Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

 
Puji dan syukur yang tak terhingga penyusun panjatkan kehadirat Illahi
Rabbi, atas berkah, rahmat, karunia dan hidayah-Nya akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan makalah  ini.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini ialah sebagai salah satu materi
tugas kegiatan yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa/mahasiswi dalam
melaksanakan studi di tingkat perkuliahan. Adapun judul yang penyusun buat
didalam makalah  ini adalah mengenai “ Posisi Islam Sebagai Budaya “.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapatkan
bantuan, dukungan, serta do’a dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkanlah
didalam kesempatan ini kami menghaturkan terima kasih dengan penuh rasa
hormat serta dengan segala ketulusan hati, hingga selesainya makalah ini.
Sangatlah disadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan didalam
penyusunannya dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu penyusun mengharapkan
masukan baik saran maupun kritik yang kiranya dapat membangun dari para
pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya
bagi kita semua.
 
 
Penyusun
 
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii

Bab I  Pendahuluan........................................................................................1
A.     Latar Belakang Masalah..........................................................................1
B.     Rumusan Masalah....................................................................................1
C.     Tujuan Masalah........................................................................................2

Bab Ii  Pembahasan  Islam Sebagai Budaya...............................................3


2.1 Kebudayaan (Pengertian, Unsur Dan Fungsi)............................................3
A.     Pengertian................................................................................................3
B.     Unsur-Unsur Kebudayaan........................................................................4
C.     Fungsi.......................................................................................................6
2.2 Kelahiran Islam Dan Sentuhan Budaya Arab-Pra Islam............................7
2.3 Islam  Antara Gejala Sosial Dan Budaya...................................................16
A.     Agama Sebagai Gejala  Budaya...............................................................16
B.     Agama Sebagai Gejala Sosial..................................................................19
2.4 Pendekatan Pokok  Dalam  Studi  Budaya.................................................21

Bab Iii  Penutup..............................................................................................24


A.     Kesimpulan..............................................................................................24
B.     Saran.........................................................................................................25
Daftar Pustaka...................................................................................................26
 
BAB I
PENDAHULUAN
 
A.    Latar Belakang Masalah
Agama merupakan kenyataan yang dapat dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai
aspek perwujudan agama bermacam-macam, tergantung pada aspek yang
dijadikan sasaran studi dan tujuan yang hendak dicapai oleh orang yang
melakukan studi. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukim, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai
anggota masyarakat.

Cara-cara pendekatan dalam mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua


golongan besar, yaitu model studi ilmu-ilmu sosial dan model studi budaya.
Untuk yang pertama telah dibahas didalam sub bab yang lalu, sedagkan yang
kedua akan menjadi pembahasan saat ini. Tujuan mempelajari agama Islam juga
dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yang pertama, untuk mengetahui,
memahami, menghayati dan mengamalkan. Kedua, untuk obyek penelitian.
Artinya, kalau yang pertama berlaku khusus bagi umat Islam saja, baik yang
masih awam, atau yang sudah sarjana. Akan tetapi yang kedua berlaku umum bagi
siapa saja, termasuk sarjana-sarjana bukan Islam, yaitu memahami. Akan tetapi
realitasnya ada yang sekedar sebagai obyek penelitian saja.

Untuk itu, penyusun menyajikan mengenai Islam sebagai Budaya, agar kita
semua tahu mengenai permasalahan tersebut.
 
B. Rumusan Masalah
1. Apa sebenarnya pengertian Islam sebagai Budaya ?
2. Apa saja Unsur-unsur kebudayaan itu ?
3. Apa fungsi kebudayaan dalam islam ?
4. Bagaimana kelahiran Islam dan sentuhan Budaya Arab Pra-Islam ?
5. Bagaimana Islam antara gejala Sosial dan Budaya itu ?
6. Bagaimana pendekatan pokok dalam studi budaya Islam ?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengerti dan mengetahui
mengenai :
1. Pengertian Kebudayaan dalam Islam
2. Unsur dan fungsi kebudayaan Islam
3. Kelahiran Islam Dan sentuhan Budaya Arab Pra-Islam
4. Pendekatan pokok dalam studi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kebudayaan (Pengertian, Unsur Dan Fungsi)


2.1.1 Pengertian
Menurut S. Takdir Alisyahbana (1986 : 207-8):
Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-
unsur yang berbeda- beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral,
adat istiadat dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat
1. Kebudayaan adalah warisan sosial atau tradisi
2. Kebudayaan adalah cara, aturan dan jalan hidup manusia.
3. Kebudayaan adalah penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan
cara-cara menyelesaikan persoalan.
4. Kebudayaan adalah hasil perbuatan atau kecerdasan manusia.
5. Kebudayaan adalah hasil pergaulan atau perkumpulan manusia.
Parsudi Suparlan (A.W Widjaya (ed) 1986 : 65-6 menjelaskan bahwa kebudayaan
adalah serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-
rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif
yang dimiliki manusia, dan yang digunakannya secara selektif dalam  menghadapi
lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan tindakan-
tindakannya.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-
pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,
yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat
 
2.1.2 Unsur-Unsur Kebudayaan
Menurut Drs. Atang Abd. Hakim, MA. dan DR. Jaih Mubarok (2012: 31):
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri atas unsur-unsur besar dan
unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari satu keutuhan yang tidak dapat
dipisahkan, unsur-unsur kebudayaan dalam pandangan Malinowski adalah sebagai
berikut :
1. Sistem norma yang memungkinkan terjadinya kerjasama antara para
anggota masyarakat dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi.
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga merupakan
lembaga pendidikan yang utama).
4. Organisasi kekuatan (Soerjono Soekanto, 1993: 192)
Koentjaraningrat (1985) menyebutkan ada tujuh unsur-unsur kebudayaan. Ia
menyebutnya sebagai isi pokok kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan universal
tersebut adalah :
a)      Kesenian
b)      Sistem teknologi dan peralatan
c)      Sistem organisasi masyarakat
d)     Bahasa
e)      Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
f)       Sistem pengetahuan
g)      Sistem religi
Pada jaman modern seperti ini budaya asli negara kita memang sudah mulai
memudar, faktor dari budaya luar memang sangat mempengaruhi pertumbuhan
kehidupan di negara kita ini. Contohnya saja anak muda jaman sekarang, mereka
sangat antusias dan up to date untuk mengetahui juga mengikuti perkembangan
kehidupan budaya luar negeri. Sebenarnya bukan hanya orang-orang tua saja yang
harus mengenalkan dan melestarikan kebudayaan asli negara kita tetapi juga para
anak muda harus senang dan mencintai kebudayaan asli negara sendiri. Banyak
faktor juga yang menjelaskan soal 7 unsur budaya universal yaitu :
a) Kesenian 
Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu
yang dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah
kesenian yang dapat memuaskan.
b) Sistem teknologi dan peralatan
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang –
barang dan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup
dan membedakan manusia dengam makhluk hidup yang lain.
c) Sistem organisasi masyarakat
Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun
diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna namun tetap memiliki
kelemahan dan kelebihan masing – masing antar individu sehingga
timbul rasa utuk berorganisasi dan bersatu.
d) Bahasa
Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah
sebagai lisan untuk mempermudah komunikasi antar sesama manusia.
Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan bahasa universal seperti bahasa
Inggris.
e) Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang –
barang dan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup
dan membedakan manusia dengam makhluk hidup yang lain.
f) Sistem pengetahuan
Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran
yang berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang
berbeda pula, sehingga perlu disampaikan agar yang lain juga mengerti.
g) Sistem religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang
muncul karena kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa
 
2.1.3 Fungsi
Didalam kebudayaan terdapat pola – pola perilaku yang merupakan cara – cara
manusia untuk bertindak sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat,
artinya kebudayaan merupakan suatu garis pokok tentang perilaku yang
menetapkan peraturan – peraturan mengenai bagaimana masyarakat harus
bertindak, bagaimana masyarakat melakukkan hubungan dengan orang lain atau
bersosialisasi, apa yang harus dilakukan, apa yang dilarang dan sebagainya.
Hasil karya manusia akan melahirkan suatu kebudayaan atau teknologi yang
nantinya akan berguna untuk melindungi ataupun membantu masyarakat untuk
mengolah alam yang bisa bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri.
Batas : Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya
menciptakan, Batas perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan
membedakannya dengan organisasi lainnya
Identitas : Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
Komitmen  : Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang
lebih besar daripada kepentingan individu.
Stabilitas  : Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah 
perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan
standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan.
Pembentuk sikap dan prilaku  : Budaya bertindak sebagai mekanisme, alasan yang
masuk akal (sense-making) serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap
dan perilaku
 
2.2. Kelahiran Islam Dan Sentuhan Budaya Arab-Pra Islam
Bangsa arab-pra islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan
ekonomi. Letak geografisnya yang strategis membuat islam yang diturunkan di
Arab mudah tersebar keberbagai wilayah, di samping didorong cepatnya laju
perluasan wilayah yang dilakukan oleh umat muslim. Pada masa pra Islam di
Makah sudah terdapat jabatan-jabatan penting yang dipegang oleh Qushayy bin
Qilab pada pertengahan abad V M. dalam rangka memelihara kabah. Dari segi
akidah bangsa Arab Pra Islam percaya pada Allah sebagai pencipta. Sumber
kepercayaan tersebut adalah risalah samawiyah yang dikembangkan dan
disebarkan dijazirah Arab , terutama risalah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Kemudian bangsa Arab Pra Islam melakukan transformasi dari sudut islam yang
dibawa Muhammad disebut penyimpangan agama sehingga mereka menjadikan
berhala, pepohonan, binatang, dan jin sebagai penyerta Allah

Demi kepentingan ibadah, bangsa Arab Pra Islam membuat 360 buah berhala
disekitar kabah karena setiap kabilah memiliki berhala (Mushthafa Said al-Khinn,
1984:15-6). Mereka pada umumnya tidak percaya pada hari kiamat dan tidak pula
percaya pada kebangkitan setelah kematian.
Di lihat dari sumber hukum yang digunakan bangsa Arab Pra Islam bersumber
pada adat istiadat. Dalam bidang muamallah diantara kebiasaan mereka adalah
dibolehkannya transaksi mubadallah (barter), jual beli, kerja sama pertanian dan
riba disamping itu dikalangan mereka juga terdapat jual beli yang bersifat
spekulatif seperti bai’al-munabadzah. Di antara ketentuan hukum keluarga Arab
Pra Islam adalh dibolehkannya berpoligami dengan perempuan dengan jumlah
tidak terbatas serta anak kecil dan perempuan tidak dapat menerima harta pusaka
atau harta peninggalan.
Ciri-ciri utama tatanan Arab pra-Islam adalah sebagai berikut :
 Mereka menganut paham kesatuan
 Memiliki tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang
tebatas
 Mengenal hierarki sosial yang kuat
 Kedudukan perempuan cenderung direndahkan
Mengkaji tentang Islam akan lebih sempurna bila kita mengkaji Arab pra-
Islam terlebih dahulu, karena Islam lahir di tengah-tengah masyarakat Arab yang
sudah mempunyai adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Apalagi
ia muncul di kota terpenting bagi mereka yang menjadi jalur penting bagi lalu
lintas perdagangan mereka kala itu, dan dibawa oleh Muhammad (570-632 M)
yang merupakan salah satu keturunan suku terhormat dan memiliki kedudukan
terpandang di antara mereka secara turun-temurun dalam beberapa generasi,
Quraysh. Quraysh adalah suku penguasa di atas suku-suku lainnya di Mekah,
sebuah kota yang di dalamnya terdapat bangunan suci tua yang memiliki daya
tarik yang melebihi tempat-tempat pemujaan lainnya di daerah Arab.  

Sebagian penulis sejarah Islam biasanya membahas Arab Pra-Islam sebelum


menulis sejarah Islam pada masa Muhammad (570-632 M) dan sesudahnya.
Mereka menggambarkan runtutan sejarah yang saling terkait satu sama lain yang
dapat memberikan informasi lebih komprehensif tentang Arab dan Islam tentang
geografi, sosial, budaya, agama, ekonomi, dan politik Arab pra-Islam dan relasi
serta pengaruhnya terhadap watak orang Arab dan doktrin Islam. Kajian semacam
ini memerlukan waktu dan referensi yang tidak sedikit, bahkan hasilnya bisa
menjadi sebuah buku tersendiri yang berjilid-jilid seperti al-Mufaṣṣal fī Tārīkh
al-‘Arab qabla al-Islām karya Jawād ‘Alī. Oleh karena itu, kita hanya akan
mencukupkan diri pada pembahasan data-data sejarah yang lebih familiar dan
gampang diakses mengenai hal itu.

Untuk melacak asal-usul orang Arab,  mereka merunut jauh ke belakang yaitu
pada sosok Ibrahim dan keturunannya yang merupakan keturunan Sam bin Nuh,
nenek moyang orang Arab. Secara geneaologis, para sejarahwan membagi orang
Arab menjadi Arab Baydah dan Arab Bāqiyah. Arab Baydah adalah orang Arab
yang kini tidak ada lagi dan musnah. Di antaranya adalah ‘Ad, Thamud, Ṭasm,
Jadis, Aṣhab al-Ras, dan Madyan. Arab Bāqiyah adalah orang Arab yang hingga
saat ini masih ada. Mereka adalah Bani Qaḥṭān dan Bani ‘Adnān. Bani Qaḥṭān
adalah orang-orang Arab ‘Áribah (orang Arab asli) dan tempat mereka di Jazirah
Arab. Di antara mereka adalah raja-raja Yaman, Munadharah, Ghassan, dan raja-
raja Kindah. Di antara mereka juga ada Azad yang darinya muncul Aus dan
Khazraj. Sedangkan Bani ‘Adnān, mereka adalah orang-orang Arab Musta’ribah,
yakni orang-orang Arab yang mengambil bahasa Arab sebagai bahasa mereka.
Mereka adalah orang-orang Arab bagian utara. Sedangkan tempat asli mereka
adalah Mekah. Mereka adalah anak keturunan Nabi Isma’il bin Ibrahim. Salah
satu anak Nabi Isma’il yang paling menonjol adalah ‘Adnān. Muhammad adalah
keturunan ‘Adnān. Dengan demikian beliau adalah keturunan Isma’il. Menurut
Ibnu Hishām (w. 218 H), semua orang Arab adalah keturunan Isma’il dan Qaḥṭān.
Tetapi menurut sebagian orang Yaman, Qaḥṭān adalah keturunan Isma’il dan
Isma’il adalah bapak semua orang Arab.

Secara geografis, Jazirah Arab dibagi menjadi dua bagian. Pertama, jantung Arab.
Ia adalah wilayah yang berada di pedalaman. Tempat paling utama adalah Najd.
Kedua, sekitar Jazirah. Penduduknya adalah orang-orang kota. Wilayah yang
paling penting adalah Yaman di bagian selatan, Ghassan di sebelah utara, Ihsa`
dan Bahrain di sebelah timur, dan Hijaz di sebelah Barat. Dari sini kita bisa
menyimpulkan bahwa sebenarnya apa yang dimaksud dengan Arab di sini
bukanlah daerah di mana penduduknya berbahasa Arab seperti Mesir, Sudan,
Maroko, dan lain-lain tetapi hanya mencakup dua bagian daerah di atas. Sebelum
Islam, Jazirah Arab dikelilingi oleh dua kekuatan besar dan berpengaruh yang
selalu terlibat peperangan dan berebut pengaruh ke daerah sekitarnya, yaitu
imperium Bizantium pewaris Rumawi sebagai representasi agama Nasrani dan
kekaisaran Persia sebagai representasi agama Majusi.

2.3 Aspek Sosial-Budaya Arab Pra-Islam


Sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah
Yaman yang terkenal subur. Wajar saja bila dunia tidak tertarik, negara yang akan
bersahabat pun tidak merasa akan mendapat keuntungan dan pihak penjajah juga
tidak punya kepentingan. Sebagai imbasnya, mereka yang hidup di daerah itu
menjalani hidup dengan cara pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Mereka
tidak betah tinggal menetap di suatu tempat. Yang mereka kenal hanyalah hidup
mengembara selalu, berpindah-pindah mencari padang rumput dan menuruti
keinginan hatinya. Mereka tidak mengenal hidup cara lain selain pengembaraan
itu. Seperti juga di tempat-tempat lain, di sini pun [Tihama, Hijaz, Najd, dan
sepanjang dataran luas yang meliputi negeri-negeri Arab] dasar hidup
pengembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu pindah dan
pengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita
kenal. Mereka hanya mengenal kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan
kebebasan kabilah yang penuh.
Keadaan itu menjadikan loyalitas mereka terhadap kabilah di atas segalanya.
Seperti halnya sebagian  penduduk di pelosok desa di Indonesia yang lebih
menjunjung tinggi harga diri, keberanian, tekun, kasar, minim pendidikan dan
wawasan, sulit diatur, menjamu tamu dan tolong-menolong dibanding penduduk
kota, orang Arab juga begitu sehingga wajar saja bila ikatan sosial dengan kabilah
lain dan kebudayaan mereka lebih rendah. Ciri-ciri ini merupakan fenomena
universal yang berlaku di setiap tempat dan waktu. Bila sesama kabilah mereka
loyal karena masih kerabat sendiri, maka berbeda dengan antar kabilah. Interaksi
antar kabilah tidak menganut konsep kesetaraan; yang kuat di atas dan yang lemah
di bawah. Ini tercermin, misalnya, dari tatanan rumah di Mekah kala itu. Rumah-
rumah Quraysh sebagai suku penguasa dan terhormat paling dekat dengan Ka’bah
lalu di belakang mereka menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak kurang
penting kedudukannya dan diikuti oleh yang lebih rendah lagi, sampai kepada
tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa kaum gelandangan. Semua itu
bukan berarti mereka tidak mempunyai kebudayaan sama-sekali.
Sebagai lalu lintas perdagangan penting terutama Mekah yang merupakan pusat
perdagangan di Jazirah Arab, baik karena meluasnya pengaruh perdagangannya
ke Persia dan Bizantium di sebelah selatan dan Yaman di sebelah utara atau
karena pasar-pasar perdagangannya yang merupakan yang terpenting di Jazirah
Arab karena begitu banyaknya, yaitu Ukāẓ, Majnah, dan Dzū al-Majāz yang
menjadikannya kaya dan tempat bertemunya aliran-aliran kebudayaan. Mekah
merupakan pusat peradaban kecil. Bahkan masa Jahiliah bukan masa kebodohan
dan kemunduran seperti ilustrasi para sejarahwan, tetapi ia merupakan masa-masa
peradaban tinggi. Kebudayaan sebelah utara sudah ada sejak seribu tahun sebelum
masehi. Bila peradaban di suatu tempat melemah, maka ia kuat di tempat yang
lain. Ma’īn yang mempunyai hubungan dengan Wādī al-Rāfidīn dan Syam, Saba`
(955-115 SM), Anbāṭ (400-105 SM) yang mempunyai hubungan erat dengan
kebudayaan Helenisme, Tadmur yang mempunyai hubungan dengan kebudayaan
Persia dan Bizantium, Ḥimyar, al-Munādharah sekutu Persia, Ghassan sekutu
Rumawi, dan penduduk Mekah yang berhubungan dengan bermacam-macam
penjuru.
Fakta di atas menunjukkan bahwa pengertian Jahiliah yang tersebar luas di antara
kita perlu diluruskan agar tidak terulang kembali salah pengertian. Pengertian
yang tepat untuk masa Jahiliah bukanlah masa kebodohan dan kemunduran, tetapi
masa yang tidak mengenal agama tauhid yang menyebabkan minimnya moralitas.
Pencapaian mereka membuktikan luasnya interaksi dan wawasan mereka kala itu,
seperti bendungan Ma’rib yang dibangun oleh kerajaan Saba`, bangunan-
bangunan megah kerajaan Ḥimyar, ilmu politik dan ekonomi yang terwujud
dalam eksistensi kerajaan dan perdagangan, dan syi’ir-syi’ir Arab yang
menggugah. Sebagian syi’ir terbaik mereka dipajang di Ka’bah. Memang
persoalan apakah orang Arab bisa menulis atau membaca masih diperdebatkan.
Tetapi fakta tersebut menunjukkan adanya orang yang bisa mambaca dan menulis,
meski tidak semuanya. Mereka mengadu ketangkasan dalam berpuisi, bahkan
hingga Islam datang tradisi ini tetap ada. Bahkan al-Quran diturunkan untuk
menantang mereka membuat seindah mungkin kalimat Arab yang menunjukkan
bahwa kelebihan mereka dalam bidang sastra bukan main-main, karena tidak
mungkin suautu mukjizat ada kecuali untuk membungkam hal-hal yang dianggap
luar biasa.

2.4 Agama Arab Pra-Islam


Paganisme, Yahudi, dan Kristen adalah agama orang Arab pra-Islam. Pagan
adalah agama mayoritas mereka. Ratusan berhala dengan bermacam-macam
bentuk ada di sekitar Ka’bah. Mereka bahwa berhala-berhala itu dapat
mendekatkan mereka pada Tuhan sebagaimana yang tertera dalam al-Quran.
Agama pagan sudah ada sejak masa sebelum Ibrahim. Setidaknya ada empat
sebutan bagi berhala-hala itu: ṣanam, wathan, nuṣub, dan ḥubal. Ṣanam berbentuk
manusia dibuat dari logam atau kayu. Wathan juga dibuat dari batu. Nuṣub adalah
batu karang tanpa suatu bentuk tertentu. Ḥubal berbentuk manusia yang dibuat
dari batu akik. Dialah dewa orang Arab yang paling besar dan diletakkan dalam
Ka’bah di Mekah. Orang-orang dari semua penjuru jazirah datang berziarah ke
tempat itu. Beberapa kabilah melakukan cara-cara ibadahnya sendiri-sendiri. Ini
membuktikan bahwa paganisme sudah berumur ribuan tahun. Sejak berabad-abad
penyembahan patung berhala tetap tidak terusik, baik pada masa kehadiran
permukiman Yahudi maupun upaya-upaya kristenisasi yang muncul di Syiria dan
Mesir.
Yahudi dianut oleh para imigran yang bermukim di Yathrib dan Yaman. Tidak
banyak data sejarah tentang pemeluk dan kejadian penting agama ini di Jazirah
Arab, kecuali di Yaman. Dzū Nuwās adalah seorang penguasa Yaman yang
condong ke Yahudi. Dia tidak menyukai penyembahan berhala yang telah
menimpa bangsanya. Dia meminta penduduk Najran agar masuk agama Yahudi,
kalau tidak akan dibunuh. Karena mereka menolak, maka digalilah sebuah parit
dan dipasang api di dalamnya. Mereka dimasukkan ke dalam parit itu dan yang
tidak mati karena api, dibunuh dengan pedang atau dibuat cacat. Korban
pembunuhan itu mencapai dua puluh ribu orang. Tragedi berdarah dengan motif
fanatisme agama ini diabadikan dalam al-Quran dalam kisah “orang-orang yang
membuat parit”.
Adapun Kristen di Jazirah Arab dan sekitarnya sebelum kedatangan Islam tidak
ternodai oleh tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang ada adalah pertikaian
di antara sekte-sekte Kristen yang meruncing. Menurut Muḥammad ‘Ᾱbid al-
Jābirī, al-Quran menggunakan istilah “Naṣārā” bukan “al-Masīḥīyah” dan “al-
Masīḥī” bagi pemeluk agama Kristen. Bagi pendeta Kristen resmi (Katolik,
Ortodoks, dan Evangelis) istilah “Naṣārā” adalah sekte sesat, tetapi bagi ulama
Islam mereka adalah “Ḥawārīyūn”. Para misionaris Kristen menyebarkan
doktrinnya dengan bahasa Yunani yang waktu itu madhhab-madhhab filsafat dan
aliran-aliran gnostik dan hermes menyerbu daerah itu. Inilah yang menimbulkan
pertentangan antara misionaris dan pemikir Yunani yang memunculkan usaha-
usaha mendamaikan antara filsafat Yunani yang bertumpu pada akal dan doktrin
Kristen yang bertumpu pada iman. Inilah yang melahirkan sekte-sekte Kristen
yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru, termasuk Jazirah Arab dan
sekitarnya. Sekte Arius menyebar di bagian selatan Jazirah Arab, yaitu dari Suria
dan Palestina ke Irak dan Persia. Misionaris sekte ini telah menjelajahi penjuru-
penjuru Jazirah Arab yang memastikan bahwa dakwah mereka telah sampai di
Mekah, baik melalui misionaris atau pedagang Quraysh yang mana mereka
berhubungan terus-menerus dengan Syam, Yaman, da Ḥabashah. Tetapi salah satu
sekte yang sejalan dengan tauhid murni agama samawi adalah sekte Ebionestes.
Salah satu corak beragama yang ada sebelum Islam datang selain tiga agama di
atas adalah Ḥanīfīyah, yaitu sekelompok orang yang mencari agama Ibrahim yang
murni yang tidak terkontaminasi oleh nafsu penyembahan berhala-berhala, juga
tidak menganut agama Yahudi ataupun Kristen, tetapi mengakui keesaan Allah.
Mereka berpandangan bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah Ḥanīfīyah,
sebagai aktualisasi dari millah Ibrahim. Gerakan ini menyebar luas ke pelbagai
penjuru Jazirah Arab khususnya di tiga wilayah Hijaz, yaitu Yathrib, Ṭaif, dan
Mekah. Di antara mereka adalah Rāhib Abū ‘Ámir, Umayah bin Abī al-Ṣalt, Zayd
bin ‘Amr bin Nufayl, Waraqah bin Nawfal, ‘Ubaydullah bin Jaḥsh, Ka’ab bin
Lu`ay, ‘Abd al-Muṭallib, ‘As’ad Abū Karb al-Ḥamīrī, Zuhayr bin Abū Salma,
‘Uthmān bin al-Ḥuwayrith.
Tradisi-tradisi warisan mereka yang kemudian diadopsi Islam adalah : penolakan
untuk menyembah berhala, keengganan untuk berpartisipasi dalam perayaan-
perayaan untuk menghormati berhala-berhala, pengharaman binatang sembelihan
yang dikorbankan untuk berhala-berhala dan penolakan untuk memakan
dagingnya, pengharaman riba, pengharaman meminum arak dan penerapan vonis
hukuman bagi peminumnya, pengharaman zina dan penerapan vonis hukuman
bagi pelakunya, berdiam diri di gua hira sebagai ritual ibadah di bulan ramaḍan
dengan memperbanyak kebajikan dan menjamu orang miskin sepanjang bulan
ramaḍan, pemotongan tangan pelaku pencurian, pengharaman memakan bangkai,
darah, dan daging babi, dan larangan mengubur hidup-hidup anak perempuan dan
pemikulan beban-beban pendidikan mereka.

2.5 Ekonomi dan Politik Arab Pra-Islam


Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa sebagian besar daerah Arab adalah
daerah  gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur dan  ia
terletak di daerah strategis sebagai lalu lintas perdagangan. Ia terletak di tengah-
tengah dunia dan jalur-jalur perdagangan dunia, terutama jalur-jalur yang
menghubungkan Timur Jauh dan India dengan Timur Tengah melalui jalur darat
yaitu dengan jalur melalui Asia Tengah ke Iran, Irak lalu ke laut tengah,
sedangkan  melalui  jalur laut yaitu dengan jalur Melayu dan sekitar India ke teluk
Arab atau  sekitar Jazirah ke laut  merah atau Yaman yang berakhir di Syam atau
Mesir. Oleh karena itu, perdagangan merupakan andalan bagi kehidupan
perekonomian bagi mayoritas negara-negara di daerah-daerah ini.
Ditambah lagi dengan kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab,
bengisnya alam, sulitnya transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan
faktor-faktor penghalang bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan dan
menggagalkan tatanan politik yang benar. Mereka tidak mungkin menetap.
Mereka hanya bisa loyal ke kabilahnya. Oleh karena itu, mereka tidak akan
tunduk ke sebuah kekuatan politik di luar kabilahnya yang menjadikan mereka
tidak mengenal konsep negara. Kondisi semacam ini sangat mempengaruhi corak
perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung pada perdagangan
daripada peternakan apalagi pertanian. Mereka dikenal sebagai pengembara dan
pedagang tangguh. Mereka juga sudah mengetahui jalan-jalan yang bisa dilalui
untuk bepergian jauh ke negeri-negeri tetangga.
Adalah Hāshim (lahir 464 M), kakek buyut Nabi, yang pertamakali
membudayakan bepergian bagi suku Quraysh pada musim dingin ke Yaman dan
ke Ḥabashah ke Negus dan pada musim panas ke Syam dan ke Gaza dan
barangkali hingga sampai di Ankara lalu menemui kaisar. Ini merupakan
perdangan lintas negara yang biasa mereka lakukan. Mereka juga bisa menjalin
hubungan perdagangan dengan dua kekuatan politik yang saling bertentangan,
yaitu Bizantium dan Persia tanpa memihak ke salah satu di antara keduanya. Oleh
karena itu, peradaban mereka dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan dalam arti
bahwa mereka berinteraksi dengan masyarakat-masyarakat seberang dan semakin
menjauh dari pola badui.
Jauh berbeda dengan Yaman, selain letak geografisnya yang strategis untuk
perdagangan, ia juga merupakan daerah subur. Dengan dua kelebihan yang ada,
mereka bisa mengandalkan perdangangan dan pertanian sebagai sumber ekonomi
mereka. Mereka mengirim kulit, sutera, emas, perak, batu mulia, dan lain-lain
Mesir kemudian ke Yunani, Rumania, dan imperium Bizantium. Kerajaan Ma`īn,
Saba`, dan Ḥimyar yang ada di Yaman mencapai stabilitas politik dan ekonomi,
bahkan menciptakan kehidupan yang beradab dengan tersebarnya pasar-pasar dan
bangunan-bangunan menakjubkan yang bersandar pada pertanian dan
perdangangan yang sangat maju. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan mereka
tentang ekonomi dan politik lebih maju daripada daerah-daerah lain di Jazirah
Arab, sehingga merengkuh lebih awal peradaban yang tinggi.
  
 
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-
unsur yang berbeda- beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral,
adat istiadat dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Kebudayaan adalah warisan sosial atau tradisi. Kebudayaan adalah
cara, aturan dan jalan hidup manusia.
Unsur–unsur kebudayaan
a)      Kesenian
b)      Sistem teknologi dan peralatan
c)      Sistem organisasi masyarakat
d)     Bahasa
e)      Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
f)       Sistem pengetahuan
g)      Sistem religi
Fungsi – Fungsi Budaya Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya,
budaya menciptakan. Batas perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi
dan membedakannya dengan organisasi lainnya. Identitas Budaya memuat rasa
identitas suatu organisasi. Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap
sesuatu yang lebih besar. Komitmen daripada kepentingan individu. Budaya
meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah. Stabilitas perekat
sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar
mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan. Budaya bertindak sebagai
mekanisme. Pembentuk sikap dan prilaku alasan yang masuk akal (sensemaking)
serta kendali yang menuntun dan5 membentuk sikap dan perilaku
Bangsa arab pra-islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan
ekonomi. Letak geografisnya yang strategis membuat islam yang diturunkan di
Arab mudah tersebar keberbagai wilayah, di samping didorong cepatnya laju
perluasan wilayah yang dilakukan oleh umat muslim. Pada masa pra Islam di
Makah sudah terdapat jabatan-jabatan penting yang dipegang oleh Qushayy bin
Qilab pada pertengahan abad V M. dalam rangka memelihara kabah. Dari segi
akidah bangsa Arab Pra Islam percaya pada Allah sebagai pencipta. Sumber
kepercayaan tersebut adalah risalah samawiyah yang dikembangkan dan
disebarkan dijazirah Arab , terutama risalah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Kelahiran Islam dan Sentuhan Budaya Arab-Pra Islam Ciri-ciri utama tatanan
Arab pra-Islam adalah sebagai berikut :
1. Mereka menganut paham kesatuan
2. Memiliki tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang
tebatas.
3. Mengenal hierarki sosial yang kuat.
4. Kedudukan perempuan cenderung direndahkan
Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin tentunya mempunyai konsep atau
ajaran yang bersifat manusiawi dan universal, yang dapat menyelamatkan ummat
manusia dan alam semesta dari kehancurannya. Oleh karean itu, Islam harus bisa
menawarkan nilai, norma, dan aturan hidup yang bersifat manusiawi dan universal
itu kepada manusia modern, dan diharapkan dapat memberikan alternatif
pemecahan terhadap problematis ummat manusia yang hidup di dunia modern dan
era global ini. Ajaran agama Islam telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan
perkembangan akal dan sosial budaya masyarakat. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa ajaran Islam telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan akal
pikiran manusia serta sosial budayanya untuk mewujudkan suatu sosial budaya
dan masyarakat yang Islami.
 
3.2 Saran
Adapun saran yang penyusun sampaikan adalah, bacalah pembahasan yang
penyusun sajikan diatas walaupun tidak sempurna, tapi sedikitnya bisa menolong
pembaca menemukan yang mungkin dibutuhkan. Karena ilmu didapat bisa
bersumber darimana saja termasuk dari penyusun sajikan.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
–          Drs. Atang Abd. Hakim, MA.; DR. Jaih Mubarok, “ Metologi Studi Islam
“ edisi revisi, (2012:27), Rosdakarya
–          Abuddin Nata, Metode Studi Islam, Jakarta : Logos
–          http://www.slideshare.net/azzahracaem/islam-sebagai--budaya-dan-
pengetahuan-ilmiah
–          http://prezi.com/0mzefqg8-wkv/islam--budaya/
–          http://www.bisosial.com/2012/05/kebudayaan.html
–          http://mbahkarno.blogspot.com/2013/09/unsur-unsur-kebudayaan-
beserta.html
–          Abdul Karim, Khalil. Syari’ah: Sejarah, Perkelahian, Pemaknaan.
Yogyakarta: LKiS, 2003.
–          ‘Abd al-Mālik bin Hishām, Abū Muḥammad. al-Ṣīrah al-Nabawīyah.
Kairo: Maṭba’ah al-Anwār al-Muḥammadīyah, t.t.
–          Al-A’ẓamī, Muḥammad Musṭafa. Sejarah Teks al-Quran dari Wahyu
sampai Kompilasi. Jakarta: Gema Insani, 2005.
–          Al-Dawrī, ‘Abd al-‘Azīz. Muqaddimah fī Tārīkh Ṣadr al-Islām. Beirut:
Markaz Dirāsah al-Waḥdah al-‘Arabīyah, 2007.
–          Al-Jābirī, Muḥammad ‘Abid. Madkhal ila al-Qur`ān al-Karīm. vol.1.
Beirut: Markaz Dirāsah al-Waḥdah al-‘Arabīyah, 2007.
–          Al-‘Usayrī, Ahmad. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad
XX. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003.
–          Haykal, Muḥammad Ḥusayn. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litera
AntarNusa, 1996.
–          Ḥallāq, Wā`il. Nasha`ah al-Fiqh al-Islāmī wa Taṭawwuruhu. Ṣana`i’: Dār
al-Madār al-Islāmī, 2007

Anda mungkin juga menyukai