Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

PERSALINAN KALA III

Di susun oleh

Nama : Sukaina Samual


Npm : 1540119123
Prodi : D3 kebidanam
Kelas : Ambon

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIkes MALUKU HUSADA
AMBON
2020/2021
KATA PENGANTAR
Dengan segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat serta
berkat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul ASUHAN KEBIDANAN
PERSALINAN KALA III
Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak
terutama pembimbing lahan dan pembimbing akademik saya ucapkan terima kasih tak
terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu sehingga saya bisa menyelesaikan
makalah ini.
Saya menyadari bahwa pada makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai masukan bagi saya.
Akhir kata saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya atas
segala perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Ambon, 22 februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI..........................
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
C. Rumusan masalah
BAB II PEMABAHASAN..................................
A. Mekanisme pelepasan plasenta
B. Tanda-tanda plasenta
C. Pengawasan pendarahan
D. Manajemen aktif kala III
E. Kebutuhan ibu kala III
F. Diteksi dini tanda bahaya kala III
G. Retensio plasenta
H. Infeksi uter
I. Ruptur perineum
J. Anatonia uteri
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saram
DAFTAR PUSTAKA..................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manajemen aktif kala III (MAK III) dianggap penting sebagai langkah penting dalam
mencegah perdarahan post partum yang menyebabkan kematian ibu1. Menurut International
Confederation of Midwives dan International Federation of Gynecology dan Obstetri
manajemen aktif harus diberikan kepada semua wanita, termasuk administrasi uterotonics,
(tertunda) penjepitan tali pusat, penegangan tali pusat terkendali dan pijat rahim.
Pelayanan kebidanan yang optimal adalah salah satu cara yang paling efektif dalam
menyediakan berkualitas tinggi ibu, perawatan bayi baru lahir dan dengan demikian
mengurangi kematian ibu dan kematian bayi terutama di negaranegara berkembang2.
Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan post partum adalah perdarahan yang
melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir. Perdarahan pasca persalinan bisa disebabkan
oleh retensio plasenta dan retensio sisa plasenta, sehingga salah satu upaya untuk mencegah
terjadinya perdarahan pasca persalinan yang disebabkan karena retensio plasenta maupun
retensio sisa plasenta dilakukan Manajemen Aktif Kala III. Beberapa penyebab tersebut
dapat dicegah oleh bidan yang kompeten3.

B. Tujuan

a. Untuk mengetahui mekanisme pelepasan plasenta


b. Untuk mengetahui Tanda-tanda plasenta
c. Untuk mengetahui Pengawasan pendarahan
d. Untuk mengetahui Manajemen aktif kala III
e. Untuk mengetahui Kebutuhan ibu kala III
f. Untuk mengetahui Diteksi dini tanda bahaya kala III
g. Untuk mengetahui Retensio plasenta
h. Untuk mengetahui Infeksi uter
i. Untuk mengetahui Ruptur perineum
j. Untuk mengetahui Anatonia uteri

C. Rumusan masalah

A. Mekanisme pelepasan plasenta


B. Tanda-tanda plasenta
C. Pengawasan pendarahan
D. Manajemen aktif kala III
E. Kebutuhan ibu kala III
F. Diteksi dini tanda bahaya kala III
G. Retensio plasenta
H. Infeksi uter
I. Ruptur perineum
J. Anatonia uteri
BAB II
PEMBAHASAN

DEFINISI ASUHAN KEBIDANAN KALA III

Asuhan yang dapat diberikan kepada pasien saat kala III


persalinan meliputi memberikan kesempatan kepada pasien
untuk memeluk bayi dan menyusuinya, memberitahu pasien
setiap tindakan yang akan dilakukan, melakukan pencegahan
infeksi, memantau keadaan pasien (TTV, kontraksi,
perdarahan), melakukan kolaborasi/rujukan jika terjadi
kegawat daruratan, pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan,
serta memberikan motivasi dan pendampingan selama kala III.
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya placenta / uri pada proses persalinan. Rata-
rata lama kala III berkisar 15-30 menit, baik primipara maupun multipara. Tempat implantasi
placenta sering pada dinding depan dan belakang korpus uteri atau dinding lateral 

A. MEKANISME PELEPASAN PLASENTA

1. Pelepasan Plasenta

Setelah bayi lahir, terjadi kontraksi uterus, mengakibatkan volume rongga  uterus
berkurang, dinding uterus menebal. Pada tempat implantasi placenta juga terjadi penurunan
luas area. Ukuran placenta tidak berubah, sehingga menyebabkan plasenta terlipat, menebal
dan akhirnya terlepas dari dinding uterus. Plasenta terlepas sedikit demi sedikit. Terjadi
pengumpulan perdarahan diantara ruang placenta dan desidua basalis yang retro placenter
hematom. Setelah plasenta terlepas, plasenta akan menempati segmen bawah uterus atau
vagina.

Menurut Mochtar (1998) fase – fase dalam pengluaran uri meliputi :

Fase pelepasan uri

Cara lepasnya luri ada beberapa macam, yaitu :


a.  Mekanisme Schultz : Pelepasan plasenta yang dimulai dari sentral / bagian tengah sehingga
terjadi bekuan retroplasenta. Tanda pelepasan dari tengah ini mengakibatkan perdaran tidak
terjadi sebelum plasenta lahir. Perdaran terjadi setelah placenta lahir.
b. Mekanisme Duncan : terjadi pelepasan placenta dari pinggir atau bersamaan dari pinggir dan
tengah mengakibatkan semburan darah sebelum plasenta lahir.

2. Pengeluaran plasenta

      Perasat – perasat untuk mengetahui lepasnya uri, antara lain :

(1) Kustner, dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada atas simfisis, tali pusat di tegangkan
maka bila tali pusat masuk (belum lepas), jika diam atau maju ( sudah lepas).

(2)   Klein, saat ada his, rahim kita dorong sedikit, bila tali pusat kembali ( belum lepas), diam
atau turun ( sudah lepas).

(3) Strassman, tegangkan tali pusat dan ketok fundus bila tali pusat bergetar (belum lepas), tidak
bergetar (sudah lepas), rahim menonjol di atas simfisis, tali pusat bertambah panjang, rahim
bundar dank eras, keluar darah secara tiba – tiba.

B. TANDA-TANDA PELEPASAN PLASENTA

Tanda-tanda pelepasan plasenta

a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus.

Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus


berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah
uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk
segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.

b. Semburan darah tiba-tiba


Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar di bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplasental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan
dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar
dari tepi plasenta yang terlepas. Tanda ini kadang – kadang terlihat dalam saat
satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit
1. Prasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri
menekan daerah di atas simfisis. Jika tali pusat ini masuk kembali ke dalam
vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Jika tetap atau tidak
masuk kembali ke dalam vagina, hal ini berarti plasenta lepas dari dinding
uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya
sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.

2. Prasat Strassman
Perasat ini dilakukan dengan mengetok-ngetok fundus uterus dengan tangan
kiri dan tangan kanan meregangkan tali pusat sambil merasakan apakah ada
getaran yang ditimbulkan dari gerakan tangan kiri, jika terasa ada getaran
berarti plasenta sudah lepas.
3. Prasat Klien
Untuk melakukan perasat ini, minta pasien untuk meneran, jika tali pusat
tampak turun atau bertambah panjang berarti plasenta telah lepas, begitu juga
sebalikny

4. Prasat Manuaba
Praasat manuaba yaitu tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah
rahim, sedangkan tangan kanan memegang dan mengencangkan tali pusat.
Kedua tangan ditarik berlawan

c. Tali pusat memanjang

d. Perubahan posisi uterus. Setelah plasenta lepas dan menempati segmen bawah rahim, maka
uterus muncul pada rongga abdomen

C. PENGAWASAN PENDARAHAN

ahan

a. Selama hamil aliran darah keuterus 500-800 ml/m


b. Uterus tidak kontraksi dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 300-500 ml.
Kontraksi uterus akan menekan pembuluh darah uterus di antaranya anyaman miometrium

D. MANAJEMEN AKTIF KALA III

Manajemen aktif kala III adalah proses pimpinan kala III persalinan yang dilakukan secara
proaktif, meliputi pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali dan melahirkan plasenta.
Hasil penelitian menunjukkan, perdarahan post partum adalah suatu kejadian mendadak dan tidak
dapat diramalkan.E

Kala III berawal dari sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta/uri. Rata-rata lama kala
III yaitu berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun multipara. Risiko perdarahan
meningkat apabila kala tiga lebih dari 30 menit, terutama antara 30-60 menit. (Sumarah,
2009) 
Penatalaksanaan aktif didefinisikan sebagai pemberian oksitosin segera setelah
kelahiran bahu anterior, mengklem tali pusat, segera setelah kelahiran bayi, dan
menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk pelahiran plasenta. Penelitian selanjutnya
mengonfirmasi kehilangan darah yang jauh lebih sedikit pada penatalaksanaan aktif kala III,
bahkan pada populasi yang beresiko rendah mengalami perdarahan post-partum.
Penelitian Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang praktik
manejemen aktif kala tiga (Active Managemen of Third Stage of Labour/AMTSL) di 20
rumah Sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% Rumah sakit melaksanakan hal
tersebut. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan praktik menejemen aktif ditingkat
pelayanan kesehatan primer (BPS atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN
(Kabupaten Kuningan dan Cirebon) di mana sekitar 70% melakukan manajemen aktif kala
tiga bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin
maka sudah sewajarnya jika menejemen aktif kala tiga tidak hanya di latihkan tetapi juga
dipraktikkan dan menjadi standar asuhan persalinan. 

E. KEBUTUHAN IBU KALA III

1. Dibutuhkan dukungan mental dari bidan dan keluarga atau pendamping


2. Diberikan penghargaan terhadap proses kelahiran janin yang telah dilalui
3. Informasi yang jelas mengenai keadaan pasien sekarang serta tindakan apa yang akan
dilakukan
4. Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk membantu mempercepat kelahiran
plasenta, yaitu kapan saat meneran dan posisi apa yang mendukung untuk pelepasan dan
kelahiran plasenta.
5. Bebas dari rasa risih yang disebabkan bagian bawah yang basah oleh darah dan air
ketuban

F. DITEKSI DINI TANDA BAHAYA KALA III

Adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah kelahiran


plasenta. Ada beberapa penyebab perdarahan kala III, yaitu :

1) Atonia uteri
Adalah kondisi dimana miometrium tidak dapat
berkontraksi sehingga darah yang eluar dari bekas
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali
2) Retensio plasenta
Tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi
waktu 30 menit setelah setelah bayi lahir

3) Robekan jalan lahir


Adalah terjadi karena memimpin persalinan yang salah
seperti pembukaan belum lengkap sudah di minta untuk
mengejan dan tindakan mendorong fundus uteri

4) Kelainan pembekuan darah

G. RETENSIO PLASENTA

Retensi plasenta adalah kondisi ketika plasenta atau ari-ari tertahan di dalam rahim. Kondisi
ini sangat berbahaya, serta dapat menyebabkan infeksi dan perdarahan pascamelahirkan yang
mengakibatkan kematian.

Persalinan terbagi dalam tiga tahap. Pada tahap pertama, ibu hamil akan mengalami
kontraksi, yang memicu pembukaan pada leher rahim. Kemudian, ibu hamil memasuki tahap
kedua atau proses persalinan. Pada tahap ini, ibu mulai mendorong bayi keluar. Setelah bayi
lahir, plasenta akan keluar beberapa menit setelah bayi dilahirkan. Proses keluarnya plasenta
ini adalah tahap ketiga atau tahap terakhir. Umumnya persalinan normal akan melalui 3
tahapan tersebut. Akan tetapi pada ibu dengan retensi plasenta, plasenta tidak keluar dari
dalam rahim bahkan hingga lewat dari 30 menit.

Plasenta adalah organ yang terbentuk di dalam rahim ketika masa kehamilan dimulai. Organ
ini berfungsi sebagai penyedia nutrisi dan oksigen untuk janin, serta membuang limbah sisa
metabolisme dari darah.

Gejala Retensi Plasenta

Tertahannya sebagian atau seluruh plasenta di dalam tubuh hingga satu jam setelah proses
persalinan usai, merupakan gejala utama retensi plasenta. Bila plasenta masih tertinggal di
dalam rahim, gejala lain akan muncul sehari setelah persalinan, yaitu berupa:

 berkontraksi dan mengeluarkan plasenta. Kondisi ini disebabkan perlekatan sebagian


atau seluruh plasenta pada dinding rahim. Placenta adherens adalah jenis retensi
plasenta yang paling umum terjadi.
 Plasenta akreta. Plasenta akreta terjadi ketika plasenta tumbuh terlalu dalam di
dinding rahim. Umumnya kondisi ini disebabkan oleh kelainan pada lapisan rahim,
akibat menjalani operasi caesar atau operasi rahim.
 Trapped placenta. Trapped placentaadalah kondisi ketika plasenta sudah terlepas dari
dinding rahim, tetapi belum keluar dari rahim. Kondisi ini terjadi akibat menutupnya
leher rahim (serviks) sebelum plasenta keluar.

Faktor Risiko Retensi Plasenta

Retensi plasenta lebih berisiko dialami oleh ibu dengan beberapa faktor berikut:

 Hamil saat berusia di atas 30 tahun.


 Melahirkan di bawah usia kehamilan 34 minggu (kelahiran prematur).
 Mengalami proses persalinan kala 1 atau kala 2 yang terlalu lama.
 Persalinan dengan janin mati dalam kandungan.

Diagnosis Retensi Plasenta

Dokter akan memeriksa plasenta yang keluar dari rahim, untuk memastikan plasenta telah
keluar sepenuhnya. Walaupun demikian, tetap berisiko ada bagian plasenta yang tertinggal di
dalam rahim. Pada kondisi ini, pasien akan menunjukkan gejala seperti yang telah dijelaskan
di atas. Bila diperlukan, dokter akan menjalankan pemeriksaan USG panggul untuk melihat
kondisi rahim.

Komplikasi Retensi Plasenta

Retensi plasenta menyebabkan pembuluh darah yang melekat pada plasenta terus
mengalirkan darah. Selain itu, rahim tidak dapat menutup sempurna, sehingga tidak bisa
menghentikan perdarahan. Bila plasenta tidak keluar hingga 30 menit setelah persalinan, akan
terjadi perdarahan yang signifikan dan dapat mengancam nyawa pasien.

Pengobatan Retensi Plasenta

Penanganan retensi plasenta bertujuan untuk mengeluarkan plasenta dari dalam rahim,
menggunakan sejumlah metode antara lain:
 Mengeluarkan plasenta dari rahim menggunakan tangan. Prosedur ini harus
dilakukan dengan hati-hati, karena dapat meningkatkan risiko infeksi.
 Menggunakan obat-obatan. Beberapa obat bentuk suntik
seperti ergometerine,methylergometrine atau oksitosin, dapat digunakan untuk
membuat rahim berkontraksi, sehingga bisa mengeluarkan plasenta.

Selain dua metode di atas, dokter akan menyarankan pasien untuk sering berkemih. Hal ini
karena kandung kemih yang penuh dapat mencegah keluarnya plasenta.

Dokter juga akan menyarankan pasien agar segera menyusui, untuk memicu pelepasan
hormon yang dapat meningkatkan kontraksi rahim dan membantu plasenta keluar.

Bila semua metode di atas tidak berhasil mengeluarkan plasenta dari rahim, dokter akan
menjalankan prosedur bedah. Langkah ini merupakan pilihan terakhir.

Pencegahan Retensi Plasenta

Sebagai tindakan antisipasi, dokter akan merekomendasikan langkah pencegahan selama


tahap atau kala 3 persalinan, seperti:

 Pemberian obat-obatan seperti oksitosin,untuk merangsang kontraksi rahim dan


mengeluarkan plasenta.
 Menjalankan prosedur controlled cord traction (CCT) setelah plasenta terlepas dari
rahim. Dokter akan menjepit kemudian menarik tali pusar bayi sambil menekan perut
ibu.
 Melakukan pijatan ringan di area rahim sesudah bayi lahir, untuk mengembalikan
ukuran rahim, merangsang kontraksi, dan membantu menghentikan perdarahan.

H. INFEKSI UTERI

  Infeksi rahim atau endometritis adalah peradangan pada dinding rahim yang
umumnya disebabkan oleh infeksi. Infeksi rahim perlu diobati dengan segera untuk
menghindari kemungkinan terjadinyakomplikasi berupa infertilitas alias mandul.

Infeksi rahim terbagi menjadi dua, yaitu endometritis yang terkait kehamilan dan
endometritis yang terkait penyakit radang panggul. Risiko wanita terserang infeksi rahim
meningkat setelah menjalani prosedur ginekologis, seperti kuret dan pemasangan IUD (KB
spiral), mengalami keguguran, atau melahirkan melalui operasi caesar.

Penyebab Infeksi Rahim

Endometritis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri yang masuk ke dalam rahim. Hal-hal
yang dapat menyebabkan infeksi rahim adalah:

 Infeksi menular seksual (IMS), sepertichlamydia dan gonore.


 Tuberkulosis di luar paru.
 Penyebaran kuman dari vagina.
 Biopsi endometrium atau prosedur medis untuk mengambil sampel jaringan dari
lapisan rahim.
 Adanya sisa jaringan setelah proses persalinan atau keguguran pada rahim.
 Infeksi ketuban.
 Ketuban pecah dini dan persalinan lama.

Risiko mengalami infeksi rahim akan meningkat apabila:

 Baru saja keguguran ataupun baru melahirkan, terutama jika melahirkan melalui
operasi caesar.
 Menjalani prosedur medis yangmelibatkan memasukkan alat dari mulut rahim menuju
ke rahim. Hal itu dapat menciptakan jalan masuk bagi
bakteri.Misalnya histeroskopi,pemasangan kontrasepsi spiral, sertadilatasi dan
kuretase.
 Menderita anemia.
 Melahirkan di fasilitas kesehatan yang tidak steril.
 Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya karena infeksi HIV atau
penggunaan obat-obatan penekan sistem kekebalan tubuh.

Gejala dan Tanda dari Infeksi Rahim

Infeksi rahim dapat menimbulkan tanda gejala yang bervariasi. Berikut ini berbagai gejala
dan tanda infeksi rahim yang mungkin terjadi:

 Merasa tidak enak badan.


 Demam.
 Nyeri pada perut bagian bawah dan panggul.
 Perut membengkak.
 Pendarahan tidak normal pada vagina (di luar waktu haid).
 Keputihan yang tidak normal disertai bau.
 Nyeri saat berhubungan seksual atau berkemih.
 Merasa tidak nyaman saat buang air besar, termasuk mengalami konstipasi.

Diagnosis Infeksi Rahim

Pemeriksaan fisik umum dan panggul akan dilakukan dokter untuk memastikan diagnosis
infeksi rahim. Beberapa tes tambahan ini juga diperlukan untuk memastikan diagnosis
endometritis, yaitu:

 Pemeriksaan cairan yang keluar dari vagina.


 Tes urine dan pemeriksaan darah lengkapjuga perlu dilakukan untuk menghitung
jumlah sel darah putih dan juga laju endap darah.
 Tes terhadap bakteri yang mungkin menyebabkan infeksi chlamydia atau gonore.
 Pemeriksaan radiologis seperti CT-scandan USG panggul.
 Pengambilan sampel jaringan dari dinding rahim atau biopsi dinding rahim.
 Laparoskopi.

Cara Mengobati Infeksi Rahim

Infeksi rahim umumnya diobati dengan antibiotik, dan untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Pastikan untuk menghabiskan antibiotik yang diresepkan oleh dokter. Apabila
keadaan umum Anda lemah dan infeksi rahim yang terjadi cukup serius, terutama yang
terjadi setelah proses melahirkan, Anda perlu dirawat di rumah sakit. Pengobatan di rumah
sakit termasuk pemberian cairan dan obat-obatan melalui infus dan istirahat.Pasangan juga
perlu mendapatkan perawatan jika infeksi rahim disebabkan oleh penyakit menular seksual.

Apabila infeksi rahim tidak segera ditangani, maka berisiko muncul komplikasi, di antaranya:

 Terjadinya infertilitas atau kemandulan.
 Munculnya nanah atau abses di panggul atau rahim.
 Mengalami infeksi panggul dan rongga perut (peritonitis).
 Sepsis atau infeksi darah.
 Syok septik yang menyebabkan tekanan darah yang sangat rendah. Kondisi ini dapat
berakibat fatal dan membutuhkan penanganan darurat di rumah sakit.

Pencegahan Infeksi Rahim

Untuk menurunkan risiko mengalami infeksi rahim karena proses persalinan ataupun karena
menjalani prosedur ginekologi, Anda bisa memastikan peralatan maupun teknik yang
dilakukan tetap steril. Anda juga akan diresepkan antibiotik sebelum menjalani operasi
caesar.

Sedangkan untuk menghindari infeksi rahim yang disebabkan oleh infeksi menular seksual,
Anda bisa mempraktikkan hubungan seksual yang aman, misalnya dengan menggunakan
kondom. Bila Anda sedang menderita infeksi menular seksual, pastikan untuk mengikuti
anjuran perawatan dan mengonsumsi obat yang telah diresepkan oleh dokter.

Segera periksakan diri ke dokter jika Anda mengalami gejala infeksi rahim untuk
menghindari komplikasi yang berbahaya, terutama jika gejala tersebut terjadi setelah
melahirkan, mengalami keguguran, melakukan kuret, setelah pemasangan KB spiral, dan
menjalani operasi pada panggul dan rahim.

I. RUPTUR PERINEUM

Ruptur perineum adalah robekan perineum yang terjadi pada saat bayi lahir baik


secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan
perineumumumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlalu cepat.

J. ANATONIA UTERI

Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya


miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta lahir.
Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi
serat-serat miometrium terutama yang berada di sekitar
pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat
perlengketan plasenta. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal
dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya
plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Tidak
terdapat kontraksi uterus setelah massase uterus selama 15
detik.28,35,36
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah
merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk
menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan
tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh
darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan
sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka
delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti
tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh
darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini
akan menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.35
Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium
dapat menyebabkan perdarahan yang cepat dan parah serta syok
hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat
diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau
persalinan yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain
itu, obat-obatan seperti obat anti-inflamasi nonsteroid,
magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan nifedipin juga
dapat menghambat kontraksi miometrium. Penyebab lain adalah
situs implantasi plasenta di segmen bawah rahim,
korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia pada
solusio plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan tentang pelaksanaan manajemen aktif kala III dapat
disimpulkan sebagai
berikut :
1. Pada pelaksanaan pemberian
oksitosin langkah yang belum dilakukan sesuai standar antara lain : 90% dalam
pelaksanaannya tidak meletakan kain bersih dan kering diatas perut ibu, pemeriksaan uterus
untuk memastikan tidak ada bayi kedua 80% belum dilakukan, 23,3% responden tidak
memberitahukan ibu bahwa ia akan disuntik. Sedangkan prinsip pemberian oksitosin dalam
waktu 2 menit pada pelaksanaannya telah dilakukan sesuai standar.
2. Pelaksanaan peegangan tali
pusat terkendali sebagian besar langkah telah dilakukan sesuai standar. Tetapi
terdapat 16,7% yang tidak
memindahkan klem tali pusat sekitar 510 cm dari vulva, dan 16,7% responden
melkukan PTT segera setelah
penyuntikan oksitosika tidak menunggu adanya kontraksi uterus.
3. Pada pelaksanaan masase fundus uteri setelah plasenta lahir 16,7% langkah
pelaksanaan belum dilakukan sesuai standar.
B. SARAN

Agar meningkatkan pengetahuan tentang ilmu-ilmu baru tentang Manajemen Aktif


Kala III, membuat variasi dalam pembelajaran praktikum agar lebih mudah dipahami
mahasiswa

Agar meningkatkan minat dan konsentrasi dalam pembelajaran Manajemen Aktif


Kala III, meningkatkan kretifitas dalam menciptakan media pembelajaran untuk Manajemen
Aktif Kala III.

Daftar pustaka

Budiarto, E. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar. Jakarta :


EGC.
Budiarto, E. 2004. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 1991. Perdarahan Post
Partum. Jakarta.
Harian Kompas. Angka Kematian Ibu Turunwww.pikiranrakyat.com/cet
ak/03/03/22/0301.htm.2003.
JNKP-KR. 2002. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. JNKP-KR,
Jakarta.
JNKP-KR-POGI. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Neonatal. YBP-SP.
Jakarta.
Kanwil Provinsi Jawa Barat. 2000. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
Depkes Bandung.
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi
Revisi VI. Rineka Cipta. Jakarta.
Pusdiknakes, 2003. Buku 3 Asuhan

Anda mungkin juga menyukai