Anda di halaman 1dari 30

Himpunan Kabur 1

BAB I

Himpunan Kabur

1.1 Pengantar Himpunan


Konsep himpunan merupakan suatu konsep mendasar dalam semua
cabang ilmu matematika. Konsep-konsep himpunan tersebut muncul secara
eksplisit dan implisit dalam setiap cabang matematika. Para pembaca
dianggap telah terbiasa dengan konsep-konsep himpunan, sehingga bagian
ini hanyalah sebagai penyegaran terhadap konsep-konsep dasar himpunan
dan pengenalan notasi dan terminologi yang bermanfaat dalam pembahasan
himpunan kabur.
Pada keseluruhan buku ini, himpunan–himpunan akan dituliskan
dengan huruf-huruf kapital dan anggota-anggotanya akan dituliskan dengan
huruf kecil. Huruf kapital U menyatakan sebagai himpunan semesta.
Secara intuitif, suatu himpunan merupakan sebuah daftar, kumpulan
atau kelas objek-objek yang didefinisikan dengan jelas. Objek-objek dalam
himpunan dapat berupa apa saja. Objek-objek ini disebut elemen-elemen
atau anggota-anggota dari suatu himpunan. Suatu himpunan dapat
didefinisikan dengan menyatakan secara jelas atau mendaftarkan semua
anggota-anggotanya. Metode pendefinisian himpunan yang demikian disebut
metode tabulasi (the list method). Himpunan yang didefinisikan dengan
menyatakan sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh anggota-anggotanya disebut
metode kaidah (the rule method). Metode tabulasi hanya dapat digunakan
untuk himpunan-himpunan yang anggota-anggotanya berhingga, sedangkan
metode kaidah dapat digunakan untuk himpunan-himpunan yang anggota-
anggotanya berhingga maupun tak berhingga. Metode lain yang biasa
2 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

digunakan untuk mendefinisikan himpunan adalah metode keanggotaan (the


membership method). Metode ini menggunakan fungsi nol-satu (fungsi
karakteristik), yang dinyatakan dengan μ A . Fungsi μ A ini memetakan
anggota-anggota himpunan semesta U ke himpunan {0,1}, yaitu :
μ A : U  {0,1}, sedemikian sehingga :
1 jika xA
A ( x )   ,  x U
0 jika xA
Fungsi μ A disebut fungsi keanggotaan sedangkan nilai dari μ A ( x ) untuk
xU disebut derajat keanggotaan. Apabila nilai derajat keanggotaan sama
dengan satu maka x merupakan anggota dari himpunan A, dan apabila nilai
derajat keanggotaan sama dengan nol maka x bukan merupakan anggota
dari himpunan A.
Dari pendefinisian himpunan, terlihat bahwa keanggotaan suatu
anggota himpunan dalam suatu himpunan sangatlah jelas atau tegas, yaitu
anggota himpunan atau bukan anggota himpunan, tidak ada kemungkinan
lain. Oleh karena itu, himpunan biasa (himpunan yang dikenal sebelum
dikenalnya himpunan kabur) dinamakan himpunan tegas. Penamaan ini
muncul setelah diperkenalkannya himpunan kabur.
Contoh 1.1
Misalkan himpunan semua pesawat yang pernah mendarat di bandara
Cengkareng sebagai himpunan semesta U. Kita dapat mendefinisikan
himpunan-himpunan dalam U berdasarkan keadaan pesawat. Misalkan kita
definisikan dua buah himpunan dalam U, yaitu himpunan A sebagai himpunan
pesawat-pesawat bermesin dua, dan himpunan B sebagai himpunan
pesawat-pesawat buatan Amerika. Himpunan A dinyatakan sebagai :
A = {xU | x bermesin dua}
1 jika x bermesin dua
atau μ A ( x ) =  , xU
0 jika x tak bermesin dua
Kita mengalami sedikit kesulitan dalam menentukan anggota himpunan B,
karena pesawat-pesawat yang dibuat di Amerika belum tentu keseluruhan
komponen-komponennya juga adalah buatan Amerika. Apakah pesawat yang
dibuat di Amerika tapi komponen sayap dan rodanya buatan IPTN Indonesia
dapat dikategorikan sebagai anggota dari himpunan B? Permasalahan
semacam ini dibahas dalam himpunan kabur.
Himpunan Kabur 3

Selanjutnya kita akan membahas beberapa operasi yang penting


pada himpunan tegas dengan menggunakan fungsi keanggotaan.
Komplemen
Misalkan himpunan AU. Komplemen dari A ditulis sebagai Ac . Jika xA
maka x Ac dan sebaliknya, sehingga kita dapat menyatakan bahwa :
μ A ( x )  1 jika dan hanya jika μ Ac ( x )  0 atau
μ Ac ( x )  1 jika dan hanya jika μ A ( x )  0
Secara singkat kita dapat menyatakan :
μ Ac ( x )  1  μ A ( x ) , xU

Irisan dan Gabungan


Misalkan himpunan A  U dan B  U. Irisan dan gabungan himpunan A dan
himpunan B berturut-turut adalah A  B dan A  B. Dengan menggunakan
fungsi keanggotaan, kita dapat menuliskan :
1 jika x  A 1 jika x  B
μA ( x )   , μB ( x )   xU,
0 jika x  A 0 jika x  B
1 jika x  (A  Β)
sehingga, μ AB ( x )  
0 jika x  (A  B)
1 jika x  (A  Β)
dan μ AB ( x )   , xU.
0 jika x  (A  B)
Dari nilai derajat keanggotaan μ AB ( x ) , terlihat bahwa nilainya adalah sama
dengan satu apabila μ A ( x ) dan μ B ( x ) masing-masing bernilai satu, dan
sebaliknya bernilai sama dengan nol apabila salah satu atau kedua μ A ( x )
dan μ B ( x ) bernilai nol, sehingga kita dapat menyatakan bahwa :
μ AB ( x )  min(μ A ( x ), μ B ( x )) , xU (1.1)
Selanjutnya, dari nilai derajat keanggotaan μ AB ( x ) , terlihat bahwa nilainya
adalah sama dengan satu apabila salah satu atau kedua μ A ( x ) dan μ B ( x )
bernilai satu, dan sebaliknya bernilai sama dengan nol apabila μ A ( x ) dan
μ B ( x ) bernilai nol, sehingga kita dapat menyatakan bahwa :
μ AB ( x )  max(μ A ( x ), μ B ( x )) , xU (1.2)
4 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Selisih dan Jumlah Disjungtif


Misalkan himpunan A  U dan B  U. Selisih dan jumlah disjungtif dari
himpunan A dan himpunan B berturut-turut adalah A – B = A  B c dan
A B  (A  Bc )  (Ac  B) . Apabila kita menggunakan derajat
keanggotaan, maka A – B dapat dinyatakan sebagai:
μ(AB )( x )  μ(ABc )( x )
 min(μ A ( x ), μ Bc ( x )) , xU (1.3)
Selanjutnya, jumlah disjungtif dapat dinyatakan sebagai:

μ(A B ) (x ) μ c (x )
(A B )(A c B )

 max(μ(ABc ) ( x ), μ(Ac B ) ( x ))
 max(μ(AB ) ( x ), μ(AB ) ( x )) , xU (1.4)

1.2 Himpunan Kabur


Marilah kita mulai pembahasan himpunan kabur dengan terlebih
dahulu memberikan beberapa illustrasi sebagai berikut:

Ilustrasi 1
Misalkan himpunan orang-orang botak didefinisikan sebagai orang yang
memiliki helai rambut kurang atau sama dengan 50.000 helai. Apabila
seseorang memiliki tepat 50.000 helai rambut, maka orang tersebut akan
masuk dalam kategori orang botak. Akan tetapi, apabila ada seseorang yang
memiliki tepat 50.001 helai rambut, maka orang tersebut akan masuk dalam
kategori orang yang tidak botak. Pada kenyataannya, orang yang memiliki
helai rambut sebanyak 50.000 helai dengan orang yang memiliki 50.001 helai
rambut tidak akan berbeda kebotakannya atau ketidakbotakannya. Sehingga
sangat tidak adil jika kebotakan atau ketidakbotakan kedua orang tersebut
dibedakan secara tajam.

Ilustrasi 2
Misalkan umur manusia dibagi menjadi tiga kategori, yaitu muda apabila
seseorang berumur kurang dari 35 tahun; paruh baya apabila seseorang
Himpunan Kabur 5

berumur 35 tahun sampai dengan 55 tahun; tua apabila seseorang berumur


lebih dari 55 tahun. Apabila seseorang berumur tepat 35 tahun, maka ia
dikatakan berumur paruh baya. Akan tetapi, apabila ada seseorang yang
berumur kurang satu hari dari 35 tahun, maka ia akan masuk dalam kategori
umur muda. Demikian juga, apabila seseorang berumur tepat 55 tahun, maka
ia masuk dalam kategori umur paruh baya. Akan tetapi, apabila ada
seseorang yang berumur lebih satu hari dari 55 tahun, maka ia masuk dalam
kategori umur tua. Sepertinya sangatlah tidak adil jika orang yang berumur 55
tahun dengan orang yang berumur 55 tahun 1 hari dibedakan secara tajam
kategori umurnya.
Dari kedua ilustarasi di atas, terlihat bahwa perubahan kecil saja
pada suatu nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup signifikan
atau perubahan dari suatu anggota himpunan menjadi bukan anggota
himpunan terjadi secara tiba-tiba sehingga batas di antara himpunan sangat
jelas.
Ilustrasi 3
Misalkan S adalah himpunan semua jenis sayuran yang berwarna hijau. Jelas
wortel dan lobak bukanlah anggota S. Di antara anggota S antara lain adalah:
kangkung, bayam, buncis, sawi dan daun singkong. Akan tetapi apakah
hijaunya kangkung, bayam, buncis, sawi dan daun singkong semua sama?
Belum tentu. Setiap anggota S memiliki derajat warna hijau yang tertentu dan
tidak perlu sama dengan derajat anggota S yang lain. Jadi, setiap anggota S
memiliki derajat keanggotaan tertentu. Inilah yang menghantarkan kita
kepada konsep himpunan kabur. Ini pulalah yang membedakan himpunan
kabur dengan himpunan biasa. Pada himpunan biasa derajat
keanggotaannya hanyalah nol atau satu. Suatu objek x memiliki derajat
keanggotaan sama dengan nol bila x bukan anggota himpunan yang
dibicarakan dan objek x memiliki derajat keanggotaan sama dengan satu bila
x merupakan anggota dari himpunan yang dibicarakan.
Selanjutnya pandang kembali Contoh 1.1. Kesulitan menentukan
anggota B disebabkan oleh tidak jelasnya batas-batas dari himpunan B. Teori
himpunan biasa mengharuskan bahwa suatu himpunan haruslah terdefinisi
dengan jelas, sehingga kita sangat sulit untuk mendefinisikan himpunan
”semua pesawat buatan Amerika yang pernah mendarat di bandara
Cengkareng”. Untuk mengatasi keterbatasan teori himpunan biasa ini, maka
diperkenalkanlah konsep himpunan kabur.
6 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Definisi 1.1
Misalkan U adalah suatu himpunan semesta dengan x  U. Suatu himpunan
kabur  dalam U adalah himpunan pasangan-pasangan terurut elemen x
dengan derajat keanggotaannya, yaitu:
A = { (x, μ A (x ) ) | xU } (1.5)
μ A merupakan fungsi keanggotaan yang memetakan setiap x U ke interval
[0,1]. Nilai dari μ A (x ) dalam interval [0,1] disebut nilai keanggotaan atau
derajat keanggotaan dari elemen x dalam A , sedangkan interval [0,1] sendiri
disebut ruang keanggotaan. Pada himpunan biasa, anggota dari ruang
keanggotaannya hanyalah nol dan satu, sehingga himpunan kabur
merupakan perluasan dari himpunan biasa. Derajat keanggotaan
menunjukkan besarnya keterlibatan suatu anggota dalam suatu himpuanan.
Gambar 1.1 memperlihatkan suatu grafik fungsi keanggotaan himpunan
biasa, dan Gambar 1.2 memperlihatkan suatu grafik fungsi keanggotaan
himpunan kabur dalam .

 A x 
1

0,5

Gambar 1.1 Suatu grafik fungsi keanggotaan himpunan biasa A


Himpunan Kabur 7

 A~ x 

0,5

x
0
~
Gambar 1.2 Suatu grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur A

Himpunan kabur dapat dinyatakan dengan dua cara, yaitu secara


ekstensional dan intensional. Cara ekstensional dilakukan dengan
menyebutkan satu persatu derajat keanggotaan masing-masing anggota
himpunan, sedangkan cara intensional dilakukan dengan mendefinisikan
fungsi keanggotaan secara matematis. Cara ekstensional hanya dapat
dilakukan jika anggota dari himpunan adalah diskrit dan berhingga,
sedangkan cara intensional dipakai untuk himpunan-himpunan yang kontinu
dan berhingga maupun tak berhingga. Beberapa bentuk fungsi yang biasa
digunakan untuk mendefinisikan fungsi keanggotaan akan dibahas dalam
Bagian 1.5.
Himpunan kabur selalu merupakan himpunan bagian dari suatu
himpunan semesta U, sehingga ada beberapa literatur yang menyatakan
himpunan kabur sebagai himpunan bagian kabur (fuzzy subset). Himpunan
semesta U merupakan himpunan biasa dan dapat berupa objek-objek yang
diskrit ataupun kontinu.
Contoh 1.2
Pandang kembali Contoh 1.1, kita dapat mendefinisikan himpunan B sebagai
himpunan kabur dengan fungsi keanggotaan μ B ( x ) = p(x), di mana p(x)
merupakan persentase dari komponen-komponen pesawat x yang dibuat di
Amerika. Misalnya jika pesawat x0 mempunyai 60% komponen dibuat di
8 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Amerika, maka kita katakan bahwa pesawat x0 merupakan anggota dari


himpunan kabur B dengan derajat keanggotaan 0.6.
Contoh 1.3
Seorang pengusaha real estate ingin mengklasifikasikan jenis rumah yang ia
tawarkan kepada pelanggannya. Salah satu indikasi kenyamanan dari rumah-
rumah tersebut adalah banyaknya kamar tidurnya. Misalkan U = {1, 2, 3, …,
10} menyatakan himpunan jenis-jenis rumah yang dinyatakan oleh banyaknya
kamar. Himpunan kabur “jenis rumah yang cocok untuk keluarga dengan
empat anggota keluarga” dapat dinyatakan sebagai: A = {(1, 0.2), (2, 0.5), (3,
0.8), (4, 1), (5, 0.7), (6, 0.3)}. Gambar 1.3 memperlihatkan grafik fungsi
keanggotaan himpunan kabur A .

 A~ x 
1-
-
-
-
0,5-
-
-
-
0- x
- 1 2 3 4 5 6
~
Gambar 1.3 Grafik fungsi keanggotaan A (Contoh 1.3)

Dari Contoh 1.3 di atas, terlihat bahwa jenis rumah berkamar empat
mempunyai derajat keanggotaan satu, sehingga jenis rumah tersebut
merupakan jenis rumah paling cocok untuk keluarga dengan empat anggota
keluarga dibandingkan dengan jenis-jenis rumah yang lain yang derajat
keanggotaannya kurang dari satu.
Contoh 1.4
Misalkan U adalah himpunan ibu kota propinsi di Sulawesi. Himpunan kabur
B menyatakan “kota-kota yang penduduknya ramah tamah” dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Himpunan Kabur 9

B ={(Makassar, 0.8), (Manado, 0.9), (Gorontalo, 0.85), (Kendari, 0.7),


(Palu, 0.75), (Mamuju, 0.65)}

Contoh 1.5
5x
Misalkan U = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}. Jika μC (x )  xU, maka
5
himpunan kabur C adalah:
C = {(1, 0.8), (2, 0.6), (3, 0.4) (5, 0), (6, 0.2), (7, 0.4), (8, 0.6), (9, 0.8)}
Dari Contoh 1.3 dan 1.5, himpunan semesta U merupakan objek-objek yag
diskrit terurut, sedangkan pada Contoh 1.2 dan 1.4, himpunan semesta U
merupakan objek-objek yang diskrit tidak terurut.
Contoh 1.6
Misalkan U adalah himpunan bilangan real . Himpunan kabur D
menyatakan “bilangan-bilangan yang dekat ke nol” dapat dinyatakan sebagai:
D  {( x, μ D ( x))}
0 ; x  1
1  x ; 1  x  0

di mana x   dan μD ( x )   (1.6)
1  x ; 0  x 1
0 ; x 1
Gambar 1.4 memperlihatkan grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur D .

 D~ x 

1-

0,5 -

x
-1 0 1
~
Gambar 1.4 Grafik fungsi keanggotaan D (Contoh 1.6)
10 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Kita juga dapat mendefinisikan fungsi keanggotaan μ D ( x ) sebagai:


μD ( x)  e x x
2
(1.7)
Dari Contoh 1.6, terlihat bahwa kita dapat menggunakan fungsi keanggotaan
yang berbeda untuk suatu himpunan kabur. Akan tetapi, fungsi keaggotaan
sendiri tidaklah kabur. Fungsi keanggotaan merupakan suatu fungsi
matematika yang jelas (tepat). Apabila suatu sifat kabur dinyatakan oleh
fungsi keanggotaan, misalnya “bilangan yang dekat ke nol” dinyatakan oleh
(1.6) dan (1.7), maka sifat kabur tidak akan kabur lagi. Jadi dengan
memberikan fungsi keanggotaan pada suatu deskripsi kabur, maka pada
dasarnya kita “membuat tidak kabur” (defuzzyfy) deskripsi kabur tersebut. Ada
kesalahpahaman sebagian orang tentang teori himpunan kabur, mereka
beranggapan bahwa teori himpunan kabur mencoba untuk “mengaburkan”
(fuzzyfy) dunia nyata, padahal sebaliknya, teori himpunan kabur digunakan
untuk defuzzyfy dunia nyata.

1.3 Beberapa Konsep Dasar yang Berhubungan dengan


Himpunan Kabur
Pada bagian ini diperkenalkan beberapa konsep dasar dan istilah-
istilah yang berhubungan dengan himpunan kabur. Beberapa diantaranya
merupakan perluasan dari konsep-konsep dasar yang ada dalam himpunan
biasa, dan sebagian merupakan konsep tersendiri dalam kerangka himpunan
kabur.
Definisi 1.2
Support dari suatu himpunan kabur A , yaitu S( A ), adalah himpunan semua
elemen x dalam U yang derajat keanggotaannya dalam A lebih besar dari
nol, yaitu:
S( A ) = { x U |μ A (x )  0} (1.8)
Support dari suatu himpunan kabur merupakan suatu himpunan biasa.
Contoh 1.7
Support untuk himpunan kabur A pada Contoh 1.3 adalah
S( A ) = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
Himpunan Kabur 11

Support untuk himpunan kabur D pada Contoh 1.6 adalah


S( D ) = x  | 1  x  1 = (-1, 1)

Definisi 1.3
Potongan- (-cut) dari suatu himpunan kabur A , yaitu A , adalah
himpunan semua elemen x dalam U yang derajat keanggotaannya dalam A
lebih besar atau sama dengan suatu nilai  yang ditentukan,   [0, 1]:
A ={xU | μ A ( x )   ,   [0, 1]} (1.9)
Apabila derajat keanggotaan xU dalam himpunan kabur A lebih besar dari
nilai  yang ditentukan, yaitu :
A' = {xU | μ A ( x )   ,   [0, 1]},
maka A' merupakan potongan- kuat (strong -cut). Himpunan A dan
A' merupakan himpunan biasa.
Contoh 1.8
Pandang kembali Contoh 1.3 dan 1.6. Untuk  = 0.3, potongan- himpunan
kabur A pada Contoh 1.3 adalah A0.3 = { 2, 3, 4, 5, 6}. Sedangkan
potongan- kuat untuk A adalah A'0.3 = { 2, 3, 4, 5}. Untuk  = 0.2,
potongan- untuk himpunan kabur D pada Contoh 1.6 adalah D0.2 = {x
| -0.8  x  0.8}
Apabila himpunan semesta U merupakan himpunan semua n-tuple
bilangan rill dalam ruang vektor Euclidean n, maka konsep kekonveksan
(convexity) dapat diperluas ke himpunan kabur.

Definisi 1.4
Suatu himpunan kabur disebut konveks jika dan hanya jika potongan- nya
merupakan suatu himpunan konveks untuk sebarang   [0, 1].
Suatu himpunan kabur konveks mempunyai fungsi keanggotaan yang
monoton naik atau monoton turun atau monoton naik kemudian monoton
turun. Secara eqivalen dapat dikatakan bahawa jika untuk semua elemen x, y
dan z dalam himpunan kabur A , relasi x < y < z yang mengakibatkan μA (y )
12 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

 min[ μA (x ) , μA (z ) ], maka himpunan kabur A merupakan himpunan kabur


konveks. Gambar 1.5.a memperlihatkan suatu grafik fungsi keanggotaan
himpunan kabur yang konveks, dan Gambar 1.5.b memperlihatkan suatu
grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur yang tidak konveks.

 x   x 
1 1

0 0
x y z x y z
(a) (b)
Gambar 1.5 Suatu grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur konveks (a)
dan non konveks (b)

Perlu diperhatikan bahwa definisi kekonveksan pada himpunan kabur


tidak berarti bahwa fungsi keanggotaan himpunan kabur konveks tersebut
haruslah suatu fungsi konveks.
Definisi 1.5
Inti (core) dari himpunan kabur A , yaitu inti ( A ) , adalah himpunan semua
elemen x dalam U sedemikian sehingga μ A (x ) = 1, atau dapat dinyatakan
sebagai:
Inti ( A ) = { x  U | μ A (x ) = 1 } ( 1.10 )
Contoh 1.9
Pandang kembali Contoh 1.3, 1.4, dan 1.6. Inti dari himpunan kabur A pada
Contoh 1.3 adalah:
Inti ( A ) = {4}
Inti dari himpunan kabur B pada Contoh 1.4 adalah:
Inti (B ) = .
Himpunan Kabur 13

Inti dari himpunan kabur D pada Contoh 1.6 adalah:


Inti (D ) = {0}.
Definisi 1.6
Tinggi (height) dari suatu himpunan kabur A , yaitu tinggi ( A ) , adalah
derajat keanggotaan terbesar yang dicapai oleh suatu elemen x dalam A .
Tinggi ( A ) = max [μ A ( x )] (1.11)
x U

Contoh 1.10
Pada Contoh 1.3, tinggi dari himpunan kabur A adalah satu, sedangkan
pada Contoh 1.4, tinggi dari himpunan kabur B adalah 0,9.

Definisi 1.7
Suatu himpunan kabur disebut normal jika tinggi dari himpunan kabur tersebut
sama dengan satu. Atau dapat dikatakan bahwa suatu himpunan kabur
disebut normal jika intinya bukan himpunan kosong.
Contoh 1.11
Himpunan kabur A pada Contoh 1.3 merupakan himpunan kabur normal
karena intinya bukan himpunan kosong, sedangkan himpunan kabur B
pada Contoh 1.4 bukanlah himpunan kabur normal karena intinya merupakan
himpunan kosong.

Definisi 1.8
Titik silang (crossover point) dari suatu himpunan kabur A , yaitu
Crossover( A ), adalah himpunan semua elemen x dalam U, sedemikian
sehingga μ A (x )  0,5 , yaitu :
Crossover( A ) = {xU | μ A (x )  0,5 } (1.12)

Definisi 1.9
Titik tunggal (fuzzy singelton) adalah suatu himpunan kabur yang supportnya
tunggal.
14 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Definisi 1.10
Kardinalitas dari suatu himpunan kabur berhingga A didefinisikan sebagai
A   μ A (x ), sedangkan kardinalitas relatif dari himpunan kabur
xU

A
berhingga didefinisikan sebagai A  . Jika U tak berhingga, maka
U
kardinalitas A adalah A  x μ A (x )dx .
Dari definisi di atas, kardinalitas relatif himpunan kabur sangat tergantung
pada kardinalitas himpunan semestanya, sehingga untuk membandingkan
himpunan-himpunan kabur dengan menggunakan kardinalitas relatifnya maka
himpunan kabur tersebut haruslah dalam himpunan semesta yang sama.

1.4 Operasi-operasi Dasar Himpunan Kabur


Konsep-konsep dasar yang dibahas pada Bagian 1.3 hanyalah
merupakan himpunan kabur yang tunggal. Dalam bagian ini, kita akan
membahas operasi-operasi dasar pada himpunan kabur. Seperti pada operasi
antar himpunan biasa pada Bagian 1.1 yang menggunakan fungsi
keanggotaan, maka operasi-operasi pada himpunan kabur juga
menggunakan fungsi keanggotaan. Operasi-operasi pada himpunan kabur
tersebut merupakan perluasan dari operasi-operasi himpunan biasa. Untuk
pendefinisian berikut, himpunan kabur A , B , dan C merupakan himpunan
kabur dalam himpunan semesta U.
Kesamaan
Kita katakan A = B jika dan hanya jika μ A (x ) = μ B (x ) xU. Apabila
μ A (x )  μ B (x ) , xU, maka dikatakan bahwa B termuat dalam A dan
apabila μ A (x )  μ B (x ) , xU maka dikatakan bahwa A termuat dalam
B.
Gabungan
Gabungan dari himpunan kabur A dan B , yaitu A  B , mempunyai fungsi
keanggotaan yang didefinisikan sebagai:
μ( A B ) ( x ) = max[ μ A (x ) , μ B (x ) ], xU (1.13)
Himpunan Kabur 15

A  B merupakan himpunan kabur terkecil yang mengandung A dan B .


Contoh 1.12
Misalkan himpunan semesta U = {a, b, c, d, e}. Himpunan kabur A dan B
pada U didefinisikan sebagai:
A = {(a, 0.2), (b, 0.7), (c, 0.1), (d, 0), (e, 0.5)}
B = {(a, 0.5), (b, 0.3), (c, 1), (d, 0.1), (e, 0.5)}
Maka A  B = {(a, 0.5), (b, 0.7), (c, 1), (d, 0.1), (e, 0.5)}.
Contoh 1.13
Misalkan himpunan kabur A dan B dalam  masing-masing didefinisikan
sebagai berikut:
A = “ x jauh lebih besar dari 10 ”
B = “ x mendekati 11 ”
Fungsi keangotaan dari himpunan kabur tersebut masing-masing didefinisikan
sebagai :

 0 ; x  10
μ A ( x)   2 1
, x
(1  ( x  10) ) ; x  10

dan μB ( x )  (1 ( x 11)4 )-1 , x , maka

μ A B ( x ) = max[(1 + (x – 10)-2)-1, (1 + ( x – 11)4)-1], x

Irisan
Irisan dari himpunan kabur A dan B , yaitu A  B , mempunyai fungsi
kenggotaan yang didefinisikan sebagai :
μ A B (x ) = min[ μ A (x ) , μ B (x ) ], xU (1.14)
A  B merupakan himpunan kabur terbesar yang terkandung dalam A dan
dalam B .
Contoh 1.14
Pandang kembali himpunan kabur A dan B dalam Contoh 1.12, maka:
A  B ={(a, 0.2), (b, 0.3), (c, 0.1), (d, 0), (e, 0.5)}.
16 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Contoh 1.15
Pandang kembali himpunan kabur A dan B dalam Contoh 1.13, maka
0
 ; x  10
μ AB ( x ) =  -2 -1 4 1
, x
min[(1  ( x  10) ) ,(1  ( x  11) ) ] ; x  10

( x jauh lebih besar dari 10 dan mendekati 11 )

Gambar 1.6 memperlihatkan grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur


A  B pada Contoh 1.13 dan A  B pada Contoh 1.15.

 A~  B~ x 
1
-

0,5 -
 A~  B~ x 

0 x
10 11
Gambar 1.6 Grafik fungsi keanggotaan A~  B~ dan A~  B~
(Contoh 1.13 dan 1.15)
1.16)
Komplemen
Komplemen dari himpunan kabur A , yaitu Ac , mempunyai fungsi
keanggotaan yang didefinisikan sebagai:
μAc ( x ) = 1 – μA ( x) , xU (1.15)

Contoh 1.16
Pandang kembali Contoh 1.12, komplemen himpunan kabur A adalah :
Ac = {(a, 0.8), (b, 0.3), (c, 0.9), (d, 1), (e, 0.5)}
Contoh 1.17
Komplemen dari himpunan kabur A pada Contoh 1.13 adalah Ac , dengan
fungsi keanggotaan:
Himpunan Kabur 17


1 untuk x  10
μAc ( x ) =  -2 -1
, x.
1- (1+ ( x -10) ) untuk x  10

Gambar 1.7 memperlihatkan grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur Ac .

 A~ ( x)
1
 A~ ( x)
c

0,5

0 x
10
~
Gambar 1.7 Grafik fungsi keanggotaan A c (Contoh 1.17)

Selisih dan Jumlah Disjungtif


Selisih dari himpunan kabur A dan B adalah A  B  A  B , dengan
fungsi keanggotaan:
μ A B ( x ) = min [μ A ( x ),μ B c ( x )]
= min [μ A ( x ), 1  μB ( x )] , xU (1.16)
Adapun jumlah disjungtif dari himpunan kabur A dan B adalah A B =
(A  B )  (A  B ) , dengan fungsi keanggotaan:
c c

μA B
(x) = max [μ A B c ( x ), μ Ac  B ( x )]
=max [μ A B (x), μB- A (x)] , xU (1.17)

Contoh 1.18
Selisih dari himpunan kabur A dan B pada Contoh 1.12 adalah:
A - B = {(a, 0.2), (b, 0.7), (e, 0.5)}
Adapun jumlah disjungtifnya adalah:
A B = {(a, 0.5), (b, 0.7), (d, 0.1), (e, 0.5)}
18 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Hasil Kali Kartesian dan Jumlah Kartesian


Misalkan himpunan kabur A pada U1 dan himpunan kabur B pada U2.
Hasil kali kartesian dari A dan B , yaitu A  B , merupakan himpunan
kabur pada U1U2 dengan fungsi keanggotaan:
μ A B (x , y ) = min[ μ A (x ), μB (y ) ], xU1, yU2 (1.18)
Adapun jumlah kartesian dari A dan B , yaitu A + B merupakan himpunan
kabur dengan fungsi keanggotaan:
μ A B (x , y ) = max[ μ A (x ), μB (y ) ], xU1, yU2 (1.19)
Contoh 1.19
Misalkan himpunan semesta U1 = {1, 2, 3, 4, 5, 6} dan U2={a, b, c, d, e}.
Himpunan kabur A pada U1 didefinisikan sebagai A = {(1, 0.5), (2, 0.3), (3,
0.6), (4, 0.1), (5, 0.9), (6, 0.8)} dan himpunan kabur B pada U2 didefinisikan
sebagai B = {(a, 0.2), (b, 0.7), (c, 0.1), (d, 0), (e, 0.5)}, maka himpunan kabur
hasil kali kartesian A  B adalah:
A  B = {((1, a), 0.2), ((1, b), 0.5), ((1, c), 0.1), …, ((6, a), 0.2), ((6, b), 0.7),
((6, c), 0.1), ((6, d), 0), ((6, e), 0.5)}
Adapun jumlah kartesian A + B adalah:
A + B = {((1, a), 0.5), ((1, b), 0.7), ((1, c), 0.5), …, ((6, a), 0.8), ((6, b), 0.8),
((6, c), 0.8), ((6, d), 0.8), ((6, e), 0.8)}
Berikut ini diberikan beberapa sifat dari operasi-operasi dasar himpunan
kabur :
A B  B A
i. Komutatif :
A B  B A
A  (B  C )  (A  B )  C
ii. Assosiatif :
A  (B  C )  (A  B )  C
A  (B  C )  (A  B )  (A  C )
iii. Distributif :
A  (B  C )  (A  B )  (A  C )
AA  A
iv. Idempoten :
AA  A
Himpunan Kabur 19

v. Absorpsi oleh U dan  : A U =U


A   

vi. Identitas : A  = A
A U  A
A  (A  B )  A
vii. Absorpsi :
A  (A  B )  A
viii. Involusi : (A c )c  A
(A  B )c  A c  B c
ix. Hukum De Morgan’s :
(A  B )c  A c  B c

Bukti
Akan dibuktikan bagian (i) dan (ix), sedangkan pembuktian bagian lainnya
diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
(i) Untuk membuktikan A  B  B  A , maka akan diperlihatkan bahwa
μ A B ( x)  μB A ( x) , x  U yaitu:
μ A B ( x) = max[ μ A ( x ) , μ B ( x ) ]  max[ μ B ( x ) , μ A ( x ) ]
 μ B A (x ) , x  U
Dengan cara yang serupa, A  B  B  A dapat dibuktikan sebagai
berikut:
μ A B (x ) = min[ μ A ( x ) , μ B ( x ) ]  min[ μ B ( x ) , μ A ( x ) ]
 μ B A ( x) , x  U ■

(ix) Untuk membuktikan (A  B )c = A  B c , maka cukup diperlihatkan


c

bahwa identitas
1 – min[ μ A ( x ) , μ B ( x ) ] = max[1– μ A ( x ) ,1– μ B ( x ) ] (1.20)

adalah benar. Untuk memperlihatkan bahwa identitas (1.20) tersebut benar,


akan ditinjau dua kemungkinan:
20 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

 μ A ( x)  μ B ( x ) , maka:
1 – μ A ( x)  1 – μ B ( x ) (*)
dan 1 – min[ μ A ( x) , μ B ( x ) ] = 1 – μ B ( x ) (**)
dari (*) dan (**), maka (1.20) benar
 μ A ( x) < μ B ( x ) , maka :
1– μ A ( x) > 1– μ B ( x ) (▪)
dan 1 – min[ μ A ( x) , μ B ( x ) ] = 1 – μ A ( x) (▪▪)
dari (▪) dan (▪▪) , maka (1.20) benar.
Dari kedua kemungkinan tersebut, maka lengkaplah bukti untuk (1.20).
Dengan cara yang serupa, dengan mudah dapat dibuktikan bahwa
(A  B )c  A c  B c ■
Semua sifat-sifat operasi pada himpunan kabur juga berlaku pada himpunan
biasa, akan tetapi sebaliknya tidaklah berlaku.

1.5 Fungsi Keanggotaan


Fungsi keanggotaan merupakan suatu fungsi yang memetakan setiap
elemen himpunan semesta U ke interval [0,1]. Fungsi keanggotaan tersebut
sangat penting dalam mengkonstruksi suatu himpunan kabur. Penentuan
fungsi keanggotaan pada suatu himpunan kabur bersifat subjektif, artinya
penentuan fungsi keanggotaan untuk suatu konsep himpunan kabur dapat
berbeda pada setiap orang. Subjektifitas tersebut disebabkan oleh perbedaan
individu dalam mengekspresikan konsep-konsep abstrak. Meskipun bersifat
subjektif, namun penentuan fungsi keanggotaan tersebut tidak dapat
ditentukan secara bebas. Penentuannya harus merefleksikan konteks
persoalan yang dipandang.
Secara konseptual, terdapat dua pendekatan untuk menentukan fungsi
keanggotaan. Pertama, menggunakan pengetahuan atau pengalaman
seorang ahli untuk menspesifikasikan fungsi keanggotaan tersebut. Biasanya
pendekatan ini hanya dapat memberikan suatu rumusan yang kasar dari
fungsi keanggotaan tersebut. Kedua, menggunakan data yang dikumpulkan
dari berbagai sumber. Pendekatan ini dilakukan dengan terlebih dahulu
menspesifikasikan struktur fungsi keanggotaan dan kemudian memberikan
Himpunan Kabur 21

nilai-nilai pada parameter fungsi keanggotaan tersebut berdasarkan data yang


ada.
Berikut ini diberikan beberapa bentuk fungsi yang biasa digunakan
sebagai struktur fungsi keanggotaan dalam menentukan fungsi keanggotaan:

1. Representasi Linear

Pada representasi linear, pemetaan himpunan semesta U ke [0, 1]


digambarkan sebagai suatu garis lurus. Bentuk ini merupakan yang paling
sederhana dan menjadi pilihan yang baik untuk mendekati suatu konsep yang
kurang jelas. Terdapat dua bentuk fungsi dari representasi linear. Pertama,
bentuk fungsi yang monoton naik yang dimulai dari domain dengan derajat
keanggotaan nol bergerak ke kanan menuju ke nilai domain yang memiliki
derajat keanggotaan lebih tinggi, yang biasa disebut representasi linear naik,
seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.8.

(x)
1

0
a b

Gambar 1.8 Representasi linear naik

Fungsi keanggotaannya adalah:


0 ; x a

(x)= (x  a )/(b  a ) ; a < x < b , x  U (1.21)
1 ; x  b

dimana a dan b adalah parameter. Kedua, bentuk fungsi monoton turun yang
dimulai dari nilai domain dengan derajat keanggotaan satu bergerak ke kanan
menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah, yang
22 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

biasa disebut representasi linear turun, seperti diperlihatkan dalam Gambar


1.9.

(x)

0 x
a b
Gambar 1.9 Representasi linear turun

Fungsi keanggotaannya adalah:


0 ; x b

(x) = (b - x )/(b - a ) ; a < x < b , x  U (1.22)
1 ; x a

2. Representasi kurva segitiga

Kurva segitiga merupakan gabungan antara garis linear naik dan garis
linear turun, seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.10.
(x)

0
x
a b c

Gambar 1.10 Representasi kurva segitiga


Himpunan Kabur 23

Fungsi keanggotaannya adalah:


0 ; x  a atau x  c

(x)= (x  a )/(b  a ) ; a < x < b , xU (1.23)
(c  x )/(c  b ) ; b  x < c

Dengan menggunakan operator max dan min maka expressi lain dari fungsi
keanggotaan segitiga adalah :
 ( x  a ) (c  x ) 
(x)= max min  ,  , 0 , xU (1.24)
  (b a ) (c  b )  

3. Representasi kurva trapesium

Bentuk fungsi ini berbentuk trapesium yang memiliki empat parameter


(a, b, c, d ), seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.11.

(x
)
1

0
a b c d x

Gambar 1.11. Representasi kurva trapesium

Fungsi keanggotaannya adalah:


0 ; x  a atau x d
(x  a )/(b  a ) ; a  x  b

μ (x )   , xU (1.25)
1 ; b  x c
(d  x )/(d  c ) ; c  x  d
24 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Dengan menggunakan operator max dan min, maka ekspressi lain dari fungsi
keanggotaan trapesium adalah:
  x  a   d  x  
μ (x )  max min   , 1,    ,0  , xU (1.26)
  b  a   d  c  

4. Representasi Kurva – S

Bentuk kurva-S atau sigmoid berbentuk kurva pertumbuhan dan


penyusutan dengan bentuk fungsi yang monoton naik atau monoton turun.
Kurva-S untuk pertumbuhan akan bergerak dari sisi paling kiri ke arah kanan
menuju nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan yang lebih tinggi,
seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.12(a), sedangkan kurva-S untuk
penyusutan akan bergerak dari sisi paling kiri kearah kanan menuju nilai
domain yang lebih rendah, seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.12(b).

 (x)  (x)

1 1

0 0
a b x a x
b
(a) (b)

Gambar 1.12 Representasi kurva-S

Fungsi keanggotaan kurva-S untuk pertumbuhan didefinisikan dengan


menggunakan tiga parameter, yaitu parameter untuk titik dengan derajat
keanggotaan nol, parameter untuk titik dengan derajat keanggotaan satu, dan
parameter untuk titik silang, seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.13.
Himpunan Kabur 25

 (x)
1

0,5

0 x
  

Gambar 1.13. Kurva-S untuk pertumbuhan

Fungsi keanggotaan kurva-S untuk pertumbuhan adalah:


 0 ; x 
 2
  x- 
 2   -  ;  x
  
(x)= S(x ; , , ) =  2
, xU (1.27)
   -x 
1 - 2   ;   x
   - 
 1 ; x 
Fungsi keanggotaan kurva-S untuk penyusutan juga didefinisikan
dengan menggunakan tiga parameter, yaitu parameter  untuk titik dengan
derajat keanggotaan satu, parameter  untuk titik silang, dan parameter 
untuk titik dengan derajat keanggotaan nol, seperti diperlihatkan dalam
Gambar 1.14.
26 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

 (x)
1

0,5

0
   x

Gambar 1.14 Kurva-S untuk penyusutan

Fungsi keanggotaan kurva-S untuk penyusutan adalah:


1 ; x 
 2
  x  
1  2      ;   x  
  
(x)= S(x ; , , ) =  2
, xU (1.28)
   x 
2   ;  x 
    
0 ; x

5. Representasi Kurva Bentuk Lonceng (Bell-Shaped)

Kurva bentuk lonceng merupakan kurva yang simetris pada suatu titik
dan bentuknya menyerupai bentuk lonceng atau berbentuk kurva normal.
Representasi kurva ini terbagi atas tiga kelas fungsi keanggotaan, yaitu fungsi
keanggotaan kurva-, fungsi keanggotaan kurva-beta dan fungsi keanggota-
an kurva Gauss.
(i) Fungsi keanggotaan kurva-
Fungsi keanggotaan kurva- didefinisikan dengan menggunakan dua
parameter, yaitu parameter  untuk titik tengah dengan derajat keanggotaan
Himpunan Kabur 27

sama dengan satu, dan parameter  untuk lebar pita (bandwidth), seperti
diperlihatkan dalam Gambar 1.15.

 (x)
1

0,5

0
     x


 
 2
2
Gambar 1.15 Grafik fungsi keanggotaan kurva-

Fungsi keanggotaan kurva- adalah sebagai berikut:


S (x ;    ,   2 ,  ) ;x  
(x)=(x;,)=  
, xU (1.29)
1  S (x ;  ,   2 ,    ) ; x  

(ii) Fungsi keanggotaan kurva-beta


Seperti halnya kurva-, kurva ini juga berbentuk lonceng dan simetris
terhadap suatu titik. Fungsi keanggotaan kurva-beta didefinisikan dengan
menggunakan dua parameter, yaitu parameter  untuk titik tengah dengan
derajat keanggotaan sama dengan satu, dan parameter  untuk setengah
lebar pita, seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.16.
28 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

 (x)
1

0,5

0

Gambar 1.16. Grafik fungsi keanggotaan kurva-beta

Fungsi keanggotaan kurva-beta adalah:


1
 ( x)  B ( x ;  ,  )  2
, xU (1.30)
 x  
1  
  
(iii) Fungsi keanggotaan kurva-Gauss
Fungsi keanggotaan kurva-Gauss didefinisikan dengan dua parameter,
yaitu  untuk titik tengah dengan derajat keanggotaan sama dengan satu, dan
k untuk lebar pita, seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.17.
 ( x)
1

0,5

0 x

k
Gambar 1.17. Grafik fungsi keanggotaan kurva-Gauss
Fungsi keanggotaan kurva-Gauss adalah
(x) = G(x ; k, ) = exp(–k( – x)2), xU (1.31)
Himpunan Kabur 29

Soal-Soal Latihan
1.1. Tuliskan himpunan berikut dengan menggunakan metode kaidah:
a. A terdiri atas huruf-huruf a, b, c, d dan e
b. B = {2, 4, 6, 8, …}
c. C terdiri atas negara-negara anggota FIFA.
d. D = {5}
e. E terdiri atas presiden B.J. Habibie, Abd. Rahman Wahid,
Megawati Soekarno Putri dan Susilo Bambang Yudoyono.
1.2. Diketahui himpunan semesta U = 10.

a. Jika A = 5, tentukan fungsi keanggotaan  A .


1 jika x  1, 3, 5, 7, 9
b. Jika μ B ( x )   , xU.
0 jika x yang lain
carilah anggota himpunan B.
1.3. Kembali ke soal no. 1.2, tentukanlah
a. μ( A B )c (x ) , xU.
b. μ Ac B c (x ) , xU.
c. μ( A B )c (x ) , xU.
1.4. Berikan lima buah contoh himpunan kabur yang Anda temui dalam
kehidupan sehari-hari! Berikan alasan kenapa dikategorikan sebagai
himpunan kabur.
1.5. Misalkan himpunan semesta U = {a, b, c, d, e, f}. Diketahui himpunan
kabur P dan Q dalam U dengan fungsi keanggotaan masing-masing
0 jika x e, f
adalah: μ P (x ) 0.4 jika x a ,c , d
1 jika x b
0 jika x c
dan 0.2 jika x b, e , f
μQ ( x )
0.5 jika x a
1 jika yang lain
30 Dasar-Dasar Teori Himpunan Kabur dan Logika Kabur

Tentukanlah anggota himpunan kabur P dan Q .


1.6. Modelkan ekspressi berikut sebagai himpunan kabur:
a. Bilangan bulat besar
b. Mahasiswa pintar
c. Sayur-sayuran yang berwarna hijau.
1.7. Misalkan himpunan kabur A , B dan C didefinisikan pada interval U =
[0, 5] dengan fungsi keanggotaan:
1 2x
 A ( x)  ,  B ( x )  2  x , C ( x )  xU.
1  5( x  3) 2
x5
Tentukan fungsi keanggotaan dan gambar grafiknya pada setiap
himpunan kabur berikut:
(a). Ac , B c dan C c
(b). A  B , A  C dan B  C
(c). A  B , A  C dan B  C
(d). A  C c dan ( B c  C )c
1.8. Cari suatu sifat yang berlaku di himpunan biasa tapi tidak berlaku di
himpunan kabur! Tunjukkan alasannya!
1.9. Tentukan support untuk himpunan kabur berikut:
a. A = {(3, 0.1), (4, 0.2), (5, 0.3), (6, 0.4), (7, 0.6), (8, 0.8), (10, 1),
(12, 0.8), (14, 0.6)}
b. B dimana B ( x) = ( x + (x -10)2)-1
1.10. Tentukan semua potongan- dan semua potongan- kuat untuk
himpunan kabur A dan B dalam Soal no. 1.8 (untuk himpunan kabur
B ,  = 0.3, 0.5, dan 0.8)
1.11. Buktikan bahwa
a. ( A  B )  C  A  (B  C ) .
b. A+B +C = ( Ac  B c  C )  ( Ac  B  C c )  ( A  B c  C c )
 ( A  B C)

Anda mungkin juga menyukai