PERDARAHAN PERSALINAN
KELOMPOK A-12
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2013
SKENARIO 1
PERDARAHAN PERSALINAN
2
STEP 1
Kata Sulit
1. Foto terapi
Penyinaran dengan panjang gelombang tertentu yang berguna untuk menghancurkan
bilirubin.
Pertanyaan
1. Kenapa terjadi penurunan tanda vital pada ibu?
2. Kenapa janin BBLR ?
3. Kenapa terjadi perdarahan post partum ?
4. Kenapa terjadi hipotermi pada bayi?
5. Kenapa bayi setelah 40 jam lalu ikterus?
6. Kenapa terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek pada bayi ?
7. Kenapa dilakukan foto terapi?
8. Apa hukum atau batasan bila diperiksa oleh dokter yang berlainan jenis?
Jawaban
1. Penurunan tekanan darah disebabkan oleh karena perdarahan
2. Dikarenakan usia ibu terlalu muda, asupan gizi rendah sehingga asupan gizi janin
tidak adekuat, antenatal care tidak teratur.
3. Organ reproduksi belum matang, gangguan imunitas sehingga terjadi reaksi
penolakan janin, kemungkinan atonia uteri.
4. Metabolism tubuh bayi belum berkembang dengan sempurna
5. Reaksi fisiologis dikarenakan katabolisme eritrosit yang menghasilkan bilirubin
sehingga menimbulkan gejala ikterus.
6. Metabolism hati belum sempurna sehingga bilirubin indirek belum terkonjugasikan
dengan baik.
7. Untuk penatalaksanaan bayi ikterus guna mencegah komplikasi yang memperburuk
keadaan.
8. Darurat/rukhsah dan wajib didampingi oleh orang lain, agar tidak terjadi fitnah.
3
Hipotesis
Bayi hipotermia
Hiperbilirubinemia ikterus
Foto terapi
Ibu
PPP
Diagnosis
4
LO 1 : Menjelaskan dan Memahami Haemorrhagic Post Partum
1.1 Menjelaskan kehamilan dengan perdarahan
1.2 Menjelaskan Definisi Haemorrhagic Post Partum
1.3 Menjelaskan Etiologi, Manifestasi Klinis, dan Patofisiologi Haemorrhagic Post
Partum
1.4 Menjelaskan Klasifikasi Haemorrhagic Post Partum
1.5 Menjelaskan Diagnosis Haemorrhagic Post Partum
1.6 Menjelaskan Tatalaksana Haemorrhagic Post Partum
1.7 Menjelaskan Pencegahan Haemorrhagic Post Partum
1.8 Menjelaskan Komplikasi dan Prognosis Haemorrhagic Post Partum
LO 2 : Menjelaskan dan Memahami Hipotermi pada Bayi
2.1 Menjelaskan Defiinisi Hipotermi pada Bayi
2.2 Menjelaskan Etiologi Hipotermi pada Bayi
2.3 Menjelaskan klasifikasi Hipotermi pada Bayi
2.4 Menjelaskan Diagnosis Hipotermi pada Bayi
2.5 Menjelaskan Tatalaksana Hipotermi pada Bayi
2.6 Menjelaskan Pencegahan Hipotermi pada Bayi
LO 3 : Menjelaskan dan Memahami Hiperbilirubinemia
3.1 Menjelaskan Defiinisi Hiperbilirubinemia
3.2 Menjelaskan Etiologi Hiperbilirubinemia
3.3 Menjelaskan klasifikasi Hiperbilirubinemia
3.4 Menjelaskan Diagnosis Hiperbilirubinemia
3.5 Menjelaskan Tatalaksana Hiperbilirubinemia
3.6 Menjelaskan Prognosis Hiperbilirubinemia
5
LO 1 : Menjelaskan dan Memahami Haemorrhagic Post Partum
1.1 Menjelaskan Kehamilan dengan Perdarahan
1. Memahami dan menjelaskan Perdarahan pada kehamilan
Definisi
Perdarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai suatu keadaan akut yang dapat
membahayakan ibu dan anak, sampai dapat menimbulkan kematian.(1,2) sebanyak 20%
wanita hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan sebagian mengalami
abortus. Hal ini tentu akan menimbulkan ketidakberdayaan dari wanita sehingga ditinjau dari
suatu kesehatan akan sangat ditanggulangi untuk meningkatkan keberdayaan seorang wanita.
Klasifikasi
PERDARAHAN PADA TRIMESTER I
Sekitar 20% wanita hamil mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan separo hanya
mengalami abortion. Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat
badan janin <500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Pembagian abortus secara
klinis adalah sebagai berikut:
1. Abortus iminen: Disini perdarahan minimal dengan nyeri/tidak, uterus sesuai umur
kehamilan.
2. Abortus Insipien: Perdarahan dengan gumpalan, nyeri lebih kuat
3. Abortus Inkomplit: Perdarahan hebat dan sering menyebabkan syok
4. Abortus komplit: Perdarahandan nyeri minimal seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan.
5. Missed Abortion: Janin telah mati dalam kandungan selama 6-8 minggu tapi belum
dikeluarkan, perdarahan minimal
6. Abortus infeksi/septik:Disertai tanda infeksi dan septiksepertI demam sampai syok.
Adapun sebagai penyebab dari abortus antara lainl :
kelainan mudigah, chromosom atau kelainan untuk fetus
incompetentio orificium uteri internum
penyakit sistemik pada ibu seperti diabetes melitus, lues
in compatibilitas faktor rhesus atau sistem ABO
kelainan uterus seperti myoma uteri
trauma fisik atau mental
usaha menggugurkan dari penderita dengan minum jamu, alkohol, obat-obatan atau
memasukkan benda asing ke dalam lobang kemaluan.
abortus habitualis oleh kekurangan produksi karbohidrat oleh endometrium
PERDARAHAN ANTEPARTUM
Definisi
Perdarahan antepartum adalah perdarahan per vaginam pada usia kehamilan di atas 28
minggu atau lebih.
Klasifikasi
Perdarahan yang berhubungan dengan kehamilan
- Plasenta previa
adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
- Solusio plasenta
6
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi
normal pada kehamilan lebih dari 28 minggu.
- Perdarahan pada plasenta letak rendah
- Pecahnya sinus marginalis
- Pecahnya vasa previa
Perdarahan yang tidak berhubungan dengan kehamilan
- Pecahnya varises vagina
- Perdarahan polip servikalis
- Perdarahan pada perlukaan serviks
- Perdarahan karena keganasan serviks
7
Perdarahan yang banyak dapat menyebabkan “Sindrom Sheehan” sebagai akibat nekrosis
pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut dengan gejala :
astenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan
fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak,amenorea
dan kehilangan fungsi laktasi
8
b. Robekan Jalan Lahir (Trauma)
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari Perdarahan pascapersalinan.
Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Ruptur uterus
Inversi uterus
Perlukaan jalan lahir
Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande
multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi
oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi
dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara
operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau
forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah
dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan
dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan
terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau vena
yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada
penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi (terutama merah menyala) dan kontraksi uterus baik akan
mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina
diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik. Pada inversion uteri
9
bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam
kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri dapat dibagi :
Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.
Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri yang
tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding
uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang
lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam
vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 –
70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.
c. Tissue
Sisa plasenta
Retensio plasenta
Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio
plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena: plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta
sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas sebagian
maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai
miometrium – sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta – perkreta )
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta).
Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan
postpartum. Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa
retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan
10
ataupun pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu
dilakukan dilatasi dan curettage.
11
Klasifikasi
12
Klasifikasi berdasarkan kuantifikasi kehilangan darah
Class 1
Rata-rata 60 kg wanita hamil memiliki volume darah 6000 ml pada 30 minggu kehamilan.
Kehilangan volume kurang dari 900 ml jarang menunjukkan gejala dan tanda-tanda defisit
volume dan tidak memerlukan terapi akut.
Class 2
Kehilangan darah 1200-1500 ml mulai menunjukkan tanda-tanda klinis seperti kenaikan nadi dan
laju pernafasan. Kadang perubahan tekanan darah namun ekstremitas tidak dingin.
Class 3
Kehilangan darah sekitar 1800-2100 ml dapat menyebabkan hipotensi terbuka. Dan ada tanda-
tanda takikardi (120-160 bpm), ekstremitas dingin dan berkeringat juga disertai takipnea.
Class 4
Umumnya digambarkan sebagai perdarahan obstetrik masif. Ketika volume hilang lebih dari
40% maka akan terjadi syok dimana nadi dan tekanan darah tidak dapat teridentifikasi. Harus
mendapat terapi segera karena akan mengakibatkan peredaran kolaps dan cardiac arrest.
13
14
Patofisiologi
Gemelli
Polihidramnion
Makrosomia
Partus lama
Distensi berlebihan
Plasenta akreta, inkreta, perkreta
PERDARAHAN
Adanya makrosomia, hidramnion, gemelli dapat menjadi faktor predisposisi untuk terjadi
perdarahan yang diakibatkan terjadinya atonia uteri. Adanya disetensi yang berlebihan pada otot
polos uterus menyebabkan panjang awal sebelum kontraksi akan meningkat, sehingga tumpang
tindih terhadap miosin dan aktin semakin berkurang sehingga mengakibatkan menrunnya frekuensi
kontraksi bahkan hingga atonia. Atonia atau hipotonia uteri ini mengakibatkan tidak adanya atau
rendahnya kontraksi uterus yang bisa menghambat vasokonstriksi dari vaskular. Sehingga
perdarahan setelah plasenta lahir akan terus terjadi.
Pada retensio plasenta yang diakibatkan adanya atonia uteri. Adanya kesalahan dalam
managemen kala III dapat menyebabkan melemahnya kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan
atonia uteri.
15
Pada inversio uteri dapat terjadi perdarahan apabila terjadinya retensio plasenta (akreta,
inkreta, dan perkreta) yang diiringi atonia uteri, traksi berlebihan dalam penanganan plasenta
mengakibat perdarahan akibat perdarahan perlekatan plasenta.
16
2. Sistem vaskuler
Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam
berikutnya
Tensi diawasi tiap 8 jam
Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi
kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.
3. Sistem Reproduksi
Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8
jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan
dan apakah ada jahitannya yang lepas
Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum
kehamilan (sub involusi)
4. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau
tidak,spontan dan lain-lain
Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah
putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak
hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3.
saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
17
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa
tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
f. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
Dalam menangani pasien perdarahan pasca persalinan terdapat 2 macam penanganan yaitu
penanganan umum dan penanganan khusus (sesuai etiologinya).
A. Penanganan Umum
o Segera mobilisasi dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat
o Hentikan pendarahan :
Perdarahan dalam kala III (kala pengeluaran plasenta)
18
Segera suntikan 10 unit oksitosin I.M / ergotamin 0,2 mg I.M (jangan berikan pada
ibu preeklamsia/eklamsi karnena akan meningkatkan resiko terjadinya penyakit
serebrovaskular) tujuannya untuk kontraksi myometrium uterus dimana akan terjadi
vasokntriksi yang akan menghentikan perdarahan. Selanjutnya kosongkan kandung
kemih dan lakukan massage uterus dan setelah ada tanda-tanda pelepasan plasenta
yang normalnya terjadi sekitar 3-4menit setelah lahirnya bayi seperti :
fundus meninggi dan berkontraksi kuat
uterus menjadi lebih kecil dan berubah bentuk dari diskoid (seperti cakram) memjadi
globular (sferis)
tali pusat menjadi lebih panjang
terdapat tonjolan yang terlihat dan teraba di simfisis (jika kandung kemih kosong)
sedikit semburan darah dari vagina
Plasenta segera dilahirkan dengan tekanan pada fundus, jika perdarahan tidak
berhenti, plasenta belum juga lepas, perdarahan mencapai 400cc, segera lepas
plasenta secara manual
Pengeluaran secara manual, harus dilakukan dengan pemberian analgesia/anastesi yang adekuat,
setelah itu fundus dipegang melalui dinding abdomen oleh 1 tangan, tangan yang lain dimasukkan ke
dalam vagina dan di dorong ke dalam uterus sampai menelusuri tali pusat, setelah sampai plasenta
tercapai, tepinya diidentifikasi, dan sisi ulnar tangan disisipkan diantara plasenta dan dinding uterus.
Kemudian dengan punggung tangan yang berkontak dengan uterus, lakukan pergerakan seperti
memisahkan halaman buku, setelah seluruhnya dilepaskan, plasenta dipegang dengan seluruh tangan,
kemudian secara perlahan-lahan dikeluarkan (Cunningham, 2009). Selain itu pada pasien perdarahan kala
III juga diberi infus atau transfusi darah (Sulaiman, 2005)
19
Kotak 1. Pengeluaran manual plasenta (Sulaiman, 2005)
Perdarahan dalam kala IV
Jika ada perdarahan dalam kala IV dan kontraksi rahim kurang baik, segera
disuntikkan 0,2 mg ergonovin atau metil ergonovin I.M, uterus ditekan untuk
mengeluarkan gumpalan darah dan dilakukan masase.
Jika perdarahan belum berhenti, tambahkan suntikan metil ergonovin lagi secara
IV dan dipasang oksitosin drip 10 unit dalam 500cc glukosa selama tindakan ini,
masase diteruskan.
Jika perdarahan belum berhenti, jangan terus terfikir pada atonia uterim tapi
pertimbangkan juga kemungkinan lain seperti robekan serviks, sisa plasenta / plasenta
suksenturiata (bagian tambahan yang melekat pada plasenta utama lewat pembuluh
arteri atau vena), ruptur uteri, koagulopati. Jika kemungkinan ini belom
dikesampingkan, lakukan pemeriksaan in spekulo dan eksplorasi kavum uteri.
Jika masih ada perdarahan, lakukan kompresi bimanual secara Hamilton yaitu 1
tangan masuk ke dalam vagina dan tangan ini yang dijadikan tinju dengan rotasi
merangsang dinding depan rahim, sedangkan tangan luar menekan dindin perut di atas
fundus hingga dapat merangsang dinding belakang rahim, dilakukan selama 15 menit.
20
o Lakukan kateterisasi dan pantau cairan keluar masuk
o Resusitasi cairan :
Kritaloid normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses
intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya
yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah.
Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan
perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak
(>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat
o Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina dan perineum
o Transfusi darah
perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut, atau keadaan klinis pasien
menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.
Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC (packed Red blood Cell) untuk
menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi.
PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Masalah
ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit.
Jangan menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang
dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan
o Setelah perdarahan teratasi (24jam setelah perdarahan berhenti). Periksa kadar Hb :
Jika Hb kurang dari 7g/dl atau hematokrit kurang dari 20% (anemia berat)
berikan sulfas ferrous 600mg atau ferrous fumarat 60mg + asam folat 400 mcg peroral
sehari selama 6 bulan
Jika Hb 7-11 g/dl beri sulfas ferrous 600 mg atau ferrous fumarat 60 mg + asam
folat 400 mcg peroral sekali sehhari selama 6 bulan
Pada daerah endemik cacing gelang (prevalensi ≥ 20%) berikan terapi :
Albendazol 400 mg per oral sekali ; ATAU
Mebendazol 500 mg per oral sekali atauu 100 mg 2x1 selama 3 hari
Pada daerah endemik tinggi cacing gelang (prevalensi ≥ 50%) berikan terapi
dosis diatas selama 12 minggu
21
Tabel Penatalaksanaan Perdarahan yang tidak responsif terhadap Oksitosin (Cunningham, 2009)
B. Penanganan Khusus
1) Atonia Uteri
Teruskan pemijatan uterus
Oksitosin diberikan bersamaan atau berurutan (lihat table di bawah ini)
Jenis dan Cara Oksitosin Ergotamin Misoprostol
Dosis dan cara - I.V : infus 20 unit I.M atau I.V (9secara Oral 600 mcg atau rektal
pemberian awal dalam 1lt larutan perlahan) 0,2 mg 400 mcg
garam fisiologis
60tetes/menit
- I.M : 10 unit
Dosis lanjutan I.V : infus 20 unit Ulangi 0,2 mg I.M 400 mcg 2-4 jam setelah
dalam 1lt larutan seelah 15 menit, jika dosis awal
garam fisiologis masih diperlukan, beri
dengan 40 tetes/menit I.M / I.V tiap 2-4 jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 lt Total 1 mg atau 5 dosis Total 1200 mcg atau 3
perhari larutan dengan dosis
oksitosin
Kontra Indikasi Tidak boleh memberi Preeklamsia, vitium Nyeri kontraksi dan asma
22
I.V secara cepat atau kordis (gangguan
bolus jantung saat hamil),
hipertensi
Tabel jenis uterotonia dan cara pemberiannya (Abdul, 2010)
Ambil 2ml darah vena ke dalam tabung reaksi kaca steril dan kering
Jaga tabung tetap hangat (±370C)
Setela 4 menit, ketuk tabungperlahan untukmelihat apajah ada pembekuan yang sudah terbentuk,
kemudian ketuk tiap menit sampai darah membeku dan tabung dapat dibalik
Kegagalan terbentuknya pembekuan setela 7 menit atau adanya bekuan lunak yang mudah pecah
menunjukan koagulopati
23
Gbr. Kompresi bimanual internal (Abdul, 2010)
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina
untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi).
Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti,
tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi , coba kompresi aorta
abdominalis.
24
Kompresi aorta abdominalis
25
Jika perdarahan terus belrangsug setelah dilakukan kompresi (Abdul, 2010) :
Lakukan ligasi arteria uterina dan ovarika
26
Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi
27
o Dalam melakukan jahitan robekan serviks ini yang penting bukan jahitan lukannya,
tetapi pengikatan dari cabang-cabang arteri uterin
3) Retensio Plasenta
28
Gbr. Penarikan tali pusat terkendali / CCT pada penanganan kala III aktif normal, pada
retensio uteri, tidak diberi ergot
Cara melakukan CTT :
☼ 1 tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simpisis pubis. Selama kontraksi,
tangan mendorong korpus uteri dengan gerakan dorso kranial – ke arah belakang dan ke
arah depan ibu
☼ Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5-6cm di depan vulva
☼ Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3 menit)
☼ Selama kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yag terus-menerus dalam
tegangan yang sama dengan tangan ke uterus
☼ CTT hanya dilakukan selama uterus berkontraksi telah diberikan oksitosin
☼ Begitu plasenta lepas, keluarkan dengan menggerakan tangan atau klem pada tali pusat,
kleuarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan ke atas sesuai jalan lahir, putar plasenta
searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban
29
☼ Segera setelah palsenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar menimbulkan
kontraksi yang dapat mengurangi pengeluaran darah dan mencegah perdarahan
pascapersalinan
☼ Jangan menarik tali pusat dan menekan fundus terlalu kuat karena dapat
menyebabkan inversi uterus
e) Jika belum berhasil, lakukan pengeluaran plasenta secara manual (kotak 1)
f) Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana (kotak 2)
g) Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau) berikan antibiotik untuk
metritis – infeksi uterus pasca persalinan (kotak 3)
Ampisilin 2g I.V/ 6jam + gentamisin 5mg/kgBB I.V/24jam+metronidazole 500 mg
I.V/8jam
30
jika dicurigai adanya nekrosis, lakukan histerektomi vaginal (rujuk pusat pelayanan
kesehatan tersier (rumah sakit)
31
8. Jika perdarahan terus berlanjut, pikirkan kemungkinan untuk melakukan ligasi uteri arteri
uterina dan utero ovarika atau histerektomi
9. Lakukan pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret/histerektomi, jika memungkina untuk
menyingkirkan penyakit trofoblas ganas
32
4) Terjadi gangguan dalam sekresi hormon tropik pada kelenjar yang patogenesisnya tidak
diketahui secara pasti
5) Anemia berkepanjangan dimana memerlukan waktu yang panjang untuk dapat pulih
Prognosis
Wanita dengan perdarahan pasca persalinan seharsnya tidak meninggal akibat perdarahannya,
seklipun untuk megatasinya perlu dilakukan histerektomi, akan tetapi jika penangannya tidak segera
dan tidak adekuat akan menimbulkan syok (Sulaiman, 2005)
33
LO 2 : Menjelaskan dan Memahami Hipotermi pada Bayi
2.1 Menjelaskan Defiinisi Hipotermi pada Bayi
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal. Adapun suhu normal bayi
adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak).
3. Kegagalan termerogulasi
Disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya karena berbagai penyebab.
Contoh : keadaan hipoksia intrauterin / saat persalinan atau postpartum, defek neurologik dan
paparan obat parenteral dapat menekan respon neurologik bayi dalam mempertahankan suhu
34
tubuhnya. Bayi yang sepsis juga dapat mengalami masalah dalam pengaturan suhu tubuhnya
sehingga menjadi hipotermi / hipertermi.
Saat terjadi hipotermi secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk menghasilkan panas,
yaitu :
1. Shivering thermoregula / ST
Tubuh menggigil atau gemetar secara involunter dari kontraksi otot untuk menghasilkan
panas.
2. Non-ST
Mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis untuk menstimulus proses
metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan
metabolisme jaringan lemak coklat akan meningkatkan panas dari dalam tubuh.
3. Vasokonstriksi perifer
Mekanisme ini juga distimulus oleh sistem saraf simpatis, kemudian sistem saraf perifer akan
memicu otot sekitar arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokonstriksi. Keadaan
ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas
yang tidak berguna.
Etiologi Hipotermi pada bayi:
Jaringan lemak subkutan tipis.
Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.
Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi
kedinginan.
Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami
hipotermi.
35
2.3 Menjelaskan klasifikasi Hipotermi pada Bayi
36
yang berat, dan bayi dengan BBLR serta hipoglikemia. Pengobatannya ialah dengan
mengobati penyebabnya, misalnya dengan pemberian antibiotik, larutan glukosa, oksigen,
dan sebagainya. Pemeriksaan suhu tubuh pada bayi yang sedang mendapat tranfusi tukar
harus dilakukan beberapa kali karena hipotermia harus diketahui secepatnya. Bila suhu
sekitar 32°C, tranfusi tukar harus dihentikan untuk sementara waktu sampai suhu tubuh
menjadi normal kembali. Cold injury, yaitu hipotermia yang timbul karena terlalu lama dalam
ruangan dingin (lebih dari 12 jam). Gejalanya ialah lemah, tidak mau minum, badan dingin,
oliguria, suhu berkisar antara 29,5-35°C, tak banyak bergerak, edema, serta kemerahan pada
tangan, kaki, dan muka seolah-olah bayi dalam keadaan sehat; pengerasan jaringan subkutis.
Bayi seperti ini sering mengalami komplikasi infeksi, hipoglikemia, dan perdarahan.
Pengobatannya ialah dengan memanaskan secara perlahan-lahan, antibiotik, pemberian
larutan glukosa 10%, dan kortikosteroid.
37
Peningkatan tekanan arteri pulmonalis
o Distress
o Takipnoe
Tanda-tanda kronik
o Berat badan yang turun
o Penambahan berat badan yang kurang
38
Kangaroo mother care
Pemancar panas
Lampu
Inkubator
Boks penghangat
Ruangan hangat
Hipotermia sedang
Ganti pakaian dingin
Skin contact / inkubator
Sering susukan
Amati penyulit
Pertahankan kadar gula darah
Pantau kenaikan 0,5°C
Hipotermia berat
Inkubator / pemancar
Ganti baju, selimut
Hindari panas berlebihan
GGN nafas :O2
IV line
Koreksi hipoglikemia
Perhatikan penyulit
Periksa suhu tiap jam
Perawatan dengan incubator
Untuk mencegah komplikasi hipotermia, pemanasan terhadap bayi harus segera dilakukan.
Pemanasan yang terlalu cepat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan apnea. Penyebab
39
hilangnya panas harus segera dihentikan, suhu harus terus dimonitor, dan investigasi terhadap
penyebab-penyebab patologi atau iatrogenik harus diperiksa. Jika hipotermianya ringan, dilakukan
pemanasan yang perlahan-lahan. Panas yang diberikan lebih tinggi sedikit dari panas kulit dan
perlahan-lahan dinaikkan hingga dicapai suhu yang kira-kira sama dengan suhu ruangan yang normal
(tabel 2). Suhu kulit, aksila, dan ruangan harus diukur setiap 30 menit selama masa pemanasan.
Dianjurkan untuk menaikkan panas satu derajat tiap satu jam, kecuali jika berat badan bayi yang
kurang dari 1200 gram, usia kehamilan kurang dari 28 minggu, atau suhunya kurang dari 32oC, dan
bayi dapat dipanaskan lebih perlahan-lahan (rata-rata tidak lebih dari 0,6oC tiap jam)16.
Peralatan yang dipakai untuk mengatasi hipotermia:
1. Closed incubator. Biasanya digunakan untuk bayi yang mempunyai berat kurang dari 1800
gram. Kerugian pemakaian alat ini adalah kita sulit untuk mengamati dan melakukan
tindakan terhadap bayi. Perubahan suhu yang berhubungan dengan sepsis bisa kabur karena
alat ini. Bayi dikeluarkan dari inkubator bila suhu tubuh dapat bertahan pada suhu lingkungan
lebih dari 30oC (biasanya sewaktu tubuh telah mencapai kira-kira 1800 gram). Inkubator ini
biasanya memakai alat-alat berikut:
Pengatur suhu sendiri, yang ditaruh di atas perut bayi. Bila suhu tubuh bayi turun, panas akan
dihasilkan sesuai target dan alat akan mati secara otomatis. Kerugiannya adalah bila
sensornya lepas atau rusak dapat terjadi panas yang berlebihan14,16.
Air temperatur control device.
2. Radiant warmer, khusus dipakai pada bayi yang tidak stabil atau yang sedang mengalami
pemeriksaan. Temperatur dapat diatur dengan memakai skin probe atau manual mode.
Pengaturan suhu tubuh pada bayi cukup bulan yang normal (> 2500 gram):
o Tempatkan bayi di bawah pemanas segera setelah bayi lahir.
Keringkan seluruh tubuh untuk mencegah kehilangan panas dengan cara penguapan.
o Tutup kepala dengan cap.
o Bungkus bayi dengan selimut, masukkan dalam tempat tidur bayi.
Pengaturan suhu tubuh bayi cukup bulan yang sakit:
o Prosedurnya sama dengan bayi cukup bulan yang sehat, kecuali radiant warmer-nya
dengan pengatur suhu sendiri.
Pengaturan panas pada bayi prematur (1000-2500 gr):
o Untuk berat bayi 1800-2500 gr, tanpa masalah medis, digunakan tempat tidur bayi,
cap, dan selimut biasanya sudah cukup. Juga dapat digunakan cara skin to skin
(kangaroo).
40
Untuk bayi 1000-1800 gr:
o Untuk bayi yang sehat seharusnya ditempatkan di inkubator tertutup dengan pengatur
suhu sendiri. Sedangkan untuk bayi yang sakit ditempatkan di bawah radiant warmer
dengan pengatur suhu sendiri.
Pengaturan panas terhadap bayi berat badan sangat rendah (<1000 gr)
Radiant warmer
o Gunakan pengatur suhu sendiri dengan set temperatur kulit perut 37oC.
o Tutup kepala dengan cap.
o Pergunakan pelindung panas. Humidity level di bawah pelindung panas seharusnya
40--50%.
o Tempatkan pembungkus yang terbuat dari plastik di atas bayi.
o Pergunakan pembungkus kasur warna hitam untuk menyerap panas.
o Pertahankan suhu udara yang terhirup 34--35oC.
o Tempatkan matras pemanas (K-pad) di bawah bayi yang suhunya telah disesuaikan
sekitar 35--38oC. Untuk mempertahankan proteksi, panas diatur sekitar 35--38oC. Jika
bayi hipotermi, dapat dinaikkan menjadi 37--38oC. Jika bayi tidak dapat distabilkan,
pidahkan bayi ke inkubator tertutup.
Closed incubator
o Gunakan servokontrol dengan set suhu pada kulit perut 36,5oC.
o Pergunakan inkubator yang mempunyai dinding dua lapis jika mungkin.
o Tutup kepala dengan cap.
o Pertahankan humidity level pada 40--50% atau lebih tinggi.
o Pertahankan suhu ventilator pada 34--35oC atau lebih tinggi.
o Lapisi inkubator dengan alumunium bila diperlukan.
o Tempatkan matres pemanas (K-pad) di bawah bayi yang telah disesuaikan suhunya
35--36oC. Untuk proteksi, panas dapat diatur antara 35--36oC. Untuk bayi hipotermi,
dapat dibuat 37--38oC.
Letakkan pembungkus yang terbuat dari plastik di atas bayi. Jika suhu tubuh sulit
dipertahankan, coba dengan meningkatkan humidity level. Pada penanganan neonatal cold injury, di
samping pemberian kehangatan yang bertahap juga koreksi gangguan metabolisme, terutama
hipoglikemia.
41
2.6 Menjelaskan Pencegahan Hipotermi pada Bayi
Pencegahan
a. Keringkan bayi dengan seksama. Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera lahir untuk
mencegah kehilangan panas disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada tubuh bayi.
Keringkan bayi dengan handuk atau kain yang telah disiapkan di atas perut ibu.
b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat, serta segera mengganti handuk
atau kain yang dibasahi oleh cairan ketuban.
c. Tempatkan bayi pada ruangan yang panas. Suhu ruangan atau kamar hendaknya dengan suhu
28 C – 30 C untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi.
d. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya. Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat
menjagakehangatan tubuh dan mencegah kehilangan panas. Anjurkan ibu untuk menyusukan
bayinya segera setelah lahir. Pemberian ASI lebih baik ketimbang glukosa karena ASI dapat
mempertahankan kadar gula darah.
e. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir. Karena bayi baru lahir cepat dan
mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika tidak berpakaian) sebelum melakukan
penimbangan terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering
42
LO 3 : Menjelaskan dan Memahami Hiperbilirubinemia
3.1 Menjelaskan Defiinisi Hiperbilirubinemia
Meningkatnya kadar bilirubin total pada minggu pertama kelahiran. Kadar normal maksimal
adalah 12-13 mg%.
43
2. Hiperbilirubinemia Patologis / Non Fisiologis
Kriteria
Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total meningkat lebih dari 5
mg % perhari. Pada bayi cukup bulan serum bilirubin total lebih dari 12 mg %, pada bayi
prematur > 15 mg %. Bilirubin conjugated > 1,5 – 2 mg %. Ikterus berlangsung > 1 minggu
pada bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi prematur.
Etiologi
1) Pembentukan bilirubin berlebihan karena hemolisis.
Disebabkan oleh penyakit hemolitik atau peningkatan destruksi eritrosit karena :
o Hb dan eritrosit abnormal (Hb S pada anemia sel sabit)
o Inkompabilitas ABO
o Defisiensi G6PD
o Sepsis
o Obat-obatan seperti oksitosin
o Pemotongan tali pusat yang lambat
o Polistemia
o Hemoragi ekstravasasi dalam tubuh seperti cephalhematoma, memar.
2) Gangguan transpor bilirubin dipengaruhi oleh :
o Hipoalbuminemia
o Prematuritas
o Obat-obatan seperti Sulfonamid, Salisilat, diuretik dan FFA (Free Fatty Acid)
yang berkompetisi dengan albumin
o Hipoxia, asidosis, hipotermi
3) Gangguan uptake bilirubin, karena :
o Berkurangnya ligandin
o Peningkatan aseptor Y dan Z oleh anion lain (novobiosin)
4) Gangguan Konjugasi Bilirubin
o Defisiensi enzim glukoronil transferasi, imaturitas hepar
o Ikterus persisten pada bayi yang diberi minum ASI
o Hipoksia dan Hipoglikemia
5) Penurunan ekskresi bilirubin
Disebabkan karena adanya sumbatan pada duklus biliaris
44
6) Gangguan eliminasi bilirubin
o Pemberian ASI yang lambat
o Pengeluaran mekonium yang lambat
o Obstruksi mekanik.
45
46
Diagnosis
Untuk menetapkan penyebab hiperbilirubinemia dibutuhkan pemeriksaan yang banyak dan
mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus agar dapat memperkirakan penyebabnya. Ada
beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memperkirakan penyebab terjadinya
hiperbilirubinemia yaitu :
a. Hiperbilirubinemia yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab hiperbilirubinemia yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan
dapat disusun sebagai berikut :
1. Inkompatibilitas darah Rh, AB0 atau golongan lain.
2. Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).
3. Kadang-kadang oleh defisiensi G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :
1. Kadar bilirubin serum berkala
2. Darah tepi lengkap
3. Golongan darah ibu dan bayi
4. Uji Coombs
5. Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD, biakan darah atau biopsi hepar bila
perlu.
b. Hiperbilirubinemia yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
a. Biasanya hiperbilirubinemia fisiologis.
b. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah AB0 atau Rh
atau golongan lain. Hal ini dapat diduga peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya
melebihi 5 mg%/24 jam.
c. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin.
d. Polisitemia
e. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis,
perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain).
f. Hipoksia
g. Sferositosis, elipsitosis, dan lain-lain.
h. Dehidrasi asidosis
i. Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
47
Bila keadaan bayi baik dan peningkatan hiperbilirubinemia tidak cepat, dapat dilakukan
pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G6PD
dan pemeriksaan lainnya bila perlu.
c. Hiperbilirubinemia yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama
a. Biasanya karena infeksi (sepsis)
b. Dehidrasi asidosis
c. Defisiensi enzim G6PD
d. Pengaruh obat
e. Sindrom Crigler-Najjar
f.Sindrom Gilbert
d. Hiperbilirubinemia yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
a. Biasanya karena obstruksi
b. Hipotiroidisme
c. “Breast milk jaundice”
d. Infeksi
e. Neonatal hepatitis
f. Galaktosemia
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
a. Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala
b. Pemeriksaan darah tepi
c. Pemeriksaan penyaring G6PD
d. Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi
e. Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab
Hiperbilirubinemia baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan
selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi
kern icterus.
Pada breast milk jaundice terjadi hiperbilirubinemia pada 1 % dari bayi yang diberikan ASI.
Hiperbilirubinemia biasanya terjadi pada hari kelima dan kadar bilirubin mencapai puncak pada hari
ke-14 dan kemudian turun dengan pelan. Kadar normal tidak akan tercapai sebelum umur 12 minggu
atau lebih lama. Jika pemberian ASI distop dan fototerapi singkat diberikan, kadar bilirubin akan
menurun dengan cepat dalam waktu 48 jam.
Anamnesis
48
1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra
uterin, infeksi intranatal)
2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi
3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
4. Riwayat inkompatibilitas darah
5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari
kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih
jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada
neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang
mendapatkan terapi sinar.
Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam
diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan bilirubin serum
- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah
lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari
setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
49
Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan
keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
Normal /
Bilirubin total Peningkatan
Peningkatan
50
Peningkatan
Normal / Penurunan /
Urobilinogen
Peningkatan Negatif
Bilirubin terkonjugasi
Tidak Hadir Hadir
dalam Urin
51
air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin.
2. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi.
3. Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan
cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.
4. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia.
5. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan
secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu
6. Dari empedu kemudian diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa
proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
7. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
8. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
KRITERIA ALAT
1. Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm.
2. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.
3. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
4. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12),
cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes .
52
a. Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet.
Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.
b. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.
2. Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup.
Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.
3. Balikkan bayi setiap 3 jam
4. Pastikan bayi diberi makan:
5. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam:
6. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata
7. Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh:
pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.
8. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan
volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar.
9. Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari
sinar terapi sinar.
10. Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek
dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.
11. Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:
12. Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa
dilakukan di dalam unit terapi sinar
13. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui
apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
14. Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih
dari 37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi
sinar sampai suhu bayi antara 36,5 0C – 37,5 0C.
15. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus:
16. Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
17. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan kepindahan
bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar.
Sertakan contoh darah ibu dan bayi.
18. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
19. Setelah terapi sinar dihentikan:
20. Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan,
atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis.
53
21. Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai
terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap
penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui
metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi sinar.
22. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada
masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
23. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi
bertambah kuning
54
DAFTAR PUSTAKA
55