Anda di halaman 1dari 8

KONSEP DASAR METODE PENGAJARAN KATA (TA`LIM AL MUFRODAT)

DALAM BAHASA ARAB


Oleh: Ahmad Fatah
Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus

A. Prolog
Pendidikan bahasa Arab di Indonesia sudah diajarkan mulai dari TK (sebagian) hingga
perguruan tinggi. Berbagai potret penyelenggaraan pendidikan bahasa Arab di lembaga-
lembaga pendidikan Islam setidaknya menunjukkan adanya upaya serius untuk memajukan
sistem dan mutunya. Secara teoritis, paling tidak ada empat orientasi pendidikan bahasa
Arab sebagai berikut: Pertama, Orientasi Religius, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan
memahami dan memahamkan ajaran Islam (fahm al-maqrû’). Orientasi ini dapat berupa
belajar keterampilan pasif (mendengar dan membaca), dan dapat pula mempelajari
keterampilan aktif (berbicara dan menulis). Kedua, Orientasi Akademik, yaitu belajar
bahasa Arab untuk tujuan memahami ilmu-ilmu dan keterampilan berbahasa Arab (istimâ’,
kalâm, qirâ’ah, dan kitâbah). Orientasi ini cenderung menempatkan bahasa Arab sebagai
disiplin ilmu atau objek studi yang harus dikuasai secara akademik. Orientasi ini biasanya
identik dengan studi bahasa Arab di Jurusan Pendidikan bahasa Arab, Bahasa dan Sastra
Arab, atau pada program Pascasarjana dan lembaga ilmiah lainnya.
Ketiga, Orientasi Profesional/Praktis dan Pragmatis, yaitu belajar bahasa Arab
untuk kepentingan profesi, praktis atau pragmatis, seperti mampu berkomunikasi lisan
(muhâdatsah) dalam bahasa Arab untuk bisa menjadi TKI, diplomat, turis, misi dagang,
atau untuk melanjutkan studi di salah satu negara Timur Tengah, dsb. Keempat, Orientasi
Ideologis dan Ekonomis, yaitu belajar bahasa Arab untuk memahami dan menggunaakan
bahasa Arab sebagai media bagi kepentingan orientalisme, kapitalisme, imperialisme, dsb. 
Orientasi ini, antara lain, terlihat dari dibukanya beberapa lembaga kursus bahasa Arab di
negara-negara Barat (Wahab, 2006).
Selanjutnya, dalam pembelajaran bahasa Arab terdapat beberapa unsur bahasa
yakni tata bunyi (fonology/ ‘ilm al-ashwat ), tata tulis (ortography/ kitabat al-huruf), tata
kata (al-sharf), tata kalimat (al-nahwu), dan kosakata (al-mufradat). Sedangkan
keterampilan berbahasa terdiri atas: membaca (al-qira’ah), menulis (al-kitabah), berbicara
(al-kalam), dan menyimak (al-istima`). Untuk melatih dan mengajarkan unsur-unsur
keterampilan tersebut, telah dikembangkan berbagai cara atau teknik (Muna, 2011: 135-
136). Ada beberapa teknik atau bisa juga bisa disebut metode untuk mengajarkan baca-
tulis huruf Arab. Fokus kajian tulisan ini adalah metode pengajaran unsur bahasa pada
kosakata (al-mufradat).

B. Metode Pengajaran Kosa Kata (al Mufrodat)


Kosa kata merupakan salah satu unsur bahasa yang harus di kuasai oleh pembelajar
bahasa asing untuk dapat memperoleh kemahiran berkomunikasi dengan bahasa tersebut.
Tapi mempelajari bahasa tidak identik dengan mempelajari kosa kata. Artinya untuk
memiliki kemahiran berbahasa tidak cukup hanya dengan menghafal kosa kata saja. Savier
(dalam Fries, 1970) menyatakan: “para pembelajar bahasa tidak bisa mengenal bahasa
melalui kamus”.
Makna sebuah kata dapat dibedakan menjadi dua, yaitu makna denotatif (ashli) dan
makna konotatif (idhai). Makna denotatif adalah makna yang terdapat dalam kamus. Ada
dua macam makna denotatif yaitu makna hakiki dan makna kiasan. Kata al-Umm makna
hakikinya “ibu yang melahirkan”. Sedangkan kata al-Umm dalam “umul al-kitab”
mengandung makna kiasan. Makna denotatif juga bisa didekatkan antara makna asal dan
makna istilah kata al-Hatif, makna asalnya adalah “orang yang berbisik”, sedang makna
istilahnya adalah “telepon”. Adapun makna konotatif, adalah makna tambahan yang
terkandung didalamnya nuansa atau kesan khusus sebagai akibat dari pengalaman para
pemakai bahasa, sebagai contoh, al-umm makna konotatifnya adalah kasih sayang dan
perlindungan.
Dari segi fungsi, kosa kata dibedakan menjadi dua: mufrodat mu’jamiyah dan
mufrodat wazhifiyah. Yang pertama adalah kosa kata yang mempunyai makna dalam
kamus seperti bayt, qalam, sayyarah (rumah, pena, mobil). Sedangkan yang kedua adalah
kosa kata yang mengemban suatu fungsi, misalnya huruf al-jar, asma, al-maushul, dhomir,
dan sejenisnya.
Perlu diingat bahwa diantara mufrodat mu’jamiyah terdapat, satu: beberapa kata
yang memiliki kemiripan makna, seperti kata ra’a, nazhara, lahazha, syahada yang kurang
lebih dapat dipandankan dengan kata-kata bahasa indonesia “melihat, memandang,
memperhatikan, menyaksikan“. Dua: beberapa kata yang mempunyai makna denotatif
yang sama tapi mengandung makna konotatif yang berbeda atau berbeda dalam konteks
pemakaiannya, seperti kata mata dan tuwuffiya, atau dalam bahasa indonesia antara “mati,
meninggal, tewas, wafat, mampus”. Tiga: kata yang memiliki beberapa makna yang
berbeda, seperti kata fashl yang bisa bermakna “kelas” dan “musim”. Hal-hal tersebut
perlu dipahami oleh para pengajar bahasa (Effendy, 2012: 126-127).
1. Hal-hal penting dalam pengajaran mufrodat
a) Pengajar mufrodat tidak berdiri sendiri.
Mufrodat tidak diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri melainkan terkait
dengan pelajaran muthala’ah, istima’, insya’ dan muhadatsah.
b) Pembahasan makna.
Satu kata dapat mempunyai beberapa makna. Hal ini merupakan kesulitan tersendiri
bagi para pembelajar bahasa asing. Dalam hubungan, untuk para pemula, sebaiknya
guru hanya mengajarkan makna yang sesuai dengan konteks saja, agar tidak memecah
perhatian dan ingatan siswa. Untuk tingkat lanjut, penjelasan makna bisa
dikembangkan, dengan memerikan contoh dalam kalimat-kalimat, agar para siswa
memiliki wawasan yang luas mengenai makna kata tersebut.
c) Kosa kata dalam konteks.
Banyak kosa kata yang tidak bisa dipahami secara tepat tanpa mengetahui pemakainya
dalam kalimat. Kosa kata semacam ini haruslah diajarkan dalam konteks agar tidak
mengacaukan pemahaman siswa.
d) Terjemah dalam pengajaran kosa kata.
Mengajarkan kata dengan cara menerjemahkannya kedalam bahasa ibu adalah cara yang
paling mudah, tetapi mengandung beberapa kelemhan, antara lain bisa mengurangi
spontanitas siswa ketika menggunakan dalam ungkapan lemah daya lekatmya dalam
ingatan siswa, dan tidak semua kosa kata dalamh bahasa asing terdapat padanya yng
terdapat dalam bahasa ibu. Oleh karena itu penerjemahannya direkomendasikan sebagai
cara terakhir, kecuali untuk kata-kata yang abstrak atau sulit dipergerakkan. Didalam
pengajaran bahasa arab tradisional, digunakan nazham untuk penguatan daya ingat
siswa terhadap makna kata.
e) Tingkat kesukaran.
Perlu disadari bahwa kosa kata bahasa Arab bagi siswa Indonesia dapat dibedakan
menjadi tiga, ditinjau dari tingkat kesukarannya:
1) Kata-kata yang mudah, karena dpat persamaanya dengan kata-kata dalam bahasa
Indonesia.
2) Kata-kata yang tidak sukar meskipun tidak ada persamaanya dalam bahasa
Indonesia.
3) Kata-kata yang sukar baik karena bentuknya maupun pengucapannya.

2.  Teknik-teknik pengajaran mufrodat


Adapun tahapan dan teknik pengajaran mufrodat atau pengalaman belajar siswa dalam
mengenal dan memperoleh makna mufrodat dipaparkan sebagai berikut.
a. Mendengarkan kata
Ini adalah tahap yang pertama. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mendengarkan
kata yang diucapkan guru. Baik bendiri sendiri maupun didalam kalimat.apabila unsur
bunyi dari kata itu sudah di kuasai oleh siswa, maka dalam dua atau tiga kali
pengulangan, siswa telah mampu mendengarkan secara benar.
b. Mengucapkan kata
Tahap berikutnya adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk mengucapkan kata
yang telah didengarnya. Mengucapkan kata baru membantu siswa mengingatnya dalam
waktu yang lebih lama.
c. Mendapatkan makna kata
Berikan arti kata kepada siswa dengan sedapat mungki menghindari terjemahan, kecuali
kalau tidak ada jalan lain. Saran ini dikemukakan, karena kalau guru setiap kali selalu
menggunakan bahasa ibu siswa, maka tidak akan terjadi komunikasi langsung dalam
bahasa yang sedang dipelajari , sementara itu makna kata akan cepat dilupakan oleh
siswa.
Ada berbagai teknik yang dapat digunakan oleh guru untuk menghindari terjemahan
dalam menerangkan arti suatu kata, antara lain: konteks (al-siyaq), definisi (ta’rif),
sinonim (muradif), antonim (dhid), benda asli atau tiruannya, gambar, peragaan,
penerjemahan (Effendy, 2012: 128-132).
1) Konteks (al-siyaq)
Kata-kata bisa juga dijelaskan dengan cara menempatkannya pada konteks kalimat
yang tepat. Konteks tersebut dapat mengungkap makna yang terkandung pada kata-
kata tersebut. Seperti dalam menjelaskan kata-kata : ‫ حلم‬,‫ كريم‬,‫صبر‬
2) Definisi (ta’rif)
Definisi bisa juga digunakan sebagai cara untuk menjelaskan suatu kata, seperti
kata “ ‫ “ حوت‬dijelaskan sebagai binatang yang paling besar dan hidup di laut. “ ‫طير‬
“ dijelaskan sebagai hewan yang mempunyai sayap dua yang digunakan untuk
terbang.
3) Sinonim (muradif)
Dalam menjelaskan kata-kata bisa juga dengan cara mengemukakan sinonimnya
dan memberi contohnya melalui fungsinya dalam qawa‟id. Cara ini digunakan
dengan syarat bahwa kata-kata muradif yang diberikan tersebut harus sudah biasa
dipakai oleh para pembelajar. Tidak diperkenankan kita menjelaskan kata-kata baru
dengan kata-kata baru pula. Dan sebaiknya di dalam memberikan penjelasan makna
dengan muradif harus sesuai, seperti fi‟l dengan fi‟l, ism dengan ism, dan harf
dengan harf.
4) Antonim (dhid)
Kata-kata yang berlawanan dengan kata-kata yang akan dijelaskan bisa dijadikan
cara untuk menjelaskan makna kata-kata tersebut. Dengan syarat lawan kata-kata
tersebut harus sudah diketahui oleh para siswa. Seperti :, ‫ حار‬, ‫ بخيل‬,‫ كريم‬,‫بارد‬.
5) Benda asli atau tiruannya
Cara ini digunakan dengan jalan menunjukkan barang atau benda yang ditunjuk
oleh kata tersebut. Cara ini digunakan untuk menjelaskan makna kata dari suatu
benda yang ditunjukinya ada di kelas atau bisa didatangkan ke kelas. Seperti
mengajarkan kata-kata : ‫ قلم‬, ‫ كتاب‬, ‫ باب‬, ‫كرسي‬
6) Gambar
Seandainya benda-benda yang dimaksud tidak ada atau sulit untuk didatangkan,
cukuplah bagi seorang guru menggunakan media gambar untuk menjelaskan makna
kata-kata tersebut. Gambar tersebut bisa berupa gambar bersinar, atau hanya
gambar yang menyerupai benda tertentu, atau gambar bergerak, atau juga benda
yang diam. Seandainya kita ingin menjelaskan kata “‫ فيل‬/ gajah atau ‫حوت‬/ ikan paus
“ kita tidak akan bisa mendatangkan kedua binatang tersebut ke dalam kelas.
Cukuplah bagi seorang guru dengan mendatangkan gambar dari kedua binatang
tersebut ke depan kelas.
7) Peragaan
Sebagian kata-kata ada yang sebaiknya dijelaskan dengan gerakan dan langsung,
terutama kata-kata yang berkaitan dengan pekerjaan. Seperti: berjalan, tersenyum,
tertawa, berbicara, duduk, berhenti. Kata-kata tersebut akan mudah dijelaskan
dengan cara memberikan contoh langsung berupa gerakan.
8) Penerjemahan
Suatu kata bisa dijelaskan dengan cara memberikan terjemahannya pada bahasa ibu
yang telah dikuasai oleh para pembelajar. Cara ini digunakan terutama untuk
menjelaskan kata-kata yang sulit dijelaskan dengan cara- cara lainnya (Nurbayan,
2008: 85-87).
d. Membaca kata
Setelah siswa mendengar, mengucapkan dan memahami makna kata-kata baru, guru
menulisnya dipapan tulis. Setelah siswa diberi kesmpatan untuk membacanya dengan
suara keras. Disini untuk kesekian kalinya guru perlu mengecek keakuratan bacaan
siswa, agar tidak terjadi kesalahan pengucapan.
e. Menulis kata
Akan sangat membantu penguasaan kosa kata, kalau siswa diminta menulis kata-kata
yang baru dipelajarinya pada saat makna kata-kata itu masih segar dalam ingatan
siswa. Siswa menulis di bukunya masing-masing dengan mencontoh apa yang ditulis
guru dipapan tulis.
f. Membuat kalimat
Tahap terakhir dari kegiatan pengajaran pengajaran kosa kataadalah dengan
menggunakan kata-kata baru itu dalam sebuah kalimat yang sempurna, secara lisab
maupn tertulis. Guru memberikan cotoh kalimat kemudian meminta siswa membuat
kalimat serupa. Latihan seperti ini sangat membantu memantapkan pengertian siswa
terhadap makna kata (Effendy, 2012: 132-133).

3. CD interaktif untuk pengajaran mufrodat


Dewasa ini, diera kemajuan teknologi informasi dan komunikasi penguuanaan
multi media untuk pengajaran bahasa merupakan suatu keniscaydalahaan. Salah satu
produk TIK yang relatif baru adalah CD pembelajaran interaktif. Era teknologi kaset
tape recorder, slide, OHP (over head projector), dan VCD (video compact disk) sebagai
media pembelajaran mungkin telah berlalu meskipun masih tetap berguna dan masih
banyak juga yang memakainya dan kini digantikan oleh produk TIK terbaru yaitu CD
interaktif. Media ini dikatakan interaktif karena penggunaannya tidak hanya dapat
melihat dan mendengar tapi juga memberikan respon secara aktif (Effendy, 2012: 129-
134).
Langkah-langkah pengajaran kosa kata apabila seorang guru ingin mengajarkan
kata-kata baru kepada para pembelajar hendaklah dia mengikuti beberapa langkah.
Langkah berikut ini mungkin bisa diterapkan dalam pengajaran kosa kata.
a. Guru mengucapkan kata-kata dan para pembelajar mendengarkannya. Lebih baik
lagi seandainya dia mengulanginya dua atau tiga kali.
b. Guru menulis kata-kata pada papan tulis dengan tulisan yang jelas dan sempurna.
c. Guru menjelaskan makna kata dengan cara yang dia anggap cocok.
d. Guru menggunakan kata pada sebuah kalimat atau lebih untuk memberikan
kejelasan fungsi kata tersebut pada struktur kalimat.
e. Para pembelajar mengulangi salah satu kalimat yang mengandung kata tertentu
secara bersama-sama, kemudian per kelompok, dan kemudian secara perorangan.
f. Guru mengarahkan perhatian para pembelajar untuk mencoba cara menulis kata
apabila mengandung kesulitan dalam penulisannya.
g. Guru menulis makna kata pada papan tulis, sebagaimana dia menulis kalimat yang
menjelaskan penggunaan suatu kata.
h. Para pembelajar membaca kosa kata baru yang tertulis di atas papan tulis yang ada
di depannya.
i. Para pembelajar menulis kata-kata dan maknanya serta kalimat-kalimat yang
menjelaskan peran kata-kata tersebut (Nurbayan, 2008: 95).

C. Epilog
Pengembangan pengajaran unsur-unsur bahasa adalah hal yang sangat urgen, begitu
juga pengembangan dalam kosa kata (al mufrodat). Hal ini perlu dipahami oleh pelaku
pendidikan, baik pendidik, peserta didik bahkan pemerintah. Disisi lain, pengembangan
pengajaran unsur-unsur bahasa harus di upayakan secara komprehensif yaitu yakni tata
bunyi (fonology/ ‘ilm al-ashwat ), tata tulis (ortography / kitabat al-huruf), tata kata (al-
sharf), tata kalimat (al-nahwu), dan kosakata (al-mufradat). Artinya pengembangan
pengajaran kosakata adalah bagian penting dari keseluruhan tersebut. Akhirul kalam,
dengan berpikir positif (al-tafkîr al-îjâbî) dan bersikap penuh kesungguhan dan kearifan,
pendidikan bahasa Arab akan menjadi prospektif baik pengembangan secara akademik
maupun sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. (Malang: Misykat, 2012)

Mahmûd Fahmî Hijâzî, al-Lughah al-‘Arabiyyah fi al-‘Ashr al-Hadîts: Qadhâyâ wa


Musykilât, Cet. I. (Kairo: Dâr Qubâ’, 1998)

Muhbib Abdul Wahab, “Quo Vadis Pendidikan Bahasa Arab di Era Globalisasi”,
Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari BEMJ PBA FITK UIN Jakarta, 29
Mei 2006

Wa Muna , Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. (Yogyakarta: Suksees Offset, 2011)

Yayan Nurbayan, Metodologi Pembelaran Bahasa Arab.( Bandung: Zein Al- Bayân, 2008)

Anda mungkin juga menyukai