menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa
mereka. "Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini
menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang utama (ahlul fadhl)". "Apa keutamaan kalian ?",
tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami, jika didzalimi, kami bersabar. Jika
diperlakukan buruk, kami memaafkan. Jika orang lain khilaf pada kami, kamipun tetap
bermurah hati". Akhirnya dikatakan pada mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena
demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal". Setelah itu
menyerulah lagi penyeru, :"Di manakan itu, orang-orang yang bersabar (ahlush shabr) ?".
Maka berdirilah sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka
bergegas menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka.
"Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini menjawab,
"Kamilah itu orang-orang yang sabar (ahlush shabr). "Kesabaran apa yang kalian
maksud ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami sabar bertaat pada
Allah, kamipun sabar tak bermaksiat padaNya. Akhirnya Dikatakan pada mereka, "Masuklah
ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang
beramal". (Hilyatul Auliyaa'/ Juz III/ Hal. 140)

2.5 Ruang Lingkup Akhlak


2.5.1 Akhlak pribadi
Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang
itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya
dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama,
budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah
mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan
dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.[1]
2.5.2 Akhlak berkeluarga
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban orang tua
terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan pendidik untuk
memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran yang bijak, setiap
agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai tanggung jawab untuk
mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang
luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh
secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka
mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan.[1]
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih berhak dari
segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati.[1] Karena keduanya
memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau, mencintai dengan ikhlas
agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat, berbahagia dunia
dan akhirat.[1] Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera
ayah dan ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong ayah dan ibumu dalam
mendidikmu, mereka gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu.
[1] Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau
selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong
keduanya disetiap keperluan.[1]
2.5.3 Akhlak bermasyarakat
Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu
susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak
kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu mengikuti
ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.[1]
Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial kemasyarakatan,
kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Sejak dahulu
manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-
kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan
apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar
dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-
aturan yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.[1]
2.5.4 Akhlak bernegara
Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama
denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup bersama
mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah
salah seorang dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama mereka.[1]
2.5.5 Akhlak beragama
Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena itulah
ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal
dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan
2.6 Sumber dan Ciri-Ciri Akhlak Islami

Persoalan “Akhlak” di dalam islam banyak dibicarakan dan dimuat pada Al-Qur’n
dan Al-Hadits.  Sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-
hari bagi manusia. Ada yang menjelaskan arti baik dan buruk. Memberi informasi
kepada umat, apa yang semestinya harus diperbuat dan bagaimana harus bertindak.
Sehingga dengan mudah dapat diketahui, apakah perbuatan itu terpuji atau tercela,
benar atau salah.
Kita telah mengetahui bahwa akhlak islam adalah merupakan system
moral/akhlak yang berdasarkan islam, yakni bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan
Allah pada nabi/Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya.
Memang  sbagaimana disebutkan terdahulu bahwa secara umum akhlak/moral
terbagi atas moral yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akhirat
dan kedua moral yang sama sekali tidak berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan,
moral ini timbul dari sumber-sumber sekuler.
Akhlak islam, karena merupakan system akhlak yang berdasarkan kepercayaan
kepada Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar daripada agama itu sendiri.
Dengan demikian, dasar/sumber pokok daripada akhlak islam adalah Al-Qur’an dan Al-
Hadits yang merupakan sumber utama dari agama islam itu sendiri.
Dinyatakan dalam sebuah hadits Nabi:
‫هللا َو ُس َّن َة َو َرس ُْولِ ِه‬
ِ ‫اب‬ َ ‫ْن َلنْ َتضِ لُّ ْوا ما َ َت َمس َّْك ُت ْم ِب ِه َما ِك َت‬ ُ ‫ َت َر ْك‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ِ ‫ت فِ ْي ُك ْم اَمْ َري‬ َ ‫ْن ماَلِكٍ َقا َل ال َّنبُّى‬ ِ ‫َعنْ اَ َن‬
ِ ‫سب‬
Artinya:
“ Dari Anas Bin Malik berkata: Bersabda Nabi Saw: Telah kutinggalkan atas kamu
sekalian dua perkara, yang apabila kamu berpegang kepada keduanya, maka tidak
akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya”.

Nasir menyebutkan bahwa Akhlak Islam berkisar pada:


a. Tujuan hidup setiap muslim, ialah menghambakan dirinya kepada Allah, untuk
mencapai keridhaan-Nya, hidup sejahtera lahir dan batin, dalam kehidupan masa kini
maupun yang akan datang.

b Dengan keyakinannya terhadap kebenaran wahyu Allah dan sunah Rasul-Nya,


membawa konsekuensi logis, sebagai standard dan pedoman utama bagi setiap moral
muslim. Ia member sangsi terhadap moral dalam kecintaan dan kekuatannya kepada
Allah, tanpa perasaan adanya tekanan-tekanan dari luar.

c. Keyakinannya akan hari kemuadian/pembalasan, mendorong manusia berbuat baik


dan berusaha menjadi manusia sebaik mungkin, dengan segala pengabdiannya kepada
Allah.

d. Islam tidak moral yang baru, yang bertentangan dengan ajaran dan jiwa islam,
berasaskan darI Al-Qur’an dan Al-Hadits, diinterprestasikan oleh ulama mujtahid.

e.  Ajaran Akhlak Islam meliputi segala segi kehidupan manusia berdasrkan asas
kebaikan dan bebas dari segala kejahatan. Islam tidak hanya mengajarkan tetapi
menegakkannya, dengan janji dan sangsi Illahi yang Maha Adil. Tuntutan moral sesuai
dengan bisikan hati nurani , yang menurut  kodratnya cenderung kepada kebaikan dan
membenci keburukan.

Dengan demikian dapat ditegasakan disini bahwa dasar dari akhlak islam secara
global hanya ada dua yakni: Percaya adanya Tuhan dan percaya adanya hari kemudian/
pembalasan, sebagai disebutkan oleh Abul A’la Maududi bahwa system moral/akhlak
ada yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan setelah mati.

Dalam islam, budi pekerti merupakan refleksi iman dari seseorang sebagai
contoh(suri tauladan) yang pas dan benar ialah Rasullah Saw. Beliau memiliki akhlak
yang sangat muia, agung dan teguh. Sehingga tidak mustahil kalau Allah memilih beliau
sebagai pemimpin umat manusia.

“Akhlak” di dalam iajaran islam sangat rinci, berwawasan multi dimensial bagi
kehidupan, sistematis dan beralasan realitas. Juga “Akhlak” banyak dibicarakan tentang
konsekuensi yang bagi manusia yang tidak berpegang pada “ akhlak islam”.
“Akhlak islam” bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun
peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit social dari jiwa dan mental. Tujuan
berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiann di dunia dan akhirat. Dua simbolis
tujuan inilah yang diidamkan manusia bukan semata berakhlak secara islami hanya
bertujuan untuk kebahagiaan dunia saja.
Dalam ajaran Islam memelihara terhadap sifat terpuji. Dan ada cirri-ciri akhlak
islamiyah yaitu:

1.      Kebajikan yang mutlak


Islam menjamin kebajikan mutlak. Karena Islam telah menciptakan akhlak yang luhur. Ia
menjamin kebaikan yang murni baik untuk perorangan atau masyarakat pada setiap
keadaan, dan waktu bagaimanapun. Sebaliknya akhlak yang diciptakan manusia, tidak
dapat menjamin kebaikan dan hanya mementingkan diri sendiri.

2.      Kebaikan yang menyeluruh


Akhlak islami menjamin kebaikan untuk seluruh manusia. Baik segala jaman, semua
tempat, mudah tidak mengandung kesulitan dan tidak mengandung perintah berat yang
tidak dikerjakan oleh umat manusia di luar kmampuannya. Islam menciptakan akhlak
yang mulia, sehingga dapat dirasakan sesuai dengan jiwa manusia dan dapat diterima
akal yang sehat.

3.      Kemantapan
Akhlak Islamiayah menjamin kebaikan yang mutlak dan sesuai pada diri manusia. Ia
bersifat tetap, langgeng dan mantap, sebab yang menciptakan Tuhan yang bijaksana,
yang selalu memliharanya dengan kebaikan yang mutlak. Akan tetapi akhlak/etika
ciptaan manusia bersifat berubah-rubah dan tidak selalu sama sesuai dengan
kepentingan masyarakat dalam satu jaman atau satu bangsa. Sebagai contoh aliran
materialism, hati nurani dana lain sebagainya.

4.      Kewajiban yang dipatuhi


Akhlak yang bersumber dari agama Islam wajib ditaati manusia sebab ia mempunyai
daya kekuatan yang tinggi menguasai lahir batin dan dalam keadaan suka dan duka,
juga tunduk pada kekuasaan rohani yang dapat mendorong untuk tetap berpegang
kepadanya. Juga sebagai perangsang untuk berbuat kebaikan yang diiringi dengan
pahala dan mencegah perbuatan jahat, karena takut skan siksaan Allah SWT.

5.      Pengawasan yang menyeluruh


Agama islam adalah pengawas hati nurani dan akal yang sehat, islam menghargai hati
nurani bukan dijadikan tolak ukur dalam menetapkan beberapa usaha. Firman Allah
dalam surat Al-Qiyamah: 1-2 ; yang artinya: “Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan
aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”.
2.7 Akhlak islami dalam kaitannya dengan status pribadi

Dibagian ini kami akan menjelaskan “Akhlak islami” yang mengatur dan membatasi
kedudukan (satus) pribadi sebagai:
1. Hamba Allah
2. Anak
3. Ayah/ibu
4. Anggota masyarakat
5. Jama’ah
6. Da’i/Muballigh
7. Pemimpin
Dengan demikian “akhlak islami” mengarah kepada status pribadi yang berada pada
kelompok social yang beraneka ragam. Fungsi, peran dan bagaimana semestinya
berperilaku pada posisi(kedudukan) dalam kelompok sosial tersebut, dengan adanya
“akhlak Islami” dapat dihindari (pola hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan
manusia dengan kholiqnya) keliruan bertindak.

2.7.1   Pribadi sebagai Hamba Allah

Kenyataan di jagad raya (dunia) membuktikan bahwa ada kekuatan yang tidak
Nampak. Dia mengatur dan memelihara alam semesta ini.Juga Dialah yang menjadi
sebab adanya semua ini. Dalam pengaturan alam semesta ini terlihat ketertiban, dan
ada suatu peraturan yang berganti-ganti dan gejala datang dengan keteraturan-Nya.
Semua kenikmatan tersebut, bukan berarti “ Sang Pencipta mempunyai maksud
kepada manusia supaya membalas dengan sesuatu, itu tidak, tetapi Allah
SWT.memerintahkan manusia agar senantiasa beribadah kepada-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan makhluk dengan kholiknya.
Dalam masalah ketergantungan , hidup manusia selalu mempunyai ketergantungan
kepada yang lain. Dan tumpuan serta pokok ketergantungan adalah ketergantungan
kepada yang Maha Kuasa, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha
Sempurna, ialah Allah Rabul ‘alamin, Allah Tuhan Maha Esa.

     2.7.2 Pribadi sebagai Anak

Ketika nabi Ibrahim masih kecil, berdialog kepada ayahnya tentang Tuhan. Dan
kesimpulannya bahwa Tuhan telah member petunjuk kepada manusia bahwa
memperTuhan benda adalah sangat keliru.
Dengan demikian, dunia anak sangat penting diperhatikan. Apabila keliru dalam
mendidik akhlak anak, bias jadi dunia anak akan tidak mengenal akhlak yang lebih lanjut
anak akan melakukan perbuatan yang abnormal kriminalitas dan lain sebagainya.
Contoh dalam pendidikan akhlak, apabila anaka-anak sekolah berdusta di dalam segala
apa yang mereka bicarakan, didukung para gurunya berdusta juga di dalam mengajar
dan segala pembicaraannya, maka masyarakat (anak-anak) tidak dapat berujud. Dan
apabila dunia anak terancam demikian, masyarakat yang akan dating tidak dapat
berwujud karena adanya tiap-tiap yang dibicarakan menjurus dusta. Dan yang
membekas dan berwujud pada masyarakat yang merusak dan rendah martabatnya.
Maka model mendidik akhlak anak, tidak langsung berkata itu baik, atau itu buruk,
apabila seorang anak baru saja belajar membaca, menurut kita itu jelek/buruk namun
kita tidak seharusnya berkata demikian. Sebab dapat menyakiti hati dan patah
semangat. Tetapi kita beri semangat dan dorongan yang dapat memacu dan bergiatnya
si anak.

2.7.3 Akhlak Pada Ayah dan Ibu


     
 Betapa berat tangguangan seorang ibu dikala mengandung dan demikian pula kalau
sudah dating waktunya melahirkan. Dengan mengerahkan seluruh perhatian, jiwa raga
dan tenaga si ibu melahirkan jabang bayinya dengan harap-harap cemas. Berharap
agar si bayi yang dilahirkannya sehat dan sempurna keadaannya sebagai manusia
sempurna anggota badannya, seperti susunan jasmaninya dan tumbuh dalam keadaan
yang wajar baik jasmani maupun rohaninya.
Mengapa demikian besar kasih sayang ibu kepada anaknya. Padahal sewaktu belum
mengandung seakan belum mau mempunyai anak. Atau karena anaknya sudah dua
tiga ingin tidak ada yang keempat. Tetapi karena dikarunia Tuhan anak yang selanjutnya
kasih saying ibu tidak ada bedanya antar kepada yang pertama yang kedua dan
seterusnya.
Dari mana datangnya cinta kasih saying kepada putranya, padahal tiada pamrih. Lain
dengan cinta seorang kekasih kepada pacarnya, yang kalau kasihnya tiada terbalas bias
berbalik menjadi benci. Tetapi kasih ibu bagaimanapun tiada akan berubah dan hilang,
walaupun si anak tiada membalas kasih dan cinta ibu.
Memang itu kareana “Hidayah”, anugerah dari pada Allah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang. Hidayah itu tersebut insting atau naluri, dalam ilmu agama disebut
“Hidayah-ghariziyyah”.
Beberapa perkara yang harus di perhatikan dan dilaksanakan oleh seorang anak
kepada Orang tua yakni:

a.   Berbuat Baik kepada Ibu dan Ayah, Walaupun keduanya Lalim
     Seorang anak menurut ajaran islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan
ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai seorang anak samapai
menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tuanya berbuat lalim
kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si
anak berbuat tidak baik, atau membalas atau mengimbangi ketidakbaikan orang tua
kepada anaknya. Allah tidak meridhoinya sehingga orang tua itu meridhoinya.
b.      Berkata Halus dan mulia kepada Ibu dan Ayah
            Kewajiban anak kepada orang tuanya berbicara menurut ajaran islam harus
berbicara sopan, lemah lembut dan mempergunakan kata-kata mulia hal ini dituturkan
dalam Firman Allah:
‫ْن اِحْ َسا َنا ِامَّا َيبْلُغَ نَّ عِ ْندَ َك ْال َك ِب َر اَ َح ُد ُه َما اَ ْو ِكالَ ُه َما َفالَ َتقُ ْل لَ ُه َما اُفٍّ َواَل َت ْن َهرْ ُه َما َوقُ ْل َل ُه َما‬
ِ ‫ُّك اَاَّل َتعْ ُب ُد ْوا اَاَّل ِايَّاهُ َو ِب ْال َولِدَ ي‬
َ ‫ضى َرب‬ َ ‫َو َق‬
}24-23 :‫ص ِغيْرً ا {االسراء‬ َ ‫ َك َما َر َّب َيانِى‬€‫الذ ِّل الرَّ حْ َم ِة َوقُ ْل َربِّ ارْ َحمْ ُه َما‬ َّ ‫اح‬ َ ‫اخفِضْ لَ ُه َما َج َن‬ ْ ‫ َو‬.‫َق ْواًل َك ِر ْيمًا‬
Artinya:
“Dan Tuhan telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain kepada-Nya
dan hendaknya kamu berbuat baik kepada ibu bapak kamu dengan seabaik-baiknya.
Jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya samapi berumur lanjut dalam
pemeliharaan kamu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh
kesayangan dan ucapakan doa:”Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka kedua,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil.”

c. Berbuat baik kepada Ibu dan atau Ayah yang sudah meninggal dunia
Apabila ibu dan ayah masih hidup, si anak berkewajiban berbuat baik, dan itu mudah
dilakukan dengan berbagai macam cara, baik yang bersifat moaral, maupun yang
bersifat material.
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ayah dan atau ibunya yang sudah tiada.
Hal ini agama islam mengajarkan supaya seorang anak:

a.    Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan memintakan ampun kepada Allah dari
segala dosa orang tua kita. Doa yang sering di amalkan yakni:

َ ‫ َك َما َر َّب َيانِى‬€‫لى َول َِوالِدَىَّ َوارْ َحمْ ُه َما‬


‫ص ِغيْرً ا‬ ْ ‫اللَّ ُه َّم‬
ِ ْ‫اغفِر‬
b.    Menepati janji kedua ibu bapak, Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada
seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut.
Umpamanya beliau akan naik haji, yang belum sampai melaksanakannya. Maka
kewajiban anaknya untuk menunaikan haji untuk orang tuanya tersebut.
c.  Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Di waktu hidupnya ibu dan ayah, beliau-
beliau mempunyai teman-teman akrab, yang segulung-segalang orang tua kita dengan
temannya.

d   Bersilaturrahmi kepada orang-orang yang mempunyai hubungan dengan kedua


orang tua.

2.7.4 Akhlak kepada Anggota Masyarakat/ Jama’ah


Pokok utama kerasulan nabi Muhammad Saw adalah menyempurnakan akhlak yang
mulia. Mencakup semua bentuk sikap dan perbuatan yang terpuji dikalangan orang-
orang (masyarakat) yang bertaqwa. Di samping terpuji berdasarkan norma-norma yang
ditetapkan Allah SWT.
Akhlak mulia merupakan akhlak yang berlaku dan berlangsung di atas jalur Al-Qur’an
dan perbuatan nabi Muhammad Saw. Dalam sikap dan perbuatan. Seperti di dalam Al-
Qur’an surat l-Qalam ayat 4.”Dan sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai akhlak
yang mulia”.
Dengan demikian setiap muslim diwajibkan untuk memlihara norma-norma (agama) di
masyarakat terutama di dalam pergaulan sehari-hari baik keluarga rumah tangga,
kerabat, tetangga dan lingkungan kemasyarakatan.

Dan kesempulan tata cara diatas akan diterangkan secara terperinci di bawah ini:

a.       Tata cara berbahasa


Setiap muslim (umat islam) dan semua orang diperintah untuk selalu berbahasa dengan
bahasa yang jelas dan baik, bahasa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara, sesuai
tingkat usia, masyarakat dan tingkat kedudukannya. Di dalam islam ada peribahasa
yang menyatakan bahwa “bahasa menunjukkan taqwa”.

b.      Tata cara salam


Setiap masyarakat, agama atau bangsa memiliki tata cara member salam, sebagaimana
juga dengan islam. “Salam” telah menempati kedudukan sendiri dalam Islam. Lebih
istimewa disbanding dengan agama di luar Islam.
Sebagaimana landasan salamdi dalam firman Allah surat An-Nur ayat 27:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang buka rumahmu
sebelum meminta ijin dan member salam kepada penghuninya

c.       Tata cara makan dan minum


Cara memegang sesuatu makanan dan minuman dengan tangan kanan. Dimulai
membasuh sebelum makan, membaca “basmallah” dan diakhiri mengucapkan
“Alhamdulillah”. Sikap yang dimiliki oleh orang yang sedang makan dan minum adalah
dengan duduk yang baik. Tanpa bersuara, tanpa bersandar sambil makan dan minum.
Apabila sifatnya undangan bagi yang mengundang mempersilahkan dengan bahasa
yang sopan. Dan bagi yang diundang dengan menyambut yang baik, mendoakan si
pengundang, mendahulukan orang yang lebih tua, jangan mencaci hidangan yang ada
di depannya, walaupun tak berselera.
Dalam adab minum, tidak boleh menggunakan peralatan dari emas dan perak, jangan
menarik nafas dan menghembuskan kembali ke dalam cangkir. Apabila menggunakan
kendi (dan sejenisnya) tidak boleh melekat pada mulut di bibir kendi.
d.      Tata cara di majelis pertemuan
Bagaimana adab kita berada di majles pertemuan? Jawabannya adalah pertama kali
baru masuk member salam, kemudian baru dapat duduk yang telah disediakan,
menyalami teman yang mendahului duduk, jangan sekali-kali menggeser tempat duduk
milik orang lain. Di samping itu juga jangan menggunakan bahasa yang dapat
menyinggung perasaan teman duduk. Ketika ingin meninggalkan tempat minta ijin, juga
bila ke luar membaca doa kifaratul majelis.

e.       Tata cara minta ijin masuk


Di dalam masyarakat dan Negara ada aturan-atauran tertentu baik ijin masuknya, waktu
maupun prosedurnya bagi setiap orang yang ingin memasuki kamar, rumah orang lain
atau Negara.
Aturan Islam bagi seseorang yang ingin masuk rumah orang lain, maka paling awal
yang dilakukan adalah member salam. Apabila tidak baik kembali. Di dalam mengetuk
pintu dilakukan secara wajar, menyatakan nama diri. Tidak boleh berdiri tepat di tengah-
tengah pintu ketika dibukakan. Apabila ditolak tidak boleh sedih hati namun harus
dikendalikan dengan hati yang bersih.
f.       Tata cara member ucapan selamat
7(tujuh) rangkaian(munasabah) yang ada dalam islam ketika mengucapkan   salam
“ucapan salam”. Ketujuh rangkaian tersebut antara lain:
a.       Dalam rangka acara pernikahan
b.      Dalam rangka kelahiran seorang bayi kepada ibunya
c.       Kembalinya seorang musafir (yang berpergaian)
d.      Pulangnya seorang dari jihad
e.       Sekembalinya dari haji
f.       Pada hari raya idul fitri dan idul adha

2.8 Akhlak Da’I/ Mubaligh

Telah jelas ujian bagi penyebar agama islam yang paling hebat adalah para nabi.
Kemudian orang-orang saleh, para Da’i/ mubaligh yang menyeri atau mengangguk
manusia untuk mentauhidkan Allah dan ikhlas dalam beribadah.
Dalam mempersiapkan diri yang telah mengikrarkan untuk berjalan mengikuti manhaj
para nabi dalam dakwah, maka para nabi harus membekali diri dengan akhlakul
karimah. Sebab Da’i/mubaligh di masyarakat menjadi suri tauladan secara langsung.
Baik perilaku, sikap perbuatan maupun perkataannya.
Jalan yang harus ditempuh selanjutnya, da’I harus berusaha terus membersihkan jiwa.
Segala apa yang mengganjal, menutup dan tersembunyi di hati nurani, Da’I harus
berusaha juga menerangi segala rahasia dirinya. Dan senantiasa mohon petunujuk dan
pertolongan dari Allah. Dengan demikian dirinya menjadi baik atas kuasa Allah SWT.
Para Da’i memiliki ilham yang man merupakan martabat yang tinggi dalam dirinya yang
selalu menghubungkan dengan Allah. Di dalam hati Da’I ada bisikan-bisikan yang benar
yang berada pada lisannya karena tergisik dari hati yang bersih.

            Menurut Jamludin Kafie, sebagai Da’I, pelaksana dakwah harus memperhatikan
prinsip-prinsip kemimpinan yang baik yaitu:
a.       Sifat terbuka
b.      Berani berkorban
c.       Aktif berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat
d.      Sanggup menjadi pelopor dan perintis dalam kebajikan
e.       Mengembangkan sifat-sifat kooperatif, kemusiaan dan sikap-sikap toleransi,
kebijaksanaan dan keadilan social
f.       Tidak menjadi parasit atau membebani masyarakat
g.      Percaya diri dan yakin akan kebenaran yang dibawanya
h.      Optimis dan tidak putus asa
            Dengan demikian sikap Da’I harus memahami kondisi dan situasi masyarakat
yang menjadi sasarannya. Juga perlu terus menambah wawasannya. Kerena beraneka
ragam budaya , kompleksitas permasalahan di masyarakat.

2.9 Macam-Macan Akhlak

2.9.1 Akhlak Pemimpin

Tugas pemimpin tidak ringan. Tanggung jawab yang ia pikul senantiasa bernafaskan
amanat. Baik amanat dari masyarakat/ warga atau Negara. Bahkan agama. Agama
islam sangat memperhatikan masalah kepemimpinan. Menurut Islam. Semua pemimpin
akan dimintai pertanggung jawabnya. Pemimpin keluarga bertanggung jawab atas
kebahagiaan, kesejahteraan keluarganya, pemimpin Negara/bangasa akan dimintai
pertanggung jawabnya oleh masyarakat dan lain sebagainya.
           
Sebagai contoh seorang pemimpin sejati adalah Rasullah Saw dan para sahabatnya
seperti Abu bakar sebagai orang yang berwibawa dan tenang. Oerangnya penuh ramah
tamah, cinta sesama dan selalu membenarkan dan menepati pada rasul yang agung.
Umar bin khotob sebagai pemimpin yang mempunyai pendapat yang berbobot. Dia
adalah orang yang terpercaya terhadap rahasia-rahasianya. Utsman sebagai
pengumpul firman Kitab Allah. Dia adalah seorang pemimpin yang meluruskan akida.
Sedangkan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin yang pandai menyusun pasukan perang
untuk mengalahkan orang-orang jahat. Dan Ali adalah seorang pemimpin yang mampu
sebagai pewaris ilmu rasullah dan pemelihara janjinya.
Demikianlah akhlak pemimpin yang dicontohkan kepada kita untuk menjadi
pemimpin sejati. Akhlak pemimpin baik, sebab sifat, perilaku dan sikapnya dapat
membahagiakan orang lain (umat manusia) dan menampakkan karismatiknya pada
yang dipimpin, jadi dapat dikemukakan di sini, bahwa pemimpin berakhlak baik apabila
memiliki kepribadian yang sesuai dengan tata aturan (ketentuan) agama, masyarakat,
keluarga dan Negara/bangsa.

      2.9.2 Akhlak Mahmudah dan Mazmumah

            Ada 2 (dua) penggolongan akhlak secara garis besar yaitu: akhlak
mahmudah(fadilah) dan akhlak mazmumah(qabihah). Di samping istilah tersebut Imam
Al-Ghazali menggunakan juga istilah “munjiyat” untuk akhlak mahmudah dan “muhlihat”
untuk yang mazmumah.
Di kalangan ahli tasawuf, kita mengenal system pembinaan mental, dengan istilah:
Takhalli, tahalli dan tajalli.
Takhalli adalah mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, karena
sifat-sifat tercela itulah yang dapat mengotori jiwa manusia.
 Dan tahalli adalah mengisi jiwa ( yang telah kosong dari sifat-sifat tercela) dengan sifat-
sifat  yang terpuji (mahmudah).

Jadi dalam rangka pembinaan mental, pensucian jiwa hingga dapat berada dekat
dengan Tuhan, maka pertama kali yang dilakukan adalah pengosongan atau
pembersihan jiwa dari sifat-sifat tercela, hingga akhirnya sampailah pada tingkat
berikutnya dengan apa yang disebut “tajalli”, yakni tersikapnya tabir sehingga diperoleh
pancaran Nur Ilahi.
Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan
tingkah laku yang baik (yang terpuji). Sebaliknya segala macam sikap dan tingkah laku
yang tercela disebut dengan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah tentunya dilahirkan
oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak
mazmumah dilahirkan oleh sifat-sifat mazmumah. Oleh karena itu sebagaimana telah
disebutkan terdahulu bahwa sikap dan tingkah laku yang lahir adalah merupakan
cermin/ gambaran daripada sifat/kelakuan batin.
           
            Beberapa akhlak mahmudah seperti bersikap setia, jujur, adil, pemaaf,
disenangi, menepati janji, memelihara diri, malu, berani, kuat, sabar, kasih sayang,
murah hati, tolong menolong, damai, persaudaraan, menyambung tali persaudaraan,
menghoranati tamu, merendahkan diri, berbuat baik, menundukkan diri, berbudi tinggi,
memlihara kebersihan badan, cenderung kepada kebaikan, merasa cukup dengan apa
yang ada, tenang, lemah lembut, bermuka manis, kebaikan, menahan diri dari berlaku
maksiat, merendahkan diri kepada Allah, berjiwa kuat dan lain sebagainya.
            Sedangkan yang termasuk dalam akhlak mazmumah, antara lain; egoistis, lacur,
kikir, dusta, peminum khamr, khianat, aniaya, pengecut, aniaya, dosa besar, pemarah,
curang, culas, mengumpat, adu domba, menipu, memperdaya, dengki, sombong,
mengingkari nikmat, homosex, ingin dipuji, ingin didengar kelebihannya, makan riba,
berolok-olok, mencuri, mengikuti hawa nafsu, boros, tergopoh-gopoh, membunuh,
penipuan, dusta, berlebih-lebihan, berbuat kerusakan, dendam, merasa tidak perlu pada
yang lain dan lain sebagainya yang menunjukkan sifat-sifat yang tercela

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akhlak ialah suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-
perbuatan dengan senang tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan
yang keluar itu baik dan terpuji menurut syara dan aqal, perbuatan itu dinamakan akhlak
yang mulia. Sebaliknya apabila keluar perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang
buruk.
Oleh karena itu kita sebagai muslim, haruslah menanamkan sifat-sifat yang baik, agar
akhlak yang keluar dari diri kita, merupakan akhlak yang terpuji, yang disukai oleh Allah, dan
hanya Rasulullah yang pantas kita jadikan idola dalam kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Tatapangarsa, Humaidi. AKHLAK YANG MULIA. Surabaya : PT. Bina Ilmu. 1991.

Salim, Abdullah. AKHLAQ ISLAM. 1986.

Umary, Darmawie. MATERI AKHLAK. Solo : CV. Ramadhani. 1986.

Djatnika, Rachmat. SISTEM ETHIKA ISLAMI. Surabaya : Pustaka Islam. 1985.


MAKALAH AGAMA
(AKHLAK)

RENALDY RADYA SAPUTRA


G-5

PRODI TEKNOLOGI REKAYASA INFORMASI PEMERINTAHAN


FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
2021

Anda mungkin juga menyukai