Anda di halaman 1dari 78

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Persepsi
Bentuk – bentuk Persepsi
1. Persepsi visual
2. Persepsi auditori
3. Persepsi perabaan
4. Persepsi penciuman
5. Persepsi pengecapan
Ciri-ciri umum dunia persepsi
Dimensi Penginderaan
Ambang Penginderaan
Alat-alat Indera
Pengamatan Dunia Nyata
Ada beberapa cara persepsi berdasarkan totalitas Gestalt:
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Persepsi
Persepsi Bukan Cermin Realitas
Hakikat  Persepsi
Pembedaan dengan sensasi
Syarat Terjadinya Persepsi
Perhatian
Daerah perhatian
Proses Persepsi
SIFAT-SIFAT PERSEPSI
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Aspek-aspek Persepsi
Psikologi Persepsi
Peranan Psikologi Persepsi dalam Desain Komunikasi Visual
Determinan Persepsi
BAB III PENUTUP
Kesimpulan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang dilahirkan paling sempurna. Manusia memiliki


kemampuan kognitif untuk memproses informasi yang diperoleh dari lingkungan di
sekelilingnya melalui indera yang dimilikinya, membuat persepsi terhadap apa-apa yang dilihat
atau dirabanya, serta berfikir untuk memutuskan aksi apa yang hendak dilakukan untuk
mengatasi keadaan yang dihadapinya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi kemampuan kognitif
pada manusia meliputi tingkat intelejensi,kondisi fisik, serta kecepatan sistem pemrosesan
informasi pada manusia. Bila kecepatan sistem pemrosesan informasi terganggu, maka akan
berpengaruh pada reaksi manusia dalam mengatasi berbagai kondisi yang dihadapi.
           Keterbatasan kognitif terjadi apabila terdapat masalah atau gangguan pada kemampuan
kognitif. Masalah yang dialami bisa terjadi sejak lahir, atau terjadi perubahan pada tubuh
manusia seperti terluka, terserang penyakit, mengalami kecelakaan yang dapat menyebabkan
kerusakan salah satu indera, fisik atau juga mental. Akibat dari adanya keterbatasan kognitif ini,
manusia menjadi tidak mampu untuk memproses informasi dengan sempurna. Dengan
ketidaksempurnaan ini maka manusia yang memiliki keterbatasan kognitif mengalami masalah
dalam meraba, mempelajari atau berfikir untuk bereaksi terhadap keadaan yang dihadapinya.
           Persepsi dalam arti sempit melibatkan pengalaman kita tapi secara psikis pengertian itu
tidaklah tepat. Tetapi lebih tepatnya persepsi merupakan proses yang menggabungkan dan
mengorganisir data-data indera kita ( penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa
sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar dengan diri kita sendiri. Dan
didalam mempersepsi keadaan sekitar maka kita harus melibatkan indra kita maka akan lahir
sebuah argumen yang berasal dari informasi yang dikumpulkan dan diterima oleh alat reseptor
sensorik kita sehingga kita dapat menggabungkan atau mengelompokkan data yang telah kita
terima sebelumnya melalui pengalaman awal kita.
B.     Masalah

1. Pengertian dan macam-macam persepsi


2. Ciri-Ciri umam persepsi
3. Faktor yang mempengaruhi persepsi
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Persepsi

Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap


suatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami.
Proses pemaknaan yang bersifat psikologis sangat dipengaruhi oleh pengalaman,
pendidikan dan lingkungan sosial secara umum. Sarwono mengemukakan bahwa persepsi juga
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan cara berpikir serta keadaan perasaan atau minat
tiap-tiap orang sehingga persepsi seringkali dipandang bersifat subjektif. Karena itu tidak
mengherankan jika seringkali terjadi perbedaan paham yang disebabkan oleh perbedaan persepsi
antara 2 orang terhadap 1 objek. Persepsi tidak sekedar pengenalan atau pemahaman tetapi juga
evaluasi bahkan persepsi juga bersifat inferensional (menarik kesimpulan) (Sarwono).
Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin, adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafslrkan pesan.
Sedangkan Menurut Ruch, persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk inderawi (sensory) dan
pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita
gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut
Atkinson dan Hilgard  mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan
dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson dan Donely menjelaskan bahwa
persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Dikarenakan
persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat
tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera.
Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan
kejadian obyektif dengan bantuan indera. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya
respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat kompleks, stimulus masuk ke
dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru
kemudian dihasilkan persepsi
Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian
stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang
dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung
menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri.
Sehingga dapat disimpulkan :
Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi
terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak.Proses kognisi dimulai dari
persepsi.
TUJUAN PERSEPSI
Marr (1982): Tujuan persepsi ialah memberikan gambaran internal mengenai informasi dunia
luar.

Bentuk – bentuk Persepsi

1. Persepsi visual

Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan.Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal
berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan balita untuk memahami dunianya.

2. Persepsi auditori

Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.

3. Persepsi perabaan

Persepsi pengerabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.

4. Persepsi penciuman

Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung.

5. Persepsi pengecapan

Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah.
Macam-macam Persepsi

Persepsi manusia sebenarnya terbagi dua, yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan
persepai terhadap manusia. Persepsi terhadap manusia sering juga disebut persepsi sosial.
a) Persepsi terhadap lingkungan fisik
            Persepsi orang terhadap lingkungan fisik tidaklah sama, dalam arti berbeda-beda., karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
• Latar belakang pengalaman
• Latar belakang budaya
• Latar belakang psikologis
• Latar belakang nilai, keyakinan, dan harapan
• Kondisi factual alat-alat panca indera di mana informasi yang sampai kepada orang itu adalah
lewat pintu itu

b) Persepsi terhadap manusia


          persepsi terhadap manusia atau persepai sosial adalah proses menangkap arti objek-objek
sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Setiap orang memilki
gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Dengan kata lain, setiap orang
mempunyai persepsi yang berbeda terhadap lingkungan sosialnya.

Ciri-ciri umum dunia persepsi

Penginderaan terjadi dalam suatu konteks tertentu, konsep ini biasa disebut dunia persepsi.
Agar dapat dihasilkan suatu penginderan yang bermakna, ada ciri – ciri umum tertentu dalam
dunia persepsi :

1. Modalitas :  rangsangan yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap –tiap indera,
yaitu sifat sensori dasar  masing-masing.
2. Dimensi ruang : dunia persepsi mempunyai sifat ruang ( dimensi ruang).
3. Dimensi waktu : dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat lambat, tua
muda, dan lain-lain.
4. Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu : objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia
pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya. Struktur dan konteks
ini merupakan keseluruhan yang menyatu.
5. Dunia penuh arti; dunia persepsi adalah dunia penuh arti. kita cenderung pengamatan
pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya dengan
tujuan yang ada dalam diri kita.

Dimensi Penginderaan

Bentangan sifat-sifat penerimaan rangsangan yang dapat kita paparkan seperti kuat-lemah, lama-
sebentar, kasar-halus, dan sebagainya disebut dimensi penginderaan.
Ada empat dimensi penginderaan:
- Intensitas: kuat-lemahnya penginderaan suatu rangsang tertentu.
- Ekstensitas: penghayatan terhadap tebal-tipis, luas-sempit, besar-kecil, dll.
- Lamanya: penginderaan dapat berlangsung lama atau sebentar.
- Kualitas: kemampuan kita membedakan kualitas rangsang misalnya nada atau warna.

 Ambang Penginderaan

           Intensitas suatu rangsang tertentu agar dapat disadari disebut ambang penginderaan.
Ambang penginderaan terdiri dari:
- Ambang perangsang absolut: intensitas rangsang terkecil yang masih dapat menimbulkan
penginderaan;
- Ambang perbedaan: perbedaan intensitas rangsang terkecil yang dapat dibedakan oleh alat
indera;
-  Tinggi rangsang: pertambahan intensitas rangsang akan diikuti oleh pertambahan intensitas
penginderaan sampai mencapai maksimum yakni di mana intensitas rangsang tidak dapat
dibedakan lagi;
- Penyesuaian sensoris: bisa terjadi karena berkurangnya kepekaan indera (negatif),
bertambahnya kepekaan indera (positif), dan karena pergeseran titik sentral.

Alat-alat Indera
Alat-alat indera meliputi higher senses (mata dan telinga) dan lower senses (lidah, hidung dan
permukaan kulit). Alat-alat itu dapat kita sebutkan berikut ini:
. Penglihatan: yakni mata, peka terhadap cahaya sehingga kita dapat membedakan terang dan gelap, hitam dan
putih, warna.
b. Pendengaran: yakni telinga, peka terhadap getaran yang menghasilkan bunyi.
c. Penciuman: hidung yang peka terhadap bau
. Pengecapan: lidah yang peka terhadap rasa (manis, asin, asam, pahit = empat macam rasa yang dapat
diterima). Rasa lain merupakan gabungan dari rasa-rasa itu.
e. Peraba: tidak terbatas pada permukaan kulit saja, tetapi juga menyangkut alat-alat yang peka terhadap
orientasi dan keseimbangan. Berat, gerak (sistem vestibular) dan kualitas permukaan di sekitar
kita, letak anggota badan dan tegangan otot (sistem raba).
Pengamatan Dunia Nyata

Untuk kita ketahui, persepsi bersifat subjektif karena bukan sekadar penginderaan. Persepsi
selalu terjadi dalam konteks tertentu.
Ada beberapa prinsip umum yang mengatur pengamatan kita terhadap dunia nyata:
- Konstatansi: bersifat psikologis karena arti dari suatu objek atau gejala bagi kita bersifat tetap.
Ada tiga macam konstatansi, yakni:
· konstatansi tempat atau lokasi
· konstatansi warna
· konstatansi bentuk dan ukuran
- Figur dan Latar Belakang: keberadaan suatu objek pengamatan menggejala sebagai suatu figur
yang menonjol di antara objek-objek lain (latar belakang), baik karena sifatnya memang
menonjol di antara objek-objek lain maupun karena si pengamat sengaja memusatkan
perhatiannya pada objek tertentu.

Ada beberapa cara persepsi berdasarkan totalitas Gestalt:

1.      Hukum kedekatan (proximity): objek-objek persepsi yang berdekatan cenderung diamati
sebagai suatu kesatuan.
2.      Hukum kesamaan (similarity): Objek cenderung diamati sebagai totalitas karena mempunyai
sebagian besar ciri-ciri yang sama.
3.      Hukum bentuk-bentuk tertutup (closure): bentuk-bentuk yang sudah kita kenal, walau hanya
nampak sebagian atau tidak sempurna, kita lihat sebagai sempurna.
4.      Hukum kesinambungan (continuity): pola-pola yang sama dan berkesinambungan, walau
ditutup oleh pola-pola lain, tetap diamati sebagai kesatuan.
Hukum gerak bersama (common fate): unsur-unsur yang bergerak dengan cara dan arah yang
sama dilihat sebagai suatu kesatuan.
- Persepsi Kedalaman (depth perception): kemampuan indera penglihatan untuk mengindera
ruang.
Ada beberapa patokan yang digunakan manusia dalam persepsi kedalaman yaitu:
1.      Perspektif atmosferik: semakin jauh objek, semakin kabur.
2.      Perspektif linier: semakin jauh, garis-garis akan makin menyatu menjadi satu titik
(konvergensi).
3.      Kualitas permukaan (texture gradient), berkurangnya ketajaman kualitas texture karena jarak
makin jauh.
4.      Posisi relatif: objek yang jauh akan ditutupi atau kualitasnya menurun karena bayangan objek-
objek yang lebih dekat.
5.      Sinar dan bayangan: bagian permukaan yang lebih jauh dari sumber cahaya akan lebih gelap
dibanding yang lebih dekat.
6.      Patokan yang sudah dikenal: benda-benda yang sudah kita kenal ukurannya akan lebih kecil di
kejauhan.
7.      Persepsi Gerak: pengamatan terhadap sesuatu yang berpindah posisinya dari patokan. Kalau
patokan tidak jelas, maka kita akan memperoleh informasi gerakan semu.
Ada dua macam gerakan semu:
· Efek otokinetik, bila kita memandang setitik cahaya dalam keadaan gelap gulita, cahaya itu
akan nampak bergerak.
· Gerakan stroboskopik: terjadi karena ada dua rangsang yang berbeda yang muncul hampir
bersamaan.
- Ilusi: kesalahan dalam persepsi, yaitu memperoleh kesan yang salah mengenai fakta-fakta
objektif yang disajikan oleh alat-alat indera kita.
· Ilusi disebabkan oleh faktor-faktor eksternal: (gambar atau bayangan di cermin kelihatannya
terletak di belakang cermin)
· Ilusi disebabkan kebiasaan: rangsang-rangsang yang disajikan sesuai dengan kebiasaan kita
dalam mengenali rangsang akan dengan mudah menimbulkan ilusi.
· Ilusi karena kesiapan mental atau harap tertentu: kita akan sering melihat sesuatu yang mirip
dengan barang yang hilang yang sangat kita harapkan untuk kembali.
· Ilusi karena kondisi rangsang terlalu kompleks: bila rangsang yang diamati terlalu kompleks,
maka rangsang tersebut dapat menutup-nutupi atau menyamarkan fakta-fakta objektif.

 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Persepsi


Karena persepsi lebih bersifat psikologis daripada merupakan proses penginderaan saja,
maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Perhatian yang selektif: pemusatan perhatian
pada rangsang-rangsang tertentu saja. Ciri-ciri rangsang: rangsang yang bergerak di antara
rangsang-rangsang yang diam akan lebih menarik perhatian. Nilai-nilai dan kebutuhan individu:
seorang seniman mempunyai pengamatan yang berbeda dengan yang bukan seorang seniman
dalam mengamati objek tertentu. Pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana
seseorang mempersepsi dunianya.
Ahli psikologi sosial yang menganut aliran kognitif berpendapat bahwa di dunia ini
terdapat 2 macam realitas, yaitu realitas obyektif dan realitas subyektif. Setiap obyek adalah
sama, tetapi bila diamati oleh orang yang berbeda maka akan terjadi interpretasi yang berbeda
terhadap obyek tersebut. (Ancok, dkk., 1988).

Menurut Tagiuri (dalam Harvey dan Smith, 1977) ada 3 faktor yang mempengaruhi
persepsi, yaitu
(1) keadaan stimulus yang diamati;
(2) situasi sosial tempat pengamatan itu terjadi dan
(3) karakteristikm pengamatan.

Lebih jauh Walgito (1991) menjelaskan bahwa :

 (a) mengenai stimulus, agar dapat dipersepsi, stimulus harus cukup kuat, melampui ambang batas,
berwujud manusia atau tidak (bila tidak berwujud manusia, ketepatan persepsi ada pada individu.
(b) keadaan individu dari segi fisiologis dan psikologis, di mana dari segi fisiologis sistem syaraf
harus dalam keadaan baik, sedangkan secara psikologis, pengalaman, kerangka acuan, perasaan,
kemampuan berpikir dan motivasi akan berpengaruh dalam persepsi seseorang, dan terakhir.
(c) lingkungan atau situasi, di mana bila objeknya manusia, maka objek dengan lingkungan yang
melatar belakanginya merupakan kesatuan yang sulit dipisahkan. Demikian ini maka, dapat
disimpulkan bahwa persepsi itu sangat subyektif karena disamping dipengaruhi oleh stimulus
dan situasi pengamatan juga dipengaruhi oleh pengalaman, harapan, motif, kepribadian, dan
keadaan fisik individu
Persepsi Bukan Cermin Realitas

Persepsi merupakan salah satu cara kerja (Proses) yang rumit dan aktif. Orang sering kali
menganggap bahwa persepsi menyajikan suatu pencerminan yang sempurna mengenai realitas
atau kenyataan. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar, sebab persepsi bukan merupakan
cermin realitas. Hal tersebut dikarenakan atau dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut :

1. Indra kita tidak memberikan respon terhadap aspek yang ada dalam lingkungan.
2. Manusia sering kali melakukan persepsi rangsangan – rangsangan yang pada
kenyataannya tidak ada.
3. Persepsi seseorang tergantung dari apa yang ia harapkan dan tergantung dari pengalaman
masa lalu serta adanya motivasi.

Hakikat  Persepsi

Persepsi ternyata banyak melibatkan kegiatan kognitif, orang telah menentukan apa yang
telah akan diperhatikan. Setiap kali kita memusatkan perhatian lebih besar kemungkinan tak
akan memperoleh makna darri apa yang kita tangkap, lalu menghubungkannya dengan
pengaaman yang lalu, dan dikemudian hari akan diingat kembali.
Kesadaran juga mempengaruhi persepsi, bila kita dalam keadaan bahagia, maka
pemandangan yang kita lihat akan sangat indah sekali. Tetapi sebaliknya, jika kita dalam
keadaan murung, pemandangan yang indah yang kita lihat mungkin akan membuat kita merasa
bosan, ingatan akan berperan juga dalam persepsi. Indra kita akan secara teratur akan
menyimpan data yang kita terima, dalam rangka memberi arti. Orang cenderung terus- menerus
untuk membanding-bandingkan penglihatan, suara dan penginderaan yang lainnya dengan
ingatan pengalaman lalu yang mirip. Proses informasi juga mempunyai peran dala persepsi.
Bahasa jelas dapat memengaruhi kognisi kita, memberika bentuk secara tidak langsung seorang
mempersepsi dunianya.

Pembedaan dengan sensasi

         Istilah persepsi sering dikacaukan dengan sensasi. Sensasi hanya berupa kesan sesaat, saat
stimulus baru diterima otak dan belum diorganisasikan dengan stimulus lainnya dan ingatan-
ingatan yang berhubungan dengan stimulus tersebut.<persepsi/> Misalnya meja yang terasa
kasar, yang berarti sebuah sensasi dari rabaan terhadap meja.
         Sebaliknya persepsi memiliki contoh meja yang tidak enak dipakai menulis, saat otak
mendapat stimulus rabaan meja yang kasar, penglihatan atas meja yang banyak coretan, dan
kenangan di masa lalu saat memakai meja yang mirip lalu tulisan menjadi jelek.

Syarat Terjadinya Persepsi

Persepsi terdiri atas : perhatian dan stimulus. Syarat Terjadinya Persepsi yaitu :

1. Adanya objek yang di persepsi (fisik/kealaman)

2. Alat indera atau reseptor (fisiologis)

3. Perhatian (psikologis)
Perhatian

         Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang
ditujukan kepada suatu atau sekumpulan objek. Perhatian merupakan penyeleksian terhadap
stimulus. Perhatian dan kesadaran mempunyai korelasi positif. Makin di perhatikan suatu objek
akan makin disadari objek itu dan makin jelas bagi individu.

Daerah perhatian

1. Daerah pusat perhatian (disadari sepenuhnya)

2. Daerah peralihan (samar-samar)

3. Daerah tidak diperhatikan (tidak disadari)

Perhatian menurut timbulnya


1.      Perhatian spontan yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya. Berhubungan dengan minat
individu. Mis : minat music, secara spontan perhatiannya tertuju pada music walaupun lagi
mengerjakan sesuatu.
2.      Perhatian tidak spontan yaitu perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja karena itu harus ada
kemauan untuk menimbulkannya. Mis : mahasiswa mau tidak mau harus memperhatikan mata
kuliah tertentu, walaupun ia tidak menyukainya.

Perhatian menurut banyaknya objek


1.      Perhatian sempit yaitu individu pada suatu waktu hanya dapat memperhatikan sedikit objek
2.      Perhatian luas yaitu individu pada suatu waktu dapat memperhatikan banyak objek pada suatu
waktu sekaligus. Mis : kepasar malam, ada orang yang dapat menangkap banyak objek sekaligus,
tetapi sebaliknya ada orang tidak dapat berbuat demikian.

Perhatian menurut focus objek

1. Perhatian terpusat yaitu individu pada suatu waktu hanya dapat memusatkan perhatiannya
pada satu objek. Sejalan dengan perhatian sempit.

2. Perhatian terbagi-bagi yaitu individu pada suatu waktu dapat memperhatikan banyak
hal/objek. Sejalan dengan perhatian luas.

Perhatian menurut fluktuasinya

1. Perhatian statis yaitu individu dalam waktu tertentu dapat dengan statis atau tetap perhatiannya
tertuju pada objek tertentu.

Perhatian semacam ini sukar memindahkan perhatiannya dari satu objek ke objek lainnya.

2. Perhatian dinamis yaitu individu dapat memindahkan perhatiannya secara lincah dari suatu
objek ke objek lainnya.
Tes perhatian

Ø Tes bourdon berwujud sekumpulan titik-titik yang tertentu jumlahnya.

Ø Tes kraepelirr berwujud sederetan angka-angka, dan tesete ditugaskan untuk menjumlahkan
angka-angka yang berdekatan.

Kedua tes ini untuk mengetahui :

1. Pengaruh gangguan terhadap perhatian.

2. Macam perhatian apa yang ada pada individu

3. Ritme dan tempo individu bekerja

4. Ketelitian individu bekerja.


Informasi Lain yang Berkaitan:

* Aplikasi teknologi fisioterapi dan efek fisiologis teknologi fisioterapi pada hemiparese dextra
oleh karena stroke non haemorhagik
* Good Postur and Poor Postur
* Komunikasi Teraupetik Pada Usia Akhir
* Perkembangan Otak dan Susunan Saraf Pusat
* Konsep Penyebab Penyakit.

Proses Persepsi

                     Alport (dalam Mar’at, 1991) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang
dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Pengalaman dan proses
belajar akan memberikan bentuk dan struktur bagi objek yang ditangkap panca indera,
sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap objek yang ditangkap
individu, dan akhirnya komponen individu akan berperan dalam menentukan tersedianya
jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada.

              Walgito (dalam Hamka, 2002) menyatakan bahwa terjadinya persepsi merupakan suatu
yang terjadi dalam tahap-tahap berikut:
1.      Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik,
merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.
2.      Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses
diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.
3.      Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan
proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.
4.      Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan
dan perilaku.

            Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, bahwa proses persepsi melalui
tiga tahap, yaitu:
1.      Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus sosial melalui alat indera
manusia, yang dalam proses ini mencakup pula pengenalan dan pengumpulan informasi tentang
stimulus yang ada.
2.      Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta pengorganisasian informasi.
3.      Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam menanggapi lingkungan melalui
proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan individu.

 SIFAT-SIFAT PERSEPSI

1. Persepsi Bersifat Dugaan

                Oleh karena data yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah
lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan. Seperti proses seleksi, langkah
ini dianggap perlu karena kita tidak mungkin memperoleh seperangkat rincian yang lengkap
lewat kelima indera kita.

           Proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan kita menafsirkan suatu objek
dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun. Oleh karena informasi
yang lengkap tidak pernah tersedia, dugaan diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan
berdasarkan informasi yang tidak lengkap lewat penginderaan itu. Kita harus mengisi ruang yang
kosong untuk melengkapi gambaran itu dan menyediakan informasi yang hilang
.
          Dengan demikian, persepsi juga adalah suatu proses mengorganisasikan informasi yang
tersedia, menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu skema organisasional tertentu yang
memungkinkan kita memperolah suatu makna lebih umum.

2. Persepsi Bersifat Evaluatif

           Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis dalam diri kita yang mencerminkan sikap,
kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang kita gunakan untuk memaknai objek persepsi. Dengan
demikian, persepsi bersifat pribadi dan subjektif. Menggunakan kata-kata Andrea L. Rich,
“persepsi pada dasarnya memiliki keadaan fisik dan psikologis individu, alih-alih menunjukkan
karakteristik dan kualitas mutlak objek yang dipersepsi”. Dengan ungkapan Carl Rogers,
“individu bereaksi terhadap dunianya yang ia alami dan menafsirkannya dan dengan demikian
dunia perseptual ini, bagi individu tersebut, adalah realitas”.

3. Persepsi Bersifat Konstektual

         Suatu rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Dari semua pengaruh yang ada dalam
persepsi kita, konteks merupakan salah satu pengaruh yang paling kuat. Konteks yang
melingkungi kita ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau suatu kejadian sangat
mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan dan juga persepsi kita.
Dalam mengorganisasikan suatu objek, yakni meletakkannya dalam suatu konteks tertentu, kita
menggunakan prinsip-prinsip berikut:
a. Prinsip pertama. Stuktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan
dan kelengkapannya
.
b. Prinsip kedua. Kita cenderung mempersepsi suatu rangsangan atau kejadian yang terdiri dari
objek dan latar belakangnya
      Menurut Newcomb (dalam Arindita, 2003), ada beberapa sifat yang menyertai proses
persepsi, yaitu:
1.      Konstansi (menetap): Dimana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri
walaupun perilaku yang ditampilkan berbeda-beda.
2.      Selektif: persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor. Dalam arti bahwa
banyaknya informasi dalam waktu yang bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor
dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya informasi tertentu saja yang
diterima dan diserap.
Proses organisasi yang selektif: beberapa kumpulan informasi yang sama dapat disusun ke dalam
pola-pola menurut cara yang berbeda-beda.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

         Thoha (1993) berpendapat bahwa persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dlam diri individu, misalnya
sikap, kebiasaan, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal
dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik.

        Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu
benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang
bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari :

1) Pelaku persepsi (perceiver).


2) Objek atau yang dipersepsikan.
3) Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan.

        Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau gedung, persepsi
terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan orang tersebut. Objek yang
tidak hidup dikenai hukum-hukum alam tetapi tidak mempunyai keyakinan, motif atau maksud
seperti yang ada pada manusia. Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasan-
penjelasan mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan
penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh pengandaian-
pengadaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu (Robbins, 2003).

          Gilmer (dalam Hapsari, 2004) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor atau pemersepsi ketika proses
persepsi terjadi. Dan karena ada beberapa faktor yang bersifat yang bersifat subyektif yang
mempengaruhi, maka kesan yang diperoleh masing-masing individu akan berbeda satu sama
lain.

         Oskamp (dalam Hamka, 2002) membagi empat karakteristik penting dari faktor-faktor
pribadi dan sosial yang terdapat dalam persepsi, yaitu:

a. Faktor-faktor ciri dari objek stimulus.


b. Faktor-faktor pribadi seperti intelegensi, minat.
c. Faktor-faktor pengaruh kelompok.
 d. Faktor-faktor perbedaan latar belakang kultural.

        Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional ialah
faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu,
kepribadian,jenis kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor struktural adalah faktor
di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap
seseorang dalam mempresepsikan sesuatu.
Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa persepsi dipengaruhi oleh beberapa
faktor internal dan eksternal, yaitu faktor pemersepsi (perceiver), obyek yang dipersepsi dan
konteks situasi persepsi dilakukan.

Aspek-aspek Persepsi

Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana
komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Mar'at, 1991) ada tiga yaitu:

1. Komponen kognitif

              Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki
seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu
keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.

2. Komponen Afektif

              Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang
berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.

3. Komponen Konatif

             Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan
obyek sikapnya.

           Baron dan Byrne, juga Myers (dalam Gerungan, 1996) menyatakan bahwa sikap itu
mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:
1.      Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan
pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang
mempersepsi terhadap objek sikap.
2.      Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa
senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif,
sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.
3.      Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang
berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini
menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau
berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

         Rokeach (Walgito, 2003) memberikan pengertian bahwa dalam persepsi terkandung
komponen kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk
merespons, untuk berperilaku. Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku, sikap
merupakan predis posisi untuk berbuat atau berperilaku.
Dari batasan ini juga dapat dikemukakan bahwa persepsi mengandung komponen kognitif,
komponen afektif, dan juga komponen konatif, yaitu merupakan kesediaan untuk bertindak atau
berperilaku. Sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan manifestasi dari kontelasi ketiga
komponen tersebut yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan berperilaku
terhadap obyek sikap. Ketiga komponen itu saling berinterelasi dan konsisten satu dengan
lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian secara internal diantara ketiga komponen tersebut

Psikologi Persepsi

           Dalam psikologi, persepsi visual adalah kemampuan manusia untuk menginterpretasikan
informasi yang ditangkap oleh mata. Hasil dari persepsi ini disebut sebagai penglihatan
(eyesight, sight atau vision). Unsur-unsur ragam psikologi dalam penglihatan secara umum
terangkum dalam sistem visual (visual system). Sistem visual pada manusia memungkinkan
untuk beradaptasi dengan informasi dari lingkungannya.

           Masalah utama dari persepsi visual ini tidak semata-mata apa yang dilihat manusia
melalui retina matanya. Namun lebih daripada itu adalah bagaimana menjelaskan persepsi dari
apa yang benar-benar manusia lihat.
Peranan Psikologi Persepsi dalam Desain Komunikasi Visual

            Bahwa ada faktor untuk harus menyampaikan suatu pesan yang sifatnya persuasif, maka
peranan psikologi persepsi sangat dibutuhkan di sini. Sebagai penyampai pesan kita harus
memahami keadaan dan sifat-sifat dari sasaran kita (target audience). Dengan kita memahami
apa, siapa dan bagaimana dari sasaran kita. Sehingga semua apa yang kita sampaikan akan
mengena dan efisien. Sebuah pesan akan percuma jika tidak dipahami oleh penerimanya. Bila
kita bicara dengan perbandingan biaya yang kita keluarkan, maka hal tersebut sama saja dengan
pemborosan. Dengan demikian sebelum kita melakukan penyampaian pesan, kita harus pahami
dulu sasaran kita. Setelah itu baru menentukan bagaimana pesan tersebut disampaikan.

Determinan Persepsi

Di samping faktor-faktor teknis seperti kejelasan stimulus [mis. suara yang jernih,
gambar yang jelas], kekayaan sumber stimulus [mis. media multi-channel seperti audio-visual],
persepsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis. Faktor psikologis ini bahkan terkadang
lebih menentukan bagaimana informasi / pesan / stimulus dipersepsikan.
Faktor yang sangat dominan adalah faktor ekspektansi dari si penerima informasi sendiri.
Ekspektansi ini memberikan kerangka berpikir atau perceptual set atau mental set tertentu yang
menyiapkan seseorang untuk mempersepsi dengan cara tertentu. Mental set ini dipengaruhi oleh
beberapa hal.

a.Ketersediaan informasi sebelumnya; ketiadaan informasi ketika seseorang menerima stimulus


yang baru bagi dirinya akan menyebabkan kekacauan dalam mempersepsi. Oleh karena itu,
dalam bidang pendidikan misalnya, ada materi pelajaran yang harus terlebih dahulu disampaikan
sebelum materi tertentu. Seseorang yang datang di tengah-tengah diskusi, mungkin akan
menangkap hal yang tidak tepat, lebih karena ia tidak memiliki informasi yang sama dengan
peserta diskusi lainnya. Informasi juga dapat menjadi cues untuk mempersepsikan sesuatu.

b.Kebutuhan; seseorang akan cenderung mempersepsikan sesuatu berdasarkan kebutuhannya


saat itu. Contoh sederhana, seseorang akan lebih peka mencium bau masakan ketika lapar
daripada orang lain yang baru saja makan.

c.Pengalaman masa lalu; sebagai hasil dari proses belajar, pengalaman akan sangat
mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu. Pengalaman yang menyakitkan
ditipu oleh mantan pacar, akan mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan orang lain yang
mendekatinya dengan kecurigaan tertentu. Contoh lain yang lebih ekstrim, ada orang yang tidak
bisa melihat warna merah [dia melihatnya sebagai warna gelap, entah hitam atau abu-abu tua]
karena pernah menyaksikan pembunuhan. Di sisi lain, ketika seseorang memiliki pengalaman
yang baik dengan bos, dia akan cenderung mempersepsikan bosnya itu sebagai orang baik,
walaupun semua anak buahnya yang lain tidak senang dengan si bos.

            Faktor psikologis lain yang juga penting dalam persepsi adalah berturut-turut: emosi,
impresi dan konteks.

a.Emosi; akan mempengaruhi seseorang dalam menerima dan mengolah informasi pada suatu
saat, karena sebagian energi dan perhatiannya [menjadi figure] adalah emosinya tersebut.
Seseorang yang sedang tertekan karena baru bertengkar dengan pacar dan mengalami kemacetan,
mungkin akan mempersepsikan lelucon temannya sebagai penghinaan.

b.Impresi; stimulus yang salient / menonjol, akan lebih dahulu mempengaruhi persepsi
seseorang. Gambar yang besar, warna kontras, atau suara yang kuat dengan pitch tertentu, akan
lebih menarik seseorang untuk memperhatikan dan menjadi fokus dari persepsinya. Seseorang
yang memperkenalkan diri dengan sopan dan berpenampilan menarik, akan lebih mudah
dipersepsikan secara positif, dan persepsi ini akan mempengaruhi bagaimana ia dipandang
selanjutnya.

c.Konteks; walaupun faktor ini disebutkan terakhir, tapi tidak berarti kurang penting, malah
mungkin yang paling penting. Konteks bisa secara sosial, budaya atau lingkungan fisik. Konteks
memberikan ground yang sangat menentukan bagaimana figure dipandang. Fokus pada figure
yang sama, tetapi dalam ground yang berbeda, mungkin akan memberikan makna yang berbeda.
Prinsip pengorganisasian Visual

Untuk mempersepsi stimulus mana menjadi figure dan mana yang ditinggalkan sebagai ground,
ada beberapa prinsip pengorganisasian.

A. Prinsip proximity (kedekatan); seseorang cenderung mempersepsi stimulus-stimulus yang


berdekatan sebagai satu kelompok.

Contoh visual

Pada contoh ini, seseorang akan cenderung melihat ada dua kelompok gambar titik hitam
dibandingkan dengan ada 4 lajur titik.

             Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan orang akan mempersepsikan
beberapa orang yang sering terlihat bersama-sama sebagai sebuah kelompok / peer group. Untuk
orang yang tidak mengenal dekat anggota “kelompok” itu, bahkan akan tertukar identitas satu
dengan yang lainnya, karena masing-masing orang [sebenarnya ada 4 lajur titik] terlabur
identitasnya dengan keberadaan orang lain [dipersepsi sebagai 2 kelompok titik].

B. Prinsip similarity (kesamaan); seseorang akan cenderung mempersepsikan stimulus yang


sama sebagai satu kesatuan.
Contoh visual

            Pada gambar ini, walaupun jarak antar titik sama, tetapi orang cenderung mempersepsi
bahwa terdapat dua kelompok / lajur titik empat lajur titik.

C. Prinsip continuity; prinsip ini menunjukkan bahwa kerja otak manusia secara alamiah
melakukan proses melengkapi informasi yang diterimanya walaupun sebenarnya stimulus tidak
lengkap.

Contoh visual Pada gambar ini,


        seseorang cenderung untuk mempersepsikan bahwa ada dua garis yang bersilang
membentuk huruf “X”, alih-alih melihatnya sebagai kumpulan titik-titik.

         Dalam kehidupan sehari-hari, contohnya adalah fenomena tentang bagaimana gosip bisa
begitu berbeda dari fakta yang ada. Fakta yang diterima sebagai informasi oleh seseorang,
kemudian diteruskan ke orang lain setelah “dilengkapi” dengan informasi lain yang dianggap
relevan walaupun belum menjadi fakta atau tidak diketahui faktanya.
BAB III
PENUTUP

 Kesimpulan

                Pada dasarnya dalam kehidupannya, manusia tidak lepas dari kegiatan komunikasi.
Komunikasi digunakan untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan dan manusia lainnya. Dalam
berkomunikasi, manusia menerima stimulus dari yang lain, sehingga ia dapat memberikan
respon dari stimulus tersebut melalui panca indera yang dimilikinya. Namun dari stimulus-
stimulus yang sama mungkin akan ditafsirkan secara berbeda oleh orang yang berbeda. Alat-alat
indera yang dimiliki manusia menyebabkan manusia mampu berpikir, merasakan, dan memiliki
persepsi tertentu mengenai dirinya dan dunia sekitarnya. Prasyarat terjadinya persepsi adalah
penangkapan stimulus oleh alat-alat indera, sehingga peranan alat-alat indera sangat penting.

Bab I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu secara langsung berhubungan dengan dunia
luarnya. Mulai saat itu individu secara langsung menerima stimulus atau rangsang dari luar di
samping dari dalam dirinya sendiri. Ia mulai merasa kedinginan, sakit, senang, tidak senang, dan
sebagainya.

Individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan alat inderanya. Bagaimana individu
dapat mengenali dirinya sendiri maupun keaaan sekitarnya, hal ini berkaitan dengan persepsi
(perception). Melalui stimulus yang diterimanya, individu akan mengalami persepsi. Persepsi
merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang
berujud diterimanya stimulus oleh individu melelui alat reseptornya. Namun proses situ tidak
berhenti sampai di situ saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat susunan syaraf yaitu
otak, dan terjadilah proses psikologis, sehingga indvidu menyadarai apa yang ia lihat, apa yang
ia dengar dan sebagainya, individu mengalami persepsi. Karena itu proses penginderaan tidak
dapat lepas dari proses persepsi, dan proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari
persepsi. Proses peginderaan akan selalu terjadi setiap saat, pada waktu individu menerima
stimulusmelalui alat inderanya, melalui reseptornya. Alat indera merupakan penghubung
antara individu dengan dunia luarnya (Branca, 1965; Woodworth dan Marquis,1957 dalam
Bimo Walgito, 1997)

II. Permasalahan

Dari uraian latar belakang di atas, maka muncul permasalahan : Bagaimana hubungan aktivitas
penginderaan terhadap persepsi peserta didik dalam proses belajar?

III. Tujuan

Ada pun tujuan penulisan makalah ini adalah agar kita dapat menganalisa hubungan
aktivitas penginderaan terhadap persepsi peserta didik dalam proses belajar.

Bab II

PEMBAHASAN

2.1. Penginderaan
Definisi penginderaan (sensation) menurut Wundt adalah penangkapan terhadap rangsang-
rangsang dari luar dan dapat dianalisa sampai elemen-elemen yang terkecil.

Penginderaan meliputi :

1. Penglihatan

Alat penglihatan utama adalah mata. Rangsang berupa gelombang cahaya masuk ke dalam bola
mata melalui bagian-bagian mata. Prosesnya cahaya masuk ke retina diteruskan berupa impuls
menuju ke syaraf (otak) sehingga objek dapat terlihat. Gangguan pada indera penglihatan
menimbulkan kelainan mata sebagai berikut:

1. Myopia (rabun jauh)

2. Hypermetropia (rabun dekat)

3. Presbyopia

4. Strabismus (mata juling)

5. Astigmatisme

6. Hemeralopia (rabun senja)

7. Colour blind (buta warna)

Pendengaran

Alat pendengaran utama adalah telinga. Rangsang berupa gelombang suara masuk ke dalam
telinga melalui bagian-bagian alat pendengaran.Gelombang suara merambat melalui 3 media:

• Udara

• Benda padat/tulang
• Cairan/endolymphe

Bila seseorang tidak dapat mendengar, maka ada kemungkinan kerusakan pada pusat
pendengaran yang menyebabkan gangguan fungsi intelek atau pada salah satu alat tempat
berjalannya/penerus rangsang (conductive deafness) yang tidak ada hubungannya dengan
fungsi intelek.

Pengecap

Alat pengecap utama adalah lidah. Rangsang berupa larutan cairan melalui lidah (lingua) dan
rongga mulut (cavumroris). Prosesnya adalah larutan/cairan diterima lidah masuk ke rongga
mulut diteruskan nervus ke-9 menuju gyrus centralis posterior (pusat sensibilitas di kulit otak).
Reseptor pada lidah ada 4 jenis penerima rangsang, yaitu : rasa manis, pahit, asin dan asam.

Pembau

Alat pembau utama adalah hidung. Rangsang berupa hawa/udara/bau melalui udara menuju
ke reseptor yang ada di rongga hidung (cavum nasalis). Prosesnya adalah bau diterima oleh
rongga hidung diteruskan oleh nervus ke-1 (saraf pembau) menuju gyrus centralis posterior
(pusat sensibilitas di kulit otak).

5. Perabaan

Alat perabaan utama adalah kulit. Rangsang yang diterima tubuh manusia dapat berupa
rangsang : mekanis, thermis, chemis, elektris, suara, cahaya. Perabaan adalah ransang mekanis
ringan pada bagian permukaan tubuh, khususnya yang tidak berambut seperti telapak kaki,
bibir,dll. Reseptornya adalah corpuscula meissner dan corpuscula pacini.

2.2. Persepsi
Definisi persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggapan (penerimaan)
langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca
inderanya. Persepsi menurut Davidoff dalam Walgito (1997) : stimulus yang diindera oleh
individu diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu sadar, mengerti tentang
apa yang diindera.

Individu dapat mengadakan persepsi, jika:

1. Adanya objek

2. Adanya alat indera (reseptor)

3. Ada perhatian

Dalam proses persepsi sendiri terdiri dari :

1. Proses kealaman (fisik)

2. Proses fisiologis

3. Proses psikologis

2.2.1. Perhatian

Perhatian adalah pemusatan/konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan pada
sesuatu atau sekumpulan objek. Menurut Drever dalam Walgito (1997), perhatian merupakan
penyeleksian terhadap stimulus. Sedangkan menurut Harriman dalam Walgito (1997),
perhatian dan kesadaran mempunyai korelasi positif.

Berdasarkan cara timbulnya, perhatian dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu : perhatian spontan
dan tidak spontan. Berdasarkan banyaknya objek, perhatian digolongkan menjadi perhatian
sempit (terpusat) dan perhatian luas (terbagi-bagi). Sedangkan berdasarkan fluktuasinya,
perhatian dibagi menjadi perhatian statis dan dinamis.
2.2.2. Stimulus

Objek menimbulkan stimulus/rangsang pada alat indera manusia. Tetapi tidak semua stimulus
dapat disadari oleh individu. Stimulus harus cukup kuat agar dapat dipersepsi atau disadari
manusia. Batas minimal kekuatan stimulus agar dapat menimbulkan kesadaran individu disebut
ambang stimulus (Townsend, 1953). Untuk menentukan ambang stimulus pada umumnya
digunakan methods of limits.

Agar stimulus dapat menarik perhatian individu sehingga ada kemungkinan dipersepsi harus
dikaitkan dengan faktor:

1. Intensitas/kekuatan stimulus

2. Ukuran stimulus

3. Perubahan stimulus

4. Ulangan stimulus

5. Pertentangan/kontras stimulus

Kadang ditemui kesulitan dalam membedakan stimulus dengan latar belakangnya atau
istilahnya disebut berayunnyaperhatian (osilasi). Seperti pada gambar-gambar ambigu Rubin
dan Schroder.

2.2.3. Faktor Individu

Dalam proses pengamatan ada 2 faktor, yaitu : faktor eksternal berupa stimulus dan faktor
internal berupa faktor individu. Penyeleksian stimulus oleh individu tergantung keadaan
individu saat itu. Keadaan individu pada suatu waktu ditentukan oleh:
Sifat struktural individu (permanen)

Sifat temporer individu

Aktivitas yang sedang berjalan

2.2.4. Illusi

Ilusi adalah kesalahan individu dalam memberikan interpretasi atau arti pada stimulus yang
diterimanya. Ilusi bukanlah merupakan kelainan dalam kehidupan kejiwaan seseorang. Hal ini
berlainan dengan halusinasi yang merupakan kelainan dalam kejiwaan seseorang.

Faktor penyebab ilusi :

1. Faktor kealaman Ilusi yang terjadi karena faktor alam, misalnya gema, ilusi kaca.
2. Faktor stimulus Adanya stimulus yang ambigu dan stimulus yang tidak dianalisis lanjut.
3. Faktor individu Disebabkan karena adanya kebiasaan dan dapat juga karena adanya
kesiapan psikologis dari individu

2.3. Hubungan penginderaan terhadap persepsi peserta didik.

Dalam proses belajar pasti ada objek yang akan dipelajari. Objek yang akan dipelajari harus
dapat diindera dengan baik oleh alat indera peserta didik. Sehingga peserta didik dapat
menyadari atau mempersepsi objek belajar tersebut. Tetapi berhasil/tidaknya persepsi, tidak
hanya ditentukan oleh alat indera. Melainkan juga faktor lain seperti kesiapan peserta didik
dalam menerima stimulus, kekuatan stimulus, atau faktor individu. Jika peserta didik dapat
mempersepsi objek yang dipelajari dengan benar maka tujuan pembelajaran dapat dicapai
sesuai dengan yang diharapkan.

Setelah kita dapat menganalisis aktivitas penginderaan terhadap persepsi peserta didik,
diharapkan pendidik mampu membantu atau mengatasi kesulitan peserta didik dalam belajar.
Contohnya, jika peserta didik mengalami gangguan penginderaan misalnya penglihatan (miopi),
maka pendidik bisa memindahkan peserta didik ke depan kelas agar peserta didik itu dapat
mengindera dengan baik. Sedangkan jika peserta didik mengalami kesulitan belajar dikarenakan
faktor perhatian/kesiapan, maka pendidik perlu menerapkan teknik apersepsi yang menarik
perhatian siswa bisa dengan media yang penuh warna, ritme suara yang menarik minat siswa.

Bab III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Setelah membahas masalah di atas, maka kami menyimpulkan sebagai berikut :

Penginderaan yang baik, besar kemungkinan akan menimbulkan persepsi yang benar.

Persepsi yang benar tidak hanya dipengaruhi oleh penginderaan yang baik, tetapi juga
dipengaruhi faktor lain seperti kesiapan, stimulus dan faktor individu.

Gangguan penginderaan akan mengganggu peserta didik dalam mempersepsi sehingga akan
menghambat proses belajar.

Keberhasilan proses belajar sangat ditentukan oleh penginderaan dan persepsi yang benar.

Analisis aktivitas penginderaan dan persepsi peserta didik dalam proses belajar penting bagi
seorang pendidik.

Makalah psikologi tentang Memori

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Dari segala kesan-kesan dan pengalaman-pengalaman yang lampau selalu tertinggal jejeknya
pada kita. Manusia sebagai pribadi yang ditandai oleh suatu historisitat tidak semata-mata
dikenai pengaruh-pengaruh dalam “kini” saja dan “yang akan datang” malainkan
perkembangannya itu berlangsung sebagai sejarah, dimana “yang lampau” itu masih berbekas
sedikit banyak dan dapat direaktitip.

Tertinggalnya bekas-bekas yang lampau ini, meskipun tidak selalu ada secara sadar, namun
masih dapat ditimbulkan kembali dalam kesadaran.

Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi


baik persepsi (dengan menyediakan kerangka rujukan) maupun berpikir mempelajari membawa
kita pada psikologi kognitif, terutama sekali, pada model manusia sebagai pengolah informasi.
Robert T.Craig (1979) bahkan meminta ahli komunikasi agar mendalami psikologi kognitif dalam
upaya menemukan cara-cara baru dalam menganalisa pesan dan pengolahan pesan.
Sumbangan paling besar psikologi kognitif adalah menyingkap tabir memori.

B. RUMUSAN MASALAH

Pada masalah ini penulis berusaha merumuskan hal yang akan dibahas yaitu:

1. Definisi Memori
2. Tahapan Memori

3. Bentuk memori

4. Jenis Memori

5. Mekanisme Memori

6. Beberapa Teori Tentang Memori

7. Cara Mengingat Kembali

Dalam penyusunan makalah ini penulis masih banyak kekurangan dan jauh dari kesan
sempurna, maka dari hal tersebut kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan.

II.PEMBAHASAN

1. Definisi Memori

Memori atau disebut juga ingatan ialah suatu daya yang dapat menerima, menyimpan, dan
memproduksi kembali informasi yang telah lampau. Definisi dari Schlessinger dan Groves
(1976) adalah suatu sistem yang sangat berstruktur, yamg menyebabkan organisme sanggup
merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing
perilakunya. Setiap saat stimulasi mengenai indera kita, setiap saat pula stimulasi itu direkam
secara sadar atau tidak sadar . berapa kemampuan rata-rata memori manusia untuk
menyimpan informasi? John Griffith, ahli matematika, menyebutkan angka 10¹¹ (seratus triliun)
bit. John von Neumann, ahli teori informasi, menghitungnya sampai 2.8 x 10º² (280 kuintriliun)
bit. Asimov menerangkan bahwa otak manusia selama hidupnya sanggup menyimpan sampai
satu kuidriliun bit informasi.

Agak sukar bagi kita yang awam untuk memeriksa angka mana yang paling tepat. Lagi pula,
tidak pertlu. Kita sudah cukup mengetahui bahwa manusia memiliki memori yang sangat luar
biasa. Wilden Penfield, ahli bedah syaraf, pernah melaporkan bagaimana rangsangan dengan
jarum elektris pada bagian-bagian otak tertentu dapat menghadirkan kembali rekaman ini,
persis seperti memainkan rekaman video (penfield, 1956).

Seorang wanita berumur 26 tahun mengalami bedah otak karena epilepsi. Karena hanya
digunakan anestesia lokal, pasien masih dalam keadaan sadar. Dokter bedah merangsang
daerah-daerah tertentu dan menimbulkan rekaman peristiwa. Elektroda diletakkan pada lokasi
11 pada otaknya, dan pasien berkata, “ya, tuan, saya mendengar seorang ibu memanggil
anaknya di suatu tempat. Tampaknya terjadi bertahun-tahun yang lampau, seseorang yang
tinggal bertetangga dengan saya”. Kemudian elektroda digerakkan ke lokasi 13, dan pasien
berteriak, “Saya mendengar suara. Jauh malam, di sekitar tempat pesta seperti ada sirkus, saya
melihat banyak gerobak yang digunakan untuk menyimpan binatang”. Elektroda diletakkan lagi
pada lokasi 11, dan pasien berkata lagi , “Ya, saya dengar suara yang saya kenal, seorang wanita
seperti sedang memanggil, wanita yang sama”. Pada peristiwa ini, memori diungkap kembali,
begitu memori hidup, seakan-akan si pasien mengalaminya lagi.

2. Tahapan Memori

Secara singkat, memori memiliki tiga tahap proses : perekaman, penyimpanan, dan
pemanggilan kembali.
a. Perekaman (disebut encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit
syaraf internal. Dimana dalam tahap ini pesan yang diperoleh dari gejala fisik mengalami
transformasi menjadi semacam kode yang dapat diterima.

b. Penyimpanan (storage), proses yang kedua, adalah menentukan berapa lama informasi itu
berada beserta kita, dalam bentuk apa dan di mana. Penyimpanan bisa aktif atau pasif. Kita
menyimpan secara aktif, bila kita menambahkan informasi tambahan. Kiti menyimpan
informasi yang tidak lengkap dengan kesimpulan kita sendiri (inilah yang menyebabkan desas-
desus menyebar lebih banyak dari volume asal). Mungkin secara pasif terjadi tanpa
penambahan.

c. Pemanggilan kembali (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah


menggunakan informasi yang disimpan. Yakni proses dimana informasi yang telah tersimpan
dikeluarkan kembali sesuai dengan kebutuhan.

3. Bentuk Memori

Kita tidak menyadari pekerjaan memori pada dua tahap yang pertama. Kita hanya mengetahui
memori pada tahap yang ketiga, pemanggilan kembali. Pemanggilan/ mengingat kembali
diketahui dengan beberapa cara yaitu :

a). Rekognisi, merupakan bentuk ingatan yang sangat sederhana yaitu mengingat kembali kesan
yang pernah diterima indera, seperti mengingat wajah kawan, lukisan, dan sebagainya.

b). Recall, merupakan bentuk mengingat sesuatu yang lebih sukar, seperti mengingat-ingat
rangkaian kejadian yang pernah terjadi di masa yang lalu.
c). Reproduksi, merupakan bentuk ingatan yang lebih sukar lagi yaitu mengingat dengan cukup
tepat untuk memproduksi bahan yang pernah dipelajari, seperti rekognisi sebuah nyanyian
yang pernah dipelajari (recall) dengan tujuan menyajikannya kembali.

d). Performance, yaitu bentuk mengingat yang keempat yaitu mengingat performance
kebiasaan-kebiasaan yang sangat romantis.

4. Jenis Memori

Jenis memori ada dua yaitu :

a. Memori jangka pendek, yakni memori atau ingatan yang berada dalam jangka waktu
tertentu. Penyimpanan pada ingatan jangka pendek mempunyai kapasitas yang terbatas,
sehingga dapat dengan mudah tergantikan oleh informasi yang lebih baru. Kapasitas
penyimpanannya kurang lebih sebanyak antara 7 s.d. 12 butir atau chunk (kelompok unit)
informasi. Apabila batas ini sudah penuh, maka informasi baru yang datang kemudian akan
mengalihkan butir yang sudah ada. Butir-butir yang belum dialihkan dapat diingat kembali
melalui suatu proses yang menguji setiap butir secara bergantian.

b. Memori jangka panjang, yaitu memori yang berada dalam jangka waktu yamg lebih lama.
Kelemahan ingatan sering terjadi pada ingatan jangka panjang ini dan biasanya terjadi karena
kegagalan pengingatan kembali. Sedangkan proses ingatan jangka panjag dimulai ketika
chungking atau pengelompokan informasi menjadi unit-unit, lalu informasi itu dikonding ulang
(recode) menjadi unit-unit yang besar dan bermakna sehingga informasi itu disimpan dalam
ingatan jangka pendek untuk kemudian diolah dan disusun maknanya menjadi informasi ada
dalam ingatan jangka panjang. Makin banyak seseorang merinci makna sebuah informasi, maka
makin banyak ingatan yang ia miliki.

5. Mekanisme Memori

Sudah lama orang ingin mengetahui bagaimana cara kerja memori. Secara praktis, orang ingin
mencari cara-cara untuk mengefektifkan pekerjaan memori. Bukankah bila memori kita handal,
kita dapat menggunakannya sebagai arsip yang murah , praktis, efisien, dan portabel (mudah
dibawa)? Tetapi memori kita sering tidak berfungsi dengan baik yaitu salah satunya kita sering
lupa. Untuk mengetahui pekerjaan memori, kita harus menjawab mengapa orang bisa lupa,
jawabannya mengapa orang bisa ingat. Ada tiga teori yang menjelaskan tentang memori : teori
aus. Teori interferensi, dan teori pengolahan informasi.

6. Beberapa Teori Tentang Memori

a). Teori Aus (Disuse theory)

Menurut teori ini, memori hilang atau memudar karena waktu. Seperti otot, memori kita baru
kuat, bila dilatih terus-menerus. Sejak zaman yunani sampai sekarang, masi ada anggapan
bahwa tugas guru adalah melatih ingatan muridnya. Selama sekolah orang hanya belajar
mengingat. Lagi pula, tidak selalu waktu yang mengauskan memori. Sering terjadi, kita masi
ingat pada peristiwa puluhan tahun yang lalu, tetapi lupa kejadian seminggu yang lalu.

b). Teori interferensi (Interference theory)

Menurut teori ini, memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pad
meja lilin atau kanvas itu. Katakanlah, pad kanvas itu sudah terlukis hukum relativitas. Segara
setelah itu, anda mencoba merekam hukum medan gabungan. Yang kedua akan menyebabkan
terhapusnya rekaman yang pertama atau mengaburkannya. Ini disebut interferensi.

c). Teori Pengolahan Informasi (Information Processing Memory)

Secara singkat, teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pad sensory storge
(gudang inderwi), kemudian masuk shor-term memory (STM, memori jangka pendek) lalu
dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke dalam long-term memory (LTM, memori jangka
panjang). Otak manusia dianalogikan dengan komputer.

7. Cara Mengingat Kembali

Beberapa cara untuk mengingat kembali hal-hal yang sudah pernah terjadi dan diketahui
sebelumnya, yaitu :

a. Rekoleksi

Yaitu menimbulkan kembali dalam ingatan suatu peristiwa, lengkap dengan segala detail dan
hal-hal yang sedang terjadi disekitar tempat peritiwa itu dahulu terjadi. Misal, seorang pria
mengingat peristiwa dimana untuk pertama kali ia pergi dengan seorang gadis.

b. Pembaruan Ingatan

Hampir sama dengan rekoleksi, tetapi ingtan hanya timbul kalau ada hal yang merangsang
ingatan itu. Misal, dari contoh diatas ingatan akan timbul setelah pria tersebut secara jebetulan
jumpa dengan gadis yang bersangkutan.
c. Mempelajari Kembali

Hal ini akan terjadi kalau kita mempelajari sesuatu yang dulu pernah kita pelajari. Maka untuk
mempelajari hal yang sama kedua kalinya ini, banyak hal-hal yang akan diingat kembali,
sehingga tempo belajar akan menjadi jauh lebih singkat dari sebelumnya.

III. KESIMPULAN

Dari uraian-uraian diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwasannyan memori atau ingatan kita
dapat kita gunakan untuk menyimpan hal-hal yang pernah kita alami sebelumnya.

IV. PENUTUP

Demikianlah makalah ini saya susun serta saya sampaikan, kurang lebihnya dalam penyusunan
maupun penyampaian kami mohon maaf. Terima kasih atas kritik dan saranya yang konstruktif.

DAFTAR PUSTAKA

Sabri, M. Alisuf.(1993).Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan.Jakarta:Pedoman Ilmu


Jaya.

Azhari, Akyas.(2004).Psikologi Umum dan Perkembangan.Jakarta:Penerbit Teraju.

Rakhmat, Jalaludin.(1991).Psikologi Komunikasi.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

Sarlito Wirawan Sarwono.(1976).Pengantar Umum Psikologi.Jakarta:Bulan Bintang.

KUMPULAN MAKALAH

Proses Berfikir Manusia ("PSIKOLOGI UMUM")

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia - Nya
yang selalu tercurahkan kepada kita.

Sholawat serta salam kita tujukan kepada junjungan nabi Muhammad SAW, yang selalu kita
nantikan syafa'atnya di yaumul akhir.

Makalah ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum, juga
dimaksudkan untuk memberikan wawasan kepada pembaca untuk lebih memenuhi tentang
segala sesuatu mengenai Proses Berfikir Manusia.

Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah benyak kekurangan dan kesalahan,
oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pambaca demi
kebaikan dan kesempurnaan yang selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak terlepas dari aktifitas berpikir, tapi tak jarang manusia yang ketika
ditanyakan depinisi dari berpikir itu apa, malah kelimpungan, sikut kiri sikut kanan karna
memang tak bisa menjawabnya.

Bila di lihat dari aktifitas berpikir itu sendiri, dapat kita lihat bahwa dalam berpikir itu.

Pertama membutuhkan adanya fakta, hal yang jadi objeknya adalah nyata, bisa berupa benda
ataupun yang lainnya, kedua membutuhkan adanya indra, bisa berupa indra penglihatan
(mata), pendengaran (telinga), penciuman (hidung), pengecap (lidah), dan peraba (kulit), ketiga
membutuhkan adanya otak untuk berpikir, tentunya otak disini adalah otak yang normal/tidak
terganggu, yang bisa di gunakan untuk berpikir, keempat adanya informasi sebelumnya, ini
juga merupakan hal penting dalam proses berpikir, karena informasi sebelumnya ini akan
menjadi faktor penentu pada kesimpulan. Dari paparan diatas bisa kita simpulkan bahwa
berpikir itu adalah suatu proses transfer/memindahkan fakta (benda) melalui indra, ke otak
untuk kemudian di olah dan di hasilkan data sesuai dengan informasi yang di peroleh
sebelumnya.
Dalam proses mencari akidah, seseorang akan mengatakan bahwa tuhan itu adalah materi bila
sebelumnya ia berpandangan dan berkyakinan tuhan itu materi, dan seseorang akan
berpandangan bahwa tuhan itu Allah bila keyakinannya seperti itu. akidah akan kokoh bila di
tempuh melalui proses berpikir yang benar, para sahabat rosul mempunya keimanan yang
begitu kokoh dan kuat dikarnakan dalam proses pencarian akidahnya adalah melalui proses
berpikir yang benar, karna memang akidah islam akan selalu senantiasa selaras dengan fitrah
manusia, memuaskan akal pikiran, dan menenangkan jiwa, sehingga tak akan ada yang bisa
menyangkalnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian berfikir ?

2. Bagaimana proses berfikir manusia ?

3. Bagaimana seseorang dapat berikir kreatif dan tingkatannya ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Berfikir
Berfikir adalah termasuk tingkat hidup kejiwaan taraf tinggi oleh karena terjadinya proses
"berfikir" adalah karena adanya kesadaran dalam diri manusia. Disamping itu "berfikir" adalah
kemampuan kejiwaan yang hanya dimiliki oleh manusia, sedangkan binatang tidak mempunyai
kemampuan dalam arti sebenarnya. Kriterium (pembeda) antara makhluk yang disebut
"manusia" dengan makhluk yang disebut "binatang" adalah terletak pada "kemampuan
berpikir" ini.

Berfikir merupakan salah satu fungsi kejiwaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk selain
manusia, oleh karena itu dengan melalui kemampuan berfikir inilah manusia dapat
menciptakan kemajuan peradaban atau kebudayaan yang selalu berkembang, dan dengan
berpikir itu pula manusia mampu beragama dan bertingkah laku susila.

"Berfikir" atau "memikir" adalah perkataan yang mendukung arti yang lebih dalam dan luas,
karena berfikir atau memikir mengandung maksud mengadakan hubungan antara bahan-bahan
pengetahuan yang berada dalam diri manusia. Sedangkan fikiran adalah suatu kekuatan
kerohaniyah untuk menetapkan hubungan antara bahan-bahan pengetahuan itu.

Dengan berfikir manusia menemukan persamaan-persemaan, perbedaan-perbedaan antara


satu peristiwa dengan peristiwa yang lain. Dengan berpikir manusia dapat menganalisa sebab
dan akibat, atau menghubung-hubungkannya dan sebagainya, lalu menemukan pemecahan
masalah yang sedang dihadapkan kepadanya. Oleh karena itu adalah fungsi kejiwaan yang
dinamis yang berproses kearah tujuan tertentu, yang akhirnya menetapkan suatu keputusan.
B. Proses Berfikir

Berfikir adalah proses kejiwaan (psikologis) yang tejadi bila seseorang menjumpai problema
(masalah) yang harus dipecahkan. Proses tersebut secara berturut-turut dapat diterangkan
sebagai berikut :

a. Menetapkan masalah (problema) : yaitu kita menetapkan problema yang timbul itu yang ada
relevansinya (hubungan erat) dengan rangkaian konsep-konsep yang telah ada dalam fikiran
kita misalnya, kita telah mengenal apa yang disebut “rumah” yang di dalamnya terdapat
bagian-bagiannya seperti jendela, kunci, kamar, atap, dinding, juga orang yang menempati
rumah tersebut. Dengan demikian kita telah memiliki pada diri kita konsep-konsep tentang
rumah dengan relevensinya yang ada. Masing-masing dari bagian dari rumah tersebut
merupakan konsep dasar dan dengan pengalaman yang dihayati itu kemudian dihubungan
dengan konsep-konsep lain yang tersusun dalam pelbagi kontek (hubungan) yang berkembang
dalam kebiasaan-kebiasaan menurut bahasa misalnya, jendela menimbulkan lukisan jiwa
tentang kayu, jenis kayu, warna cat, kunci, bentuknya, engselnya, kaca-kaca dan sebagainya.

b. Menimbang-nimbang hal yang relevant : yaitu setelah konsep-konsep mulai megembang,


dalam alam fikiran kita, maka mulai menghilagkan (meng-abstrakikan) hal-hal yang tidak
relevant, kemudian mengingat hal-hal yang mengandung persamaan-persamaan untuk mencari
pemecahan-pemecahan masalahnya, misalnya konsep tentang rumah menimbulkan konsep
tentang istana raja, rumah penjara gedung, gedung brtingkat, dan sebagainya.
c. Merumuskan hypotese (dugaan) : yaitu bilamana konsep-konsep telah berkembang menurut
konteknya, kita tidak menimbang-nimbang mana yang relevant dan mana yang tidak,
melainkan mulailah membentuk hypotese mana konsep-konsep yang menjadi kunci masalah.
Hypotese tersebut dicoba untuk dihubungkan dengan hal-hal yang mengadung arti bagi
pemecahan masalah yang dihadapi.

d. Vertivikasi (mlakukan pengecekan) : yaitu hypotese tersebut dibuktikan melalui test atau
dilakukan pengecekan pada kenyataan sebenarya. Kadang-kadang pengecekan tersebut harus
dilakukan melalui penelitian atau percobaan-percobaan, terutama bilamana masalahnya adalah
bersifat ilmiyah (scientific). Ada kemungkinan juga seorang akhli ilmu pengetahuan untuk
embentuk suatu hypotese perlu mengadakan penelitian (research) tentang hal-hal yang masih
merupakan teka-teki baginya, akan tetapi research yang dilakukannya itu dipolakan untuk men-
test atau men-check tentanng hal-hal yang diduga ada saling kait mengaitnya kosep-konsep
dengan fakta yang terdapat di lapangan.

Pendapat lain mengenai proses berpikir, diantaranya :

1. BERFIKIR : Menggunakan Apa yang Telah Kita Ketahui

Berfikir dapat membebaskan diri Anda dari batasan waktu. Anda dapat memikirkan perjalanan
yang pernah anda lakukan tiga tahun lalu, Anda juga dapat memikirkan pesta yang akan
berlangsung minggu depan. Berpikir juga dapat membawa Anda melewati batas-batas yang ada
dalam kehidupan nyata : Anda dapat membayangkan kuda bertanduk (unicorn), makhluk planet
mars, sulap, dan lain-lain. Melalui proses berpikir, kita dapat menerapkan pengetahuan yang
telah kita miliki secara kratif dan cerdik dalam memecahkan suatu masalah, tanpa perlu secara
buta menjalani proses pemecahan masalah tesebut.

2. Penalaran Secara Rasional

Penalaran adalah suatu aktivitas mental yang melibatkan berbagai informasi yang bertujuan
untuk mencapai suatu kesimpulan. Berbeda dengan respons impulsif atau respon tidak sadar,
penalaran mengharuskan kita menggambarkan secara spesifik hasil yang kita dapat dari proses
observasi, fakta, maupun dugaan.

3. Hambatan dalam Penalaran Secara Rasional

Salah satu hambatannya berupa kebutuhan untuk menjadi benar, saat kita mendasarkan harga
diri kita pada memenangkan sebuah argument, kita akan akan mengalami kesulitan untuk
menerima sudut pandang yang berbeda dengan yang kita miliki. Pikiran manusia memang
dapat terjebak oleh bias dan kesalahan yang sebenarnya dapat kita prediksi.

4. Mengukur Inteligensi : Pendekatan Psikometri

Intelegensi adalah suatu karakteristik dalam diri seseorang yang didapatkan melalui penalaran,
umumnya didefinisikan suatu kemampuan untuk mengambil keuntungan dari suatu
pengalaman, memperoleh pengetahuan, berfikir secara abstrak, bertindak berdasarkan alasan ,
atau beradaptasi terhadap peruahan yang terjadi pada lingkungan.

Pendekatan psikometri merupakan pendekatan tradisonal terhadap inteligensi, yang berfokus


pada seberapa baik orang dapat megerjakan tes kemampuan dasar, yang dirancang untuk
mengukur kemampuan mempelajari pengetahuan dan keterampilan.

5. Memilih Inlegensi : Pendekatan kognitif

Pendekatan Kognitif mengansumsikan adanya beberapa jenis intelegansi dan memiliki


penekanan pada strategi yang digunakan orang saat berfikir dalam menghadapi suatu masalah
dan menemukan solusi permasalahan tersebut.

6. Proses Berpikir Pada Hewan

Bebrapa ilmuan, terutama mereka yang bergerak pada bidang etologi kogitif, menyatakan
bahwa hewan memiliki kemampuan kognitif yang lebih hebat daripada yang kita pikirkan
selama ini. Beberapa Hewan mampu menggunakan benda-benda disekitarnya sebagai alat
sederhana. Simpanse menunjukan adanya kemampuan memahami angka. Beberapa peneliti
percaya bahwa kera dan mungkin beberapa jenis hewan lainnya memiliki beberapa aspek teori
berpikir, yakni pemahaman mengenai proses berpikir pada diri sendiri dan pada hewan lainnya.

Setelah melalui rangkaian pelatihan pada beberapa percobaan dan menggunakan simbo-
simbol visual dan American Sigh Language (ASL), primata berhasil memiliki kemampuan
linguistik. Beberapa jenis hewan (termasuk hewan nonprimata) mampu menggunakan aturan
tata bahasa sederhana untuk berkomunikasi dan memahami arti suatu komunikasi. Meskipun
demikian, para ilmuan belum mencapaikesepakatan perihalcara menginterpretasikan berbagai
studi terkait kognitif hewan.

C. Tingkat-Tingkat Berfikir Manusia

Sesuai dengan perkembangan kemampuan kecerdasan, manusia dalam berfikir megalami


tingkat-tingkat kesadaran. Frohn, salah seorang ahli dari aliran Keulen, Jerman, dari hasil
penyelidikannya menyimpulkan bahwa tingkat-tingkat berfikir manusia ada tiga macam :

1. Tingkat konkrit yaitu melalui bayang-bayang (tanggapan) khusus yang terjadi karena
pengamatan panca indera, yang bersifat konkrit. Dalam berfikir tingkat ini kesadaran akan
adanya hubungan antara yang satu dengan yang lain belum ada, misalnya baying-bayang
(tanggapan) hanya khusus mengenai satu benda satu benda saja yang pernah diamati. Tingkat
ini dialami oleh anak-anak masih belum bisa menyusun pengertian untuk menguasai bayang-
bayang yang ada di dalam fikirannya. Itulah sebabnya anak-anak belum dapat berfikir degan
cepat. Dengan kata lain anak berfikir memerlukan peragaan benda-benda konkrit.

2. Tingkat skhematis (bagan) yaitu tingkat dimana bayang-bayang (tanggapan) tidak lagi begitu
konkrit. Orang telah memiliki gambaran-gambaran (bayang-bayang) umum oleh karena itu
orang telah dapat membandingkan keadaan atau sifat-sifat dari berbagai benda yang pernah
diamati.
3. Tingkat abstrak yaitu tingkat dimana orang telah menggunakan pengertian yang terbagi atas
golongan-golongan. Dalam proses berfikirnya, orang tidak lagi membayangkan benda-benda.
Alam fikirannya telah penuh dengan pengertian umum sebagai bahasa, sedangkan di dalam
jiwanya telah terdapat kekuatan jiwa untuk menyusun pengertian-pengertian menurut arah
yang ditentukan oleh problema (soal) yang harus diselesaikan. Antara pengertian-pengertian
terdapat hubungan-hubungan yang telah kuasai, seperti adanya hubungan sebab akibat,
persamaan, perbedaan dan sebagainya.

D. Problem Solving

Secara umum dapat dikemukakan bahwa problem itu timbul apabila ada perbedaan atau
konflik antara keadaan satu dengan yang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan.

Dalam mencari pemecahan terhadap problem solving itu ada kaidah atau aturan (rules) yang
akan membawa seseorang kepada pemecahan masalah tersebut. Aturan ini akan memberikan
petujuk untuk pemecahan masalah. Banyak aturan atau kaidah dalam memecahkan masalah.
Ada dua hal yang pokok, yaitu aturan atau kaidah algoritma dan horistik.

Algoritma merupakan suatu perangkat aturan, dan apabila aturan ini dikuti dengan benar
maka akan ada jaminan adanya pemecahan tehadap masalahnya. Misalnya apabila seseorang
harus mengalikan dua bilangan, maka apaila orang yang bersangkutan mengikuti aturan dalam
hal perkalian dengan benar, akan adanya jaminan orang tersebut memperoleh hasil terhadap
pemecaha masalahnya.

Kaidah horistik merupakan strategi yang biasanya didasarkan atas pengalaman dalam
menghadapi masalah, yang mengarah pada pemecahan masalahnya tetapi tidak memberikan
jaminan atau kesuksesan.
E. Cara Penarikan Kesimpulan

Tujuan berpikir adalah mencari pemecahan masalah yang dihadapi. Berdasarkan data yang ada
maka ditariklah kesimpulan sebagai pendapat yang akhir atas data atau pendapat-pendapat
yang mendahului.

Dalam penarikan kesimpulan orang dapat menempuh bermacam-macam cara, yaitu:

1) Kesimpulan yang ditarik atas dasar analogi

Kesimpulan yang ditarik atas dasar analogi, yaitu kesimpulan yang ditarik atas dasar adanya
kesamaan dari suatu keadaan atau peristiwa dengan keadaan atau peristiwa yang lain. Dilihat
dari jalannya berpikir, kesimpulan ini ditaik dari khusus ke khusus, sebagai contoh: anak pada
suatu hari melihat kulit rambutan dimuka rumah sewaktu ia datang dari sekolah, dan ternyata
setelah masuk ke dalam rumah nenek datang dari desa. Lain kali waktu anak melihat kulit
rambutan di muka rumah, ternyata nenek datang lagi. Berdasarkan atas kejadian-kejadian itu
sewaktu anak datang dari sekolah dan melihat kulit rambutan di muka rumah, anak mengambil
kesimpulan nenek datang. Kesimpulan ini ditarik karena adanya kesamaan atau adanya analog
dari peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.

2) Kesimpulan yang ditarik atas dasar cara induktif


Kesimpulan yang ditarik atas dasar cara induktif, yaitu kesimpulan yang ditarik dari peristiwa
menuju ke hal yang brsifat umum, atau dari hal-hal yang khusus menuju ke hal yang bersifat
umum. Misalnya: besi dipanasi mengembang, kuningan dipanasi mengembang. Atas dasar
peristiwa-peristiwa tersebut ditariklah kesimpulan yang brsifat umum, yaitu bahwa logam
apabila dipanasi mengembang.

3) Kesimpulan yang ditarik atas dasar cara deduktif

Kesimplan atas dasar cara deduktif, yaitu kesimpulan kesimpulan yang ditarik atas dasar dari
hal yang umum ke hal yang bersifat khusus atau peristiwa.

Salah satu bentuk penarikan kesimpulan secara deduktif ialah dengan silogisme, yaitu
merupakan penarikan kesimpulan yang tidak langsung, artinya menggunakan perantara. Dalam
silogisme yang dijadikan perantara adalah term tengah (midle term).

Pada silogisme didapati ada tiga pendapat, yaitu (1) pendapat pertama yang mengandung
pengertian umum yang disebut premis mayor, (2) pendapat kedua yang mengandung
pengertian khusus yang disebut premis minor, (3) pendapat yang terakhir yaitu merupkan
kesimpulan.

F. Berfikir Kreatif

Dalam problem solving seseorang mencari pemecahan dalam masalah yang dihadapi. Namun
dalam masalah berpikir seseorang akan menemukan sesuatu yang baru, yang sebelumnya
mungkin belum terdapat. Hal ini dapat dijumpai misalnya dalam diri seorang menulis cerita,
ataupun paa seorang ilmuan, ataupun pada bidang-bidang lain. Ini sering berkaitan dengan
berpikir kreatif (creative thinking). Dengan berfikir kreatif orang menciptakan sesuatu yang
baru, timbulnya dan munculnya hal baru tersebut secara tiba-tiba ini yang berkaitan dengan
insight. Sebenarnya apa yang dipikirkan itu telah berlangsung, namun belum memperoleh suatu
pemecahan, dan masalah itu tidak hilang sama sekali, tapi terus berlangsung dalam jiwa
seseorang, yang pada suatu waktu memperoleh pemecahan.

G. Tingkatan-Tingkatan dalam Berfikir Kreatif

Dalam berfikir kreatif ada beberapa tingkatan atau stage sampai seseorang mempeoleh
sesuatu hal hang baru atau pemecahan masalah. Tingkatan-tingkatan itu adalah:

1) Persiapan (preparation), yaitu tingkatan seseorang memformulasikan masalah, dan


mengumpulkan fakta-fakta atau materi yang dipandang berguna dalam memperoleh
pemecahan yang baru. Ada kemungkinan apa yang dipikirkan itu tidak segera memperoleh
pemecahannya, tatapi soal itu tidak hilang begitu saja, tetapi masih terus berlangsung dalam
diri individu yang bersangkutan. Hal ini menyangkut fase atau tingkatan kedua yaitu fase
inkubasi.

2) Tinngkat inkubasi, yaitu berlangsungnya masalah tersebut dalam jiwa seseorang, karena
individu tidak segera memperoleh pemecahn masalah.

3) Tingkat pemecahan atau iluminasi, yaitu tingkat mendapatkan pemecahan masalah, orang
mengalami “Aha”, secara tiba-tiba memperoleh pemecahan tersebut.

4) Tingkat evaluasi, yaitu mengecek apakah pemecahan yang diproleh pada tingkat iluminasi itu
cocok atau tidak. Apabila tidak cocok lalu meningkat pada tingkat berikutnya yaitu

5) Tingkat revisi, yaitu mengadakan revisi terhadap pemecahan yang diperolehnya.


H. Sifat-Sifat Orang yang Berfikir Kreatif

Orang yang berfikir kreatif itu mempunyai beberapa macam sifat mengenai pribadinya yang
merupakan original person, yaitu:

1) Memilih fenomena atau keadaan yang kompleks.

2) Mempunyai psikodinamika yang kompleks, dan memiliki skope pribadi yang luas.

3) Dalam judgment-nya lebih mandiri.

4) Dominan dan lebih besar pertahanan diri (more self-assertive).

5) Menolak suppression sebagai mekanisme control.

I. Hambatan dalam Proses Berfikir

Dalam proses berfikir adanya titik tolak yang dijadikan titik awal dalam berpikir itu. Berfikir
bertitik tolak pada pada masalah yang dihadapi seseorang. Hal-hal atau fakta-fakta dapat
dijadikan titik tolak dalam pemecahan masalahnya. Dalam proses berfikir tidak selalu berfikir
mudah, sering menghadapi hambatan-hambatan dalam proses berfikirnya. Sederhana tidaknya
dalam memecahkan masalah bergantung pada masalah yang dihadapinya. Memecahkan
masalah dalam hitungan 6 x 7 akan jauh lebih mudah apabila memecahkan masalah soal-soal
statistika misalnya. Hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam proses berfikir dapat
disebabkan antara lain karena:
1. Data yang kurang sempurna, sehingga masih banyak lagi data yang harus diproleh.

2. Data yang ada dalam keadaan confuse, data yang bertentangan dengan data yang lain,
sehingga hal ini akan membingungkan dalam proses berfikir.

Kekurangan data dan kurang jelasnya data akan menjadikan hambatan dalam proses berfikir
seseorang, lebih-lebih kalau datanya bertentangan yang satu dengan yang lain, misalnya dalam
ceritera-ceritera detektif. Karena itu ruwet tidaknya suatu masalah, lengkap tidaknya data akan
dapat membawa sulit tidaknya dalam proses berfikir seseorang.

BAB III

KESIMPULAN

1. "Berfikir" atau "memikir" adalah perkataan yang mendukung arti yang lebih dalam dan luas,
karena berfikir atau memikir mengandung maksud mengadakan hubungan antara bahan-bahan
pengetahuan yang berada dalam diri manusia. Sedangkan fikiran adalah suatu kekuatan
kerohaniyah untuk menetapkan hubungan antara bahan-bahan pengetahuan itu.

2. Berfikir adalah proses kejiwaan (psikologis) yang tejadi bila seseorang menjumpai problema
(masalah) yang harus dipecahkan. Proses tersebut secara berturut-turut dapat diterangkan
sebagai berikut :

a. Menetapkan masalah (problema)

b. Menimbang-nimbang hal yang relevant

c. Merumuskan hypotese (dugaan)


d. Vertivikasi (mlakukan pengecekan)

3. Berpikir kreatif (creative thinking) orang menciptakan sesuatu yang baru, timbulnya dan
munculnya hal baru tersebut secara tiba-tiba ini yang berkaitan dengan insight. Sebenarnya apa
yang dipikirkan itu telah berlangsung, namun belum memperoleh suatu pemecahan, dan
masalah itu tidak hilang sama sekali, tapi terus berlangsung dalam jiwa seseorang, yang pada
suatu waktu memperoleh pemecahan.

Dalam berfikir kreatif ada beberapa tingkatan atau stage sampai seseorang mempeoleh
sesuatu hal hang baru atau pemecahan masalah. Tingkatan-tingkatan itu adalah:

a. Persiapan (preparation)

b. Tinngkat inkubasi

c. Tingkat pemecahan atau iluminasi

d. Tingkat evaluasi

e. Tingkat revisi

it is mine

Dari Mata Saya ...

Rabu, 06 Februari 2013

EMOSI DAN MOTIVASI


MAKALAH

Tugas matakuliah Pengantar Psikologi

Yang dibina oleh Bapak Yoyon Supriyono, M.Psi.

Oleh

Susi Mardiyanti 125110800111021

Atiqotu Maulaya 125110800111001

Diah Ayu Safitri 125110800111002

Jefri Arizona 125110800111020

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI BUDAYA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

September 2012
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kita sering kali salah mengartikan tentang suatu kata yang mengandung makna ambigu. Emosi
sering diartikan sebagian orang dalam bentuk kemarahan. Padahal yang sebernanya terjadi
bukan seperti itu, tapi pemakaian kata emosi dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi
seperti itu. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih,
masyarakat sekarang ini sudah semakin mengerti dengan penggunaan kata emosi.

Kata emosi, lain orang lain pandangan dalam cara mengartikan begitu pula para ahli banyak
perbedaan dalam hal pengartian, pengelompokan emosi dan sebagainya meskipun tidak
memcolok. Tapi disini, kami mengambil sumber yang cukup banyak sehingga para pembaca
bisa mengambil kesimpulan secara pribadi dari sumber-sumber yang kami kumpulkan. Lain
halnya dengan kata motivasi, bila berbicara kata itu, semua orang pasti sudah mmengetahui hal
yang berhubungan dengan itu. Kami juga akan berupaya untuk mengaitkan hal itu, sehingga
para pembaca bisa menarik benang merah dari kedua kata tadi.

Setiap orang pasti memiliki emosi sama halnya anak kecil tapi dengan taraf kestabilan yang
berbeda dengan orang dewasa pada umumnya. Emosi ini mempunyai bentuk yang berubah-
ubah, kadang bersifat negatif dan juga bersifat positif. Kata seorang Jalaluddin Rakhmat (1994),
‘emosi memberikan bumbu kepada kehidupan; tanpa emosi, hidup ini kering dan gersang’.
Sebenarnya emosi itu bisa dikendalikan oleh kesadaran kita. Karena emosi itu milik kita, bukan
kita yang dimiliki oleh emosi. Seseorang yang terbawa emosi sampai larut itu biasanya terjadi
pada keadaan yang tidak sadar sepenuhnya. Dan motivasi adalah salah satu pengendali emosi.

1.2 Rumusan masalah


Pada penulisan makalah ini tentu mempunyai pokok bahasan. Pokok bahasan tersebut tertuang
dalam rumusan masalah sebagi berikut:

1. Apa hakikat dari Emosi?

2. Bagaimana macam-macam teori tentang emosi?

3. Bagaimana terjadinya perkembangan emosi?

4. Apa yang disebabkan dari gangguan emosi?

5. Bagaimana bentuk macam-macam emosi?

6. Apa pengertian dari motivasi?

7. Bagaimana dengan pendapat lingkaran motivasi?

8. Bagaimana pendapat teori kebutuhan menurut Maslow?

9. Bagaimana hubungan antara emosi dan motivasi?

10. Bagaimana cara untuk mengendalikan emosi?

1.3 Tujuan dan Manfaat Pambahasan

Tujuan

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memberikan pengatahuan tentang emosi dan
motivasi.

Manfaat
Bagi praktisi pendidikan, dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan
tentang emosi dan motivasi.

Bagi penyusun makalah selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan referansi dalam pembuatan
makalah-makalah yang berkaitan dengan emosi dan motivasi.

1.4 Metode Pembahasan

Jenis Tulisan

Tulisan ini menggunakan library search atau yang juga dikenal dengan istilah metode studi
pustaka, yakni menggunakan sumber-sumber buku dan sumber website yang relevan dengan
materi yang dibahas.

Objek Penulisan

Adapun yang menjadi objek dari penulisan dari makalah ini adalah gejala-gejala yang berkaitan
dengan emosi, dan motivasi.

Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan makalah ini,
digunakan tehnik pengumpulan data dengan cara mengambil bahan-bahan informasi yang
berkaitan dengan objek yang dikaji dari berbagai sumber yang terkait misalnya buku dan
internet.

Prosedur Penulisan Makalah


Prosedur penelitian makalah ini terdiri dari: halaman judul, kata pengantar, daftar isi,
pendahuluan, pembahasan, kesimpulan dan saran, serta daftar pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Emosi

Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa Perancis, émotion, dari émouvoir, 'kegembiraan' dari
bahasa Latin emovere, dari e- (varian eks-) 'luar' dan movere 'bergerak'. Kebanyakan ahli yakin
bahwa emosi lebih cepat berlalu daripada suasana hati. Sebagai contoh, bila seseorang bersikap
kasar, manusia akan merasa marah. Perasaan intens kemarahan tersebut mungkin datang dan
pergi dengan cukup cepat tetapi ketika sedang dalam suasana hati yang buruk, seseorang dapat
merasa tidak enak untuk beberapa jam.

Pada hakikatnya, setiap orang itu mempunyai emosi. Dari kita bangun tidur sampai kita kembali
ketempat tidur lagi untuk tidur. Saat kita mengalami kejadian-kejadianyang bermacam-macam
sehingga menimbulkan berbagai bentuk emosi pula. Pagi hari, kita berangkat kuliah dengan
suka cita, tetapi diperlajanan macet sehingga kita merasa jengkel, setelah tiba di tempat tujuan
kita mesara malu karena datang terlambat, dan seterusnya. Semua itu adalah emosi kita.

Lantas, apakah yang dimaksud dengan emosi? Emosi menurut Wade dan Tavris (2007) adalah
situasi stimulus yang melibatkan perubahan pada tubuh dan wajah, aktivitas pada otak,
penilaian kognitif, perasaan subjektif, dan kecendrungan melakukan suatu tindakan yang
dibentuk seluruhnya oleh peraturan-peraturan yang terdapat di suatu kebudayaan.

Menurut The American College Dictionary, (H. Djali, 2007) emosi adalah suatu keadaan afektif
yag disadari dimana dialami perasaan seperti kegembiraan (joy), kesedihan, takut, benci, dan
cinta (ibedakan dari keadaan kognitif dan keinginan yang disadari); dan juga perasaan seperti
kegembiraan (joy), kesedihan, taku, benci, dan cinta.

Sarlito W. Sarwono (2009) menjelaskan emosi sebagai suatu reaksi penilaian (positif atau
negatif) yang kompleks dari sistem saraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari
dalam dirinya sendiri.

Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa emosi adalah bentuk keadaan reaksi,
positif atau negative, oleh perasaan seseorang terhadap stimulus yang diperoleh berdasarkan
hasil persepsi kognisi sebelumnya.

2.2 Teori-teori Emosi

Dalam upaya menjelaskan bagaimana timbulnya emosi, para ahli mengemukakan


beberapa teori emosi, diantaranya: Teori Emosi Dua-Faktor oleh Shcachter dan Singer, Teori
Emosi James-Lange oleh James dan Lange dan Teori Emergency oleh Cannon.

1. Teori Emosi Dua-Faktor Schachter dan Singer

Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat,
adrenalin dialirkan dalam darah, dan sebagainya), namun jika rangsangannya menyenangkan
emosi yang timbul dinamakan senang. Sebaliknya, jika rangsangannya membahayakan , emosi
yang timbul dinamakan takut.

2. Teori Emosi James-Lange


Menurut teori ini, emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada tubuh sebagi respons terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar.
Contohnya saat seseorang melihat harimau, reaksinya peredaran darah semakin cepat karena
denyut jantung semakin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara. Respons-respons
tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullha rasa takut.

3. Teori “Emergency” Cannon

Cannon mengatakan, bahwa organ dalam umumya terlalu insensitive dan terlalu dalam
responsnya untuk bisa mejadi dasar berkembangnya dan berubahnya suasana emosional yang
sering kali berlangsung demikian cepat. Meskipun begitu, ia sebenarnya beranggapan bahwa
organ dalam merupakan satu-satunya factor yang menentukan suasana emosional. Teori ini
menyebutkan emoosi timbul bersama-sama dengan reaksi fisiologik.

2.3 Perkembangan Emosi

Dalam pertumbuhan normal, hubungan-hubungan saraf itu berkembang didalam otak baru dan
diantara otak baru dan otak lama. Disaat kematangan itu tumbuh , respons-respons emosional
berkembang melalui empat jalan. Hal ini sesuai dengan empat aspek emosi, yaitu: 1. Stimulus,
2. Perasaan, 3. Respons-respon internal, dan 4. Pola-pola tingkah laku.

Menurut Jersild (1954), perkembangan emosi selama masa kanak-kanak terjalin sangat eratnya
dengan aspek perkembangan yang lain. Setelah alat-alat indra anak menjadi lebih tajam,
kecakapan untuk anak untuk mengenal perbedaan-perbedaan dan untuk melakukan
pengamatan pun menjadi lebih dewasa, dan setelah ia melangkah kedepan dalam segala aspek
perkembangannya, jumlah peristiwa yang bisa membangkitkan emosinya pun kian bertambah
besar.
2.4 Gangguan Emosional

Cukup banyak teori-teori yang muncul untuk mencoba menjelaskan bagaimana


terjadinya gangguan emosional. Teori-teori tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kategori:
lingkungan, afektif dan kognitif (Hauck, 1967).

1. Teori Lingkungan

Teori lingkungan ini menganggap bahwa penyakit mental diakibatkan oleh barbagai kejadian
yang menyebabkan timbulnya stress. Pandangan tersebut beranggapan bahwa kejadian ini
sendiri adalah penyebab langsung dari ketegangan emosi. Orang awam tidak ragu-ragu untuk
menyatakan, misalnya, bahwa seorang anak menangis karena ia diperolok. Ia percaya secara
harfiyah bahwa olok-olok itu adalah penyebab langsung tangisan tersebut.

Menurut pandangan ini, tekanan emosional baru bias dihilangkan kalau masalah “penyebab”
ketegangan tersebut ditiadakan. Selama masalah tersebut masih ada, biasanya tidak banyak
yang bisa dilakukan untuk menghilangkan perasaan-perasaan yang menyertainya. Karena yeng
disebut lebih dahulu diduga sebagai penyebab dari yang belakangan, secara logis bisa dikatakan
bahwa penghilangan masalah selalu dapat menghilangkan kesukaran. Memang, demikianlah
yang sering terjadi, tetapi ini belum tentu dapat menghilangkan reaksi emosional yang kuat
sekali jika reaksi itu terjadi (Hauck, 1967).

Menurut Bertand Russell, lingkungan emosional yang tepat bagi seorang anak merupakan suatu
hal yang sulit dan tentu saja bervariasi menurut usia anak. Sepanjang masa kanak-kanak, ada
kebutuhan untuk merasa aman, meskipun kian berkurang, untuk maksud ini kata Russell,
kebaikan hati dan suatu rutinitas yang menyenagkan merupakan hal pokok. Hubungan dengan
orang dewasa hendaknya merupakan hubungan bermain dan ketentraman fisik, bukan berupa
belaian emosional.
2. Teori Afektif

Pandangan professional yang paling luas dianut mengenai gangguan mental adalah
pandangan yang berusaha mengemukakan pengalaman emosional bahwa sadar yang dialami
seorang anak bermasalah dan kemudian membawa ingatan yang dilupakan dan ditakuti ini k
ealam sadar, sehingga dapat dilihat dari sudut yang lebih realistic. Sebelum rasa takut dan rasa
salah tersebut disadri, anak-anak itu dipperkirakan hidup dengan pikiran bawah sadar yang
dipenuhi dengan bahan-bahan yang menghancurkan yang tidak bisa dilihat, tetapi masih sangat
aktif dan hidup. Ia bisa cemburu dan membeci ayahnya yang ditakutkan akan melukainya
karena pikiran-pikiran jahat tersebut. Karena tidak menyadari kebenciannya itu, si anak tidak
menyadari bahwa banyak kejadian tidak masuk akal atas dirinya sebenarnya adalah alat untuk
menghukum dirinya sendiri.

Menurut pandangan ini, bukan lingkungan, seperti si ayah yang menimbulkan gangguan,
tetapi perasaan bahwa sadar si anak. Kelepasan hanya bisa dicapai bila perasaan tersebut
dimaklumi dan dihidupkan kembali dengan seseorang yang tidak akan menghukum anak
tersebut atas keinginan-keinginannya yang berbaaahaya.

3. Teori Kognitif

Menurut teori yang diutarakan oleh Albert Ellis 1962 “Psikoterapi Rasional-Emotif”, yaitu
penderitaan mental tidak disebabkan langsung oleh masalah kita atau perasaan bawah sadar
kita akan masalah tersebut, melainkan dari pendapat yang salah dan irasional, yang disadari
maupun tidak disadari akan masalah-masalah yang kita hadapi.

Menurut Hauck (1967), perbaikan emosional mencakup tiga langkah. Pertama, kita harus
memperlihatkan kepada si anak anggapan-anggapan yang salah, yaitu merupakan suatu
bencana bila ia tidak mendapatkan apa yang diingininya, dan jika ada perlakuan tidak adil dari
orang tuanya, itu akan benar-benar mengganggunya. Kedua, kita selanjutnya menunjukkan
lewat nalar bahwa bukan perilakunya, melainkan reaksinya terhadap orang tuanya itulah yang
menyebabkan gangguannya, karena ia sebenarnya tidak disiksa secara fisik. Ketiga, ia akan
dinasehati agar bersikap lebih manis dan dapat bekerja sama.

2.5 Macam-macam Emosi

Dari hasil penelitiannya, John B. Watson menemukan bahwa tiga respons emosional
terdapat pada anak-anak adalah: : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta).

Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih
duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan).

Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak
berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :

a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati

b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa

c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang,
ngeri

d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga

e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat,
dan kemesraan
f. Terkejut : terkesiap, terkejut

g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka

h. malu : malu hati, kesal

2.6 Pengertian Motivasi

Wade dan Tavris (2007) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu proses dalam diri manusia
atau hewan yang menyebabkan organism tersebut bergerak menuju tujuan yang dimiliki atau
bergerak menjauh dari situasi yang tidak menyenangkan.

Menurut H. Djali (2007) Motivasi adalah kondisi fisiologis dn psikologis yang terdapat dalam diri
seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktiitas tertentu guna mencapai tujuan
(kebutuhan).

Menuru Frederick J. McDonad (Wasty Soemanto,1983) motivasi adalah perubahan tenaga di


dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
(PT Rineka Cipta Jakarta,Psikologi Pendidikan)

Menurut Soekmadinata (2007) motivasi adalah kekuatan yang mendorong kegiatan individu.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah kondisi dari dalam diri
seseorang yang memberikan dorongan-dorongan kekuatan untuk melakukan kegiatan tertentu
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2.7 Lingkaran Motivasi

Rantai pertama dalam lingkaran motivasi yaitu timbulnya suatu kebutuhan yang dihayati dan
dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam kegiatan sehari-hari hal tersebut sering saya
lakukan karena manusia tidak terlepas dari kebutuhan hidup. Salah satunya kebutuhan yang
secara alamiah harus saya lakukan dan saya penuhi adalah kebutuhan untuk makan. Makan
merupakan motive bawaan, dimana motive ini dibawa sejak lahir tanpa dipelajari. Atas dasar
kebutuhan ini maka timbullah dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut agar orang yang
bersangkutan tidak merasa kelaparan. Selain kebutuhan untuk makan terdapat kebutuhan
untuk meraih cita-cita. Dimana hal ini menjadi motivasi ekstrinsik bagi saya, karena memang
saya memiliki cita-cita menjadi seorang guru.

Rantai kedua dalam lingkaran motivasi ialah wujud dorongan atas kebutuhan tersebut yaitu bila
kebutuhannya makan maka dorongannya adalah adanya keinginan untuk mencari makan agar
tidak merasa lapar. Tetapi untuk kebutuhan meraih cita-cita, wujud usaha saya adalah berusaha
untuk belajar dan selalu taat. Usaha-usaha saya untuk belajar ini selalu dipengaruhi oleh
teman-teman dekat saya. Memberi suport misalnya, mereka selalu memberikan suport-suport
yang dapat memnambahkan semangat untuk saya.

Rantai ketiga sekaligus yang terakhir dalam lingkaran motivasi adalah kepuasan atas usaha yang
telah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Kepuasan yang dicapai untuk kebutuhan makan
yaitu rasa kenyang dan lega karena kebutuhan telah terpenuhi. Tetapi untuk kebutuhan meraih
cita-cita puas dan tidaknya akan terlihat kelak dan masih dalam jangka waktu yang lama tapi
dalam jangka waktu dekat hasilnya dapat diketahui melalui hasil ujian sementara yang telah
kita peroleh. Bila hasilnya memuaskankan berarti hal-hal yang telah kita lakukan yaitu belajar
tidak sia-sia.

2.8 Teori Kebutuhan Maslow

Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki lima tingkat kebutuhan hidup yang akan selalu
berusaha untuk dipenuhi sepanjang masa hidupnya. Lima tingkatan yang dapat membedakan
setiap manusia dari sisi kesejahteraan hidupnya, teori yang telah resmi di akui dalam dunia
psikologi.

Kebutuhan tersebut berjenjang dari yang paling mendesak hingga yang akan muncul dengan
sendirinya saat kebutuhan sebelumnya telah dipenuhi. Setiap orang pasti akan melalui
tingkatan-tingkatan itu, dan dengan serius berusaha untuk memenuhinya, namun hanya sedikit
yang mampu mencapai tingkatan tertinggi dari piramida ini.

Lima tingkat kebutuhan dasar menurut teori Maslow adalah sebagai berikut (disusun dari yang
paling rendah) :

1. Kebutuhan Fisiologis

Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan
biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan

Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari
teror, dan semacamnya.

3. Kebutuhan Sosial

Misalnya adalah : Memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan
lain-lain.

4. Kebutuhan Penghargaan

Dalam kategori ini dibagi menjadi dua jenis, Eksternal dan Internal.

- Sub kategori eksternal meliputi : Pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
- Sedangkan sub kategori internal sudah lebih tinggi dari eskternal, pribadi tingkat ini tidak
memerlukan pujian atau penghargaan dari orang lain untuk merasakan kepuasan dalam
hidupnya.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Tingkatan tertinggi ini akan saya bahas khusus dalam artikel selanjutnya, silahkan klik disini.

2.9 Hubungan Emosi dan Motivasi

Kemampuan seorang pemimpin untuk memotivasi anggota timnya sangat dipengaruhi oleh
kecerdasan emosinya (EQ-nya). Paling tidak ada enam keterampilan yang perlu dimiliki oleh
seorang pemimpin, sebelum dia dapat memimpin orang lain, yaitu:

Mengenali emosi diri

Keterampilan ini meliputi kemampuan kita untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita
rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, kita harus dapat menangkap
pesan apa yang ingin disampaikan. Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan membuat kita
berada dalam kekuasaan emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas perasaan kita yang
pada gilirannya membuat kita kehilangan kendali atas diri dan hidup kita.

Mengelola emosi diri sendiri

Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah menghargai
emosi dan menyadari dukungannya kepada kita. Kedua berusaha mengetahui pesan yang
disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya.
Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan
kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri (self controlled) yang paling penting
dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan
kita, bukan sebaliknya.
Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam
kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri (achievement motivation).
Kendali diri emosional – menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati –
adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Keterampilan memotivasi diri
memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang
memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang
mereka kerjakan.

Mengenali emosi orang lain

Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang
lain. Penguasaan keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Inilah yang disebut Covey sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih
dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan
manusia secara efektif.

Mengelola emosi orang lain

Jika keterampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan
antarpribadi, maka keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina
hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian
besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antarmanusia. Keterampilan
mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat
mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antarpribadi yang kokoh
dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antarkorporasi atau organisasi sebenarnya
dibangun atas hubungan antarindividu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi
untuk mengelola emosi orang lain (baca: membina hubungan yang efektif dengan pihak lain)
semakin tinggi kinerja organisasi itu secara keseluruhan.

Memotivasi orang lain


Keterampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari keterampilan mengenali dan
mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan
kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain
untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja
sama tim yang tangguh dan handal.

2. 10 Mengendalikan Emosi

Mengendalikan emosi itu penting. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa emosi mempunyai
kemampuan untuk mengkomunikasikan diri kepada orang lain. Orang-orang yang kita jumpai
dirumah atau dikantor akan lebih cepat menanggapi emosi kita dari pada kata-kata kita. Kalau
kita sampai dirumah dengan wajah murung, bahkan terkesan “CEMBERUT” dan marah-marah,
emosi anggota keluarga kita yang lain akan bereaksi terhadap emosi tersebut, sehingga mereka
merasa tidak enak atau merasa bersalah, dan sebagainya. Sebaliknya, apabila kita tampak riang
dan ceria, mereka pun akan ikut bergembira. Dengan demikian, emosi kita pun mempengaruhi
emosi orang-orang disekitar kita.

Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa peraturan untuk MENGENDALIKAN EMOSI
(Mahmud, 1990, dalam psikologi umum Drs. Alex sobur, M.Si).

1. Hadapilah Emosi Tersebut. Orang yang membual bahwa tidak takut menghadapi bahaya,
sebenarnya melipatduakan rasa takutnya sendiri. Bukan saja takut menghadapi bahaya yang
sebenarnya, tetapi juga takut menemui bahaya. Sumber emosi tambahan ini dapat dihindarkan
dengan jalan menghadapi kenyataan yang ditakutkan atau kenyataan yang menyebabkan
timbulnya perasaan marah.

2. Jika mungkin, tafsirkanlah kembali situasinya. Emosi adalah bentuk dari suatu intepretasi.
Bukan stimulasi sendiri yang menyebabkan atau mengakibatkan reaksi emosional, tetapi
stimulus yang salah ditafsirkan. Misalnya, anak biasanya menunjukan perasaan takut jika
diayun-ayunkan, tetapi kalau tindakan mengayun-ayunkan itu disertai dengan senda gurau,
anak bahkan menanggapinya dengan perasaan senang. Contoh lain misalnya, seorang pegawai
dicekam perasaan takut karena dipanggil menghadapi atasnya; perasaan takut ini bias dikurangi
kalau pegawai tersebut menafsirkan panggilan itu bukan didorong oleh ketidaksenangan, tetapi
dirorong oleh keinginan atasanya untuk memperoleh suatu penjelasan. Reinterpretasi itu
bukanlah hal yang mudah, sebab memerlukan orang lain untuk melihat situasi sullit yang
dialaminya dari sudut pandang yang berbeda.

3. Kembangkanlah rasa humor dan sikap realistis. Terkadang situasi itu begitu mendesaknya
sehingga memerlukan intepretasi yang lama. Dalam hal seperti itu, humor dan sikap realistis
dapat menolong. Tertawa bias meringankan ketegangan emosi. Energy ekstra yang disediakan
oleh perubahan-perubahn internal harus disalurkan. Karena itu, untuk bias kembali santai,
orang perlu melakukan suatu kegiatan.

4. Atasilah problem-problem yang menjadi sumber emosi. Memecahkan problem, pada


dasarnya jauh lebih baik ketimbang mengendalikan emosi yang terkait dengan problem
tersebut. Misalnya, dari pada berusaha mengendalikan perasaan takut akan kehilangan suatu
posisi, lebih baik berusaha membina diri dan menjadi ahli dalam suatu pekerjaan yang
berkaitan dengan posisi tersebut; dari pada takut menghadapi situasi social, lebih baik belajar
menguasai kecakapan dan keterampilan-keterampilan social agar diperoleh kemantapan dan
kepercayaan pada diri sendiri.

(kita tidak boleh menjadi budak dari emosi, tetapi harus menjadi tuan dari emosi kita, wedge
(1995:17))

BAB III

PENUTUP
1.1 Simpulan

Emosi dan Motivasi sangat berkaitan, perbedaannya amat tipis. Kedua kata ini berjalan
bersama-sama. Seperti takut, takut merupakan suatu emosi tetapi karena itu ada suatu
dorongan untuk melakukan sesuatu dari bentuk perlawanan dari takut tersebut. Tomkins
(1979) menyatakan, emosi memberikan energy pada motif. Sehingga yang ditimbulkan adalah
emosi merperkuat motif untuk memberikan kekuatan motivasionalnya.

1.2 Saran

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari kesalahan dan ketidak sempurnaaan. Oleh karena
itu, saran dari para pembaca sangat diharapkan demi membangun kesempurnaan makalah ini
agar kedepannya makalah ini bisa menjadi sumber referensi atau acuan dalam pembuatan-
pembuatan makalah yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

http://fahroe.wordpress.com/2007/05/24/motivasi-apa-emosi/

Sarwono, Sarlito W. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers

Amirullah Daeng Sibali on June 24, 2012 in Bimbingan Konseling, Mahasiswa, Pendidikan, Suara
Daeng Sibali, Tugas Kuliah, Universitas Negeri Makassar
Ardi Al-Maqassary. 2011. Hubungan Antara Emosi, Motivasi dan Proses Kognitif.
http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/11/hubungan-antara-emosi-motivasi-dan-
proses-kognitif/

Wikimedia Commons

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia

http://www.praswck.com/teori-kebutuhan-abraham-maslow

http://mariswadika.blogspot.com/2011/11/tiga-rantai-dasar-dalam-lingkaran.html

http://yusack.blogspot.com/2009/12/cara-mengendalikan-emosi-kita.html

Unknown di 19.44

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Beranda
Lihat versi web

ini saya

Unknown

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai