Disusun Oleh:
NIM 21120007
Website:www.stikes-pertamedika.ac.id
Puji Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya
sehingga penulisan dan penyusunan proposal yang berjudul “Terapi Aktivitas Bermain
Puzzle pada anak usia pre-school di rumah Jalan Puskesmas Pondok Aren Kota Tangerang
Selatan” dapat terselesaikan.
Adapun tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk memenuhi tugas Profesi
Keperawatan Anak. Selain itu, proposal ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Terapi Aktivitas Bermain Permainan melatih nalar, melatih konsentrasi dan melatih
kesabaran dalam menyusun puzzle bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen Tim Keperawatan Anak yaitu :
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang saya tekuni. Serta kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan proposal ini.
Saya menyadari, proposal yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan proposal ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................................................2
C. Sasaran................................................................................................................................2
B. Fungsi Bermain..................................................................................................................3
C. Klasifikasi Bermain............................................................................................................4
F. Prinsip Bermain.................................................................................................................8
C. Setting tempat...................................................................................................................12
D. Metode Pelaksanaan.........................................................................................................13
E. Media................................................................................................................................13
F. Uraian kerja......................................................................................................................13
ii
G. Rencana Pelaksanaan Acara Bermain..............................................................................13
H. Evaluasi............................................................................................................................14
BAB IV PENUTUP....................................................................................................................16
A. Kesimpulan.......................................................................................................................16
B. Saran.................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMENTASI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak sakit yang dirawat di rumah sakit umumnya mengalami krisis oleh karena
seorang anak akan mengalami stress akibat terjadi perubahan lingkungan serta anak
mengalami keterbatasan untuk mengatasi stress. Krisis ini dipengaruhi oleh berbagai
hal yaitu usia perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang penyakit,
perpisahan atau perawatan di rumah sakit, support system serta keseriusan penyakit
dan ancaman perawatan.
Stress yang dialami seorang anak saat dirawat di rumah sakit perlu mendapatkan
perhatian dan pemecahannya agar saat di rawat seorang anak mengetahui dan
kooperatif dalam menghadapi permasalahan yang terjadi saat di rawat. Salah satu cara
untuk menghadapi permasalahan terutama mengurangi rasa perlukaan dan rasa sakit
akibat tindakan invasif yang harus dilakukannya adalah bermain.
Aktifitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak secara
optimal. Bermain merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik
dari dirinya. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih, dan lain sebagainya. Anak
memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan
perkembangan emosinya.
Mengenal buah merupakan suatu bentuk terapi bermain dimana anak bisa mengenal
berbagai macam buah dan mampu menyusun puzzle sesuai perintah yang diberikan.
1
Tujuan dari terapi bermain ini untuk memberikan kesenangan dan kepuasan kepada
anak sebagai hubungan interpersonal yang dinamis antara anak dengan terapis dalam
prosedur terapi bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih dan
memfasilitasi perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk sepenuhnya
mengekspresikan dan mengeksplorasi dirinya (perasaan, pikiran, pengalaman, dan
perilakunya) melalui media bermain.
B. Tujuan
1. Tujuan umum :
a. Dapat mengembangkan kreatifitas melalui pengalaman bermain yang tepat
b. Dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress.
2. Tujuan khusus :
a. Memberikan kesenangan pada anak dengan keinginan bermain
b. Memberikan kegiatan anak
c. Anak dapat bersosialisasi dengan lingkungan
d. Anak merasa diperhatikan
e. Orangtua dapat mengerti tentang pentingnya bermain pada anak dan
membantu dalam kegiatan bermain
f. Membina keterampilan anak
g. Memberikan pesan moral pada anak.
C. Sasaran
1. Anak usia 0-1 tahun termasuk masa golden age
2. Anak usia 1-3 tahun termasuk masa toddler
3. Anak usia 3-6 tahun termasuk masa pre school.
2
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Bermain
Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan dengan tujuan
bersenang-senang, yang memungkinkan seorang anak dapat melepaskan rasa frustasi
(Santroek,2007). Menurut Wong, 2009 bermain merupakan kegiatan anak–anak yang
dilakukan berdasarkan keinginannya sendiri untuk mengatasi kesulitan, stress dan
tantangan yang ditemui serta berkomunikasi untuk mencapai kepuasan dalam
berhubungan dengan orang lain.
Bermain merupakan kegiatan atau stimulasi yang sangat tepat untuk anak. Bermain
dapat meningkatkan daya pikir anak untuk mendayagunakan aspek emosional, sosial
serta fisiknya serta dapat meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman, dan
pengethauan serta keseimbanagan mental anak. Berdasarkan paparan diatas dapat
disimpulkan bahwa bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak untuk
mengatasi berbagai macam perasaan yang tidak menyennangkan dalam dirinya.
Dengan bermain anak akan mendapatkan kegembiraan dan kepuasan.
B. Fungsi Bermain
Dunia anak tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bermain. Diharapkan dengan
bermain, anak akan mendapatkan stimulasi yang mencukupi agar dapat berkembang
secara optimal. Adapun fungsi bermain pada anak yaitu :
1. Perkembangan sensorik – motorik: aktivitas sensorik motorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot.
2. Perkembangana intelektual: anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap
segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna,
bentuk, ukuran, tekstur, dan membedakan objek.
3. Perkembangan sosial: perkembangan sosial ditandai dengan kemmapuan
berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar
memberi dan menerima.
3
4. Perkembangan kreativitas: berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan
sesuatu dan mewujudkannya ke dalam bentuk objek atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk
merealisasikan ide-idenya.
5. Perkembangan kesadaran diri: melalui bermain anak akan mengembangkan
kemampuannya dan mengatur tingkah laku. Anak juga akan bekjaar mengenal
kemmapuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji
kemampuannya dengan mnecoba peran-peran baru dan mengetahui dampak
tingkah lakunya terhadap orang lain.
6. Bermain sebagai terapi
Pada saat anak dirawat dirumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan
yang sangat tidak menyenangkan seperti: marah, takut, cemas, sedih dan nyeri.
Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena
menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit.
C. Klasifikasi Bermain
1. Berdasarkan isinya
a. Bermain afektif sosial ( social affective play )
Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan
antara anak dan orang lain. Misalnya bayi akan mendapat eksenanga dan
kepuasan dari hubungna yang menyenangkan dengan orang tua dan orang lain.
Permainan yang biasa dilakukan adalah “cilukba”, berbicara sambil
tersenyum/tertawa atau sekedar memberikan tangan pada bayi untuk
menggenggamnya tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan
tertawa.
b. Bermain untuk senang-senang ( sense of pleasure play )
Permainan ini menggunkaan alat yang bisa menimbulkan rasa senang pada
anak dan biasanya mengasyikan. Misalnya dengan menggunakan pasir, anak
akan membuat gunung-gunung atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuk
dengan pasir.
c. Permainan keterampilan ( skill play )
Permainan ini akan menimbulkan keterampilan anak, khususnya motorik kasar
dan halus. Misalnya akan terampil memegang benda-benda kecil,
4
memindahkan benda dari satu tempat ke tempat lainnya dan anak akan
terampil naik sepeda. Jadi keterampilan tersebut diperoleh melalui
pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan.
d. Permainan simbolik atau pura – pura ( dramatic role play )
Permainan anak ini yang memainkan peran orang lain melalui permainannya.
Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa. Misalnya ibu guru,
ibunya, ayahnya, kakaknya sebagai yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain
dengan temannya, akan terjadi percakapan diantara mereka itu, permainan ini
penting untuk memproses/mengidentifikasi anak terhadap peran tertentu.
2. Berdasarkan jenis permainan
a. Permainan ( games )
Permainan adalah jenis permainan dengan alat tertentu yang menggunakan
perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau
dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini yang dimulai dari sifat
tradisional maupun modern seperti ular tangga, congklak, puzzle dan lain-lain.
b. Permainan yang hanya memperhatikan saja ( unocupied behaviour )
Pada saat tertentu anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,
jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada
disekelilingnya. Anak melamun, sibuk dengan bajunya atau benda lain.
3. Berdasarkan karakteristik sosial
a. Solitary play dimulai dari bayi ( toddler ) dan merupakan jenis permainann
sendiri atau independen walaupun ada orang lain disekitarnya.
b. Paralel play. Dilakukan oleh suatu kelompok anak balita atau prasekolah yang
masing-masing mempunyai permainan yang sama tetapi suatu sama lainnya
tidak ada interaksi dan tidak saling tergantung dan karakteristik khusus pada
usia toddler.
c. Asociative play. Permainan kelompok dengan tanpa tujuan kelompok. Yang
mulai dari usia toddler dan dilanjutkan sampai usia prasekolah yang
merupakan permainan dimana anak dengan kelompok dengan aktivitas yang
sama tetapi belum teroganisir secara formal
d. Cooperative play. Suatu permainan yang terorganisir dalam kelompok ada
tujuan kelompok dan ada memimpin yang dimulai dari usia pra sekolah.
Permainan ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja.
5
e. Onlooker play. Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak selama hospitalisasi.
Dapat membantu mengurangi stress, memberikan instruksi dan perbaikan
kemampuan fisiologis ( vessey & Mohan, 1990 dikutip oleh supartini, 2004 ).
6
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bermain
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bermain anak menurut harlock :
a. Kesehatan
Semakin sehat anak, maka semakin banyak energinya untuk bermain aktif.
Sebaliknya anak yang sakit-sakitan atau memiliki tenaga yang lemah akan lebih
menyukai bermain pasif (hiburan).
b. Perkembangan motorik
c. Inteligensi
Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif dibandingkan dengan yang kirang
pandai, dan permianan mereka lebih menunjukkan kecerdikan.
d. Jenis kelamin
Anak laki-laki kecenderunganannya bermain lebih kasar dibandingkan anak
perempuan, dan lebih menyukai permainan yang melibatkan fisik motorik
mereka.
e. Lingkungan
Anak yang berasal dari lingkungan perdesaan kurang bermain dibandingkan
mereka yang berasal dari lingkungan kota. Hal ini dikarenakan kurangnya teman
bermain serta kurangnhya peralataan dan waktu bebas.
f. Status sosial ekonomi
Anak yang berasal dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi menyukai
kegiatan yang mahal, seperti lomba atletik, bermain sepatu roda. Adapun mereka
yang berasal dari kalangan bawah terlihat bermain dalam kegiatan yang tidak
mahal, seperti bermain bola dan berenang.
g. Jumlah waktu bebas
h. Peralatan bermain
Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainannya. Misalnya,
dominasi boneka dan binatang buatan mendukung permainan pura-pura.
Kemudian banyak balok, kayu, cat air dan lilin mendukung permianan yang
sifatnya konstruktif.
F. Prinsip Bermain
7
1. Prinsip Aktivitas
Permainan edukatif harus mampu mengembangkan sikap aktif pada anak.
Permainan yang digunakan dan dapat diterapkan langsung dengan anak (siswa
terlibat langsung).
2. Prinsip Efektivitas dan Efisiensi
Prinsip ini menjadi tolak ukur dari efek permainan edukatif yang digunakan.
Permainan yang digunakan bisa dibuat dari bahan-bahan yang tidak terpakai (daur
ulang).
3. Prinsip Produktivitas
Permainan edukatif harus dapat mengembangkan sikap produktif pada diri anak
sebagai pengguna dan pemain dalam permainan itu sendiri. Harus bersifat
mendidik kegiatan yang positif bagi anak.
4. Prinsip Mendidik dengan Menyenangkan
Permainan edukatif harus memperhatikan sisi kemampuan anak. Sehingga dapat
menghasilkan kegiatan yang positif dan dapat menyenangkan si anak, agar
permainan yang digunakan tidak bosan.
5. Prinsip Kreativitas
Melalui permainan, diharapkan anak mampu merancang sesuatu yang baru dan
berbeda dan menimbulkan kepuasan pada anak. Permainan dapat menimbulkan
anak secara kreatif dalam melaksanakan suatu kegiatan.
8
dahulu atau bagian samping terlebih dahulu. Hal yang perlu diperhatikan dalam
puzzle ini adalah jumlah puzzle yang dipasang / disusun tidak lebih dari 6 potongan.
Mainan puzzle atau bongkar pasang sesuaikan dengan usia anak dan kemampuan
anak. Jenis – jenis puzzle adalah puzzle satu gambar disertai dengan pegangan untuk
anak-anak awal, puzzle dari balok dan puzzle yang yang berupa potongan gambar
biasa.
9
b. Anak Usia 4-5 Tahun
Pada usia ini kemampuan anak mengalami perkembangan. Anak mampu
memasang dan mengikat tali sepatu. Tangan anak mulai terampil menggunting
kertas dengan mengikuti garis. Anak juga mampu memasang dan membuka
penjepit baju dengan menggunakan satu tangan. Mampu membangun jembatan
dengan menggunakan 5 balok. Lalu anak mampu menuangkan air dariteko ke
beberpa wadah.
c. Anak Usia 5-6 Tahun
Kemampuan anak pada masa ini sudah mulai sempurna. Hal ini dibuktikan
dari ketrampilan tanganya yang berkembang, dimana pada usia ini anak
mampu melipat kertas mejadi setengah atau seperempat bagian. Mampu
menggambar mengikuti bentuk tangan. Anak juga sudah mampu menggambar
segiempat, lingkaran, bujur sangkar dan segitiga. Tidak hanya menggabar,
anak juga sudah mampu menggunakan krayon dengan tepat. Si anak juga
mampu menulis kembali huruf dan menyalin kata-kata singkat.
10
3. Tujuan dan Fungsi Perkembangan Motorik Halus Balita
a. Perkembangan motorik adalah suatu perubahan dalam perilaku motorik yang
memperlihatkan interaksi dari kematangan mahluk dan lingkungannya.
Perkembangan motorik halus adalah gerakan motorik anak balita yang
melibatkan otot-otot kecil dalam tubuh anak, seperti tangan, jari, dan
pergelangan tangan. Gerakan motorik halus anak, antara lain mencoret kertas,
menggambar, menggoyangkan jempol, dan menyusun balok menjadi menara.
Perkembangan gerak motorik halus merupakan meningkatnya
pengkoordinasian gerak tubuh yang melibatkan otot dan syaraf yang jauh lebih
kecil atau detail.
b. Tujuan dan fungsi perkembangan motorik adalah penguasaan keterampilan
yang tergambar dalam keamampuan menyelesaikan tugas motorik tertentu.
Kualitas motorik terlihat dari seberapa jauh anak tersebut mampu
menampilkan tugas motorik yang diberikan dengan tingkat keberhasilan
tertentu. Jika tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas motorik tinggi,
berarti motorik yang dilakukan efektif dan efisien.
11
BAB III
TERAPI BERMAIN
A. Karakteristik sasaran
Sasaran terapi bermain “puzzle” adalah anak usia prasekolah dan dengan kriteria:
1. Anak usia prasekolah ( 3-6 tahun)
2. Jumlah peserta 1 ( satu ) orang anak dan didampingi orang tua
3. Keadaan umum anak membaik
4. Anak dapat duduk
5. Anak kooperatif.
C. Setting tempat
Tempat disetting berbentuk setengah lingkaran, dimana anak-anak didampingi oleh
orang tuanya dan ruangan harus nyaman dan tenang.
Skema tempat
Keterangan:
: Leader : Co-leader
12
D. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan yaitu dengan praktik bermain langsung dengan rancangan
permainan dengan cara :
a. Penyaji memberikan contoh kepada anak cara menyusun puzzle dan memberikan
contoh gambar dari puzzle tersebut.
b. Anak mulai menyusun puzzle yang sudah di contohkan oleh penyaji.
E. Media
Media yang digunakan adalah puzzle yang dibuat sendiri dengan alat-alat:
1. Kardus
2. Spidol
3. Pensil
4. Gunting
5. Double tape
6. Cutter
7. Hands sanitizer.
F. Uraian kerja
Struktur organisasi : Penyaji
Sehubungan dengan adanya pandemi virus covid-19 ini kegiatan terapi bermain di
adakan hanya satu penyaji dan satu anak untuk praktek terapi bermainnya didampingi
oleh orang tuanya.
13
“puzzle“
c. Penyaji memberikan alat terapi bermain
“puzzle“ kepada anak
d. Penyaji mencuci tangan dengan hands
sanitizer
e. Penyaji memberikan hands sanitizer kepada
anak untuk mencuci tangan
f. Penyaji memberikan motivasi kepada anak
g. Penyaji memberikan instruksi dan contoh
memasang puzzle kepada anak
h. Anak mulai melakukan memasang puzzle
sesuai dengan instruksi penyaji.
3. 10 Menit Evaluasi
a. Menanyakan pada anak mengenai bentuk
puzzle yang telah dibuat
b. Penyaji menanyakan bagaimana perasaan
peserta setelah berhasil menyusun puzzle
c. Penyaji menanyakan ada kesulitan atau
tidak saat penyusunan puzzle.
4. 5 Menit Terminasi
a. Penyaji menutup acara permainan
b. Memberikan reward kepada peserta
c. Salam penutup.
H. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Sarana yang dipersiapkan sebelum terapi bermain dilakukan yaitu menyiapkan
meja untuk menaruh puzzle dan puzzle sebagai alat terapi bermain yang akan
dilakukan
b. Media yang akan dipakai terapi bermain sudah disiapkan 1 hari sebelum
proses kegiatan akan dilaksanakan. Struktur peran sudah ditentukan sesuai
dengan terapi bermain
14
c. Kontrak waktu dengan keluarga dilakukan satu hari sebelum terapi bermain
yaitu hari Sabtu, 23 Januari 2021.
2. Evaluasi Proses
a. Penyaji memandu jalannya permainan dari permainan dimulai hingga selesai
b. Anak dapat merespon dengan senang dengan permainan merangkai puzzle
c. Anak mengikuti instruksi yang diberikan oleh penyaji dan melakukan
merangkai puzzle dengan benar
d. Kegiatan bermain menyusun puzzle berjalan dengan lancar
e. Anak terlihat gembira setelah puzzle yang disusun benar.
3. Evaluasi Hasil
a. Jangka Pendek
Anak mampu mengikuti kegiatan terapi bermain dengan baik dan benar.
b. Jangka Panjang
Anak dapat meningkatkan kemampuan motorik halus dan kemampuan dalam
berfikir.
BAB IV
PENUTUP
15
A. Kesimpulan
Bermain merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak-anak,
sekalipun dalam keadaan sakit atau dirawat. Melalui media bermain, anak belajar
berkata-kata dan bagaimana menyesuaikan diri terhadap lingkungan, objek, waktu,
orang dan ruang. Terdapat berbagai fungsi bermain pada anak, antara lain, untuk
perkembangan sensori dan motorik, perkembangan kognitif, meningkatkan
kreatifitas, perkembangan sosial, menunjukkan kesadaran diri akan kemampuan dan
kekuatannya dapat meningkatkan perkembangan moral.
B. Saran
1. Anak dapat menggali kemampuannya dengan terapi bermain
2. Mahasiswa dapat lebih mensosialisasikan kegiatan bermain pada lebih banyak
anak.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, D. 2013. Tumbuh kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Edisi revisi. Jakarta:
Salemba Medika.
Kaluas, dkk. 2015. Perbedaan Terapi Bermain Puzzle dan Bercerita Terhadap Kecemasan
Anak usia Pra Sekolah (3-5 tahun) selama Hospitalisasi di Ruang Anak RS TK. III R.
W. Mongisidi Manado. E-journal Keperawatan, Vol.3 No.2.
Saputro, H & Fazrin, I. 2017. Anak Sakit Wajib Bermain Di Rumah Sakit : Penerapan Terapi
Bermain Anak Sakit, Proses, Manfaat dan Penatalaksanaanya. Ponorogo: Forum
Ilmiah Kesehatan (FORIKES).