Anda di halaman 1dari 10

KRITISI KORUPSI DALAM AKSIOLOGI PANCASILA

DISUSUN OLEH :
1. SILVANA NANDA PUTRI_002
2. ALIYAH PRARAHMANITA_003
3. OKTAVIA IRDA HASHIMA_037
4. JOEL TRI SYAHPUTRA_043
5. SYAHLA NUR RAHIMAH_063

UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah tentang Kritisi Korupsi dalam Aksiologi Pancasila.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.Kami sadar makalah ini belum sempurna dan
memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
kami dibutuhkan.Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keberhasilan pembangunan dalam suatu negara ditentukan oleh dua faktor, yaitu
sumber daya manusia dan pendanaannya. Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan
keberagaman. Tetapi jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia justru termasuk salah
satu negara yang miskin. Hal ini bisa terjadi karena faktor sumber daya manusianya. Negara
lain memiliki kekayaan sumber daya yang terbatas, tetapi mereka sebagai manusia
memanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar tercapai hasil yang maksimal. Di sisi lain,
Indonesia justru kurang bijak dalam memanfaatkan kekayaan yang ada. Praktik ilegal banyak
dilakukan, hukuman yang berdasarkan undang-undang banyak diacuhkan, sampai korupsi
atau pengurasan keuangan negara untuk keperluan pribadi seperti sudah menjadi suatu adat
yang lumrah. Persoalannya adalah pada sumber daya manusia Indonesia. Indonesia bisa maju
atau tidaknya bergantung pada bagaimana sumber daya manusia kita. Apakah kita
menjunjung moralitas dan memiliki rasa malu? Apakah kita bisa menghentikan ‘adat’ korupsi
di negara ini? Tidak ada jawaban pasti sampai setiap manusia menanamkan sendiri kesadaran
dalam dirinya, bahwa korupsi membawa dampak yang negatif yang meluas bagi tanah air
kita, Indonesia.

1.2. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari korupsi.
2. Mengetahui macam-macam korupsi.
3. Mengetahui kebijakan pemerintah dalam menanggapi korupsi.

1.3. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari korupsi?


2. Apa sajakah macam-macam korupsi?
3. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam menanggapi korupsi?
4. Bagamana prinsip-prinsip antikorupsi?
5. Apa yang menjadi sebab terjadinya korupsi?
6. Apakah dampak negatif korupsi?
7. Apa tindakan yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi?
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Korupsi


Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Cprrumpere yang artinya busuk rusak,
menggoyahkan, memutar balik atau menyogok. Dalam bahasa arab korupsi disebu riswah
yang berarti penyuapan.
Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima masyarakat. Perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka
memenuhi kepentingan pribadi.
Menurut UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
Korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain
dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan orang lain atau negara.

2.2. Bentuk-bentuk Korupsi


1. Korupsi Epidemis
Ruang lingkupnya berhubungan langsung dengan berbagai kegiatan pemerintahan
yang menyangkut kepentingan masyarakat. Wujudnya dapat berupa jasa kesejahteraan
masyarakat (pendidikan, perumahan, pertanian, listrik, dan lain sebagainya), perangkat
undang-undang (perpajakan, pengendalian harga, dan sebagainya), serta jasa (SIM, KTP,
sertifikat tanah, surat izin, dll)
2. Korupsi Terencana
Ruang lingkupnya berhubungan dengan tujuan-tujuan politis, bentuk ini sengaja
direncanakan bagi keperluan operasional pemerintahan yang memang tidak dibiayai oleh
anggaran (akan nampak apabila berhubungan dengan suatu pemilihan, isu politik uang paling
utama terjadi)
3. Korupsi Pembangunan
Ruang lingkupnya berhubungan dengan fungsi pemerintahan sebagai pengatur
perekonomian yang memiliki peran penting dalam pemerintah sebagai pengatur
perekonomian yang memiliki peran penting dalam berhubungan dengan para pengusaha,
usahawan, importir, eksportir, produsen, penyalur, dan sebagainya.

2.3. Sebab Terjadi Korupsi


Penyebab terjadinya korupsi sangatlah beragam. Disimpulkan secara umum sesuai
dengan pengertian korupsi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau
golongannya sendiri, faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi
lain yaitu :
1. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu
memberi pengaruh tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
2. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
3. Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan
yang diperlukan untuk membendung korupsi.
4. Kurangnya pendidikan.
5. Adanya banyak kemiskinan.
6. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
7. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
8. Struktur pemerintahan.
9. Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi
muncul sebagai penyakit transisional.
10. Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.

2.4. Dampak Korupsi


1. Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan
cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi
mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat
yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti
kepercayaan dan toleransi.
2. Ekonomi
Korupsi mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan
ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga
karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang
menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi,
konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan
pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang
memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi public ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah
tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk
menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan.
Selain itu, korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan,
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain.
3. Kesejahteraan Umum Negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan
pemberisogok, bukan nya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat
peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil
(SME). Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada
perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

2.5 Kebijakan Pemerintah Dalam Menanggapi Korupsi


Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember
2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5
Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara
khusus kepada jaksa agung dan kapolri:
1. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan atau Penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
2. Memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yang di lakukan oleh
jaksa (penuntut umum) atau anggota polri dalam rangka penegakan hukum.
3. Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan
BPKP, PPATK, dan intitusi negara yang terkait dengan upaya penegakan hukum dan
pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan
Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah-langkah pencegahan dalam RAN-PK di
prioritaskan pada :
1. Mendesain ulang layanan publik .
2. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yang
berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia.
3. Meningkatkan pemberdayaan perangkat-perangkat pendukung dalam pencegahan
korupsi.

2.6. Implementasi Nilai Pancasila dalam Menyikapi Korupsi di Indonesia


Sila ketuhanan Yang Maha Esa menekankan bahwa manusia Indonesia memiliki
keimanan dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang diketahui, Indonesia
berkembang enam agama resmi (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan
Konghucu) dan semuanya menolak korupsi. Penolakan hadir disebabkan perilaku korupsi
sangat berlawanan dengan semangat manusia yang memiliki Tuhan dalam hidupnya. Secara
nyata koruptor sudah menafikan adanya tindakan yang merugikan orang lain dan perbuatan
dosa yang kelak akan mendapatkan pembalasannya dan melupakan bahwa Tuhan Yang Maha
Esa itu Maha Melihat segala perbuatan hambanya.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila ini menegaskan tindakan korupsi
mengabaikan pengakuan persamaan derajat, saling mencintai, sikap tenggang rasa, membela
kebenaran dan keadilan. Seorang koruptor tidak memiliki rasa keadilan dan keadaban, sebab
hak yang seharusnya dimiliki rakyat diambil secara sepihak untuk kepentingan pribadinya.
Sila persatuan Indonesia. Koruptor mengabaikan kesalahan nya yang merusak sendi
kehidupan perekonomian, pembangunan sosial, melemahkan budaya positif di masyarakat
dan melunturkan rasa kecintaan kepada bangsa dan negara. Koruptor merusak persatuan
nasional karena perbuatan yang dilakukannya berdampak kepada seluruh masyarakat
Indonesia yang tidak dapat merasakan kenikmatan dan hasil pembangunan di Indonesia.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Munculnya perilaku koruptif khususnya di kalangan parlemen
jelas menabrak sila keempat. Kepercayaan masyarakat kepada parlemen luntur padahal
amanah mereka dalam sistem demokrasi dititipkan kepada para wakil rakyat yang justru
sibuk menguras anggaran negara.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tak ada lagi keadilan ketika
kesenjangan sosial semakin lebar disebabkan anggaran negara tidak lagi pro rakyat.
Kepentingan umum terganggu akibat tidak selesainya pembangunan karena dana
pembangunan tertahan di tangan para koruptor. Kemajuan pembangunan yang merata dan
kesempatan menikmati keadilan sosial hilang sudah ketika banyak sekali agenda
pembangunan tidak berjalan sesuai harapan. (Saputra, 2017)

2.7. Upaya Pemberantasan Korupsi dengan Menegakan Kembali Peran Pancasila


Pertama, perlu penegakan hukum secara konsisten dan konsekuen tanpa pandang
bulu. Sebagaimana teori yang dikemukakan “Nikolo Machiaweli” bahwa maju tidaknya
negara sangat bergantung pada sistem penegakan hukum yang terjamin. Maksudnya, sistem
pengelolaan negara tetap berbasis pada prinsip-prinsip hukum tanpa harus mengorbankan
kepentingan bangsa dan negara. Pemerintah yang merupakan representasi negara tetap
bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat, UUD dianggap sebagai jaminan atas hak
hidup, sosial, dan ekonomi. Kejahatan korupsi merupakan tindakan yang sangat bertentangan
dengan nilai-nilai itu.
Kedua, perlu pancasila kembali direvitalisasi sebagai dasar filsafat negara dan
menjadi prinsip prima bersama-sama norma agama. Sebagai prinsip prima, maka nilai-nilai
pancasila dan norma-norma agama merupakan dasar untuk seluruh masyarakat indonesia
berbuat baik. Pancasila merupakan suatu peraturan pemerintahan yang harus dipatuhi oleh
setiap warga negara, agar kasus korupsi tidak meraja lela kemana-mana. Perlu dengan cara
menyadarkan setiap warga negara untuk kembali memperdalam butir-butir pancasila, yaitu
melalui sosialisasi, diskusi terbatas, seminar, audiensi dengan masyarakat, maupun dengan
cara-cara yang serupa.
Ketiga, perlu pendekatan yuridis-konstitusional. Pendekatan ini diperlukan guna
meningkatkan kesadaran akan peranan pancasila sebagai sumber dari sumber hukum, bahkan
sebagai sumber nilai etika dan moralitas bangsa karena dapat mengikat seluruh bangsa dan
negara indonesia untuk melaksanakannya.
Keempat, perlu kerja sama lintas sektoral. Agar setiap elemen bangsa memiliki rasa
tanggungjawab terhadap masalah korupsi yang melilit bangsa ini. Setiap anak bangsa dituntut
mampu memaknai dan menjiwai nilai luhur pancasila dan tetap mengedepankan nilai etika
dan moral sehingga menjadi sebuah bangsa yang adil dan beradab.
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok.

Faktor-faktor yang menyebabkan tindakan korupsi adalah kelemahan kepemimpinan,


kelemahan pengajaran agama dan etika, kolonialisme, kurangnya pendidikan, adanya banyak
kemiskinan, tidak adanya tindakan hukum yang tegas, kelangkaan lingkungan yang subur
untuk perilaku anti korupsi, struktur pemerintahan, perubahan radikal dan keadaan
masyarakat yang semakin majemuk.

Korupsi berdampak negatif terhadap demokrasi, perekonomian dan kesejahteraan


umum negara. Upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di indonesia
antara lain adalah upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif,) upaya edukasi
masyarakat/mahasiswa, upaya edukasi lsm (lembaga swadaya masyarakat).

3.2 Saran
Sudah selayaknya bagi kita untuk senantiasa menjauhi korupsi, baik dalam bentuk
besar ataupun kecil yang dapat berakibat merugikan diri sendiri dan orang lain.Serta kita
harus senantiasa menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap sendi kehidupan
bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai