Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

NAMA : kurniace Doda S.Kep

NIM : 032020053

DOSES PEMBIMBING

Ns. LESTARI LORNA LOLO S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KURNIA JAYA PERSADA PALOPO

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Defenisi Penyakit Rematik


Penyakit rematik merupakan suatu istilah terhadap sekelompok penyakit
(gabungan untuk lebih dari seratus penyakit) kembung dengan manifestasi klinis
berupa nyeri menahun pada sistem muskuloskeletal, kekakuan sendi, serta
pembengkakan jaringan sekitar sendi dan tendon. Meskipun kelainan terutama
terjadi pada sendi, tetapi penyakit rematik dapat pula mengenai jaringan
ekstraartikular (Salemba Medika, 2012).
Reumatoid artritis (RA) adalah penyakit inflamasi sistematik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya. Karakteristik RA adalah terjadinya kerusakan dan
proliferasi pada membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang
sendi, ankilosis, dan deformitas. Mekanisme imunologis tampak berperan penting
dalam memulai dan timbulnya penyakit ini. Pendapat lain mengatakan, artritis
reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ.
Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambungan
difus yang diperantarai oleh imunitas. (Salemba Medika, 2009).
Diseluruh dunia, kejadian tahunan AR adalah sekitar tiga kasus per 10.000
penduduk dan tingkat prevalensi sekitar 1%. Remisi klinis spontan bersifat jarang
(sekitar 5-10%). AR terjadi 2-3 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
pada pria. Frekuensi AR puncaknya terjadi pada usia 35-50 tahun.(Salemba
Medika,2009).
B. Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun
banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit ini belum
dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai
faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengerahui reaksi autoimun.
Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi (price 1995),
keturunan (price, 1995; Noer S, 1996), dan lingkungan (Noer S, 1996). Dari
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya
penyakit artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan
infeksi.(Salemba Medika, 2009).
Dari penilitian mutakhir, diketahui patogenesis artritis reumatoid dapat terjadi
akibat rantai peristiwa imunologis yang terdapat dalam genetik. Terdapat kaitan
dengan pertanda genetik seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 pada orang kulit putih.
Namun pada orang Amerika berkulit hitam, jepang, dan Indian Chippewa, hanya
ditemukan kaitan dengan HLA-Dw4.(Selemba Medika,2009).
C. Patofisiologi
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial.
Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut
akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan
akhirnya membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot kan
mengalami perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan
kekuatan kontraksi otot.(Salemba Medika,2009).
AR tidak diketahui penyebabnya. Meskipun etiologi infeksi telah berspekulasi
bahwa penyebabnya adalah organisme mikoplasma, virus epsteim-barr,
parfovirus, dan rubellah, tetapi tidak ada organisme yang terbukti bertanggung
jawab. AR dikaitkan dengan banyak respon autoimun, tetapi apakah autoimunitas
merupakan peristiwa sekunder atau primer masih belum diketahui.(Salemba
Medika, 2012).
AR memiliki komponen genetik yang signifikan dan berbagai epitop dari
kluster HLA-DR4/DR1 hadir pada 90% pasien dengan RA. Hiperplasia sel cairan
sendi dan aktifitas sel endotel adalah kejadian pada awal proses patologis yang
berkembang menjadi pearadangan yang tidak terkontrol dan berakibat pada
kehancuran tulang dan tulang rawan. Faktor genetik dan kelainan sistem
kekebalan berkontribusi terhadap progresifitas penyakit.(Salemba Medika,2012).
D. Manifestasi Klinis
Ada beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada klien artritis
reumatoid. Manifestasi ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan.
Oleh karenanya penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi.
(Salemba Medika,2009).
1) Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan, menurun
dan deman. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
2) Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi
ditangan, namun biasanya tidak tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs
distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3) Kekakuan dipagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata
terapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama
beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
4) Artitis erosit, merupakan ciri khas artritis reumatoid pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi tulang
dan dapat dilihat pada radiogram.
E. Komplikasi
a. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease
modifying antirheumatoid drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab
mordibitas dan mortalitas utama pada artitis reumatoid.
b. Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan meliputi akibat ketidak stabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis. (Mansjoer, 2007). Vaskulitis (inflamasi
sistem vaskuler) dapat menyebabkan trombosit dan infrak.
c. Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau
pada paru, mata, atau limfa.
d. Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari, depresi,
dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit (corwin, 2009).
e. Osteoporosis.
f. Nekrosis sendi panggul.
g. Deformitas sendi.
h. Kontraktur jaringan lunak.
i. Sindrom sjogren (Bilotta, 2011).
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk meneghilangkan nyeri
dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi, dan kemampuan maksimal dari
klien, serta mencegah dan atau memperbaiki devormitas yang terjadi pada sendi.
Penatalaksaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan itu meliputi
pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi serta obat-obatan.
Pengobatan harus diberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh oleh
karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini klien harus diterangkan
mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis.(Salemba
Medika,2009).
Langkah pertama dari program penatalaksanaan artritisreomatoid adalah
memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien,
keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan
kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit,
penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen penatalaksanaan termasuk
regumen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit,
dan metode-metode efektif tentang penatalaksnaan yang diberikan olaeh tim
kesehatan. Proses pendidikan kesehatan ini harus dilakukan secara terus menerus.
Pendidikan dan informasi kesehatan juga dapat diberikan dari bantuan klub
penderita, badan-badan kemasyarakatan, dan dari orang-orang lain yang juga
menderita artritisreomatoid, serta keluarga mereka.(Salemba Medika, 2009).
G. Pemeriksaan penunjang
1) Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat
menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada
pemeriksaann laboraturium terdapat;
2) Tes faktor reuma biasanyapositif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid
terutama bila masih aktif. Susanya masih dapat dijumpai pada pasien lepra
tuberkulosis paru, serosis hatitis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis
bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
3) Protein C-reaktif biasanya positif.
4) LED meningkat
5) Leukosit normal atau meningkat sedikit
6) Anemia normostik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
7) Tromosit meningkat
8) Kadar albumin serum turun dan globulin naik
Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang terseling adalah
sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering
terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi
jukstra artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi.(Salemba
Medika, 2009).
Patoflowdiagram Rematik

umur Genetik Jenis kelamin kegemukan infeksi


kelamin ke

Kerusakan tulang lokal, tulang Pembentukan tulang baru pada


rawan sendi yang progresif tulang rawan, sendi dan tepi
sendi.

Perubahan
metabolisme
tulang

Peningkatan aktivitas enzim yang


merusak makro molekul matrikss tulang
rawan sendi.

Penurunan kadar protoeglikan

Permukaan tulang sendi terbelah pecah dan


Perubahan sifat kolagen
terjadi robekan

Berkurangnya kadar air pada tulang rawan


sendi
Manifestasi klinis

Timbul laserasi  Nyeri pada anggota gerak


 Kelemahan otot
Pemeriksan penunjang  Peradangan dan bengkak
Rematik pada sendi
 Pemeriksaan laboratorium
 Kekakuan sendi
 pemeriksaan rontgen
 Gangguan fungsi

Komplikasi

 Kelainan sistem pencernaan


(gastritis dan ulkus peptik)
Rangsangan reseptor inflamasi sendi  Komplikasi syaraf (Vaskulitis)
Otot yang tegang
 Nodulus reumatoid ekstrasinovial
 Penurunan kemampuan untuk
Peradangan kurangnya penggunaan melakukan aktivitas
otot Berkesinambungan  Osteoporosis.
 Nekrosis sendi panggul.
Terjadi kerusakan
jaringan  Deformitas sendi.
pengecilan/atrofi otot Kekakuan sendi
 Kontraktur jaringan lunak.
Nyeri  Sindrom sjogren
Hambatan mobilitas
Kelemahan otot
fisik (M.K)
Nyeri kronis (M.K)

Intoleransi aktivitas (M.K)

Nyeri anggota gerak

Kelemahan

Anda mungkin juga menyukai