Anda di halaman 1dari 59

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan

oleh mahasiswa dengan kurikulum yang berlaku sebagai penerapan teori yang

telah diperoleh agar mahasiswa memperoleh pengalaman lapangan yang sesuai

dengan bidang kompetisinya. Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan untuk

menambah kemampuan untuk mengamati, mengkaji, serta menilai antara teori

dengan kenyataan yang terjadi di lapangan sehingga dapat meningkatkan kualitas

manajerial mahasiswa dalam mengamati permasalahan dan persoalan, baik dalam

bentuk aplikasi teori maupun kenyataan yang sebenarnya.

Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan

pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat. Farmasi juga meliputi

profesi yang sah dan fungsi ekonomi dari distribusi obat, bahan baku obat,

ataupun alat kesehatan yang baik dan aman. Dalam kegiatan farmasi utamanya

sangat diperlukan instalasi-instalasi kesehatan, balai pengobatan yang telah

ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Dalam CDOB ada beberapa hal yang harus

diperhatikan yaitu manajemen mutu, organisasi, manajemen dan personalia,

bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri, keluhan, obat dan/atau bahan

obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali, transportasi, fasilitas


2

distribusi berdasar kontrak, dan dokumentasi. Salah satu distribusi dalam farmasi

adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF).

(Kemenkes RI, 2014 : 4-10)

Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbentuk badan

hukum yang memiliki izin untuk mengadakan, menyimpan, dan menyalurkan obat

atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan ketentuan

perundang-perundangan. Salah satu tugas Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah

melakukan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan. Pedagang Besar Farmasi

(PBF) juga merupakan salah satu tempat pengabdian seorang Tenaga Teknis

Kefarmasian (TTK) yang merupakan alur penting dalam pendistribusian sediaan

farmasi dan alat kesehatan melalui apotek, rumah sakit, maupun toko kepada

pasien.

(Kemenkes RI, 2014 : 4-10)

Pedagang Besar Farmasi (PBF) sebagai salah satu tempat pengabdian profesi

seorang farmasis yang merupakan bagian terpenting dalam siklus penyaluran

sediaan farmasi melalui apotek, rumah sakit, toko obat, klinik, dan puskesmas

hingga ke tangan pasien.

Dengan demikian, seorang Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) perlu

membekali diri dengan mengetahui Pedagang Besar Farmasi (PBF), mengenai

tahapan-tahapan dan persyaratan pendistribusian yang sesuai dengan CDOB,

mengetahui persyaratan dalam pendirian PBF dan pelaporan-pelaporan yang

dilakukan dalam pengelolaan pendistribusian obat. Oleh sebab itu, dilakukan


3

Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Great Mataram Semarang dalam rangka

mempersiapkan diri untuk berperan langsung dalam pengelolaan manajemen

farmasi sesuai fungsi dan ketentuan.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan

1. Tujuan Umum:

a. Sebagai bahan perbandingan antara teori-teori yang didapat dalam Praktek

Kerja Lapangan.

b. Memahami proses pengelolaan dan proses pendistribusian sediaan farmasi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam

sistem pelayanan kesehatan masyarakat berdasarkan CDOB (Cara Distribusi

Obat yang Baik).

c. Memahami dasar pendistribusian obat dan sediaan farmasi lainnya di PBF

selaku Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) sehingga mampu berperan

sebagai mitra kerja kesehatan yang siap pakai.

d. Menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan tentang, pengadaan,

pengelolaan distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi dan alat kesehatan di

Pedagang Besar Farmasi (PBF).

2. Tujuan Khusus:

a. Untuk meningkatkan atau menambah ilmu pengetahuan dalam hal

mengelola obat, perbekalan farmasi, dan pemasarannya.


4

b. Untuk menghasilkan Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang profesional,

jujur, dan bertanggung jawab dalam hal pelayanan kefarmasian kepada

masyarakat.

c. Meningkatkan pengetahuan tentang ruang lingkup tanggung jawab sebagai

Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) khususnya di PBF.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan

1. Mahasiswa mendapatkan penglaman kerja yang nyata langsung terpadu di

Pedagang Besar Farmasi (PBF).

2. Dapat menyesuaikan atau mengembangkan teori yang sudah diterima di

perkuliahan dengan keadaan yang ada di lapangan untuk dijadikan sebagai

pembelajaran.

3. Dapat mengetahui secara langsung tata laksana, pendistribusian, dan

pengelolaan sediaan farmasi lainnya di PBF yang sebelumnya hanya diketahui

secara teoritis.

4. Menambah ilmu pengetahuan dalam hal pengelolaan obat, perbekalan farmasi,

dan pemasarannya.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pedagang Besar Farmasi

Menurut Permenkes RI Nomor: 1148/MENKES/PER/VI/2011, Pedagang

Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan yang berbentuk badan hukum yang

memiliki izin untuk mengadakan, menyimpan, menyalurkan obat, atau bahan obat

dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sesuai dengan Permenkes RI tersebut bahwa sejak dikeluarkannya peraturan

ini penanggung jawab di PBF adalah apoteker dalam waktu 2 tahun ke depan dan

PBF harus menyesuaikan dengan peraturan tersebut.

PMK terbaru tentang PBF diatur dalam PMK No. 30 tahun 2017, dimana

dalam peraturan tersebut memberikan batasan terhadap beberapa hal yang

berkaitan dengan kegiatan Pedagang Besar Farmasi yaitu batasan mengenai:

a. Perbekalan farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat, dan alat

kesehatan.

b. Sarana pelayanan kesehatan adalah apotek, rumah sakit, atau unit kesehatan

lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, toko obat berizin dan

pengecer lainnya.

Terdapat dua jenis PBF, yaitu diantaranya sebagai berikut:


6

a. PBF

Adalah perusahaan yang berbentuk hukum yang memiliki izin untuk

pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah

besar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. PBF Cabang

Adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan dari PBF pusat untuk

melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam

jumlah besar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Menkes, 2011).

2.2 Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan perundang-undangan tentang PBF di Indonesia telah beberapa kali

mengalami perubahan. Perundang-undangan terkait PBF antara lain sebagai

berikut:

a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 tahun 2014 tentang

perubahan pertama atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Perubahan

kedua PMK Nomor 30 Tahun 2017.

b. Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia No. HK.0.3.1.34.11.12.7542

tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik.

c. Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia No. 40 Tahun 2013 tentang

Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat yang Mengandung

Prekursor Farmasi.
7

d. Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

e. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

f. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerja Kefarmasian.

g. Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

h. Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Penggunaan Sediaan Farmasi

dan Alat Kesehatan.

2.3 Izin Usaha Pedagang Besar Farmasi

Menurut Permenkes no. 1148/Menkes/Per/VI/2011, agar PBF dapat berdiri

dan beroperasi harus memenuhi hal-hal berikut:

a. Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal.

b. Setiap pendirian PBF Cabang wajib memperoleh pengakuan dari Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi di wilayah PBF Cabang berada.

Masa berlaku dari PBF sendiri yaitu lima tahun dan dapat diperpanjang selama

masih memenuhi persyaratan yang berlaku. Sedangkan masa berlaku PBF Cabang

mengikuti masa berlaku dari PBF pusatnya.

2.4 Persyaratan Pedagang Besar Farmasi

Menurut Permenkes no. 1148/Menkes/Per/VI/2011, untuk memperoleh izin

maka PBF harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. PBF merupakan badan hukun tanpa perseroan terbatas atau koperasi.

b. Memiliki Nomor Induk Wajib Pajak (NPWP).


8

c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung

jawab.

d. Komisaris atau dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat,

baik langsung ataupun tidak dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan

di bidang farmasi.

e. Memiliki bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanankan

pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin

kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.

f. Memiliki gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang

dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.

g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai

CDOB.

Dalam hal permohonan yang dilakukan dalam rangka penanaman modal, maka

pemohon harus memperoleh persetujuan penanaman modal dari instansi yang

menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Selain persyaratan di atas, PBF yang akan menyalurkan bahan obat juga harus

memenuhi persyaratan berikut:

a. Memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan

obat yang disalurkan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

b. Memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari

ruangan lain.
9

2.5 Tugas dan Fungsi PBF

a. Tugas PBF yaitu:

1. Tempat menyediakan, menyimpan, dan mendistribusikan perbekalan

farmasi yang meliputi obat, bahan obat, dan alat kesehatan.

2. Sebagai sarana mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan

kesehatan masyarakat yang meliputi: apotek, rumah sakit, toko obat berizin,

dan sarana pelayanan kesehatan lain serta PBF lainnya.

3. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,

penyaluran perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung jawabkan

ketika dilakukan pemeriksaan oleh instansi berwenang.

4. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obat

golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk apotek,

rumah sakit, dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas

terbatas, dan obat keras tertentu.

b. Fungsi PBF antara lain:

1. Sebagai sarana distribusi bagi industri farmasi.

2. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah

air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.

3. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan

penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.

4. Sebagai penyalur tunggal obat-obat golongan narkotika dimana PBF khusus

yang melakukannya, yaitu PT. Kimia Farma.


10

5. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.

2.6 Kewajiban PBF

PBF dalam kegiatannya memiliki kewajiban diantaranya:

a. PBF dan PBF cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan, dan menyalurkan

obat/bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh

Menteri Kesehatan.

b. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan

sesama PBF.

c. PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan atau bahan obat

dari PBF pusat.

d. Setiap PBF dan PBF cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan,

dan penyaluran obat dan bahan obat.

e. PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat atau bahan obat di wilayah provinsi

sesuai pengakuannya.

f. PBF dan PBF cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan

penyaluran obat atau bahan obat sesuai dengan CDOB.

g. Setiap PBF dan PBF cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan,

penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman

CDOB yang dapat dilakukan secara elektronik dan akan diperiksa sewaktu-

waktu.
11

h. Setiap PBF dan PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan

penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai peraturan perundang-

undangan.

i. PBF dan PBF cabang hanya melaksanakan penyaluran obat keras berdasarkan

surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker

penanggung jawab.

j. Setiap PBF dan PBF cabang wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap tiga

bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat/bahan obat

kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan, Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Dan untuk PBF penyalur narkotika

dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika

dan psikotropika.

2.7 Larangan Bagi Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Permenkes RI no. 1148/Menkes/Per/VI/2011, larangan bagi

PBF terdiri dari:

a. PBF dan PBF cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran.

b. Setiap PBF dan PBF cabang dilarang menerima dan atau melayani resep

dokter.

c. PBF dan PBF cabang dilarang menyalurkan obat keras ke toko obat.
12

d. PBF atau PBF cabang dilarang melakukan pengubahan kemasan obat atau

bahan obat, ataupun pengemasan kembali obat atau bahan obat tersebut dari

kemasan aslinya.

e. PBF dan PBF cabang dilarang menyimpan dan mengeluarkan obat golongan

narkotika dan atau psikotropika tanpa izin dari Menteri Kesehatan.

f. PBF dilarang melayani outlet yang tidak berizin atau perizinannya sedang

dalam proses (termasuk SIA, SIPA, SOP, dan perizinan lainnya).

g. PBF dilarang melakukan pendistribusian kepada outlet tanpa surat pesanan.

h. Surat pesanan khusus (untuk obat psikotropika, prekursor, dan OOT) dibatasi

jumlah dan frekuensi pemesannya.

2.8 Peringatan dan Pembekuan Izin Usaha

Sebelum melakukan pencabutan izin usaha PBF, BPOM akan melakukan

tindakan-tindakan sebagai berikut terhadap PBF yang bersangkutan dengan

mengeluarkan:

a. Peringatan secara tertulis kepada PBF yang bersangkutan sebanyak tiga kali

berturut-turut dalam waktu masing-masing dua bulan.

b. Pembekuan izin usaha yang bersangkutan dalam jangka waktu enam bulan

sejak dikeluarkan penetapan pembekuan izin usaha PBF yang bersangkutan.

c. Telah membuktikan memenuhi seluruh syarat sesuai ketentuan pembekuan

atau pencabutan izin usaha PBF, belaku juga untuk seluruh cabang PBF

tersebut di Indonesia.
13

d. Peringatan dan pembekuan izin usaha tidak berlaku untuk PBF yang sudah

tidak aktif lagi dan dilakukan pencabutan izin usaha di PBF tersebut.

2.9 Pencabutan Izin Usaha

Izin usaha PBF dapat dicabut apabila melakukan hal sebagai berikut:

a. Mempekerjakan Apoteker Penanggung Jawab (APJ) yang tidak memiliki surat

izin kerja (SIK).

b. Tidak aktif lagi dalam penyaluran obat selama satu bulan.

c. Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana ditetapkan dalam

peraturan.

d. Tidak lagi memberikan laporan terkait PBF tersebut sebanyak tiga kali

berturut-turut.

e. Tidak memenuhi ketentuan tata cara penyaluran perbekalan farmasi

sebagaimana yang ditetapkan.

2.10 Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik

a. Pengadaan Barang

Pengadaan barang dilakukan dengan membuat surat pesanan atau PO (Purchasing

Order) kepada pabrik dalam periode tertentu.

1. Perlengkapan Pengadaan Barang

Estimasi pesanan barang, sebelum membuat pesanan barang harus membuat

perkiraan pemesanan barang, gunanya menentukan seberapa banyak kita menjual


14

dan menentukan jumlah stok berikutnya dan juga untuk menghindari terjadinya

kelebihan stok barang.

2. Surat Pesanan (Purchasing Order)

Pesanan dilihat berdasarkan estimasi pesanan yang sudah disetujui dan

ditandatangani oleh apoteker dan pimpinan perusahaan. Surat pesanan dibuat

minimal dua rangkap, lembar pertama ditujukan kepada supplier atau pabrik dan

lembar kedua untuk PBF.

b. Penerimaan Barang

Dalam hal ini yang dilakukan adalah pengecekan barang-barang yang datang

dari pabrik mengenai jumlah barang dan kecocokan dengan faktur. Barang yang

telah masuk lalu dicek, diperiksa, disimpan, dan disusun rapi dalam gudang sesuai

dengan letaknya. Apabila terjadi kekurangan atau kekeliruan dari pengiriman

barang tersebut, tenaga teknis kefarmasian harus segera mengkonfirmasi kepada

pabrik ataupun supplier. Pengecekan yang dilakukan meliputi cek fisik yaitu

kemasan, keadaan obat, jumlah obat, nomor batch, dan tanggal kadaluwarsa.

c. Penyimpanan

Barang yang masuk dan sudah diperiksa lalu disimpan dan disusun rapi pada

rak-rak penyimpanan dengan berdasarkan:

1. Penyimpanan dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan.

2. Penyimpanan dikelompokkan berdasarkan abjad.


15

3. Penyusunan dilakukan dengan sistem FIFO (First In First Out) dimana barang

yang pertama masuk adalah barang yang terlebih dahulu dikeluarkan, dan

sistem FEFO (First Expired First Out) dimana barang yang memiliki tanggal

kadaluwarsa yang lebih pendek akan dikeluarkan terlebih dahulu.

4. Untuk obat-obat yang berbentuk sirup, disusun di bagian bawah rak untuk

memudahkan pengambilan dan antisipasi bila sirup teresbut tidak akan

membasahi sediaan lain.

5. Untuk obat golongan psikotropika disimpan di dalam lemari besi yang

memiliki kunci ganda pada ruangan khusus psikotropika, dimana tidak

diperkenankan proses keluar masuk barang tanpa sepengetahuan dan seizin

dari apoteker penanggung jawab PBF.

6. Untuk obat berbentuk injeksi, suppositoria, dan obat higroskopik disimpan di

dalam lemari pendingin.

7. Penyimpanan barang disesuaikan dengan suhu dan kelembaban yang sesuai

dengan label pada kemasan obat.

d. Pendistribusian

PBF dalam melakukan pendistribusian obat-obatan dan alat-alat kesehatan

kepada:

1. Toko obat berizin

2. Apotek

3. Rumah sakit
16

4. Puskesmas

5. PBF lain

Sarana tersebut harus memiliki izin dan penanggung jawab yang telah

memiliki surat izin kerja yang masih berlaku. Pendistribusian tersebut berdasarkan

surat pesanan pelanggan yang telah ditandatangani penanggung jawab sarana.

Pendistribusian dari PBF menggunakan dokumen penyaluran obat dan faktur.

e. Penanganan Obat Kadaluwarsa atau Rusak

Langkah-langkah penanganan obat kadaluwarsa atau rusak sebagai berikut:

1. Obat yang mendekati kadaluwarsa atau rusak dipisahkan dari obat yang masih

dalam kondisi baik dan belum mendekati masa kadaluwarsa.

2. Setelah dipisahkan, obat dikembalikan ke pabrik dengan persyaratan untuk

mendapatkan penggantian dengan menyertakan surat pengembalian barang.

3. Obat yang telah dikirim biasanya diganti oleh pabrik, biasanya diganti dengan

barang sejenis yang memiliki ED lebih panjang.

4. Pengembalian obat kadaluwarsa atau rusak ditentukan berdasarkan peraturan

yang telah ditetapkan oleh masing-masing pabrik.

5. Pengembalian obat kadaluwarsa atau rusak selanjutnya akan dilakukan.

6. Pemusnahan obat disertai dengan berita acara pemusnahan obat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. Penarikan Kembali
17

Penarikan kembali atau recall adalah penarikan kembali produk baik itu obat,

bahan obat, atau alat kesehatan dari pasaran atau outlet. Teradapat dua jenis

recall, diantaranya:

a. Mandatory recall, merupakan penarikan kembali produk yang wajib dilakukan

karena perintah langsung dari Badan POM seperti ditemukannya efek samping

yang merugikan, produk ruah dari suatu tablet yang merugikan, produk

samping melebihi ambang batas, dsb. Penarikan tersebut biasanya akan

menarik semua batch dari produk tersebut.

b. Voluntary recall, merupakan penarikan kembali produk yang dilakukan secara

sukarela oleh suatu industri farmasi atau supplier. Alasan dilakukan penarikan

ini biasanya lebih ringan dari mandatory recall, seperti uji disolusi sediaan

lebih dari 30%, penggantian kemasan dari industri, NE yang telah habis, dsb.

Untuk produk yang ditarik kembali pun biasanya hanya produk dari batch

tertentu saja.

Untuk melakukan proses recall, ada beberapa tahapan atau prosedur yang

akan dijalani, yaitu:

a. Supplier akan menerima surat perintah dari Badan POM untuk melakukan

penarikan kembali terhadap produknya dari pasaran (khusus untuk mandatory

recall).

b. Supplier akan mengirimkan surat resmi penarikan produknya kepada PBF .

c. Apoteker Penanggung Jawab menginformasikan kepada kepala cabang dan

bagian marketing terkait produk yang akan di recall, serta mendistribusikan


18

surat perintah recall ke outlet yang disertai surat keterangan stok. Surat

perintah ini berisi: no. surat, perihal, lampiran, informasi (dasar perintah

recall), produk yang akan di recall (nama produk, jumlah, nomor batch, dan

NIE), status obat yang di recall, jangka waktu pengembalian produk, tanda

tangan apoteker penanggung jawab, pimpinan outlet, dan penerima surat.

d. Outlet wajib mengisi surat keterangan stok lengkap dengan stempel outlet dan

tanda tangan apoteker penanggung jawab outlet, serta mengirimkan produk

sesuai jumlah dan kondisi fisik produk yang tertera pada surat keterangan stok

ke PBF.

e. Produk yang akan dikembalikan ke supplier baik itu stok dalam gudang PBF

maupun produk kiriman outlet diletakkan dalam ruang karantina serta diberi

label produk recall.

f. Produk merangkum jumlah total stok produk yang akan dikembalikan pada

form yang diberikan oleh supplier.

g. PBF mengirimkan produk recall kepada supplier.

h. PBF mengirimkan arsip recall ke Badan POM setempat.

(Balai POM, 2015)


19

BAB III

TINJAUAN PT. GREAT MATARAM

3.1 Sejarah PT. Great Mataram

PT. Great Mataram berdiri pada akhir tahun 80-an, berpusat di Semarang

dan memiliki kantor cabang di kota Surakarta. Dengan pelanggan yang tersebar di

Jawa Tengah, PT. Great Mataram berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik

dengan harga terjangkau. PT. Great Mataram telah menjalin kerja sama dengan

banyak pabrik-pabrik terkenal baik dalam maupun luar negeri, seperti PT.

Combiphar, PT. Bayer Schering Berlin, PT. Meprofarm, PT. Sandoz, PT.

Boehringer Ingelhem, dan PT lainnya. Namun, karena alasan tertentu kini PT.

Great Mataram sudah diambil alih oleh PT. Meprofarm selaku pemilik saham

terbanyak dan dikelola oleh manajemen baru sejak tahun 2016 dengan pusat tetap

di Semarang dan kantor cabang di Surakarta. Perusahaan ini dipimpin oleh

seorang kepala cabang yang nantinya akan bertanggung jawab kepada direktur

atau pemiliki perusahaan.

3.2 Visi dan Misi PT. Great Mataram

a. Visi

Menjadi perusahaan disrtibutor farmasi yang unggul dan terpercaya melalui

upaya perbaikan dalam memberikan pelayanan prima serta menciptakan ide-ide

terbaru untuk selalu memberikan solusi dan kontribusi demi kenyamanan dan

kepuasan pelanggan.
20

b. Misi

Misi dari PT. Great Mataram adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan sumber daya manusia yang kompeten, profesional, berkinerja

tinggi, serta bertanggung jawab.

2. Meningkatkan dan menunjang perbaikan sarana prasarana guna mendukung

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

3. Menjalin dan mengembangkan kemitraan bersama pelanggan serta principle

untuk menghasilkan kerja sama yang baik.

3.3 Struktur Organisasi


21

3.4 Job Description

a. Direktur

- Merencanakan dan menyusun rencana kerja serta anggaran PBF.

- Melakukan analisis market dan juga tren perkembangan pasar secara berkala,

serta melakukan pengembangan untuk jangka pendek dan panjang di

lingkungan PBF.

- Mengelola, mengkoordinir, serta mengendalikan perusahaan.

- Membangun kerja sama yang solid dan efektif dengan manajemen

perusahaan.

- Mendorong dan memberi fasilitas memadai untuk mencapai peningkatan

efektifitas terhadap perusahaan.

- Menerapkan dan memelihara “Sistem Informasi Manajemen”, manajemen

keuangan, serta ISO dalam pelaksanaan kegiatan operasional jajarannya.

- Melakukan penilaian terhadap kinerja manajer pelayanan dan personilnya.

- Menganalisis hasil usaha dari perusahaan yang dipimpin.

b. Apoteker Penanggung Jawab

- Mengatur dan memastikan distribusi obat sesuai prosedur yang berlaku.

- Memelihara hasil laporan pemeriksaan dan menjamin kebenaran dari hasil

kalkulasi.

- Menyusun serta menyetujui program pelatihan dasar dan lanjutan tentang

CDOB untuk semua personil yang terkait dengan distribusi.


22

- Mengkoordinasi dan melakukan segera setiap recall (penarikan) obat.

- Memastikan keluhan pelanggan tertangani dengan efektif.

- Melakukan kualifikasi terhadap pemasok dan pelanggan.

- Meluruskan obat / bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok

obat atau bahan obat yang memenuhi syarat jual.

- Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi dan penerima kontrak

tentang tanggung jawab masing-masing terkait distribusi dan atau transportasi

obat atau bahan obat.

- Mendelegasikan tugasnya terhadap apoteker pembantu atau tenaga teknis

kefarmasian yang telah mendapat persetujuan dari instansi berwenang bila

tidak ada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen

tentang pendelegasian tersebut.

- Turut serta dalam pengambilan keputusan terhadap karantina dan

pemusnahan stok obat kembalian, rusak, recall, atau diduga palsu.

- Memastikan pemenuhan syarat yang diwajibkan untuk obat atau bahan obat

tertentu sesuai peraturan yang berlaku.

c. Supervisor

- Menggantikan kedudukan pimpinan bila tidak ada di tempat.

- Mengontrol kegiatan dari salesman.

- Mengadakan transaksi dengan pelanggan.

d. Kepala Gudang
23

- Membuat perencanaan barang dan distribusi, mengontrol serta mengevaluasi

sistem yang berjalan di gudang.

- Memimpin segenap staf gudang.

- Mengevaluasi serta mengontrol barang masuk dan keluar sesuai SOP.

- Pengecekan barang masuk sesuai SOP.

- Melakukan laporan, perencanaan, dan pengawasan gudang.

- Memastikan ketersediaan dari suatu produk sesuai dengan kebutuhan.

- Mengawasi pekerjaan staf gudang sesuai standar kerja.

- Memastikan aktivitas barang masuk dan keluar lancar.

- Melaporkan transaksi keluar-masuk barang.

e. Bagian Fakturis

- Mencatat setiap order (pesanan) yang masuk melalui salesman.

- Membuat invoice terhadap order yang masuk.

- Membuat laporan penjualan dalam jangka waktu tertentu.

f. Bagian Inkaso

- Membuat daftar penagihan faktur.

- Melakukan konfirmasi piutang outlet.

- Melakukan orientasi pembayaran outlet.

g. Salesman

- Menerima pesanan dari outlet.


24

- Menyerahkan surat pesanan kepada apoteker penanggung jawab untuk

diperiksa, kemudian diteruskan kepada bagian fakturis untuk diproses.

- Mengecek kondisi dan kadaluwarsa barang yang akan diretur.

h. Bagian Administrasi

- Mengkoordinir seluruh kegiatan yang beruhubungan dengan keuangan,

administrasi, serta penyusunan laporan keuangan dan manajerial.

- Mengkoordinir dan mengawasi seluruh kegiatan administrasi keuangan untuk

mendukung kelancaran operasional perusahaan.

- Melakukan laporan pemeriksaan administrasi pelayanan, meliputi: laporan

penjualan, biaya pegawai, inventaris, serta laba-rugi untuk menjamin

kebenaran dan juga keabsahan laporan tersebut.

- Melakukan konsolidasi laporan administrasi pelayanan untuk dilaporkan dan

disetujui oleh direktur guna mendukung pemberian informasi yang tepat dan

akurat.

- Melakukan pengecekan data, bukti-bukti (kwitansi) yang berasal dari outlet

untuk memastikan kebenarannya.

- Mengawasi penggunaan alat tulis kantor, bensin, dan listrik untuk menjamin

penggunaannya efektif dan efisien.

- Mempertimbangkan usulan pembelian inventaris kantor untuk mendukung

kelancaran operasional.
25

- Melakukan pencatatan surat setoran pajak yang belum maupun yang sudah

diterima.

- Menghitung nilai pajak penghasilan (PPh) atau sewa kontrak serta

perpanjangan jasa yang digunakan untuk mendukung pemberian informasi

nilai pajak secara tepat dan akurat.


26

BAB IV

KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Kegiatana Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan praktik

langsung yang dilaksanakan pada suatu tempat atau instansi terkait, kegiatan ini

bertujuan untuk menambah serta meningkatkan pengetahuan secara mendalam

terhadap aktivitas sehari-hari yang ada pada instalasi / tempat kerja yang

bersangkutan.

Kegiatan PKL program studi D3 Farmasi STIFAR “Yayasan Pharmasi”

Semarang di PT. Great Mataram Semarang pada tanggal 15 Januari - 13 Februari

2021, yaitu pada pertemuan pertama mahasiswa diberikan pengetahuan terlebih

dahulu tentang pengertian PBF dan gambaran singkat tentang kegiatan-kegiatan

yang dilakukan oleh PBF terutama kegiatan yang ada di PT. Great Mataram

Semarang dan langsung melakukan praktiknya di lapangan.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi melakukan penerimaan barang

datang yang sesuai dengan ketentuan, pengecekan kesesuaian faktur barang

datang dengan surat pesanan serta kondisi fisik barang sesuai dengan faktur atau

invoicenya (meliputi: nama barang, jumlah barang, nomor batch, tanggal

kadaluwarsa / ED, dan kesesuaian diskon sesuai dengan kesepakatan pemesanan),

menginput stok barang datang ke kartu stok gudang, meminta tanda tangan

apoteker beserta stampel PBF dan apoteker pada faktur sebelum barang dilakukan

proses pendistribusian ke outlet, pengambilan obat, pengemasan obat, menerima


27

surat tanda terima barang, verifikasi faktur kembali (meliputi: surat tanda terima

barang, tanggal penerimaan barang, nama apoteker outlet, SIPA/SIKTTK

penerima, tanda tangan apoteker outlet, stempel outlet barang beserta surat

pesanan), pembayaran, dan pengarsipan.

Secara umum pengelolaan perbekalan farmasi yang dilakukan di PT. Great

Mataram Semarang dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam, diantaranya:

a. Pengadaan

Pengadaan dilakukan menggunakan metode konsumsi dengan penarikan data

pengeluaran obat tiap 3 bulannya. Untuk proses pengadaan dapat berupa forecash

(pesanan) maupun tender. Idealnya dilakukan tiap 1 bulan sekali. Beberapa sistem

pengadaan kepada principal yang dilakukan di PT. Great Mataram Semarang

yaitu:

1. PT. Holi, dilakukan pengadaan 2 kali dalam 1 bulan.

2. PT. Derma, dilakukan pengadaan 2 kali dalam 1 bulan.

3. PT. Trifa, dilakukan pengadaan 2 kali dalam 1 bulan.

4. PT. Dion, dilakukan pengadaan 2 kali dalam 1 minggu.

5. PT. Meprofarm, dilakukan pengadaan 1-2 kali dalam 1 minggu.

Alur pemesanan barang kepada principal sebagai berikut:

1. PT. Great Mataram Semarang mengirim surat pesanan (meliputi: nomor SP,

tanggal, nama barang, jumlah barang, kondisi barang, keterangan kesepakatan

diskon, tanda tangan APJ disertai dengan SIKA dan stempel APJ).
28

2. Setelah diterima oleh distributor atau industri farmasi, dilakukan pengecekan

tentang ketersediaan barang yang diminta.

3. Distributor / industri farmasi menghubungi PBF untuk melakukan konfirmasi

pesanan tersebut apakah nantinya dapat dikirim atau tidak.

4. Setelah barang terkonfirmasi, barang disiapkan dan dikirm ke PT. Great

Mataram Semarang.

b. Penerimaan Barang

Merupakan penerimaan barang baik obat maupun non obat yang didapatkan

dari proses pengadaan yang bertujuan untuk pengendalian penerimaan obat dan

efektivitas kinerja karyawan sesuai dengan CDOB. Berikut prosedur dalam

penerimaan barang:

1. Staf gudang menerima tanda terima dari ekspedisi atau pengantar obat.

2. Staf gudang melakukan pengecekan, meliputi: kesesuaian barang dengan faktur

pembelian, kondisi fisik, bentuk sediaan, kesesuaian harga, tanggal

kadaluwarsa, dan nomor batch di ruang penerimaan barang (staging in).

3. Faktur yang telah sesuai maka ditandatangani oleh kepala gudang dan apoteker

penanggung jawab beserta surat pesanan, SIKA/SIPA, dan stempel dari PBF.

4. Staf gudang melakukan pengecekan stok lalu diinput secara komputerisasi oleh

staf inkaso berdasarkan tanda terima atau faktur yang telah ditandatangani oleh

APJ atau kepala gudang.


29

5. Barang yang telah diperiksa dan dicocokkan lalu dipindahkan ke gudang

penyimpanan dan diinput ke dalam kartu stok gudang penyimpanan.

6. Bagian gudang menempatkan barang sesuai dengan aturan penyimpanan yang

telah ditentukan atau bentuk fisik dari obat / bahan obat. Disusun berdasarkan

urutan abjad, dengan menggunakan metode FEFO (First Expired First Out)

dimana barang yang memiliki tanggal kadaluwarsa paling pendek maka yang

dikeluarkan terlebih dahulu.

c. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan menyimpan dan memelihara produk dengan cara

menempatkan perbekalan farmasi pada tempat yang aman secara fisik maupun

secara mutu perbekalan farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi bertujuan untuk

memelihara mutu sediaan farmasi, serta memudahkan pencarian dan pengawasan.

Oleh karena itu, setelah perbekalan farmasi diterima dari principal maka

dilakukan kegiatan penyimpanan. Pada proses penyimpanan terdapat kartu stok

pada tiap produk yang berfungsi untuk mengontrol jumlah keluar masuk produk

tersebut sehingga dapat meninimalkan penyalahgunaan. Penyimpanan barang atau

obat di dalam gudang dilakukan dengan cara:

1. Menempatkan stock display di atas rak, bila dalam jumlah maka sisanya

diletakkan di atas palet.

2. Penempatan barang disusun secra urut berdasar abjad, jenis dan bentuk

sediaan, serta digolongkan berdasarkan suppliernya.


30

3. Penyimpanan obat-obat yang dapat dipengaruhi oleh suhu, udara, cahaya,

kontaminasi bakteri disimpan pada tempat yang sesuai. Contoh: sediaan

injeksi, dsb.

4. Dalam penyimpanan produk disesuaikan dengan petunjuk penyimpanan dari

produk yang tertera pada etiket produk.

5. Pengeluaran barang menggunakan sistem FEFO.

Dalam gudang PT. Great Mataram Semarang terdapat beberapa macam atau

kategori rak atau tempat penyimpanan produk:

1. Rak penyimpanan sediaan padat, merupakan rak penyimpanan produk yang

digunakan untuk menyimpan obat dengan bentuk sediaan padat seperti tablet,

kapsul, kaplet, dsb. Rak ini terletak pada ruangan bersuhu ruang yaitu antara

15-30oC.

2. Rak penyimpanan sediaan semi padat, merupakan rak penyimpanan produk

untuk menyimpan obat dengan bentuk sediaan semi padat seperti salep, krim,

dan gel yang terletak pada ruangan bersuhu ruang (15-30oC).

3. Rak penyimpanan sediaan cair, merupakan rak penyimpanan produk untuk

menyimpan obat dengan bentuk sediaan cair seperti sirup, larutan, suspensi,

dan emulsi. Selain itu, rak ini juga digunakan untuk menyimpan sediaan dry

sirup. Rak ini berada ruangan bersuhu ruang (15-30oC).

4. Rak penyimpanan sediaan steril, digunakan untuk menyimpan sediaan steril

seperti injeksi dan tetes mata. Selain itu, rak ini juga digunakan untuk
31

menyimpan suppositoria dan ovula. Rak ini terletak pada ruangan bersuhu

sejuk (8-15oC).

5. Rak penyimpanan alat kesehatan, digunakan untuk menyimpan alat-alat

kesehatan seperti urine bag, plester, dsb. Rak ini terletak pada ruangan bersuhu

ruang (15-30oC).

6. Rak penyimpanan kosmetika, digunakan untuk menyimpan kosmetika seperti

obat jerawat, perawatan kulit, rambut, dsb. Rak ini terletak pada ruangan

bersuhu ruang (15-30oC).

7. Chiller, digunakan untuk menyimpan sediaan khusus dimana mutu sediaan

tersebut dapat rusak oleh suhu yang tinggi, seperti injeksi vitamin C. Suhunya

pun diatur antara 2-8oC.

Selain digunakan untuk menyimpan barang datang dari principal, gudang dari

PT. Great Matarm juga menyimpan barang retur dan recall dari outlet. Untuk

barang retur, dicek terlebih dahulu kondisi fisik produk dan tanggal

kadaluwarsanya. Apabila masih memungkinkan untuk dijual kembali, maka

produk tersebut diletakkan kembali ke rak penyimpanan sesuai

pengelompokkannya. Tetapi apabila sudah tidak memungkinkan untuk dijual

kembali, maka barang akan dimasukkan ke ruang karantina untuk selanjutnya

dikembalikan ke principal atau dilakukan pemusnahan. Sedangkan untuk produk

recall, akan langsung dimasukkan ke ruang karantina dengan diberi label khusus

untuk selanjutnya dikembalikan kepada principal/supplier.


32

d. Distribusi

Distribusi adalah kegiatan yang paling dominan dilakukan oleh PBF.

Kegiatan penyaluran perbekalan farmasi dimulai dari order oleh outlet melalui

surat pesanan sampai perbekalan farmasi tiba di outlet. Outlet yang dimaksud

adalah apotek, rumah sakit, toko obat berizin, sarana pelayanan kesehatan lain,

serta PBF lainnya. Alur pendisrtibusian perbekalan farmasi sebagai berikut:

1. Outlet mennghubungi salesman, lalu salesman akan menghubungi bagian

fakturis.

2. Fakturis akan menginput data pesanan yang telah disetujui oleh pihak PBF dan

APJ.

3. Faktur dicetak, lalu diserahkan ke admin gudang untuk diinput ke komputer

admin gudang.

4. Admin gudang menyerahkan faktur ke kepala gudang atau staf gudang untuk

disiapkan barang pesanan sesuai yang tertera pada faktur.

5. Staf gudang menyiapkan barang yang dipesan.

6. Barang yang telah diambil oleh staf gudang, lalu dilakukan pengecekan oleh

APJ meliputi: nama barang, jumlah, nomor batch, dan ED untuk selanjutnya

faktur ditandatangani oleh APJ bila barang sudah sesuai dengan faktur lalu

dilakukan pengemasan barang.

7. Barang yang sudah dikemas lalu dicatat di buku ekspedisi sesuai area

masing-masing untuk kemudian dikirimkan ke outlet pemesan.


33

Dalam pengiriman perbekalan farmasi akan disertakan faktur. Faktur ini

nantinya yang akan digunakan outlet untuk mengecek apakah barang datang telah

sesuai dengan yang dipesan. Selain itu, faktur ini juga digunakan untuk mengecek

kondisi fisik barang datang serta sebagai kwitansi atau bukti pembayaran dari

outlet. Faktur ini terdiri atas 5 rangkap, diantaranya faktur asli (warna putih) akan

dibawa kembali oleh salesman untuk penagihan pembayaran tempo kepada outlet,

faktur warna pink disimpan oleh outlet sebagai tanda penerimaan barang, faktur

warna hijau dan kuning dibawa kembali oleh salesman atau pengirim setelah

pengiriman dan diserahkan kembali ke gudang sebagai arsip, dan faktur warna

biru digunakan untuk arsip gudang pada saat sebelum barang dikirimkan.

e. Pembayaran

Bagian kolektor dirangkap oleh seorang sales yang bertugas untuk meminta

uang tagihan kepada outlet. Uang tagihan yang telah diterima kemudian

diserahkan kepada pengelola keuangan. Pengelola keuangan akan membuat daftar

pembayaran untuk diserahkan ke bagian administrasi.

Sistem pembayaran atas faktur penjualan dilakukan dengan dua cara, yaitu

COD (Cash On Delivery) dan kredit. Pembayaran secara COD yaitu pembayaran

atas pembelian sesuai SP oleh pembeli dan faktur penjualan dari PT. Great

Mataram Semarang secara tunai bersamaan dengan barang datang. Sedangkan

kredit merupakan pilihan pembayaran yang diberikan oleh PT. Great Mataram

Semarang dengan jangka waktu 7 hari dan batas jatuh tempo maksimal 30 hari.
34

f. Pencatatan dan Pelaporan

Dalam administrasi di PBF membutuhkan adanya pencatatan dan pelaporan

yang lengkap dan teratur mengenai semua aspek kegiatan yang dilakukan oleh

PT. Great Mataram Semarang, sehingga mudah dalam pemantuan dan

pengontrolan produk obat yang dimiliki oleh PBF. Hal ini ditujukan apabila ada

pemeriksan yang dilakukan oleh BPOM ataupun Dinas Kesehatan sehingga dapat

dipertanggungjawabkan.

Setiap PBF pusat maupun cabang wajib membuat laporan tiap 3 bulan sekali

yang ditujukan kepada Dirjen dengan tembusan kepala BPOM dan kepala dinas

kesehatan provinsi. Untuk penyaluran obat narkotika dan psikotropika wajib

membuat laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai peraturan

perundang-undangan.
35

BAB V

PEMBAHASAN

PBF adalah badan hukum perseroan terbatas yang memiliki izin untuk

melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam

jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu PBF

juga sangat dibutuhkan masyarakat sekaligus membantu pemerintah dalam

pengawasan dan pengendalian obat yang beredar di masyarakat, karena fungsinya

disamping sebagai sarana untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, obat dapat

pula membahayakan kesehatan apabila penggunaannya tidak tepat. Dalam

pemberian pelayanan kefarmasian, PBF senantiasa berpegang pada peraturan

pemerintah disamping adanya tanggung jawab moral untuk senantiasa

meningkatkan kepentingan sosial.

Kegunaan PBF adalah untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, dan

penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah kecil ataupun jumlah besar sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PBF dapat menyalurkan

perbekalan farmasi ke apotek, rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya

yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, toko obat, dan pengecer lainnya.

Farmasis adalah tenaga ahli yang mempunyai kewenangan di bidang

kefarmasian melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi

kefarmasian. Sifat kewenangan yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini

memberinya semacam otoritas dalam berbagai aspek obat atau proses kefarmasian
36

yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya. Farmasis sebagai tenaga

kesehatan yang dikelompokkan profesi telah diakui secara universal. Lingkup

pekerjaan meliputi semua aspek tenaga obat melalui pemilihan bahan baku obat,

dalam arti luas membuat sediaan jadinya sampai dengan pelayanan kepada pasien.

PT. Great Mataram Semarang merupakan perusahaan distribusi obat yang

hanya mendistribusikan sediaan farmasi dan termasuk alat kesehatan. Sediaan

farmasi yang didistribusikan meliputi obat-obatan yang berbetuk tablet, injeksi,

suppositoria, kapsul, kaplet, sirup, salep, dan alat kosmetika. Sebagai distributor,

PT. Great Mataram Semarang memasok barang atau obat dari berbagai industri

farmasi yang telah bekerja sama dengannya seperti PT. Meprofarm, PT. Dion, PT.

Holi, PT. Derma, dll. PBF ini juga mendistribusikan obat yang mengandung

prekursor, OTT, dan psikotropika.

Pada PT. Great Mataram Semarang terdapat beberapa syarat untuk menjadi

pemasok/supplier, diantaranya:

a. Izin industri masih berlaku.

b. Industri harus memiliki sertifikat CPOB.

c. Memiliki NPWP (Nilai Pokok Wajib Pajak).

d. Memiliki SIPA yang masih berlaku.

e. Diskon yang sesuai.

Selain dari industri, PT. Great Mataram Semarang juga melakukan pengadaan

dari PBF lain dengan berbagai pertimbangan, diantaranya:

a. Kelegalan dari PBF tersebut.


37

b. Ketersediaan obat/barang yang dibutuhkan dari PBF tersebut.

c. Harga obat dari PBF tersebut.

d. Kemampuan untuk melakukan retur kepada PBF tersebut.

Untuk melakukan distribusi, PT. Great Mataram Semarang memiliki

persyaratan kepada outlet untuk melakukan order, diantaranya:

a. Outlet memiliki SIPA dan SIA yang masih berlaku, maksimal 1 bulan sebelum

masa berlakunya habis.

b. Memiliki NPWP.

c. Mengisi form specimen data pelanggan.

d. Memiliki sertifikat CDOB yang masih berlaku (untuk PBF).

e. Memiliki izin distributor yang masih berlaku (untuk PBF).

Pada gudang PT. Great Mataram Semarang terbagi atas beberapa ruangan,

diantaranya:

a. Staging In, ruangan ini berfungsi sebagai ruang penerimaan barang datang dari

industri farmasi atau PBF lain sebelum dilakukan pengecekan dan penginputan.

b. Ruang dengan suhu sejuk, ruangan ini berfungsi untuk menyimpan sediaan

farmasi yang harus disimpan pada suhu sejuk dengan suhu 8-15 oC. Contoh

sediaan yang disimpan dalam ruangan ini adalah sediaan injeksi, suppositoria,

ovula, dan beberapa sediaan tablet dengan perlakuan khusus.

c. Ruang dengan suhu ruang, dilengkapi dengan rak-rak untuk menyimpan

sediaan farmasi seperti tablet, sirup, kapsul, alat kesehatan, salep, dan gel yang

penyimpanannya dalam suhu ruang, yakni 15-30oC. Selain diletakkan pada rak,
38

sediaan farmasi juga dapat diletakkan di dalam kardus yang dibawahnya diberi

palet agar tidak langsung menyentuh lantai.

d. Ruang psikotropika, dilengkapi dengan almari dan kunci ganda. Digunakan

untuk menyimpan obat-obat psikotropika.

e. Ruang karantina, digunakan untuk menyimpan sediaan yang sudah rusak atau

mendekati tanggal kadaluwarsa untuk dilakukan retur kepada supplier atau

dilakukan pemusnahan. Dapat juga untuk menyimpan obat hasil penarikan dari

outlet untuk dikembalikan kepada supplier.

f. Ruang dengan suhu dingin (Chiller), digunakan untuk menyimpan sediaan

yang dapat rusak pada suhu ruang maupun suhu sejuk pada penyimpanannya,

seperti injeksi vitamin C dan vaksin.

g. Staging Out, merupakan ruangan tempat peletakkan barang yang akan

dikeluarkan atau didistrubiskan sesuai faktur.

Dalam penyimpanan obat di gudang, perlu memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

a. Obat disimpan sesuai pada suhu yang dianjurkan.

b. Penataan obat dikelompokkan sesuai bentuk sediaannya dan produsen dari obat

tersebut. Penataannya urut berdasarkan huruf abjad dan sistem pengeluaran

barang menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) yang artinya

barang yang memiliki tanggal kadaluwarsa paling pendek adalah barang yang

dikeluarkan terlebih dahulu.


39

c. Suhu penyimpanan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan menggunakan

pemetaan suhu dengan alat termohigrometer, lalu pengecekan dilakukan oleh

staf gudang pada pagi (08.00), siang (12.00), dan sore (16.00).

Sistem pendistribusian barang keluar dari PT. Great Mataram Semarang telah

bekerja sama dengan beberapa ekspedisi, diantaranya:

a. TBT I, untuk wilayah pantura barat meliputi Kendal, Batang, Pekalongan,

Pemalang, Tegal, Brebes,dan sekitarnya.

b. TBT II, untuk wilayah Cilacap, Purwokerto, Banyumas, Purbalingga,

Banjarnegara, Banjarnegara, dan sekitarnya.

c. JOYO, untuk wilayah pantura timur meliputi Demak, Jepara, Kudus,

Purwodadi, Pati, Rembang, dan Blora.

d. HA, untuk wilayah Ungaran, Salatiga, dan Ambarawa.

Sedangkan untuk melakukan pengantaran di wilayah Semarang, PT. Great

Mataram telah memiliki kurir sendiri atau biasanya dibawa langsung oleh

salesmannya ketika salesman sedang berada di PBF.

Berkaitan dengan kegiatan distribusi obat yang dilakukan PT. Great Mataram

Semarang, terdapat kewajiban yang harus dilakukan yakni membuat laporan

pertanggungjawaban kepada BPOM dan Kementerian Kesehatan. Terdapat dua

laporan yang harus dibuat yaitu e-report untuk obat-obat biasa, dilaporkan dalam

waktu tiga bulan sekali. Dan juga e-napza untuk obat-obat psikotropika dan

prekursor yang dilaporkan setiap satu bulan sekali. Keduanya dilaporkan tiap
40

tanggal 10 pada bulan pelaporan. Obat-obatan yang keluar masuk di PT. Great

Mataram dicantumkan pada e-report maupun e-napza.

Untuk memenuhi outlet-outlet akan persediaan farmasi, maka perlu diadakan

pengadaan. Pengadaan kebutuhan farmasi dilakukan dalam kurun waktu yang

berbeda tergantung pada produk dan industri yang memproduksi produk tersebut.

Apabila stok di gudang sudah mulai menipis sedangkan permintaan dari outlet

banyak, maka akan dilakukan pengadaan secepatnya. Tujuan dari pengadaan ini

salah satunya untuk menghindari kekosongan stok obat, yang nantinya akan

berpengaruh terhadap keuntungan yang akan didapatkan. Untuk melakukan

pengadaan, PT. Great Mataram mengirimkan surat pesanan (SP) yang nantinya

akan dikirimkan kepada principal/supplier (baik itu industri farmasi ataupun PBF

lain). Surat pesanan (SP) yang terdapat pada PT. Great Mataram ada dua jenis,

yaitu:

a. SP biasa, digunakan untuk memesan obat-obat golongan bebas, bebas terbatas,

ataupun obat keras non narkotik dan non psikotropik. Berisi nama barang,

jumlah barang, kondisi, keterangan, tanda tangan APJ / pemesan.

b. SP khusus, digunakan untuk memesan obat golongan obat-obat tertentu (OOT),

prekursor, dan psikotropik. Surat pesanan ini dilengkapi dengan identitas

pemesan, nama obat, bentuk sediaan, kekuatan, dan potensi.

Setelah barang perbekalan farmasi yang dipesan datang, maka dilakukan

kegiatan penerimaan. Kegiatan ini berupa pengecekan produk, mulai dari nama

produk, nomor batch, jumlah dan kondisi produk, serta tanggal kadaluwarsa dari
41

produk tersebut. Produk yang telah dicek kemudian dibawa untuk diinput ke

dalam kartu stok. Kartu stok ini memuat beberapa informasi diantaranya nama

produk, nomor faktur atau tanda terima, tujuan atau asal barang, jumlah barang

yang masuk atau keluar, sisa persediaan, nomor batch, tanggal kadaluwarsa dan

paraf pengisi kartu stok. Untuk penyusunan barang yang ada di PT. Great

Mataram Semarang menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dimana

barang yang memiliki ED paling pendek akan dikeluarkan terlebih dahulu, serta

disusun menggunakan sistem ABC dimana sistem ini memiliki prinsip barang

ditata urut sesuai abjad.

Outlet yang akan membeli produk dari PT. Great Mataram harus membuat

surat pesanan untuk diserahkan kepada salesman. Untuk salesman dalam kota

Semarang dapat langsung mengantarkan surat pesanan ke PBF, sedangkan untuk

salesman luar kota dapat mengirimkan foto surat pesanan terlebih untuk dapat

diproses lalu diantarkan pada saat salesman berada di PBF. Untuk sediaan

psikotropika, prekursor, dan OOT dalam pesanannya harus menunggu surat

pesanan masuk ke PBF baru dapat dilayani. Surat pesanan yang telah dilayani lalu

diterbitkan sebuah faktur. Faktur tersebut memuat beberapa informasi

diantaranya: tanggal faktur, alamat tujuan faktur, nomor faktur, informasi barang

pesanan (nama barang, jumlah barang, nomor batch, ED, harga barang, jumlah

yang harus dibayarkan).


42

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan selama melaksanakan Praktek

Kerja Lapangan (PKL) di PT. Great Mataram Semarang adalah sebagai berikut:

a. PT. Great Mataram merupakan salah satu PBF yang terletak di Kota Semarang,

mendistribusikan perbekalan farmasi berupa obat-obatan, kosmetik, dan alat

kesehatan.

b. PT. Great Mataram Semarang merupakan kantor pusat dan memiliki cabang

yakni PT. Great Mataram Surakarta.

c. Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di PT. Great Mataram meliputi

perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, serta

pelaporan telah sesuai dengan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik).

d. Sistem yang digunakan yaitu FEFO (First Expired First Out) dan disusun

berdasarkan huruf abjad.

6.2 Saran

a. Menambah jumlah tenaga kerja di gudang ataupun fakturis, agar proses

penerbitan faktur lebih cepat dan berdampak baik pada keefektifan waktu.

b. Menambah sarana dan prasarana seperti chiller atau pendingin untuk

menyimpan beberapa sediaan yang membutuhkan suhu dingin dalam

penyimpanannya.
43

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. Prinsip dan Dasar Manajemen Pemasaran Umum dan Farmasi.

Yogyakarta: UGM Press.

Anonim. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009

tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Balai POM. 2015. Petunjuk Pelaksaan Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta:

BPOM RI.

Kemenkes RI. 2014. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan.

Jakarta: Kemenkes RI.

Menkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:

Kemenkes RI.
44

LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat Distribusi PT. Great Mataram Semarang


45

Lampiran 2. Sertifikat CDOB


46

Lampiran 3. Sertifikat Kalibrasi


47

Lampiran 4. Surat Pesanan Biasa


48

Lampiran 5. Surat Pesanan Psikotropika


49

Lampiran 6. Surat Pesanan Alat Kesehatan


50

Lampiran 7. Faktur Penjualan


51

Lampiran 8. Kartu Stok


52

Lampiran 9. Form Monitoring Kebersihan Gudang

Lampiran 10. Form Retur Barang


53

Lampiran 11. Buku Retur


54

Lampiran 12. Berita Acara Penukaran Barang


55

Lampiran 13. Berita Acara Retur Barang


56

Lampiran 14. Pengemasan Barang Menggunakan Kardus

Lampiran 15. Pengemasan Barang Menggunakan Plastik


57

Lampiran 16. Pengemasan Barang Menggunakan Cool Box

Lampiran 17. Rak Penyimpanan Sediaan Padat


58

Lampiran 18. Rak Penyimpanan Sediaan Cair

Lampiran 19. Rak Penyimpanan Sediaan Steril


59

Lampiran 20. Penyimpanan Suhu Dingin

Anda mungkin juga menyukai