Anda di halaman 1dari 13

PERJANJIAN SEWA BELI DALAM KAPITA SELEKTA HUKUM

PERDATA

Makalah

Ditujukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Perdata

Dosen Pengampu: Bapak Aceng Asnawi S.H, M.H

Disusun Oleh: KELOMPOK 3

Fasya Mardhatillah Adani 1111170227


Anggi Ayu Wirandini 1111170316
Inggar Komala Putri 1111170321
Rahmania Nurkhaliza 1111170243
KELAS/ SEMESTER: 7G

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

FAKULTAS HUKUM

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Latar belakang timbulnya sewa beli pertama kali adalah untuk
menampung persoalan,yang dikarenakan kebanyakan para calon pembeli
tidak mampu membayar jumlah uang yangditentukan secara tunai. Hoge Raad
Belanda dengan arrestnya tertanggal 7 Februari 1902 telah 11mengakui sah
sewa-beli sebagai suatu upaya hukum guna melindungi penjual terhadap
pembeliyang lalai membayar angsurannya. Perjanjian semacam itu
sebenarnya merupakan suatupenyimpangan dari ketentuan dalam Pasal 1459
KUH Perdata. Adapun sebab mengapa upayahukum dimaksud dipergunakan
adalah karena dalam hal jual beli dengan angsuran, penjual tidakdapat
menggunakan hak reklame. Adapun perbedaan antara sewa-beli dan jual-beli
biasaterdapat dalam hal bahwa dalam jual-beli biasa hak milik beralih pada
penyerahan (juridische levering), sedangkan dalam hal sewa-beli pembayaran
lunas dari seluruhharga jual-beli yangmengakibatkan hak milik itu beralih.1
Sewa beli tersebut merupakan suatu perjanjian yang didasarkan pada
“asas kebebasan berkontrak”. Hal tersebut sebagai asas pokok dari
hukumperjanjian yang diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata, yang berbunyi:
“Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat
ditarik kembali, kecuali dengan sepakat bersama kedua pihak, atau
karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup
untuk itu.
Suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.”

1
Fred.B.G. Tumbuan, “Beberapa Catatan Mengenai Sewa-Beli,” Majalah FHUI, 23 Februari
1976, hlm.381.
Sewa beli merupakan suatu perjanjian yang dikelompokkan
dalamperjanjian tidak bernama (Onbenoemde Contracten). Menurut
WirjonoProdjodikoro, bahwa sistem dalam KUH Perdata memungkinkan para
pihak
mengadakan persetujuan-persetujuan yang sama sekali belum diatur
dalamKUH Perdata maupun peraturan perundang-undangan.
Sewa beli adalah perjanjian yang tidakdiatur secara khusus dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tetapi oleh karenabuku III Kitab
Undang-Undang HukumPerdata menganut system terbuka, makapara pihak
boleh membuat perjanjian yangtidak diatur secara khusus dalam Kitab
Undang Undang Hukum Perdata.2Dengandemikian perjanjian sewa beli
sebagaisuatu perjanjian Innominaat juga tundukkepada ketentuan umum
tentangperjanjian. Dan merupakan jenis perjanjianbaru dalam praktek di
Indonesia sehinggabentuk perjanjian ini telah menjadi pranatahukum yang
berlaku dan diakui olehmasyarakat serta telah menjadiyurisprudensi meskipun
belum diaturdengan undang-undang. Perjanjian sewabeli berkembang sebagai
perjanjian yangberdasarkan kebiasaan dan kebutuhanbisnis.
Dalam suatu perjanjian sewa beli tidak menutup kemungkinan bahwa
pihak pembeli sewakarena sesuatu hal, tidak mampu memenuhi kewajibannya
membayar sewa sesuai dengan isiperjanjian yang telah disepakati dengan
penjual sehingga ia (pembeli) dapat dikatagorikan telahmelakukan ingkar janji
atau wanprestasi.3Masalah – masalah yang muncul dalam perjanjian sewa beli
adalah tentang klausul dapatdituntut dan harus dengan pembayaran sekaligus
(vervroeg opeisbaarheids) yang merupakanpersyaratan dari pihak penjual
yang memberatkan pihak pembeli. Persyaratan ini berlaku jikapembeli
melakukan wanprestasi, sehingga ia dituntut untuk segera membayar seluruh
sisapembayaran sekaligus.

2
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus, Prenada Media, hlm 64-65
3
M. Yahya Harahap, 1986, Segi – Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal.16.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perjanjian sewa beli dan dimana letak
pengaturannya?
2. Bagaimana Penerapan Perjanjian Sewa Beli di Indonesia?
3. Bagaimana Akibat Hukum Jika Terjadi Wanprestasi Dalam Perjanjian
Sewa beli?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud perjanjian sewa beli dan dasar
hukumnya.
2. Untuk memahami Penerapan Perjanjian Sewa beli Di Indonesia
3. Untuk Mengetahui Akibat Hukum Jika Terjadi Wanprestasi Dalam
Perjanjian Sewa beli.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Perjanjian Sewa Beli Dan Letak Pengaturannya
Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata telah memberikan kebebasan pada
setiap orang untuk membuat perjanjian. Hal ini erat kaitannya dengan asas
kebebasan berkontrak dalam membuat suatu perjanjian. Dari pasal tersebut
maka pada perkembangannya timbullah perjanjian-perjanjian dalam
masyarakat yang tidak diatur dalam KUHPerdata. Seperti perjanjian Sewa
Beli atau dikenal dengan istilah HUURKOOP.

Perjanjian sewa beli ini adalah jenis perjanjian tidak bernama


(innominaat) yang dalam Pasal 1319 KUHPerdata telah diberikan landasan
yuridis mengenai adanya perjanjian tidak bernama. Selain itu Perjanjian sewa
beli yang merupakan perjanjian innominaat ini haruslah tunduk pada ketentuan
umum KUHPerdata seperti dalam pasal 1337 KUHPerdata yang memberikan
batasan bahwasanya segala bentuk perjanjian diperbolehkan apabila tidak
dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau
ketertiban umum.

Pengaturan mengenai Perjanjian sewa beli ini terdapat dalam Pasal 1


Surat Keputusan Menteri Perdagangan Dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980
yang menyebutkan bahwa sewa beli (Hire Purchase) merupakan sewa beli
barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara
memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli sebagai
pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan diikat dalam
suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual
kepada pembeli setelah jumlahnya harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada
penjual.

Menurut Subekti, sewa beli sebenarnya semacam jual beli, setidak-


tidaknya sewa beli lebih mendekati jual beli daripada sewa menyewa, meskipun
ia merupakan campuran dari keduanya dan diberikan jual sewa menyewa.
sedangkan menurut Sri Soedewi Masychoen Sofwan, HIRE PUCHASE (HUUR
KOOP), ialah lembaga jaminan yang banyak terjadi dalam praktek di indonesia
namun sampai kini belum terdapat pengaturannya dalam undang- undang.
Perjanjian sewa beli adalah perjanjian dimana hak tersebut akan berakhir pada
pembeli sewa jika harga barang tersebut sudah dibayar lunas.4

Menurut Wirjono Prodjodikoro sewa beli adalah pokoknya persetujuan di


namakan sewa menyewa barang dengan akibat bahwa si penerima tidak
menjadi pemilik, melainkan pemakai belaka, baru kalau uang sewa telah
dibayar, berjumlah sama dengan harga pembelian, si penyewa beralih menjadi
pembeli yaitu barangnya menjadi miliknya.5

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Perjanjian sewa beli merupakan


perjanjian campuran antara perjanjian jual beli dan sewa menyewa. Akan tetapi
perjanjian sewa beli lebih cenderung mengarah pada bentuk perjanjian jual beli
karena peralihan hak milik adalah hal yang menjadi pokok utamanya. Jadi
tujuan sewa beli adalah untuk menjual barang, bukan untuk menyewakan atau
menjadi penyewa barang.

4
Fery Anggryawan, Analisa Yuridis Perjanjian Sewa Beli Sepeda Motor Menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata di Dealer Mamak Motor Sampang, Surabaya: Fakultas Hukum, Universitas
Pembangunan Nasional, 2011, hlm.13
5
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang melekat pada
Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal.,Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996 ,
hlm.11
B. Penerapan Perjanjian Sewa Beli di Indonesia
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa perjanjian sewa beli
merupakan perjanjian yang tidak bernama (contract innominat). Sehingga
selain Hukum kontrak innominaat diatur dalam Buku III KUH Perdata. Di
dalam Buku III KUH Perdata, hanya ada satu pasal yang mengatur tentang
kontrak innominaat, yaitu Pasal 1319 KUH Perdata6 berbunyi:
“semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang
tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum
yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”
Selain itu secara umum Pasal 1338 memberikan dasar yang sangat penting
dalam mana para pihak membuat kontrak diluar yang tertulis dalam
KUHPerdata. Pasal 1338 KUHPerdata menegaskan bahwa “semua perjanjian
yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang”. Artinya, semua
perjanjian mengikat bagi mereka yang membuatnya, mempunyai hak yang
oleh perjanjian itu diberikan kepadanya dan berkewajiban melakukan hal-hal
yang ditentukan dalam perjanjian. Setiap orang dapat mengadakan perjanjian,
asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
perjanjian innominaat muncul karena adanya asas kebebasan
berkontrak, dimana asas kebebasan berkontrak membolehkan seseorang itu
membuat perjanjian diluar yang dicantumkan dalam KUHPerdata asalkan
perjanjian tersebut tidak melanggar syarat sahnya suatu perjanjian, asas-asas
hukum perjanjian, serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Ini hal-hal yang penting yang
tidak boleh diabikan oleh setiap orang yang yang hendak membuat perjanjian
Innominaat. Sehingga pada dasarnya perjanjian innominaat sama dengan
perjanjian nominaat. Kebebasan untuk membuat kontrak itu dibatasi oleh
undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Dengan

6
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta
2008, hlm 5.
demikian asas-asas hukum kontrak innominaat pun mengikuti asas-asas yang
tercantum dalam Buku III KUH Perdata. jadi yang dimaksudkan di sini bahwa
dasar kontrak innominaat yaitu asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338
KUH Perdata.
Sewa beli atau beli sewa belum ada undang-undang yang
mengaturnya, tetapi perjanjian ini masih diberlakukan di masyarakat, asalkan
masih berpegang pada asas kebebasan berkontrak dengan tidak mengabaikan
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sewa beli yang
menampakkan jati diri bukanlah sebagai perjanjian jual beli atau perjanjian
sewa menyewa, walaupun mencerminkan cirriciri dari keduanya. Perjanjian
sewa beli adalah sebagai jual beli benda tertentu, penjual melaksanakan
penjualan benda dengan cara memperhatikan setiap pembayaran yang
dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga benda yang telah
disepakati bersama dan diktat dalam suatu perjanjian. Selanjutnya ditentukan
bahwa hak milik atas benda tersebut, baru beralih dari penjual kepada pembeli
setelah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual.
Latar belakang timbulnya sewa beli pertama kali adalah untuk
menampung persoalan, yang dikarenakan kebanyakan para calon pembeli
tidak mampu membayar jumlah uang yang ditentukan secara tunai.
Kesimpulan dari uraian ini bahwa penyebab lahirnya kontrak sewa beli adalah
pasaran barang industry semakin menyempit, dan daya beli masyarakat
kurang.7Selain itu yang menjadi latar belakang lahirnya kontrak sewa beli
adalah karena adanya asas kebebasan berkontrak.
Pada dasarnya penerapan perjanjian sewa beli di Indonesia dilakukan
seperti perjanian-perjanjian lain pada umumnya. Perjanjian sewa beli bukan
seperti perjanjian jual beli ataupun sewa menyewa, namun perjanjian sewa
beli merupakan gabungan dari keduanya yang diaplikasikan dengan cara para
pihak melakukan hak dan kewajiaban dalam perjanjian seperti yang telah
7
Ibid, hlm 131.
dijelaskan sebelumnya. Biasanya penerapan perjajian sewa beli di Indonesia
contohnya misalnyaA ingin membeli sewa sebuah rumah kepada B, yaitu
dengan cara membayar uang muka terlebih dahulu, kemudian membayar
angsuran/cicilan samapai lunas. Dengan membayar uang muka hak milik atas
rumah tersebut belum beralih, namun rumah tersebut sudah dikuasai atau
ditempati dan pembeli sewa wajib merawat memelihara rumah tersebut. Dan
ketika angsuran/cicilan lunas, maka barulah hak milik berali kepada Pembeli
sewa dengan penjual sewa menyerahkan bukti kepemilikan atas rumah
tersebut. Untuk itu sewa beli adalah suatu perjanjian campuran dimana
terkandung unsur jual beli dan perjanjian sewa menyewa. Dalam perjanjian
sewa beli selama harga belum dibayar lunas maka hak milik atas barang tetap
berada pada si penjual sewa meski barang sudah berada ditangan pembeli
sewa. Hak milik baru beralih dari penjual sewa kepada pembeli sewa, setelah
pembeli sewa setelah membayar angsuran terakhir untuk melunasi harga
barang.8

C. Akibat Hukum Jika Terjadi Wanprestasi Terhadap Perjanjian Sewa Beli


Ingkar janji, cidera janji, atau wanprestasi adalah salah satu atau kedua
belah pihak yang terkait dalam suatu perjanjian tidak melaksanakan kewajiban
atau prestasi sesuai yang tertulis dalam perjanjian yang telah disepakati
bersama. Sedangkan prestasi atau dalam hukum kontrak dikenal juga dalam
istilah Inggris sebagai performance adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang
telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama (term and
condition).
Wanprestasi menurut Ridwan Khairandy adalah suatu kondisi dimana
debitor tidak menjalankan kewajibannya yang telah ditentukan dalam
perjanjian. Selain tidak menjalankan kewajibannya yang telah ditentukan

8
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta, 2012, hlm
65.
dalam perjanjian, wanprestasi dapat juga terjadi di mana debitor tidak
menjalankan kewajibannya yang telah ditentukan dalam undang-undang.9

Bentuk-bentuk ataupun model wanprestasi adalah :


1. Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi;
2. Wanprestasi berupa terlambat memenuhi pestasi;
3. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi.
Pada beberapa kondisi tertentu, seseorang yang telah tidak
melaksanakan prestasinya sesuai dengan ketentuan yang dinyatakan dalam
kontrak, maka pada umumnya (dengan beberapa pengekecualian) tidak
dengan sendirinya dia dianggap telah melaksanakan wanprestasi.
Apabila tidak telah ditentukan lain dalam kontrak atau undang-undang
maka wanprestasinya di debitur resmi terjadi setelah debitur dinyatakan lalai
oleh kreditur, yaitu dikeluarkannya “akta lalai” oleh pihak kreditur. Hal ini
diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata “si berutang adalah lalai, apabila ia
dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan
lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si
berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang telah
ditentukan”.
Akta lalai dalam praktek dikenal juga dengan istilah soamsi (somatie:
Belanda, Sommation/notice of defult: Inggris). Akta lalai ini sendiri dikenal
dan diberlakukan oleh negara-negara dengan Civil Law System seperti Prancis,
Jerman, Belanda dan Indonesia. Sedangkan negara-negara dengan Common
Law System tidak memberlakukan stelsel akta lalai ini.
Pengecualian terhadap akta lalai dalah dalam hal:
1. Jika di dalam kontrak ditentukan termin waktu;
2. Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi;
3. Debitur keliru memenuhi prestasi;
9
Muhammad Teguh Pangestu, Pokok-Pokok Hukum Kontrak, Social Politic Genius (SIGn), Makassar,
2019, hlm. 122
4. Ditentukan dalam undang-undang bahwa wanprestasi terjadi
demi hukum. Contoh, ketentuan Pasal 1626 KUH Perdata.10
Akibat hukumnya jika terjadi wanprestasi, maka perjanjian tersebut
tidak perlu dimintakan pembatalan, tapi dengan sendirinya sudah batal demi
hukum, namun ketentuan Pasal 1266 ayat 2 menjelaskan bahwa akibat hukum
wanprestasi tidak batal demi hukum, namun harus dimintakan pembatalan
kepada hakim. Selanjutnya Pasal 1244 s/d Pasal 1252 KUHPerdata
menjelaskan mengenai ganti rugi atas wanprestasi yaitu, dengan membayar
kerugian nyata yang dialami, ongkos-ongkos yang digunakan, serta
dibolehkan untuk menuntuk kehilangan keuntungan yang di harapkan.
Selanjutnya tuntutan dapat dimintakan lebih jelas diatur dalam Pasal
1267KUHPerdata yang disimpulakan sebagai berikut :
a. Pemenuhan perjanjian;
b. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;
c. Ganti kerugian saja;
d. Pembatalan perjanjian;
e. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti kerugian.
Berakhirnya suatu kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah
kontrak yang dibuat antara dua pihak, yaitu pihak kreditur dan pihak debitur
tentang sesuatu hal.pihak kreditur adalah pihak ataub orang yang berhak atas
suatu prestasi,sedangkan debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk
memenuhi prestasi. Sesuatu hal disini bisah berarti segala perbuatan Hukum
yang dilakukan oleh kedua belah pihak, bisa jual beli, utang piutang, sewa
menyewa, dan lain-lain. Berakhirnya perjanjian sewa beli adalah sebagai
berikut11:
a. Pembayaran telah dilunasi;

10
Nanda Amalia, Hukum Perikatan, Unimal Press, 2012, hlm. 6-7
11
Jeinal Bawarodi, Penerapan Perjanjian Sewa Beli Di Indonesia Dan Akibat Hukumnya,
Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014, hlm. 16.
b. Meninggal pihak kedua (pembeli sewa) dan tidak ada ahli waris
yang melanjutkannya;
c. Pembeli jatuh pailit serta saat kendaraan ditarik;
d. Dilakukan perampasan oleh pihak penjual sewa terhadap pihak
lain. Ini terjadi karena pembelih sewah telah mengalihkan objek
sewa beli kepada pihak lain;
e. Pihak kedua wanprestasi:
f. Adanya putusan pengadilan;
g. Terjadi suatu tindak pidana (penipuan, perusakan, penggelapan);
h. Pihak ketiga melakukan perbuatan melawan hukum.

Perjanjian dalam pelaksanaannya memungkinkan untuk tidak


terlaksana atau tidak sempurna, baik karena kesalahan maupun karena
kekuatan memaksa namun adakalanya perjanjian tidak terlaksana sepenuhnya
seperti yang disepakati bahkan perjanjian dapat pula tidak terlaksana sama
sekali. Kondisi tidak terlaksanakanya perjanjian tersebut dikenal dengan
istilah wanprestasi. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau
kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap
pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak. Ada empat akibat
adanya wanprestasi, sebagaimana telah dikemukakan berikut ini:
1. Perikatan tetapa ada Kreditur masih dapat menuntut kepada
debitur pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi.
Disamping itu kreditur berhak untuk menuntut ganti rugi akibat
keterlambatan melaksanakan prestasinya.
2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal
1243 KUH Perdata).
3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur jika halangan itu
timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau
kesalahan besar dari pihak kreditur, oleh karena itu debitur tidak
dibebankan untuk berpegang pada keadaan memaksa
4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajiban memberikan kontra prestasi dengan
menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata.

Anda mungkin juga menyukai