Anda di halaman 1dari 15

1.

Latar Belakang
Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa Indonesia adalah pendidikan. Sebab
melalui pendidikan diharapkan akan menghasilkan individu-individu yang berkualitas sebagai
penopang pembangunan bangsa oleh partisipasinya sebagai warga Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, makin berkembang dunia pendidikan di Indonesia. Terbukti dengan
adanya pembangunan secara materil lembaga-lembaga pendidikan yang kian hari bertambah,
pembangunan yang mewah serta perkembangan sarana dan prasana yang baik.

Namun sayangnya, perkembangan pendidikan tidak sejalan dengan peningkatan kualitas


yang sepadan. Bagaimana tidak, fakta-fakta praktek penyimpangan telah terjadi dimana-mana,
kebijakan pemerintah yang sepihak yang mengakibatkan ketidak adilan, pelanggaran Undang-
Undang, hal tersebut mencerminkan sistem pembangunan yang kacau. Padahal mereka,
manusia yang masuk dalam jajaran kepemimpinan Negara yang mempunyai kehendak
membuat kebijakan sistem pembangunan merupakan orang-orang yang berpendidikan tinggi.

Pendidikan merupakan pondasi pembangunan


Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh
aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan
tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan. Dalam proses
pembangunan tersebut peran pendidikan amatlah sangat strategi

Peran strategis pendidikan inilah yang menjadikan pendidikan sebagai pondasi pembangunan.
Dengan pengetahuan yang dimiliki setiap individu, dengan semestinya akan direalisasikan untuk
kepentingan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Namun faktanya, peran pendidikan
mengalami degradasi fungsi, dengan kata lain sistem pembangunan menjadi rapuh karena
lemahnya pondasi pembangunan yaitu pendidikan.

ADVERTISEMENT
REPORT THIS AD
Yang menjadikan akar permasalahan yang sedang di alami saat ini adalah terletak pada masalah
sekitar pengertian ilmu. Hal itu berarti ketiadaannnya ilmu dalam masyarakat maupun individu.
Sistem pendidikan yang berkuasa saat ini adalah sistem pendidikan barat. Mereka telah
memberi pengertian ilmu sesuai tabiat dan pandangan mereka. Akal pikiran kita telah diliputi
oleh masalah, sifat dan tujuan yang salah. Semestinya, Islam pun mempunyai pandangan hidup
tersendiri yaitu sifat dan pandangan yang berbeda dari agama dan kebudayaan lain.

Ilmu yang dikenal saat ini ilmu yang sudah terlanjur diselimuti oleh pandangan hidup barat.
Dikotomis, liberal, sekuler, pragmatis, materialis dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat dari
sistem kurikulum yang ada di Indonesia. Ketiadaan integrasi antara ilmu dan amal yang sama
sekali tidak terlihat. Seringkali terjebak pada dikotomi kebenaran agama dan kebenaran ilmiah.
Bangsa barat telah memunculkan “modernisasi pendidikan”, kondisi ini menimbulkan
pemasungan terhadap adanya integritas dalam diri manusia sebagai manusia yang penuh fitrah
pikiran, akal, budi, kehendak, emosi, talenta, kreativitas, dan bebas mengembangkan diri
karena lembaga pendidikan tempat belajar telah mengabdikan dan menghambakan dirinya
pada arus modernisme barat.

Sistem pendidikan yang dibutuhkan adalah sistem pendidikan yang memiliki output yang


berkualitas. Dimana sistem ini terdiri dari 3 komponen yaitu input, proses dan output.
Input adalah masukan sumberdaya manusia yang mau menerima perubahan sehingga ia
menjadi berkembang dalam aspek ilmu pengetahuannya.

Proses adalah proses bagaimana input menjadi berkembang dan berkualitas dengan metode


yang telah disediakan sedangkan output ini adalah bagian terpenting sebagai hasil dari
kesempurnaan sistem, dimana output menjadi puncak keberhasilan suatu sistem. Dengan
komponen sistem yang baik maka akan menghasilkan sistem yang baik pula yang dibutuhkan
oleh masyarakat. Maka dalam sistem pendidikan perlu di perhatikan mengenai komponen
sistem itu sendiri.

Sistem pendidikan yang terjadi saat ini adalah sistem pendidikan yang berkembang dari sudut
kuantitas saja, akan tetapi kualitas rendah. Akibatnya, muncul berbagai ketimpangan
pendidikan di tengah-tengah masyarakat, ketimpangan yang sangat menonjol adalah : a)
ketimpangan antara kualitas output pendidikan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan,
antar jawa dan luar jawa, antara penduduk kaya dan penduduk miskin.

Selain itu muncul juga dua permasalahan belum terselesaikan yaitu: pertama, pendidikan
cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial. Kedua, pendidikan sistem persekolahan hanya
mentransfer apa yang disebut dead knowledge, yakni ilmu pengetahuan yang bersifat next
bookish sehingga bagaikan sudah diceraikan baik akar maupun sumber aplikasinya.[3]Itulah
konsep sistem pendidikan yang telah diwariskan budaya barat saat ini. Sistem yang
mengutamakan hasil, bukan proses.

Sejatinya proses adalah hal paling utama sebelum hasil. Ketika ada ketimpangan proses yang
sudah melewati jalur yang semestinya, maka hasil yang diciptakan adalah hasil yang tidak
berkualitas. Seperti yang terjadi saat ini, banyak petinggi negara yang berpendidikan tinggi
namun mereka tidak mengamalkan ilmunya untuk kesejahteraan rakyat melainkan keegoisan
masing-masing. Jelas bahwa mereka belum faham untuk apa mereka berpendidikan dan
mencari ilmu, sebagaimana menjadi manusia yang fitrah.

HMI Menjawab
Berbagai penyimpangan yang ada di dalam masyarakat, misalnya memebesarkan jumlah
pengangguran, berkembangnya mentalitas jalan pintas, sikap materialistik dan sikap
individualistik, mendominasinya nilai ekstrinsik terutama di wilayah generasi muda, dari satu
sisi bisa dikaitkan dengan kegagalan praktek pendidikan yang berkiblat kepada Amerika.
[4] Dengan kata lain, praktek pendidikan yang kita laksanakan tidak atau kurang cocok dengan
budaya ke-Indonesiaan. Oleh karena itu, perlu dicari sosok bentuk praktek pendidikan yang
berwajah Indonesia serta berwajah Ke-Islaman.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah suatu organisasi yang mempunyai wajah ke-
Indonesiaan dan ke-Islaman. Sekiranya bangsa Indonesia bisa mengadopsi sistem pendidikan
perkaderan yang ada di HMI.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah tercatat dalam sejarah sejak awal beridirinya pada
tanggal 5 Februari 1947 M yang bertepatan pada tanggal 16 Rabbiul Awal 1366 H. Sejak
kelahirannya komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesian layaknya adalah dua organ tubuh yang
tidak bisa dipisahkan dalam tubuh HMI. Jika HMI sebagai tubuh maka jiwanya adalah Islam yang
hidup dengan karunia bangsa yang besar. Oleh karena itu HMI harus menjaga konsistensi atas
identitas diri HMI sebagai organisasi yang berkomitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan baik
dari sudut internal maupun eksternal HMI.

Ada tiga komponen dasar yang menjadi nafas kehidupan organisasi ini, yaitu pertama nilai
Keislaman yang menjadi ruh jiwa HMI, kedua nilai intelektual yang terus berjalan dan
berkembang sebagai pionir penjawab tantangan zaman di masa mendatang dan yang ketiga
semangat juang kader ditengah umat dan bangsa dalam menjalankan perannya.

HMI telah memproklamirkan fungsinya sebagai organisasi kader yang menjadi tuntutan
pengkaderan sebagai jantung kehidupan HMI. Dengan kata lain, HMI mempunyai peranan
dalam mendidik dan mempersiapkan individu-individu untuk menjadi tulang punggung
organisasi yang juga tidak dilupakan peran HMI sebagai organisasi perjuangan yang berikhtiar
menjadikan masyarakat adil makmur dalam mencapai cita-cita Negara dan bangsa Indonesia.

Untuk merealisasikan peran HMI, maka HMI harus berjalan sesuai fungsinya sebagai organisasi
kader yang mencetak kader-kader berkarakter untuk membangun bangsa dalam perannya
sebagai insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab
atas terwujudanya masyarakat adil makmur yang diridoi Allah SWT.

Sistem pengkaderan inilah yang digunakan HMI dalam mendidik dan mempersiapkan individu-
individu untuk menjadi tulang punggung pembangunan bangsa. Ketika sistem pendidikan yang
ada di Indonesia tidak sesuai pada fungsinya, maka sistem perkaderan HMI hadir
sebagai second system dalam mencetak pemimpin bangsa. Penyempurnaan terhadap format
perkaderan terus dilakukan oleh HMI sebagai wujud konsistensi untuk mendapatkan output
perkaderan yg semakin berkualitas.

1. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan judul Pengkaderan HMI Sebagai Sistem Pendidikan Penyongsong Pembangunan
Bangsa, maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Sistem Pendidikan Nasional dewasa ini.
2. Pendidikan dalam kacamata Islam.
3. Perkaderan HMI Sebagai Upaya Pembentukan Insan kamil pembangun peradaban.
4. Aktualisasi dan peran HMI di masa mendatang.
5. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diperoleh rumusan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah sistem pendidikan nasional saat ini


2. ?
3. Bagaimanakah Pendidikan menurut pandangan Islam ?
4. Bagaimanakah Perkaderan di HMI sebagai Upaya Pembentukan insan kamil pembangun
peradaban?
5. Apakah aktualisasi dan peran HMI di masa mendatang ?
6. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui sistem pendidikan nasional saat ini


2. Mengetahui pendidikan dalam Islam
3. Mengetahui Sistem Perkaderan HMI sebagai Upaya pembentukan Insan Kamil
Pembangun Peradaban
4. Mengetahui dan merumuskan aktualisasi dan peran HMI di masa mendatang

BAB II
PEMBAHASAN
1. Sistem Pendidikan Dewasa ini
Aspek yang berperan penting dalam pembangunan sebuah peradaban adalah pendidikan,
termasuk peradaban Islam. Dalam lembaga pendidikan inilah peran penting membangun kultur
keilmuan. Melalui sistem pendidikan yang kokoh akan menghasilkan manusia-manusia
berkaulitas sebagai pembangun peradaban.

Melihat realita saat ini, pendidikan di Indonesia jauh dari harapan yang menjadi cita-cita bangsa
(tujuan bangsa). Sistem pendidikan dewasa ini tidak menghasilkan manusia manusia tangguh
yang mampu mengemban misi bangsa Indonesia.

Pendidikan di Indonesia saat ini dihegemoni pemikiran sekular. Sementara sistem pendidikan
saat ini juga megarah pada sistem yang semakin materialistis[5] yang bergabung menjadi
modernisasi pendidikan.
Seperti yang tertuang dalam pasal 1 Bab 1 Undang-Undang Republik Nomor 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian siri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”.
Definisi diatas adalah menggambarkan relevansi antara individu, peserta didik maupun
masyarakat, dalam arti individu, peserta didik maupun masyarakat adalah manusia yang
mampu mengembangkan potensi dirinya melalui pendidikan.

Hal tersebut juga tidak jauh bertentangan dengan konsep tujuan pendidikan menurut john
dewey, “ tujuan pendidikan adalah untuk membimbing murid melalui dorongan
atau interes spontannya, untuk mencapai pertumbuhan melalui partisipasi dan refleksi dalam
cara-cara hidup yang demokratis. Murid juga akan mengembangkan kapasitasnya untuk
beradaptasi secara elastis dengan esensi-esensi dalam masyarakat yang demokratis, dan akan
belajar bagaimana merekontruksi penghalamannya guna mengikuti tuntutan-tuntutan
pengalaman masyarakat selanjutnya, dan untuk kepentingan idealisme masa depan.

Konsep pendidikan indonesia yang dijelaskan dalam pasal 2 dan 3 Bab II UU RI No.20 tahun
2003 juga ditemui kesamaannya dengan konsep pendidikan john dewey, yaitu pasal 2 berbunyi
“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan yang membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Menurut kosasih (2010) menyatakan bahwa landasan hukum diatas mencemrinkan bahwa
pendidikan di Indonesia masih menekankan hubungan manusia dengan negara yang ketat.
Pendidikan model seperti ini bisa dinamakan sistem pendidikan sekuler. Yang ditekankan
adalah kewajiban antara warga negara dengan negara, bukan negara dengan Tuhan.y

Kembali kokasih (2010) menjelaskan bahwa manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan mandiri merupakan
aspek yang ditekankan dalam konsep warga negara yang baik. Semua sifat itu pada intinya
diperlukan supaya warga negara menjadi baik dan bermoral. Agama direduksi pada sekedar
akhlak dan moral belaka. Pendidikan di Indonesia tidak bertujuan menciptakan muslim yang
kaffah, insan kamil, atau manusia yang berbahagia.

Konsep muslim yang kaffah, insan kamil atau manusia yang berbahagia adalah konsep yang
tertuang dalam pembukaan UUD 1945, negara Indonesia mengenai cita-cita bangsa Indonesia
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Masyarakat adil makmur mencerminkan
kesejahteraan masyarakat yang meliputi komponen muslim kaffah, insan kamil atau manusia
yang bahagia.

Dalam pandangan jean jacques Rousseau bahwa pendidikan bertujuan untuk membentuk
manusia bebas dan merdeka tanpa tekanan maupun ikatan, tidak untuk tujuan tertentu, seperti
menjadi manusia untuk kalangan tinggi, untuk suatu jabatan, untuk memeluk suatu agama atau
kepercayaan atau untuk anggota masyarakat suatu negara.[9]
Konsep tujuan pendidikan bertentangan dengan UU no 20 tahun 2003 bab XIII pasal 46 dimana
yang bertanggung jawab atas pendanaan pendidikan adalah pemerintah, pemerintah daerah
dan masyarakat. Kemudian penjelasan UU no.20 tahun 2003 pasal 62 ayat 1,2 dan 3
menyatakan bahwa :
 pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal
 biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat satu (1) meliputi
biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya, dan modal kerja
tetap
 biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat satu (1) meliputi pendidikan yang
harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secarsa
teratur dan berkelanjutan.

Penjelasan Kebijakan Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa biaya pendidikan harus


ditanggung oleh masyarakat, Pada akhirnya masyarakat yang masuk dalam sistem pendidikan
tersebut harus mematuhi peraturan yang sudah dibuat. Hal itu akan membentuk paradigma
masyarakat tentang mahalnya pendidikan harus kembalikan kepada masyarakat melalui
jabatan-jabatan tinggi, tanpa memperhatikan masyarakat yang ada dibawah jabatannya.

Karakter-karakter manusia yang dangkal seperti yang dijelaskan diatas tidak akan menjadi
penggerak peradaban, sehingga terjadi kPemantapan fungsi perkaderan HMI tersebut
ditambah dengan satu kenyataan bahwa Bangsa Indonesia sangat kekurangan akan tenaga
intelektual yang memiliki Dengan hal itu pula akan terjadi ketimpangan sosial, dimana
pendidikan hanya untuk orang-orang kaya saja dan bukan untuk orang miskin. Padahal,
sejatinya pendidikan harus dimiliki oleh setiap insan di dunia sebagai penolong dalam hidupnya
memenuhi kebutuhan dunia dan ukhrawi

.keseimbangan hidup yang padu antara pemenuhan tugas dunia dan ukhrawi, ilmu dan iman,
individu dan masyarakat, serta tuntutan peranan kaum intelektual yang kian besar dimasa
mendatang.

Kemudian berdasarkan faktor tersebut, maka HMI menetapkan tujuannya yang dirumuskan
dalam pasal 4 Anggaran Dasar HMI : “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhoi Allah SWT”

Dengan adanya rumusan tersebut, maka pada hakikatnya HMI bukanlah organisasi massa
dalam pengertian fisik dan kuantitatif, tetapi sebaliknya HMI adalah lembaga pengabdian dan
pengemban ide secara kualitatif harus mendidik, memimpin anggota-anggotanya untuk
mencapai tujuan dengan cara-cara perjuangan yang benar dan efektif.

Hadirnya HMI ditengah kemelutnya kemerdekaan Indonesia dengan rumusan tujuan dalam
pasal 4 Anggaran Dasar tersebut adalah dalam rangka menjawab dan memenuhi dasar Bangsa
Indonesia setelah mendapatkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 guna
memformulasikan dan merealisasikan cita-cita hidup bangsa Indonesia dan tujuan bangsa
Indonesia yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4.

Kemudian pasca kemerdekaan Indonesia, timbul tuntutan agar cita-cita HMI dapat
direalisasikan dan diwujudkan. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut didasari dengan niat
mewujudkan kehidupan masyarakat adil makmur. Maka sejak saat itulah perlunya
pembangunan nasional.
Untuk melakukan pembangunan nasional, diperlukan adanya ilmu pengetahuan. Pemimpin
Nasional yang dibutuhkan adalah negarawan yang “problem solving” yaitu tipe “administrator”.

 Selain ilmu pengetahuan, diperlukan juga adanya akhlak dan Iman sehingga mereka mampu
melaksanakan tugas kemanusiaan sebagai bentuk amal saleh. Manusia yang demikian
mempunyai garansi objektif untuk mengantarkan bangsa Indonesia kedalam suatu kehidupan
yang sejahtera, adil makmur serta bahagia.

Seperti yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia ke dua, “Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Cita-cita bangsa indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat secara formal telah dicapai,
tetapi untuk menjadikan negara yang adil makmur masih perlu diperjuangkan. Suatu
masyarakat atau kehidupan yang adil dan makmur hanya akan terbina dan terwujud dalam
suatu pembaruan dan pembangunan terus menerus oleh manusia-manusia yang berilmu dan
berperikemanusiaan, dengan mengembangan nilai-nilai kepribadian bangsa.

Disitulah letak peran HMI sebagai organisasi yang berfungsi sebagai organisasi perkaderan yang
mencetak otuput sebagai motor penggerak pembangunan guna menciptakan masyarakat adil
makmur dan sejahtera
Suatu hal yang paling penting dicatat adalah, HMI yang baik adalah HMI yang tidak hanya
berguna bagi ummat Islam tetapi juga bagi bangsa dan masyarakat Indonesia secara
keseluruhan. Ia, anak kandung umat Islam, sekaligus anak kandung bangsa yang tercinta ini.[16]
C.2 Landasan Pengkaderan HMI

Landasan pengkaderan merupakan pijakan pokok yang dijadikan sebagai sumber inspirasi dan
motivasi dalam proses pengkaderan HMI. Untuk melaksanakan perkaderan, HMI bertitik tolak
pada lima landasan, sebagai berikut:
emacetan pembangunan bangsa dan kesejahteraan umat.

1. Pendidikan dalam kacamata Islam

Pendidikan Islam yang ada di Indonesia saat ini bisa berkaca melalui pendidikan pesantren.
Dimana manusia dibentuk melaui akhlak dan kemudian dikembangkan kedalam segala ilmu
pengetahuan sehingga menjadi kan manusia yang bermanfaat bagi manusia lain.

Arti, Dasar dan Tujuaan Pendidikan Islam


Pendidikan Islam adalah suatu proses edukatif yang komprehensif dan terpadu dan
mengarah kepada pembentukan kepribadian, baik individu maupun masyarakat yang
berorientasi pada ajaran atau ukuran-ukuran Islam.[10] Dalam pendidikan Islam, terdapat dua
dasar pendidikan Islam yang dapat dijadikan sumber, yaitu Alqur’an dan As-Sunnah. Alqur’an
adalah wahyu Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril yang berisi
ajaran-ajaran pokok yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia termasuk pendidikan.

Sesuai Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 2 :“ Dan Kami Tidak Menurunkan Kepadamu
al-Kitab (Alqur’an) melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka perselisihan itu
dan menjadi petunjuk dan rahmat kaum beriman.”(Q.S Al-Baqarah:2).
Moh.Fadul Jamil Al-Jamil dalam bukunya zamroni (2000) menjelaskan, hakikatnya Alqur’an itu
merupakan perbendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang
kerohanian.

Ia pada umumnnya adalah kitab pendidikan masyarakat, moral dan spiritual. As-Sunnah sebagai
dasar pemikiran yang kedua berarti perkataan, perbuatan dan pengakuan Rasulullah. Sunnah
menjadi pelengkap sumber kedua setelah Al-Qur’an yang mencakup berbagai aspek kehidupan
pula, termasuk pendidikan di dalamnya.

Tujuan pendidikan Islam dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai wujud realisasi tujuan
khusus yang menegaskan bahwa Islam juga turut serta mengatur kehidupan dunia. Dalam
tujuan khusus itu sendiri meliputi penjabaran mengenai ibadah yang memenuhi seluruh amal
perbuatan manusia, pikiran atau perasaan yang dihadapkan kepada Allah.

Abdul Fattah memperinci tujuan khusus sebagai bentuk amalan-amalan, seperti mencari
keutamaan ilmu, berbuat baik kepada Bapak/Ibu, menafkahkan harta di jalan Allah, berbuat
baik pada kaum kerabat, menafkahkan harta tanpa rasa kikir dan berlebihan, jujur dalam
menimbang, rendah hati, tidak sombong, adil, menjauhi kekejian dan permusuhan, serta
menepati janji.

Rumusan tujuan pendidikan Islam ini secara tersirat membentuk karakter insan kamil yang
berkualitas yang akan menjadi penopang pembangunan bangsa yang secara jelas memiliki
dasar pendidikan yaitu Alqur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman menuntut ilmu di jalan Allah
guna mensejahterahkan kehidupan dunia.
 
1. Perkaderan HMI Sebagai Upaya Pembentukan Insan kamil pembangun peradaban
C.1 Tujuan HMI dan Relevansinya dengan Tujuan Pembangunan Bangsa

Tujuan sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi agar dapat melaksanakan usaha-usaha oleh
organisasi tersebut secara teratur dan searah. Tujuan suatu organisasi dipengaruhi oleh dasar
motivasi pembentukannya, latar belakangnya serta fungsi dan statusnya.

Tujuan HMI mempunyai nilai developmental, karena di dalam rumusan tujuan HMI yang
pertama[12] dapat berfungsi sebagai tolak ukur sampai seberapa jauh HMI dapat memberikan
partisipasi dalam membela, mempertahankan, membina, membangun Negara Kesatauan
Republik Indonesia.

Di dalam totalitas kehidupan bangsa Indonesia, maka HMI adalah organisasi yang berasaskan
Islam, berstatus sebagai organisasi mahasiswa yang berperan sebagai Generasi Muda bangsa
dan berfungsi sebagai organisasi kader yang berwatak/bersifat independen.[13]

Pemantapan fungsi perkaderan HMI tersebut ditambah dengan satu kenyataan bahwa Bangsa
Indonesia sangat kekurangan akan tenaga intelektual yang memiliki keseimbangan hidup yang
padu antara pemenuhan tugas dunia dan ukhrawi, ilmu dan iman, individu dan masyarakat,
serta tuntutan peranan kaum intelektual yang kian besar dimasa mendatang.

Kemudian berdasarkan faktor tersebut, maka HMI menetapkan tujuannya yang dirumuskan
dalam pasal 4 Anggaran Dasar HMI : “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhoi Allah SWT”

Dengan adanya rumusan tersebut, maka pada hakikatnya HMI bukanlah organisasi massa
dalam pengertian fisik dan kuantitatif, tetapi sebaliknya HMI adalah lembaga pengabdian dan
pengemban ide secara kualitatif harus mendidik, memimpin anggota-anggotanya untuk
mencapai tujuan dengan cara-cara perjuangan yang benar dan efektif.

Hadirnya HMI ditengah kemelutnya kemerdekaan Indonesia dengan rumusan tujuan dalam
pasal 4 Anggaran Dasar tersebut adalah dalam rangka menjawab dan memenuhi dasar Bangsa
Indonesia setelah mendapatkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 guna
memformulasikan dan merealisasikan cita-cita hidup bangsa Indonesia dan tujuan bangsa
Indonesia yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4.
[14] Kemudian pasca kemerdekaan Indonesia, timbul tuntutan agar cita-cita HMI dapat
direalisasikan dan diwujudkan. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut didasari dengan niat
mewujudkan kehidupan masyarakat adil makmur. Maka sejak saat itulah perlunya
pembangunan nasional.

Untuk melakukan pembangunan nasional, diperlukan adanya ilmu pengetahuan. Pemimpin


Nasional yang dibutuhkan adalah negarawan yang “problem solving” yaitu tipe “administrator”.
[15] Selain ilmu pengetahuan, diperlukan juga adanya akhlak dan Iman sehingga mereka
mampu melaksanakan tugas kemanusiaan sebagai bentuk amal saleh. Manusia yang demikian
mempunyai garansi objektif untuk mengantarkan bangsa Indonesia kedalam suatu kehidupan
yang sejahtera, adil makmur serta bahagia.

Seperti yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia ke dua, “Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Cita-cita bangsa indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat secara formal telah dicapai,
tetapi untuk menjadikan negara yang adil makmur masih perlu diperjuangkan. Suatu
masyarakat atau kehidupan yang adil dan makmur hanya akan terbina dan terwujud dalam
suatu pembaruan dan pembangunan terus menerus oleh manusia-manusia yang berilmu dan
berperikemanusiaan, dengan mengembangan nilai-nilai kepribadian bangsa.

Disitulah letak peran HMI sebagai organisasi yang berfungsi sebagai organisasi perkaderan yang
mencetak otuput sebagai motor penggerak pembangunan guna menciptakan masyarakat adil
makmur dan sejahtera Suatu hal yang paling penting dicatat adalah, HMI yang baik adalah HMI
yang tidak hanya berguna bagi ummat Islam tetapi juga bagi bangsa dan masyarakat Indonesia
secara keseluruhan. Ia, anak kandung umat Islam, sekaligus anak kandung bangsa yang tercinta
ini.

C.2 Landasan Pengkaderan HMI

Landasan pengkaderan merupakan pijakan pokok yang dijadikan sebagai sumber inspirasi dan
motivasi dalam proses pengkaderan HMI. Untuk melaksanakan perkaderan, HMI bertitik tolak
pada lima landasan, sebagai berikut:
1. Landasan teologis
Manusia yang becoming adalah manusia yang mempunyai kesadaran akan aspek
transandental sebagai realitas tertinggi. Dalal hal ini konsepsi syahadat akan ditafsirkan sebagai
monotheisme radikal. Kalimat syahadat pertama berisi negasi yang meniadakan tuhan selain
Allah. Kalimat kedua berisi penegasan ataz zat yang Maha tunggal yaitu Allah AWT. Dalam
menjiwai konsepsi tersebut maka perjuangan manusia diarahkan untuk melawan segala
sesuatu yang membelenggu manusia dari yang dituhankan selain Allah.

Dalam menjalani fungsi kekhalifahannya maka internalisasi sifat Allah dalam diri manusia haaris
menjadi sumber inspirasi. Dalam konteks ini, tauhid menjadi aspek progresif dalam menyikapi
persoalan mendasar manusia. Karena Allah adalah pemelihara kaum yang
lemah (rabbulmustadh’afin) maka meneladani sifat Allah juga berarti harus berpihak kepada
kaum mustadh’afin. Pemahaman ini akan mengarahkan pada pandangan bahwa ketauhidan
adalah nilai-nilai yang bersifat transformatife, membebaskan, berpihak dan bersifat
revolusioner. Spirit inilah yang harus menjadi paradigma dalam sistem perkaderan HMI.

2. Landasan ideologis

Islam sebagai landasan nilai yang secara sadar dipilih untuk menjawab kebutuhan
kebutuhan serta masalah masalah yang terjadi dalam suatu komunitas masyarakat
(transpormatif). La mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan dan idealisme yang dicita
citakan, yang untuk tujuan dan idealisme tersebut mereka rela berjuang dan berkorban bagi
keyakinannya.

Ideologi Islam senantiasa mengilhami dan memimpin serta mengorganisir perjuangan,


perlawanan dan pengorbanan yang luar biasa untuk melawan semua status quo, belenggu dan
penindasan terhadap ummat manusia Dalam sejarah Islam Nabi Muhammad telah
memerkenalkan Ideologi dan mengubahnya menjadi keyakinan, serta memimpin rakyat
kebanyakan dalam praktek praktek mereka melawan kaum penindas. Nabi Muhammad lahir
dan muncul dari tengah tengah kebanyakan yang oleh Al Qur’an dijuluki sebagai “ummi”.

Kata “ummi” (yang biasa diartikan buta huruf) menurut Syari’ati (dalam bukunya Ideologi kaum
Intelektual) yang disifatkan pada nabi bearti bahwa ia dari kelas rakyat yang termasuk
didalamnya adalah orang orang awam yang butu huruf, para budak, anak yatim, janda dan
orang orang miskin (mustadhafin) yang luar biasanya menderitanya, dan bukan berasal dari
orang orang terpelajar, borjuis dan elite penguasa. Dari komunitas inilah Muhammad memulai
dakwahnya untuk mewujudkan cita cita ideal Islam.

1. Landasan konstitusi

Untuk mewujudkan cita-cita HMI di masa depan, maka HMI mempertegas posisinya dalam
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara demi melaksanakan tanggung jawab bersama
seluruh rakyat Indonesia. Penegasan posisi HMI termaktub dalam konstitusi HMI anggaran
dasar anggaran rumah tangga (AD/ART) HMI yang merupakan pedoman HMI yaitu : dalam pasal
tiga (3) tentang azas dijelaskan bahwa HMI adalah orgasnisasi berazaskan Islam dan bersumber
kepada Alqur’an dan As-Sunnah.

Penegasan ini memberikan penjelasan bahwa HMI senantiasa mengemban tugas dan tanggung
jawab dengan semanagat keislaman dengan tidak mengesampingkan semangat kebangsaan.
Pasal 6 AD HMI menjelaskan tentang independensi HMI, bahwa HMI adalah organisasi
mahasiswa yang independen, berstatus sebagai organisasi mahasiswa (pasal 7 AD HMI),
memiliki fungsi sebagai organisasi kader (pasal 8 AD HMI) serta berperan sebagai organisasi
perjuangan (pasal 9 AD HMI)
1. Aktualisasi dan Peran HMI di Masa Mendatang
Sejak awal HMI hadir telah memprokalimrkan sebagai organisasi perjuangan dan organisasi
perkaderan yang berwajah ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Oleh karena itu HMI tidak lepas dari
perannya sebagai pondasi-pondasi yang kokoh dalam pembangunan bangsa. Hal tersebut akan
menjadi konsistensi bahwa HMI menjadi tulang punggung bangsa.

Perkaderan HMI merupakan strategi besar perjuangan HMI sebagai organisasi perkaderan dan
organisasi perjuangan dalam menjawad tantangan zaman. Lantas, apa peran HMI dimasa
mendatang ? HMI memiliki peran strategis dalam upaya membangun dan menyiapkan sumber
daya yang berkualitas di abad 21 ini. Peran tersebut peran yang telah dimiliki perguruan tinggi,
tidak lepas dari peran kemahasiswaannya. Oleh sebab itu aktualisasi dan prean HMI dimasa
mendatang sebagai upaya HMI dalam pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Melahirkan Kader Berkualitas Insan Cita dengan memperkuat basis kelompok intelektual
Sebagai organisasi kemahasiswaan, HMI menjadi wadah pembelajaran diluar kurikulum
perguruan tinggi terutama yang sudah tidak bisa bisa dijadikan wadah penampung kreatifitas
dan inovatif mahasiswa. Agar menghasilkan kader kualitas insan cita, HMI harus menjaga
bangunan intelektual yang telah dikokohkan

HMI Sebagai lembaga pembelajaran di luar kurikulum akademik perguruan tinggi, diharapkan
HMI dapat memberi kontribusi besar terhadap proses pematangan mahasiswa sebagai
kelompok masyarakat terpelajar. Dengan proses pembelajaran yang akan melahirkan manusia-
manusia unggul masa depan. Yaitu manusia-manusia yang cerdas, terampil, memiliki etos kerja
tinggi, semangat dan daya juang yang bergelora, sehingga siap dan mampu menyongsong
kehidupan kompetitif global dan menciptakan msayarakat madani.

1. Menguatkan pondasi nasionalisme dengan memperkukuh wawasan kebangsaan


HMI adalah organisasi perkaderan dan perjuangan. Kebangsaan sebagai alat gerak HMI dalam
melakukan perjuangan. Oleh karena itu HMI dituntut untuk mengenal bangsanya agar dapat
berjuang dijalan yang benar sehingga perjuangan HMI tidak hanya untuk kepentingan HMI
belaka, melainkan kepentingan ummat.

1. Menggiatkan program pengabdian masyarakat


HMI sebagai organisasi perkaderan yang dibina secara terus menerus untuk mensejahterakan
kehidupan bangsa, adil makmur sehingga realisasi untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pengabdian masyarakat.

1. Penguasaan IPTEK
Meski HMI dilahirkan sebagai organisasi pergerakan dan perkaderan ini tidak lepas dari peran
HMI dalam menjawab tantangan di zaman mendatang. Di eramondial saat ini IPTEK sangat
dibutuhkan disegala bidang. HMI harus bisa mengikuti arus perkembangan zaman sehingga
mampu memanfaatkan informasi-informasi sebagai bahan rujukan dalam mengaplikasikan
peran HMI.

1. Memperkuat Basis Kepemimpinan


HMI sebagai wadah strategis dalam pembentukan karakter kepemimpinan. HMI sebagai
organisasi kader terbesar di Indonesia telah menyumbangkan banyak kadernya dalam estafet
kepemimpinan nasional Indonesia dari tahun ke tahun. Nama-nama kader HMI dewasa ini
menghiasi jajaran kepemimpinan nasional Indonesia seperti Laode M. Kamaluddin, Jusuf Kalla,
Akbar Tanjung, Anas Urbaningrum, Anis Baswedan, Mahfud MD, Mulyaman Hadad, Marwah
Daud, Ida Nasution, Lena Maryana, Marzuki Ali, Wa Ode Ida, dll.

Bangsa Indonesia membutuhkan kader-kader tangguh seperti tokoh-tokoh intelektual yang


sudah menjajaki kehidupan kepemimpinan yang sesungguhnya di kepemimpinan nasional.
Demi terjaganya kualitas kader, HMI memandang perlu selalu adanya peningkatan-peningkatan
kekuatan karakter kepemimpinan sehingga mampu menjadi estafet kepemimpinan nasional.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Pembangunan merupakan hal yang paling pokok bagi suatu bangsa. Pembangunan yang
baik adalah pembangunan yang mampu mensejahterakan kehidupan bangsa. Sesuai
yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang Undang 1945 bahwa Indonesia mempunyai
cita-cita dalam mensejahterkan kehidupan bangsa yang berdaulat, adil dan makmur
serta memiliki tujuan yang masih termaktub dalam UUD 1945, mencerdaskan kehidupan
bangsa, maka hal yang paling pokok untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan tersebut
adalah memperkokoh pembangunan bangsa.
3. Dalam membangun bangsa, diperlukannya penguatan penguatan pondasi
pembangunan. Pondasi pembangunan ini adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
hanya dapat diperoleh melalui pendidikan. Faktanya sistem pendidikan nasional saat ini
tidak menghasilkan manusia manusia tangguh yang siap menjadi tulang punggung
pembangunan bangsa. Yang ada hanyalah membesarkan keprofesian dirinya yang
mengakibatkan terjadinya ketimpangan sosial yang berdampak pada ketidak
sejahteraan masyarakat.
4. Pendidikan dalam kacamata Islam adalah pendidikan yang menanamkan nilai-nilai
karakter manusia sebagai insan dibuma bumi yang bermanfaat bagi orang lain yang
bersumber pada Alqur’an dan As-Sunnah. Azas Islam lah yang digunakan HMI sebagai
sumber dalam menjalankan Proses di HMI.
5. Ketika pendidikan formal sudah tidak dapat dijadikan panduan lagi, HMI hadir di tengah
masyarakat Indonesia, sebagai organisasi perkaderan yang berwajah Ke-Islaman dan Ke-
Indonesiaan. Ke-Islaman dan Ke-Indonesiaan sebagai pedoman perjuangan HMI,
perkaderan sebagai upaya HMI dalam menciptakan manusia tangguh yang ikut berperan
aktif atau berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Sistem pendidikan Islam pun telah
sedikit banyak diadopsi oleh Sistem perkaderan HMI. Dalam sistem perkaderan HMI
yang ditanamkan pula kepada kader adalah karakter yang berkualitas insan cita. Dimana
kader-kader tersebut adalah kader penerus bangsa yang akan menjadi penyokong
pondasi pembangunan bangsa.
6. HMI tidak hanya sampai pada perjuangan dan pergerakan dimasa lalu ataupun saat ini,
tetapi hadir di masa yang akan datang pula. Oleh karena itu HMI perlu adanya
aktualisasi sebagai peran HMI dimasa mendatang. Peran strategis HMI di masa
mendatang antara lain, memperkuat basis kelompok intelektual, memperkukuh
wawasan kebangsaan, menggiatkan program pengabdian masyarakat, penguasaan
IPTEK serta memperkuat basis kepemimpinan.
 
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Muhammad. 2009. Pendidikan Kritis Transformatif. Yogyakarta : Ar-Ruzz.
Kartono, kartini. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional,       Beberapa
kritik dan Sugesti. Jakarta : Pradnya paramita.

Kokasih, Aulia dkk. 2010.Dari HMI untuk Bangsa. Jakarta: Adaide Publishing


Sitompul, Agus Salim. 2008. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan
Bangsa Indonesia. Jakarta : Misaka Galiza.

Sitompul, Agus Salim. 2008. Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (1947-


1975). Jakarta : Misaka Galiza.

Sitompul, Agus Salim. 1997. HMI Mengayuh di Antara Cita dan Kritik. Yogyakarta : Aditya
Media.

Widodo, Sembodo Ardi.2007. Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam. Jakarta : Nimas


Multima

Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta : Bigraf Publishing

[1] Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, yogyakarta : Bigraf Publishing, 2000, hal : 2

[2] Muhammad karim, Pendidikan Kritis Transformatif, Yogyakarta: Ar-Ruzz media, 2009, hal :


20

[3] Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta : Bigraf Publishing, 2000, hal : 2

[4]Ibid, hal :87

[5] Aulia Kosasih, Dari HMI untuk Bangsa, : Adaide Publishing, 2010, hal : 9

[6] Ibid, hal : 10

Anda mungkin juga menyukai