Anda di halaman 1dari 26

Ok seminar

2/12/20
USULAN PENELITIAN

PENGARUH KONSETRASI PUPUK ORGANIK CAIR Azolla Microphylla


TERHADAP FISIOLOGIS TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq ) VARIETAS Tenera (DxP)
DI PEMBIBITAN AWAL PRE NURSERY

Oleh:
Desi Agustini
NIM. A1D016058

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020

i
USULAN PENELITIAN

PENGARUH KONSETRASI PUPUK ORGANIK CAIR Azolla Microphylla


TERHADAP FISIOLOGIS TANAMAN
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq ) VARIETAS Tenera (DxP)
DI PEMBIBITAN AWAL PRE NURSERY

Oleh:
Desi Agustini
NIM. A1D016058

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan Penelitian


Pada Pendidikan Strata Satu Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020

ii
USULAN PENELITIAN

PENGARUH KONSETRASI PUPUK ORGANIK CAIR Azolla Microphylla


TERHADAP FISIOLOGIS TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq ) VARIETAS Tenera (DxP)
DI PEMBIBITAN AWAL PRE NURSERY

Oleh:
Desi Agustini
NIM.A1D016058

Diterima dan disetujui


Tanggal:………………

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Rosi Widarawati, S.P.,M.P Dr. Ir. Tamad, M.Si


NIP.197207032006042001 NIP.196510271990031002

Mengetahui:
Wakil Dekan Bidang Akademik

Dr. Ir. Hidayah Dwiyanti, M.Si


NIP. 19620906 198703 2 001

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis mampu menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul
“PENGARUH KONSETRASI PUPUK ORGANIK CAIR Azolla Microphylla
TERHADAP FISIOLOGIS TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis
Jacq ) VARIETAS Tenera (DxP) DI PEMBIBITAN AWAL PRE NURSERY”.
Usulan penelitian ini disusun sebagai dasar pelaksanaan penelitian untuk
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Strata (S1) pada Program
Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Hidayah Dwiyanti, M.Si sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan
izin untuk pelaksanaan penelitian.
2. Dr. Rosi Widarawati, S.P.,M.P sebagai Dosen pembimbing pertama, yang
telah memberikan saran dan bimbingan dalam penulisan usulan penelitian.
3. Dr. Ir. Tamad, M.Si sebagai Dosen pembimbing kedua, yang telah
memberikan saran dan bimbingan dalam penulisan usulan penelitian.
4. Kedua orang tua dan keluarga atas dukungannya, baik moril maupun materil.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan usulan penelitian.
Penulis berharap agar usulan penelitian ini dapat bermanfaat dalam
pelaksanaan penelitian.

Purwokerto, 04 Desember 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN............................................................................................1
II. KERANGKA PEMIKIRAN.............................................................................5
A. Kerangka Pemikiran....................................................................................5
B. Hipotesis....................................................................................................10
III. METODE PENELITIAN..............................................................................11
A. Tempat dan Waktu...................................................................................11
B. Bahan dan Alat.........................................................................................11
C. Rancangan Percobaan..............................................................................11
D. Variabel dan Pengukuran.........................................................................13
E. Analisis Data............................................................................................15
F. Garis Besar Pelaksanaan..........................................................................15
G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian.................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................19
LAMPIRAN.........................................................................................................20

v
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan komoditas utama perkebunan Indonesia yang


luasnya mencapai 14 juta ha dan mempunyai peran eknonomi, sosial,
pengembangan wilayah dan lingkungan. Perdagangan internasional minyak sawit
mensyaratkan penerapan prinsip-prinsip sustainability (keberlanjutan) dalam
sistem industri kelapa sawit, baik di hulu maupun hilir. Emisi gas rumah kaca
(GRK) menjadi perhatian utama dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit,
sehingga kultur teknis kebun harus melibatkan upaya-upaya untuk mereduksi
GRK. Pemupukan nitrogen berpotensi besar dalam megnhasilkan GRK, sehingga
diperlukan upaya untuk meningkatkan efektivitas penyerapan unsur tersebut oleh
tanaman kelapa sawit (Wijayani et al., 2019).
Gapki (2020), menyatakan bahwa Industri perkebunan dan pengolahan sawit
adalah industri kunci bagi perekonomian Indonesia. Ekspor minyak kelapa sawit
adalah penghasil devisa yang penting dan industri ini memberikan kesempatan
kerja bagi jutaan orang Indonesia. Minyak sawit merupakan industri terpenting di
Bidang Pertanian Indonesia yang menyumbang di antara 1,5% - 2,5% terhadap
total Produk Domestik Bruto (PDB).
Berdasarkan data Kementrian Pertanian yang bersumber dari laporan
Badan Pusat Statistik setiap bulan, Kelapa sawit merupakan komoditas
ekspor utama di Indonesia. Menurut negara tujuan, jumlah ekspor kelapa
sawit Indonesia pada tahun 2019 adalah sebesar 35,62 juta ton dengan nilai
ekspornya sebesar 16,61 miliar USD, yang terdiri dari   28,31 juta ton dalam
wujud primer dan 7,31 juta ton dalam wujud manufaktur atau olahan. Angka
ini meningkat sebesar 2,94% dibandingkan dengan angka pada tahun 2018
yang memiliki nilai sebesar 34,60 juta ton. Sedangkan nilai ekspor tahun
2019 mengalami penurunan sebesar 12,31% dari total nilai ekspor tahun
2018. Negara yang menjadi tujuan ekspor terbesar adalah China, dengan

1
jumlah ekspor  6,54 juta ton, kemudian India dengan jumlah ekspor 4,68
juta ton, dan Belanda dengan jumlah ekspor 2,96 juta ton.
Badan Pusat Statistik (2019), Mencatat bahwa jumlah kelapa sawit
yang di ekspor dalam bentuk minyak kelapa sawit (CPO) pada tahun 2019
adalah sebanyak 29,55 juta ton, dengan nilai ekspor nya sebesar 15,57
miliar USD. Sedangkan pada tahun 2018, jumlah ekspor dalam bentuk CPO
adalah sebanyak 29,30 juta ton, dengan nilai ekspor sebesar 17,898 miliar
USD. Berdasarkan data ini, terlihat bahwa sekitar 80% lebih dari total
ekspornya, kelapa sawit diekspor dalam bentuk minyak kelapa sawit.
Pada tahun 2020, ekspor kelapa sawit Indonesia sedikit mengalami
penurunan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah ekspor kelapa sawit Indonesia
pada periode Januari – Juli 2020 yang turun sebesar 8,5% dibandingkan
dengan tahun 2019, dari 19,36 juta ton pada periode Januari – Juli 2019
menjadi 17,71 juta ton pada periode sama tahun 2020. Sedangkan jika
dibandingkan dengan periode ekspor Januari – Juli 2018, jumlah ekspor
2020 pada periode ini turun sebesar 2,41% (Ditjenbun, 2020).
Usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas
perkebunan kelapa sawit rakyat adalah mendorong peremajaan pohon-pohon tua
dengan produktivitas rendah. Menurut laporan Harian Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit (2019), Mencatat hingga November 2019 dana
peremajaan kepada 43.881 petani untuk luas lahan 98.869 hektare (ha) dengan
nilai mencapai lebih dari Rp2,4 triliun. Terdapat 134.216 hektar perkebunan
kelapa sawit di Provinsi Riau dalam kondisi tua dan tidak produktif, sehingga
perlu segera dilakukan peremajaan berupa replanting. Maka dari itu dibutuhkan
bibit kelapa sawit yang berkualitas sebagai pengganti tanaman yang sudah tidak
produktif.
Bibit merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan
tanaman (benih) yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian produktivitas pada
tahap selanjutnya. Bibit kelapa sawit yang baik memiliki pertumbuhan yang
optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat
pelaksanaan penanaman di lapangan. Pembibitan terdiri dari dua tahap, yaitu

2
pembibitan awal (pre nursery) dan pembibitan utama (main nursery) (Dhya
Suryati, 2014).
Pembibitan adalah kegiatan di lapangan yang bertujuan untuk
mempersiapkan bibit yang sudah siap untuk ditanam. Jenis pembibitan kelapa
sawit dibedakan menjadi dua, sebagai berikut: (a) Pembibitan satu tahap yaitu
kecambah ditanam langsung didalam polybag. Ukuran yang di pakai pada
umumnya memiliki ukuran 0.15 mm × 35 cm × 50 cm dalam keadaan lay flat dan
setelah diisi dengan tanah diameter ± 23 cm dan tinggi ± 39 cm. Pada awalnya
Large bag disusun secara berdekatan dan setelah tanaman berumur tiga bulan
maka dilakukan penjarangan dengan jarak antar bibit 90 cm × 90 cm × 90 cm. (b)
Pembibitan dua tahap yaitu kecambah ditanam di baby bag dengan ukuran 0,075
mm × 15 cm × 23 cm dalam keadaan lay flat, setelah diisi tanah diameter 10 cm
dan tinggi 17,5 cm. Penanaman benih pada babybag biasanya disebut dengan
tahap pre nursery. Setelah bibit berumur 3 bulan atau bibit telah memiliki 4-5
helai daun bibit kemudian dipindahkan ke dalam poly bag di main nursery
(Madusari, 2014).
Pada masa pembibitan awal, Seleksi sangat penting dilakukan untuk
mendapatkan bibit yang sehat dengan pertumbuhan normal. Unsur hara makro
dan mikro yang tidak lengkap dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Hal ini dapat diperbaiki dengan memberikan pupuk
tertentu pada tanah. Pupuk yang dapat digunakan adalah pupuk anorganik dan
organik (Nazari, 2008).
Upaya dalam peningkatan produksi tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq) yaitu dengan menggunakan system pertanian organik. Dimana budidaya
dilakukan dengan cara pemakaian pupuk organik dan pestisida organik pupuk
organik merupakan hasil akhir dari penguraian sisa-sisa tanaman dan binatang
misalnya pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, tepung tulang dan lain
sebagainya. Pemberian pupuk organik dapat dilakukan melalui akar dan melalui
daun yaitu dengan cara penyemprotan. Hal terpenting dalam pemupukan adalah
takaran pupuk dan waktu pemberian pupuk yang tepat agar hasil yang didapatkan
maksimal, baik kualitas maupun kuantitasnya (Suryati, 2014).

3
Pupuk organik merupakan solusi yang tepat untuk mensubtitusi pupuk
anorganik. Pupuk organik dapat menggemburkan lapisan permukaan tanah,
meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air
pada tanah. Pupuk organik dapat dibedakan atas pupuk organik padat dan cair.
Pupuk organik cair dapat secara cepat mengatasi kekurangan unsur hara. Pupuk
organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan
sesering mungkin ( Suryati, 2014).
Pupuk organik cair dapat berasal dari bahan - bahan organik seperti kotoran
ternak, limbah padat pertanian, tumbuhan air dan lain sebagainya. Salah satu
tumbuhan air yang dapat digunakan sebagai pupuk organik adalah Azolla. Azolla
merupakan jenis tumbuhan pakuan air yang hidup mengapung di lingkungan
perairan dan mempunyai sebaran yang cukup luas serta mampu menambat N2 dari
udara. Sebagai sumber hara nitrogen, Azolla dapat diberikan sebagai pupuk
organik, dikomposkan ataupun sebagai pupuk hijau (Suryati, 2014).
Azolla telah banyak digunakan sebagai pupuk organik karena mengandung
nitrogen yang cukup tinggi. Azolla banyak terdapat pada persawahan di Indonesia
sehingga cukup menjanjikan untuk menjadikannya sebagai sumber nitrogen
biologis yang berasal dari jasad hayati alami yang bersifat dapat diperbaharui.
Pemberian Azolla yang berupa pupuk cair di pembibitan utama kelapa sawit
diharapkan mampu menyediakan unsur hara yang mendukung pertumbuhan bibit
(Suryati, 2014).
Azolla microphylla memiliki potensi sebagai Pupuk organik karena selain
memiliki kandungan Nitrogen, Azolla microphylla memiliki pertumbuhan yang
cepat dengan waktu penggandaan hanya 3,7 - 6 hari tergantung kesuburan kolam.
sehingga layak dikembangkan sebagai stock bahan hijauan (Supartoto dkk. 2012).
Produksi biomassa Azolla microphylla sangat tinggi, yaitu per m2 bobotnya
mencapai 1-2 kg tergantung kesuburan kolam (Supartoto dkk. 2012).

4
B. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi pupuk organik cair Azolla microphylla


terhadap fisiologis tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq )
Varietas Tenera (DxP) di pembibitan awal Pre Nursery.
2. Mengetahui konsentrasi pupuk organik cair Azolla microphylla yang
paling optimal terhadap fisiologi tanaman Kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq ) Varietas Tenera (DxP) di pembibitan awal Pre
Nursery.
3. Mengetahui kombinasi terbaik antara kosentrasi dan Aplikasi cara
pemberian pupuk organik cair Azolla microphylla yang memiliki pengaruh
optimal terhadap fisiologi tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq )
Varietas Tenera (DxP) di pembibitan awal Pre Nursery.

C. Manfaat

1. Meningkatan produksi tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)


dengan menggunakan system pertanian organik.
2. Mampu menghasilkan bibit tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
yang berkualitas dan memiliki pertumbuhan optimal.
3. Meningkatkan kesuburan tanah dengan ketersediaan nitrogen, karbon
organik, unsur P dan K yang terdapat pada Azolla Mycrophylla, sehingga
dapat mengurangi resiko kerusakan lingkungan.

5
II. KERANGKA PEMIKIRAN

A. Kerangka Pemikiran

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman bernilai ekonomis


yang cukup tinggi, karena merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati
yang paling produktif dari tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Minyak
nabati yang dihasilkan berupa CPO dan KPO. Industri kelapa sawit dewasa ini
tidak hanya dimonopoli oleh perkebunan besar negara dan swasta, tetapi juga oleh
perkebunan rakyat (Nazari,2008).
Tanaman kelapa sawit dalam bahasa latin dinamakan Elaeis guineensis Jacq
Kata Elaeis berasal dari kata Elaion bahasa Yunani yang berarti minyak dan kata
guineensis berasal dari kata Guinea yaitu nama suatu daerah di Pantai Barat
Afrika, sedangkan kata Jacq adalah singkatan dari Jacquin seorang botanis
Amerika yang pertama membuat susunan taksonomi dari tanaman ini. Tanaman
kelapa sawit di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda ditanam di Kebun
Raya Bogor (Madusari, 2014).
Menurut Lubis (2008) Klasifikasi kelapa sawit yang umum adalah sebagai
berikut:
Kingdom :plantae
Infra Kingdom :Streptophyta
Sub Kingdom :Viridiplantae
Devisi : Tracheophyta
Anak Divisi (Subdivisi) : Pteropsida
Kelas : Angiospermae
Anak Kelas (Subkelas) : Monocotyledoneae
Bangsa (Ordo) : Spadiciflorea (Arecales)
Suku (Familia) : Palmae (Arecaceae)

6
Anak suku (Subfamilia) : Cocoideae
Jenis (Spesies) : Elaeis guieneensis Jacq
Kelapa sawit umumnya di budidayakan pada tanah - tanah tropik yang
memiliki tingkat kesuburan kimia rendah dan kesuburan fisik yang beragam.
Secara umum produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
genetik dan teknik budidaya. Pemupukan merupakan faktor utama untuk
mengatasi kondisi tanah yang marjinal khususnya dalam hal kesuburan tanah,
sehingga dibutuhkan keseimbangan dosis dan jenis pupuk yang digunakan bukan
pada tingkat dosis yang tinggi (Jannah, 2012).
Kelapa sawit merupakan sumber terbesar minyak nabati yang digunakan
oleh banyak negara di dunia. Permintaan dunia untuk minyak sawit terus
mengalami pertumbuhan sekitar 5% pertahun. Indonesia memproduksi sekitar 43
% dari total produksi minyak sawit mentah (CPO) di dunia. Fakta ini memang
membuat kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan
pembangunan di Indonesia. Komoditas ini ternyata cocok untuk dikembangkan
baik berbentuk pola usaha perkebunan besar maupun skala kecil untuk petani.
Seperti tanaman budidaya lainnya, kelapa sawit juga membutuhkan kondisi
tumbuh yang baik agar potensi produksinya maksimal. Faktor utama lingkungan
tumbuh yang perlu diperhatikan adalah iklim serta keadaan fisik dan kesuburan
tanah, disamping faktor lain seperti genetis tanaman, perlakuan yang diberikan
dan pemeliharaan tanaman itu sendiri (Revyansyah et al., 2019).
Sistem yang banyak digunakan dalam pembibitan kelapa sawit saat ini
adalah sistem pembibitan dua tahap (double stage). Sistem pembibitan dua tahap
terdiri dari pembibitan awal (pre-nursery) dan pembibitan utama (main-nurser).
Pembibitan awal (pre-nursery) pada tahap ini bertujuan untuk memperoleh
pertumbuhan bibit yang merata sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Media
persemaian biasanya dipilih pasir atau tanah berpasir. Pembibitan awal dapat
dilakukan dengan menggunakan polybag kecil atau bedengan yang telah diberi
naungan. Naungan sedikit demi sedikit dalam persemaian dikurangi dan akhirnya
dihilangkan sama sekali. Didaerah yang sangat terik, naungan tetap dipertahankan
sesuia kebutuhannya (Pandiangan, 2020).

7
Pemberian pupuk dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hara yang tidak
dapat disediakan oleh tanah. Nitrogen, fosfor dan kalium merupakan unsur-unsur
hara makro yang berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Nitrogen dan
fosfor termasuk unsur-unsur hara makro yang berperan penting dalam
pertumbuhan tanaman. Nitrogen memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan
suatu tanaman, kahat N dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan
mempengaruhi perkembangan dan fungsi kloroplas sehingga protein akan
terhidrolisis untuk menghasilkan asam amino yang akan ditranslokasikan ke daun-
daun muda. Gejala defisiensi N terlihat pertama kali pada daun-daun tua, daun
berwarna hijau pucat kemudian akan menjadi kuning pucat atau kuning cerah
(klorosis) dan mengalami nekrosis (darmawan, 2006).
Fosfor merupakan salah satu hara esensial yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan yang pertumbuhan dan produksi yang baik bagi tanaman kelapa
sawit. P dalam tanaman akan memperlambat proses pertumbuhan akar, daun
warna gelap dan tegak kemudian menjadi keungu-unguan serta umur panen
lambat, hal ini karena proporsi asimilat yang dialokasikan untuk pertumbuhan
akar lebih besar dibandingkan untuk pucuk (Nazari, 2008).
Fisiologi Tanaman adalah cabang botani yang mempelajari bekerjanya sistem
kehidupan di dalam tubuh tumbuhan dan tanggapan terhadap pengaruh
lingkungan sekitarnya sehingga tumbuhan tersebut dapat hidup. Seperti juga
fisiologi hewan, fisiologi menggabungkan aspek fisika, kimiawi, dan biologi. Dari
fisiologi tanaman ini lahirlah cabang-cabang campuran biologi, seperti biokimia
dan biofisika. Fisiologi juga sangat mempengaruhi perkembangan genetika (Ai,
N.S, 2011).
Objek kajian dalam fisiologi tanaman adalah fisika sel dan biofisika
organ, fotosintesis, transportasi hara dan hasil metabolisme, regulasi pertumbuhan
dan perkembangan, dan mekanisme respons terhadap rangsangan lingkungan.
Organisme yang menjadi kajian fisiologi tumbuhan adalah organisme dari
kerajaan plantae, meliputi semua jenis tumbuhan, dari tumbuhan tingkat rendah
sampai tumbuhan tingkat tinggi. Fisiologi tanaman diterapkan dalam pertanian

8
untuk meningkatkan nilai produk hasil bumi. Beberapa contoh hasil kajian
fisiologi yang diterapkan di pertanian adalah teknologi pemberian pupuk kimia
untuk meningkatkan hasil dan penggunaan zat pengatur tumbuh untuk
merangsang keserempakan pembungaan (Ai, N.S, 2011).
Alternatif yang dapat diusulkan pada permasalahan dampak penggunaan
pupuk kimawi adalah penyediaan pupuk untuk tanaman yaitu mengkombinasikan
pupuk N dengan sumber daya alam yang sudah tersedia berupa bahan organik.
ketika bahan organik yang diaplikasikan mengandung banyak nitrogen maka
mikroorganisme tersebut menggunakan nitrogen untuk hidup. Terkadang
mikroorganisme melepaskan nitrogen yang berlebih kedalam tanah dalam bentuk
ammonia (Darmawan 2006)
Pada lahan pertanian yang mengandung rendah bahan organik maka
mikroorganisme dalam tanah menggunakan atau mengkonsumsi nitrogen untuk
memenuhi kehidupannya tanpa melepaskan nirogen ke dalam tanah yang sangat
berfungsi bagi tanaman. Azolla dapat menjadi kombinasi alternatif dengan pupuk
N anorganik dalam penyediaan unsur hara N pada tanaman. N merupakan unsur
yang berpengaruh cepat terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman, dan bila
kecukupan N maka daun tanaman akan tumbuh besar dan memperluas
permukaannya (Suryati,2014).
Azolla memiliki kandungan unsur hara N yang tinggi karena bersimbiosis
dengan Anabaena dalam mengikat nitrogen bebas di udara. Azolla sering dijumpai
pada lahan sawah dan kolam ikan. Karena dianggap gulma, para petani lantas
menyingkirkannya, ditumpuk dan dibuang begitu saja. Setelah Azolla mengalami
proses dekomposisi maka humus akan terbentuk sehingga dapat meningkatkan
kapasitas cekaman air pada tanah pada memperbaiki draenase dan airasi dalam
tanah (Supartoto, 2018).
Disamping itu pula dengan mengaplikasikan Azolla dapat meningkatkan
kesuburan tanah dengan jalan meningkatkan ketersediaan nitrogen, karbon
organik, ketersediaan unsur P dan K, Nitrogen dari pupuk organik Azolla baru
akan tersedia untuk tanaman setelah mengalami mineralisasi dalam tanah.Wujud
Azolla yang dapat ditemukan di lapang berupa Azolla segar, Azolla kering dan

9
kompos Azolla. Dengan beberapa jenis bentuk azolla sehingga ketersediaan
pupuk organik berbahan Azolla menjadi melimpah, murah, dan dapat
meningkatkan kandungan bahan organik. Ketiga bentuk Azolla yang tersedia di
lapang bisa menjadi bahan kombinasi dengan pupuk N anorganik sebagai
penyedia unsur hara N yang seringkali diaplikasikan pada tanaman. Dengan
berbagai banyak keuntungan atau kelebihan dari pengaplikasian pupuk berbahan
dasar Azolla sebagai bahan organik tanah, maka pupuk tersebut dapat menjadi
pupuk N anorganik sehingga suplai nutrisi tanaman kelapa sawit dapat terpenuhi
dan membuahkan produksi yang optimal (Suryati,2014 )

B. Hipotesis

1. Perbedaan Konsentrasi Pupuk organik cair Azolla mycrophylla dapat


mempengaruhi fisiologi tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq ).
2. Terdapat Konsentrasi Pupuk organik cair Azolla mycrophylla terbaik, yang
berpengaruh terhadap fisiologi tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq ).
3. Terdapat kombinasi terbaik antara kosentrasi dan Aplikasi cara pemberian
pupuk organik cair Azolla mycrophylla yang berpengaruh terhadap fisiologi
tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq ).

10
III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian akan dilaksanakan di Exfarm Fakultas Pertanian Universitas


Jenderal Soedirman, Kecamatan Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas, Tahun
2020.
B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Kecambah Tanaman Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq ) Varietas (D x P), Pupuk Organik cair Azolla
mycrophylla, Air, Tanah top soil, Pupuk N, P, K, Polybag, Plastik putih, Paranet,
Kawat, Paku, Tiang bamboo, dan plang tanaman sampel. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Gergaji, Cangkul, Gunting, Pisau, Meteran, Ember
plastik, Penggaris, Kamera digital, Timbangan digital, pH meter, Gelas kimia
1000 ml, Gelas ukur 100 ml, Gelas preparat, Larutan iodine, Mikroskop, Leaf area
meter, Cholorophyl meter ,Injector, Dan alat tulis.

C. Rancangan Penelitian

Percobaan ini dilakukan didalam polybag menggunakan percobaan faktorial


dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan yang
digunakan terdiri dari dua faktor dan 3 ulangan.
Faktor pertama kosentrasi POC Azolla mycrophylla (P) dengan 4 taraf:
K0 : Kontrol (NPK)
K1 : 25 %
K2 : 50%
K3 : 75%

11
Dosis pupuk NPK majemuk yang paling optimal untuk tanaman kelapa sawit
pada masa pembibitan awal pre nursery pertanaman adalah :
N : 2,33 gram/bibit
P : 2,33 gram/bibit
K : 2,33 gram/bibit (Rizki fauziah, 2014)
Pupuk Organik Cair (POC) azolla mycrophylla mengandung unsur hara N, P, dan
K. Dalam 1 liter Pupuk Organik Cair (POC) azolla mycrophylla mengandung
unsur N = 3,5 %, P = 0,5-0,9 %, K = 2-4,5% ( Sri Utami, 2019).
Perhitungan konsentrasi Pupuk Organik Cair (POC) Azolla mycrophylla
untuk 4 taraf adalah :
1. Kontrol
Perlakuan kontrol menggunakan pupuk NPK dengan konsentrasi 37,5
ml/liter. Perlakuan kontrol dilakukan berdasarkan penelitian ( Kardi yanto, 2016)
mengenai konsentrasi optimum penggunaan pupuk NPK pada tanaman kelapa
sawit di masa pembibitan awal pre nursery. Konsentrasi yang di pilih adalah
konsentrasi optimum yang memberikan pengaruh terbaik pada pertumbuhan
tanaman kelapa sawit di masa pembibitan awal pre nursery.
2. Konsentrasi 25 % POC Azolla mycrophylla
% Volume = Volume Zat terlarut / Volume larutan x 100%
Konsentrasi 25 % = 250 ml/ 1000 ml x 100%
Konsentrasi 25 % = 250 ml
Konsentrasi 25% menggunakan 250 ml POC Azolla mycrophylla dalam 1 liter
air.
3. Konsentrasi 50 % POC Azolla mycrophylla
% Volume = Volume Zat terlarut / Volume larutan x 100%
Konsentrasi 50 % = 500 ml/ 1000 ml x 100%
Konsentrasi 25 % = 500 ml
Konsentrasi 50% menggunakan 500 ml POC Azolla mycrophylla dalam 1 liter
air.

12
4. Konsentrasi 75 % POC Azolla mycrophylla
% Volume = Volume Zat terlarut / Volume larutan x 100%
Konsentrasi 75 % = 750 ml/ 1000 ml x 100%
Konsentrasi 25 % = 750 ml
Konsentrasi 75% menggunakan 750 ml POC Azolla mycrophylla dalam 1 liter
air.
Faktor kedua adalah interval Aplikasi cara pemupukan (K) dengan 3 taraf yang
teridiri dari
P0 : Kontrol
P2 : Semprot
P3 : Injeksi

Tabel 1. Kombinasi perlakuan konsentrasi pupuk dan aplikasi cara pemupukan


yang diujicobakan
Perlakuan K0 K1 K2 K3
P0 P0K0 P0K1 P0K2 P0K3
P1 P1K0 P1K1 P1K2 P1K3
P2 P2K0 P2K1 P2K2 P2K3

Terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan menghasilkan 36


satuan percobaan. Satu unit percobaan terdapat 3 tanaman dengan demikian
terdapat 108 tanaman untuk total seluruh percobaan.

D. Variabel dan Pengukuran

Variabel pengamatan dan pengukuran yang dilakukan dalam penelitian


ini, yaitu:
a. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh.
Pengukuran dimulai saat tanaman mulai tumbuh (plumula sudah
membentuk daun) dengan pengukuran dilakukan setiap 1 minggu sekali.

13
b. Luas daun (cm2)
Luas daun di ukur menggunakan alat LAM (leaf area meter). Pengukuran
dimulai saat tanaman mulai tumbuh (plumula sudah membentuk daun)
dengan pengukuran dilakukan setiap 1 minggu sekali.
c. Berat segar tajuk (g)
Berat segar tajuk ditimbang tanpa akar, dilakukan di akhir penelitian,
setelah dibersihkan dari kotoran atau tanah.
d. Berat segar akar (g)
Berat segar akar setiap tanaman ditimbang, Penimbgangan berat segar akar
dilakukan di akhir penelitian, setelah dibersihkan dari kotoran atau tanah.
e. Berat kering tajuk (g)
Berat kering tanaman ditimbang, Setelah tanaman dikeringkan dalam oven
pada temperature 700C selama kurang lebih 48 jam. Setelah dingin di
timbang, dan di oven kembali selama kurang lebih 1 jam. Setalah dingin,
ditimbang kembali. Apabila tidak terjadi penurunan berat berarti sudah
mencapai berat tetap.
f. Berat kering akar (g)
Akar setiap tanaman di timbang, Setelah ditimbang Akar tanaman dioven
dengan temperature 700 C selama kurang lebih 48 jam. Setelah dingin
ditimbang, dan dioven kembali selama kurang lebih 1 jam. Setalah dingin,
ditimbang kembali. Apabila tidak terjadi penurunan berat berarti sudah
mencapai berat tetap.
g. Kerapatan stomata
Kerapatan stomata masing-masing sampel daun dihitung berdasarkan
metode Pangaribuan et al. (2000), yaitu dengan mengoleskan larutan
kuteks pada permukaan bawah daun. Kuteks yang telah mengering dilepas
dengan bantuan selotip kemudian direkatkan ke gelas preparat yang telah
ditetesi larutan iodine sebagai pewarna. Jumlah stomata dihitung
menggunakan mikroskop pada perbesaran 400 kali.

14
h. KAN (Kandungan Air Nisbi)
KAN (Kandungan Air Nisbi) diukur dengan menimbang bobot segar daun
(bs), kemudian segera direndam dalam aquades selama 24 jam untuk
mendapatkan bobot turgid (bt). Daun ditimbang dan dikeringkan dengan
oven sehingga mendapatkan bobot kering tetap (bk). KAN dihitung
dengan rumus: KAN= (bs-bk) / (bt-bk) x 100%, dimana : bs = bobot segar,
bk = bobot kering, dan bt = bobot turgid.
i. Kandungan klorofil daun
Kandungan klorofil daun di hitung menggunakan alat Cholorophyl meter
karena dapat memberikan pengukuran yang instan dan non destruktif pada
klorofil tanaman.

E. Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam


(ANOVA) pada taraf 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Bila hasil sidik
ragam berbeda nyata (F hitung > F tabel 5 %) maka untuk membandingkan dua
rata-rata perlakuan dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT (Duncan Multiple
Range Test) pada taraf 5%.

F. Garis Besar Pelaksanaan

1. Bahan tanaman
Bahan tanaman kepala sawit berupa benih yang sudah dikecambahkan. Benih
yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari perkawinan jenih Dura (sebagai
pohon ibu) dan serbuk sari Pisifera (sebagai pohon bapak). Buah hasil perkawinan
ini bila di tanam akan menjadi Tenera yang akan menghasilkan produksi tinggi.
2. Persiapan areal

15
Areal yang digunakan untuk penelitian dibersihkan dari sampah-sampah dan
gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Areal penelitian di ratakan
kemudian dibuat bedegan sesuai kebutuhan benih dengan ukuran bedegan 1 m2
untuk kebutuhan 70 bibit kelapa sawit. Bedengan dibuat untuk menghindari
terjadinya genangan air pada tempat pembibitan yang dapat mengakibatkan
jeleknya aerasi. Bedengan dibuat memanjang dengan arah utara selatan dengan
maksud agar bedengan tersebut dapat menerima cahaya matahari dengan cukup
dan merata. Bedengan yang telah di buat diberikan batas tepi dengan
menggunakan bambu atau papan kayu.
3. Pembuatan naungan
Setelah areal bersih maka dilakukan pembuatan naungan konstruksi naungan
dibuat dari bambu dengan atap Paranet. Naungan berfungsi untuk
mencegah/mengurangi sinar matahari dan terpaan air hujan langsung ke bibit.
Naungan ini dibuat dengan ketinggian 2 meter dengan jarak antar tiang 3 meter.
Mulai umur 1,5 bulan naungan dikurangi dan saat tanaman umur 2,5 bulan sudah
tidak diperlukan naungan.
4. Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah regosol, arang sekam, dan pupuk
kandang ayam. Tanah regosol diayak dengan menggunakan ayakan 2 mm untuk
memisahkan tanah regosol dari bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti batu,
akar dan lain-lain. Keselurusan media tanam diaduk hingga merata dengan
menggunakan metode volumetric, kemudian di masukan ke dalam polybag.
Polybag yang digunakan dengan ukuran 15 cm (diameter), tinggi 22 cm dan tebal
0,07 mm. Media tanam yang sudah di masukan kedalam polybag di siram dan di
diamkan selama 7 hari sebelum penanaman. Tujuan di diamkan polybag yang
telah diisi yakni untuk menurukan suhu dalam polybag.
5. Penanaman Kecambah
Kecambah yang digunakan adalah Tenera (DxP). Sebelum penanaman
kecambah dilakukan, tanah dalam polybag disiram terlebih dahulu hingga cukup
lembab dan dilakukan seleksi kecambah. Penanaman kecambah dilakukan dengan
membuat lubang yang dengan kayu dengan cara di tugal ditengah polybag.

16
Kecambah ditanam dengan posisi tegak, calon batang (plumula) harus menghadap
ke atas dan calon akar (radikula) menghadap ke bawah dengan kedalaman 2-3 cm.
Plumula ditandai dengan bentuknya yang lancip dan berwarna putih kekuningan,
sedangkan radikula ditandai dengan ujungnya yang tumpul dan warna coklat.
6. Pemeliharaan
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan secara manual dengan menggunakan gembor, bibit
disiram 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari, kecuali hari hujan dengan
curah hujan minimal 8 mm. Pemberian air juga memerlukan perhatian dan
ketelitian karena jika kelebihan maupun kekurangan air akan berdampak pada
tidak baik pada bibit kelapa sawit itu sendiri. Penyiraman dilakukan dengan
volume 200 ml/ bibit/hari. Setelah bibit berumur 1,5 bulan volume air siram
menjadi 200 ml/bibit pada pagi hari dan 200 ml/bibit pada sore hari.
b. Penyiangan gulma
Penyiangan gulma dalam polybag dilakukan 2 kali seminggu dan dapat
dicabut dengan menggunakan tangan. Pelaksanaan penyiangan diiringi dengan
penambahan tanah pada kantong polybag. Penyiangan gulma juga dapat
dimanfaatkan untuk mencegah pengerasan tanah.
c. Pengendalian hama dan penyakit
Secara umum ada 2 jenis gangguan terhadap tanaman yaitu serangan dari
hama dan penyakit yang disebabkan oleh patogen ataupun penyakit fisiologis.
Dan jika terjadi serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sudah dibawah
ambang ekonomi maka dilakukan penyemprotan fungisida dan insektisida.
d. Pemupukan
Pemupukan dilakukan saat bibit berumur mulai 1 bulan, pada masa
pembibitan awal prenursery pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk Anorganik dan Organik. Aplikasi pupuk dilakukan
dengan menggunakan pupuk NPK sebagai pupuk anorganik dan pupuk organik
cair Azolla mycrophylla sebagai pupuk organik.
7. Analisis data

17
Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam
(ANOVA) pada taraf 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Bila hasil sidik
ragam berbeda nyata (F hitung > F tabel 5 %) maka untuk membandingkan dua
rata-rata perlakuan dilakukan uji lanjutan dengan uji DMRT (Duncan Multiple
Range Test) pada taraf 5%.

G. Jadwal Pelaksanaan

Tabel 2. Jadwal pelaksanaan penelitian

KEGIATAN BULAN KE-


1 2 3 4 5
Persiapan Penelitian : √

a. Persiapan Lahan dan screen


b. Persiapan Media Tanam
c. Persiapan pembuatan POC Azolla
mycrophylla
d. Pembuatan POC Azolla mycrophylla
Pelaksanaan Penelitian √ √ √
Analisis Data √ √

Penyusunan Laporan √

18
DAFTAR PUSTAKA

Ai, N.S., Y. Banyo. 2011. “Konsentrasi klorofil daun sebagai Indikator


kekurangan air pada tanaman”. Jurnal Ilmiah Sains . Vol 11:168-173.
Darmawan. 2006. “Aktivitas fisiologi kelapa sawit belum menghasilkan melalui
pemberian nitrogen pada dua tingkat ketersediaan air tanah”. Jurnal
Agrivigor .6:41-48.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2020. Perkembangan Perkebunan
Kelapa Sawit di Indonesia. Workshop Sustainability Indicators Assesment
for Palm Oil Biodiesel. Bogor 12 April 2020.
Jannah, N., A. Fatah, Marhannudin. 2012. “Macam dan dosis pupuk NPK
majemuk terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq)”. Media Sains .4:48-54.
Lubis, A. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guinesensis jacq) di Indonesia. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
Madusari, S., & Wiarno, P. Y. (2014). “Analisis Sistem Penggunaan Tray Pada
Pembibitan Awal Kelapa Sawit (Pre Nursery)”. JURNAL CITRA WIDYA
EDUKASI, 6(1), 32-41
Pandiangan, P. R. 2019. Pengaruh dosis biochar terhadap pembibitan awal kelapa
sawit pada tanah gambut. Disertasi. Universitas Islam Negeri Sultan Sarif
Kasim, Riau. 51 hal.
Nazari, Y.A. 2008. “Respon pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) pada pembibitan awal (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap pupuk NPK
mutiara”. Ziraa’ah. 23:170-184.
Reviyansyah, R., Wahyudiono, S., & Yuniasih, B. 2019. Studi analisis

pengelolaan perkebunan kelapa sawit berbasis GIS (Geographic

Information Sytem). Jurnal Agromast. 3(1).

Suryati, D., Sampurno, S., & Anom, E. (2014). “Uji Beberapa Konsentrasi Pupuk
Cair Azolla (Azolla Pinnata) pada Pertumbuhan bibit kelapa sawit

19
(Elaeisguineensisjacq.) di Pembibitan Utama (Doctoral dissertation”, Riau
University).
Supartoto, S. (2019). “Pengembangan Budidaya Azolla microphylla Sebagai
Bahan Pakan Ternak Unggas Untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat
di Desa Susukan Sumbang Banyumas” . Prosiding, 8(1).
Supartoto, Shodiq, D., Wahid, N. & Suyanto, A. 2018. “Pengembangan Budidaya
Azolla microphylla Sebagai Bahan Pakan Ternak Unggas Untuk
Meningkatkan Pendapatan Masyarakat di Desa Susukan Sumbang
Banyumas”. Prosiding Seminar Pembangan Sumber Daya Perdesaan dan
Kearifan Lokal Berkelanjutan . VIII”. 8(1): 397-404
Pradnyawan, S.W.H., W. Mudyantini, Marsusi. 2005. “Pertumbuhan, kandungan
nitrogen, klorofil dan karotenoid daun Gynura procumbens [Lour] Merr.
karotenoid daun Gynura procumbens [Lour] Merr. pada tingkat naungan
berbeda”. Biofarmasi 3:7-10
Utami lestari, Enny martiany, Neng susi. 2020. “Uji komposisi kimia kompos
Azolla Mycrophylla dan pupuk organik cair Azolla Mycrophylla” . Jurnal
Agronomi. 15 (2) : 121-122
Wijayani, S., Wirianata, H., & Burhanuddin, A. 2019. Inokulasi fungi mikoriza
arbuskula untuk meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di
prenursery pada dosis pupuk nitrogen yang berbeda. Prosiding. Vol. 1,
No.1.

20
LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah penelitian

BLOK I BLOK II BLOK III

K0P1 K0P2 K0P3 K1P3 K3P3 K0P3


K3P3 K3P2 K3P1
K1P1 K1P2 K1P3 K2P3 K2P2 K2P1 K2P3 K0P1 K3P1

K2P1 K2P2 K2P3 K1P3 K1P2 K1P1 K1P1 K2P1 K3P2

K3P1 K3P2 K3P3 K0P3 K0P2 K0P1 K1P2 K2P2 K0P2

21

Anda mungkin juga menyukai