Anda di halaman 1dari 4

Tugas Apoteker Muslim

Dosen Pengampu : Apt. Barita Juliano Siregar, MM

Nama Kelompok 9:

Gita Andriani (41201097100090)


Nuzula Salsabiela K (41201097100100)
Aziza Nurul Amanah (41201097100105)

Program Studi Profesi Apoteker


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Februari / 2021
Tugas :
Menganalisa hubungan yang terjadi di Sumatera Barat (anak sekolah wajib
mengenakan kerudung) dan di Bali (anak sekolah tidak diperbolehkan mengenakan kerudung
meskipun seorang muslimah). Pengaruh tentang SKB 3 menteri.
1. Bagaimana perspektif anda dalam masalah tersebut?
SKB 3 menteri ini bertujuan untuk melindungi hak dan kebebasan beragama sesuai dengan
peraturan yang berlaku, namun pemerintah juga harus mengkaji bagaimana adat istiadat yang
berlaku di suatu daerah agar keputusan ini tidak menimbulkan kesalahpahaman dengan
masyarakat atau pemda setempat, seperti pada kasus yang terjadi di Sumatera Barat dan Bali.
Sumatera Barat merupakan daerah yang terintegrasi dengan agama mayoritas penduduk
setempat, sehingga pemda/ pihak sekolah setempat mewajibkan seluruh siswinya untuk
memakai jilbab termasuk siswi yang non-Islam, sehingga siswi yang beragama non-Islam
terpaksa memakai jilbab saat di sekolah. Begitu juga yang terjadi di Bali yang terintegrasi
dengan agama mayoritas penduduk Bali, yang mana pihak sekolah setempat melarang siswinya
untuk memakai jilbab, sehingga bagi siswi yang beragama Islam terpaksa melepas jilbabnya
saat bersekolah. Dari kasus tersebut diketahui bahwa terjadi tindakan diskriminasi dan
intoleransi beragama oleh beberapa pihak, yang seharusnya kelompok minoritas juga mendapat
hak dan kebebasan yang sama dengan kelompok mayoritas.
SKB 3 menteri ini perlu dikaji ulang dengan melibatkan pemda yang lebih tahu mengenai
daerahnya masing-masing. Pemda dapat menetapkan kebijakan yang dapat mewajibkan atau
melarang memakai seragam dengan kekhasan agama tertentu, namun dengan catatan pemda/
pihak sekolah harus tetap mentoleransi dan tidak melakukan diskriminasi terhadap siswa yang
beragama lain.
Memakai seragam sekolah dengan atau tanpa kekhasan agama tertentu merupakan pilihan
dan hak masing-masing siswa. Namun hal yang terpenting adalah bagaimana cara
membimbing, mengarahkan, dan mendidik para siswa untuk berpakaian sesuai dengan agama
dan keyakinan masing-masing, sehingga siswa secara pribadi sadar dan tidak merasa terpaksa
untuk berseragam dengan kekhasan agama tertentu.

2. Apa peran kita untuk memberikan solusi tersebut di tengah-tengah masyarakat?


Kasus yang telah dibahas tidak luput dari kesan Intoleransi, namun apa itu intoleransi ?
Dalam sebuah jurnal yang diterbitkan pada tahun 2019 menjelaskan bahwa intoleransi
beragama adalah suatu kondisi jika suatu kelompok (misalnya masyarakat, kelompok agama,
atau kelompok non-agama) secara spesifik menolak untuk menoleransi praktik-praktik, para
penganut, atau kepercayaan yang berlandaskan agama.
Intoleransi bisa terjadi karena sikap diskriminatif terhadap sesama dan perasaan paling
benar dalam diri seseorang. Kondisi tersebut mengakibatkan perilaku masyarakat yang menjadi
tidak mempunyai kesatuan dan sudah tidak saling menghormati terhadap sesama umat
beragama.
Ajaran Islam menganjurkan untuk selalu bekerjasama dengan orang lain dan saling tolong
menolong dengan sesama manusia. Hal ini menggambarkan bahwa umat Islam diperintahkan
untuk menjaga kerukunan umat beragama baik yang seagama maupun yang berbeda agama.
Karena hal itu ada pada ajaran Islam itu sendiri. Jika ada perbuatan intoleran yang timbul,
ketahuilah itu merupakan kesalahan pahamana atas Islam itu sendiri.
Dalam surah Al-baqarah ayat 256 menjelaskan tentang, memaksakan kehendak bukanlah
hak manusia. Sesungguhnya antara kebaikan dan kezaliman itu sudah jelas.

Salah satu ayat yang dijadikan dasar untuk bersikap tasamuh (toleransi) adalah :

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (Q.S Al-Hujurat : 13).

Dalam kasus yang terjadi, baik para ulama maupun para pemimpin negeri telah
memberikan respon yang bertujuan untuk menanggulangi persoalan yang terjadi. Beliau telah
memberikan jawaban berupa arahan maupun aturan yang harus dilaksanakan oleh masyarakat.
Sikap kita sebagai masyarakat berkewajiban untuk menjadi warga negara yang baik
dengan mematuhi perintah maupun aturan yang berlaku. Sebagaimana islam telah mengajarkan
untuk menjadi warga negara yang taat. Sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan
Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :

“Kami berbai’at kepada Rasulullah untuk senantiasa mau mendengar dan taat kepada beliau
dalam semua perkara, baik yang kami senangi ataupun yang kami benci, baik dalam keadaan
susah atau dalam keadaan senang, dan lebih mendahulukan beliau atas diri-diri kami dan
supaya kami menyerahkan setiap perkara-perkara itu kepada ahlinya. Beliau kemudian
bersabda, ‘Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata dan bisa kau jadikan hujjah
dihadapan Allah.’”

Beliau juga bersabda,

Barang siapa yang melihat pada pemimpinnya suatu perkara ( yang dia benci ), maka
hendaknya dia bersabar, karena sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari
jama’ah satu jengkal saja kemudian dia mati,maka dia mati dalam keadaan jahiliyyah.” (HR.
Bukhari).
Beliau juga bersabda,

Dengar dan taatlah kalian kepada pemimpin kalian, walaupun dia seorang budak
Habsy.” (HR. Bukhari)

Hal yang paling penting yaitu bagaimana mendidik siswa-siswi agar berpakaian yang
sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Pendidik seharusnya dapat mengajarkan
kesadaran untuk menjalankan perintah agama dan cara meningkatkan keimanan kepada peserta
didik. Mewajibkan memakai seragam dengan kekhasan agama tertentu memang bisa menjadi
ciri khas suatu daerah, namun toleransi beragama itu juga penting untuk menjaga kerukunan
antar umat beragama.

3. Bagaimana anda memandang ulama untuk memberikan pendapat atau


ketegasannya terhadap masalah tersebut?
Menurut MUI, ketentuan pada dictum ketiga mengandung tiga muatan dan implikasi yang
berbeda :
Pertama, implikasi “pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh melarang penggunaan
seragam dengan kekhasan agama tertentu” patut diapresiasi karena memberi perlindungan
pelaksanaan agama dan keyakinan masing-masing peserta didik, pendidik dan tenaga
kependidikan.
Kedua, ketentuan yang mengandung implikasi “pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh
mewajibkan, memerintahkan mensyaratkan, dan mengimbau penggunaan seragam dengan
kekhasan agama tertentu”, harus dibatasi pada pihak (peserta didik, pendidik, dan tenaga
kependidikan) yang berbeda agama, sehingga tidak terjadi pemaksaan kekhasan agama tertentu
pada pemeluk agama yang lain.
Ketiga, bila pewajiban, perintah, persyaratan, atau imbauan itu diberlakukan terhadap
peserta didik yang seagama, pemerintah tidak perlu melarang. Sekolah dapat saja memandang
hal itu bagian dari proses pendidikan agama dan pembiasaan akhlak mulia terhadap peserta
didik.
Hal itu seharusnya diserahkan kepada sekolah, bermusyawarah dengan para pemangku
kepentingan (stakeholders), termasuk komite sekolah, untuk mewajibkan atau tidak,
mengimbau atau tidak. Pemerintah tidak perlu campur tangan pada aspek ini.
MUI meminta pemerintah untuk merevisi isi SKB 3 Menteri. Hal tersebut perlu dilakukan
agar tidak memicu polemik, kegaduhan, dan ketidakpastian hukum, mengingat di Indonesia
polemik mengenai agama merupakan salah satu topik yang cukup sensitif.

Anda mungkin juga menyukai