Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Adalah fakta…….
Setiap presiden negeri ini selalu menghadapi tantangan berat terkait subsidi BBM.
Siapa pun presidennya, kapan pun masanya, harus menghadapi dilemma yang sama
ketika “terpaksa” menaikkan harga BBM.
Suhu politik selalu memanas menjelang kebijakan terkait kenaikan BBM.
Energi warga Negara ini terkuras untuk membahas “harga yang tepat” untuk BBM bersubsidi.
Energi yang terhamburkan terbuang sia-sia karena pada akhirnya semua jalan “buntu” dan
terpaksa memilih menaikkan harga BBM atau melakukan pembatasan subsidi.
Energi dan pikiran tersebut seharusnya untuk berfikir dan mendorong maju bangsa ini,
Tapi sekali lagi,…. Belenggu BBM kembali menghantui.
pro dan kontra terkait rencana kenaikan harga BBM kembali lantang terdengar,
Dari pinggir jalan diujung negeri, istana wakil rakyat dan istana Presiden, semua riuh bicara
subsidi,
Masih adakah jalan terbaik untuk mengurai belenggu subsidi dari negeri ini?
Asumsi dasar ekonomi makro memang sulit diperkirakan secara tepat dan akurat karena
tingginya ketidakpastian faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam penyusunan APBN, ada
beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar perhitungan, yaitu
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga SBI 3 bulan, nilai tukar rupiah, harga minyak
mentah ICP (Indonesian Crude Price), dan lifting minyak. Dalam perkembangannya, bila terjadi
perubahan dan perkembangan yang cukup berarti pada faktor-faktor internal maupun eksternal
yang berdampak signifikan pada berbagai indikator ekonomi makro, maka pada gilirannya akan
berpengaruh pula pada besaran-besaran APBN.
Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, disebutkan bahwa dalam hal terjadi perkembangan dan perubahan keadaan ekonomi
makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN, dan perubahan pokok-
pokok kebijakan fiskal, maka Pemerintah bersama-sama dengan DPR melakukan pembahasan
untuk penyesuaian APBN tahun berjalan. Ketentuan ini menetapkan kewajiban bagi Pemerintah
bersama-sama DPR untuk melakukan penyesuaian atas APBN tahun berjalan, apabila terjadi
perkembangan atau perubahan keadaan.
Dalam APBN 2012 ditetapkan asumsi makro yang dipakai untuk menyusun besaran
APBN adalah: pertumbuhan ekonomi 6,7%, laju inflasi 5,3%, nilai tukar Rp 8.800 per dolar AS,
dan suku bunga SPN 3 bulan sebesar 6,45. Sedangkan lifting minyak 950 ribu bph dan ICP US
$ 90 per barel.
Imbas revolusi di timur tengah dan ketegangan Iran kontra Israel dan USA membuat
harga minyak dunia melambung dan harga ICP juga terkerek naik. Sejak awal tahun 2012
harga ICP terus bergerak naik. Berdasar data dari Kementerian ESDM harga ICP pada bulan
Januari 2012 US$115 per barel, Februari US$122 per barel, dan pada Maret 2012 harga ICP
mencapai US$128 per barel harga-harga tersebut tentu saja jauh melampaui asumsi makro
yang berada pada kisaran US $ 90. Dan konsekuensi dari kondisi tersebut adalah besaran
APBN 2012 harus disesuaikan terutama terkait dengan besaran subsidi energi yang harus
dibayar Pemerintah.
Salah satu akibat melambungnya harga minyak adalah meningkatnya beban subsidi
yang harus ditanggung oleh pemerintah dan meningkatnya defisit APBN. Apabila tidak ada
kenaikan harga BBM, maka pemerintah harus mengucurkan dana lebih dari Rp 200 triliun
untuk menambal subsidi energi. Apabila kebijakan membatasi subsidi tidak menjadi pilihan,
pemerintah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk pembangunan infrastruktur serta
berbagai program yang mendorong terciptanya kesejahteraan bagi semua. Selain itu apabila
kenaikan BBM/pembatasan subsidi tidak terjadi maka defisit yang timbul harus ditutup dengan
utang dan kondisi ini berarti akan membebani rakyat dengan utang baru.
Alasan lain pemerintah menaikkan/membatasi BBM bersubsidi adalah subsidi yang tak
tepat sasaran. BBM bersubsidi lebih banyak digunakan oleh kendaraan pribadi (mobil ataupun
motor). Selain itu menaikkan harga BBM akan mengurangi penyelundupan BBM bersubsidi ke
sektor industri atau ke Negara tetangga yang menetapkan harga BBM lebih mahal. Kenaikan
harga BBM bersubsidi juga akan mendorong berkembangnya industri untuk mencari sumber-
sumber energi alternatif.
Tentu saja argumentasi pemerintah untuk menaikkan/membatasi sbsidi BBM tidak dapat
disepakati oleh semua. Pihak yang kontra kenaikan harga BBM menyebutkan antara lain ketika
harga BBM dipasaran internasional naik maka penerimaan Negara terkait minyak dan gas juga
naik. Apabila ditandingkan semata penerimaan minyak ditambah gas dengan besaran subsidi
BBM yang ditanggung memang surplus. Namun kita tidak boleh lupa pengeluaran pemerintah
bukan semata subsidi, masih banyak tugas-tugas negara yang seharusnya lebih diprioritaskan
dibanding semata subsidi BBM.
Subsidi BBM yang tidak tepat sasaran pun dipersoalkan karena faktanya pembeli BBM
bersubsidi sebagian besar adalah rakyat kecil. Argumen ini juga perlu dikritisi karena memang
dari segi jumlah pembeli BBM memang lebih banyak rakyat pemilik kendaraan roda dua,
namun dari segi volume tentulah pemilik mobil mengkonsumsi BBM lebih banyak. Pihak kontra
kenaikan subsidi BM juga yakin bahwa APBN masih mampu membiayai subsidi namun harus
diingat apabila sebagian besar belanja APBN untuk subsidi BBM maka akan menimbulkan
ketidakadilan baru bagi masyarakat Indonesia.
Membuat Pilihan
Pemerintah dan DPR akhirnya sepakat menunda kenaikan harga BBM dan
sedang memikirkan cara lain untuk mengatasi melambungnya beban subsidi misalnya
dengan melakukan pembatasan subsidi dan mencoba mengarahkan subsidi yang lebih
tepat sasaran. Namun apabila menaikkan BBM menjadi pilihan, hal tersebut bukan
berarti menghapus subsidi. Meskipun BBM naik tetapi tetap saja subsidi energi lewat
APBN masih dianggarkan dalam jumlah yang cukup besar. Gejolak sosial dan politik
dengan adanya kenaikan harga BBM sangat berat dan akan menjadi bahan
pertimbangan utama bagi pemerintah.
Di belahan dunia lain seperti di Eropa subsidi BBM telah lama dihilangkan. Bagi
Negara-negara yang tidak memiliki sumur minyak atau bukan penghasil minyak
kebijakan tersebut dapat diterima oleh rakyatnya. Beberapa Negara malah
mengenakan pajak terhadap BBM sehingga BBM justru menjadi sumber penerimaan
bagi mereka. Hal ini tentu saja berbeda dengan di Arab Saudi dan Iran dimana
dinegara tersebut sumur minyak berlimpah sementara penduduk sedikit.
Adalah realita sumur minyak kita sudah semakin tua dan produksi minyak terus
berkurang sementara jumlah penduduk kita sudah mendekati seperempat milyar. Terus
mempertahankan subsidi pastilah memerlukan biaya yang tidak sedikit dan cepat atau
lambat ketergantungan terhadap subsidi BBM harus diakhiri karena APBN tidak akan
mampu terus menerus menanggung beban subsidi.
Terbatasnya sumur minyak Indonesia seharusnya disadari oleh seluruh
rakya,subsidi BBM tidak mungkin dipertahankan secara terus menerus, pesta sudah
harus berakhir dan semua harus siap menghadapi kenyataan. Namun yang harus
diperhatikan adalah ketika subsidi tersebut dihapus/dibatasi maka dana subsidi yang
tadinya biasa dialokasikan harus dialihkan kepada pembangunan infrastruktur yang
menunjang kemakmuran rakyat. Menaikkan harga BBM atau membatasi BBM
bersubsidi hanyalah solusi sesaat. Dalam jangka panjang subsidi seharusnya hanya
untuk “rakyat yang kalah”.