Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUTORIAL

MODUL 6

Sistem Respirasi II

Nama : Adli Kurniawan Pohan

Nim : 200610090

Kelompok :8

Tutor : dr. Zubir,M.Biomed., Sp.PK

PRODI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NEGERI


MALIKUSSALEH TA. 2020/2021

MODUL 6
Sistem Respirasi II

SKENARIO 6 : Paru Novita

Novita adalah seorang mahasiswa kedokteran yang sedang ikut praktikum spirometri. Spirometri alat untuk
untuk menguji fungsi faal paru. Uji fungsi faal paru pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui apakah kerja
pernapasan seseorang mampu mengatasi kedua resistensi yang mempengaruhi kerja pernapasan, yaitu resistensi
elastik dan resistensi nonelastik, sehingga dapat menghasilkan fungsi ventilasi yang optimal. Novita
menawarkan diri sebagai probandus. Hasil pemeriksaan uji faal paru Novita didapatkan adanya kelainan paru
obstruktif sedang-berat. Novita sebelumnya memang pernah dirawat di rumah sakit karena serangan dispneu
dan harus diberi oksigen dan obat-obatan untuk mengatasi keluhan tersebut. Saat itu ia juga harus menjalani
pemeriksaan radiologi untuk mengetahui jenis penyakitnya. Dokter menyarankan agar novita rutin berolahraga
agar ia dapat meningkatkan kapasitas vital parunya dan metabolisme aerobnya dapat berjalan optimal.

Bagaimanakah anda menjelaskan kondisi Novita?

JUMP 1 : TERMINOLOGI

1. Spirometri
Suatu pemeriksaan yang menilai fungsi terintegrasi mekanik paru, dinding dada dan otot-otot
pernapasan dengan mengukur jumlah volume paru udara yang dihembus dari kapasitas totol ( TLC ) ke
volume residu.
2. Resistensi elastic
Dihasilkan oleh sifat elastis paru ( tengangan permukaan cairan yang membatasi alveolus dan serabut
elastis yang terdapat di seluruh paru ) dan rongga toraks ( kemampuan meregang otot, tendon, dan
jaringan ikat )
3. Resistensi Nonelastik
Dihasilkan oleh tahanan gesekan terhadap aliran udara dalam saluran napas, dalam jumlah kecil yang
juga disebabkan karena viskositas jaringan paru.
4. Ventilasi
Peristiwa masuk dan keluarnya udara ke dalam paru.
5. Kelainan Paru Obstruktif Sedang-Berat
Penyakit paru yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversible parsial.
6. Dispenu
Ssesak napas ( pernapasan cepat, pendek, dan dangkal )
7. Kapasitas Vital
Udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarukan nafas dan pengeluaran nafas
paling kuat.
8. Metabolisme Aerob
Metabolisme yang menggunakan o2 dalam prosesnya.

JUMP 2 DAN JUMP 3 : RUMUSAN MASALAH DAN HIPOTESA


1. Bagaimana Cara Kerja spirometri?
Jawab : Beragam cara spirometri dapat dilakukan, bergantung pada jenis peralatan yang digunakan.
Namun, untuk tes FVC, pasien biasanya diminta untuk menarik napas sedalam mungkin. Napas ini
kemudian akan dihembuskan secara paksa ke dalam corong mesin spirometri, yang dilengkapi dengan
sensor yang dapat mengukur volume udara yang dihirup dan dihembuskan. Pasien akan diminta
menghembuskan napas ke sensor dalam waktu enam detik. Dokter kemudian akan meminta pasien
untuk menghirup udara dengan cepat untuk mengetahui keberadaan dan menilai sejauh mana obstruksi
saluran napas bagian atas.
Ada juga beberapa mesin spirometri yang membutuhkan pasien untuk menghirup udara pelan-pelan
dan menghembuskan napas ke dalam sensor untuk mengukur volume tidal. Beberapa dokter
menggunakan klip penutup hidung yang terbuat dari bahan yang lembut dan lentur untuk mencegah
udara keluar melalui hidung pasien. Mesin juga dapat dilengkapi dengan corong khusus untuk
menyaring napas pasien dan mencegah mikroorganisme menyebar.

Kemungkinan Komplikasi dan Risiko


Umumnya, tindakan spirometri sangatlah aman. Beberapa pasien melaporkan sesak napas singkat atau
pusing setelah tes selesai dilakukan, namun gangguan ini akan hilang setelah beberapa saat.
Pasien yang baru saja menderita serangan jantung atau kondisi yang berhubungan dengan masalah
jantung apapun bukanlah calon ideal untuk melakukan tindakan spirometri karena tes memerlukan
beberapa upaya pada tubuh pasien.
Dalam kasus yang sangat langka, spirometri diketahui sebagai pemicu masalah pernapasan pada
pasien.

2. Darimana kita mengetahui adanya kelainan paru obstruktif sedang-berat pada pemeriksaan spirometri?
Jawab : Spirometer tidak dapat membuat diagnosis spesifik namun dapat menentukan adanya gangguan
obstruktif dan restriktif serta dapat memberi perkiraan derajat kelainan. Pemeriksaan faal paru dinamis
atau fungsi ventilasi dilakukan dengan alat spirometer. Dengan pemeriksaan spirometri dapat diketahui
atau ditentukan semua volume dinamis seperti FEVT, FVC, PEFR, MBC, FEF200-1200, FEF 25-75.
Pada gangguan obstruksi, menunjukkan adanya penurunan kecepatan aliran ekspirasi dan kapasitas
vital normal. Pada obstruksi, aliran udara lebih hebat, kapasitas vital mungkin turun sebagai akibat
terperangkapnya udara. Nilai FEV, yang banyak dipakai adalah FEV I /FVC, abnormal bila < 80 %.
Parameter ini sangat penting karena tingkat akurasi untuk obstruksi di sentral airway cukup besar.
FEV1/FVC akan normal apabila FVC nya sangat rendah. Terdapat beberapa parameter faal paru
dinamis yang dapat memberikan interpretasi jenis gangguan pada paru. Pada gangguan obstruktif
secara umum terjadi penurunan volume dinamis paru. Parameter yang cukup bermakna yaitu ratio
FEV1/FVC, PEFR, dan FEF 25-75. Ratio FEV1/ FVC sangat penting karena tingkat akurasi untuk
obstruksi di sentral airway cukup besar, sedangkan FEF 25-75 menunjukkan adanya obstruksi di
saluran napas kecil.

3. Apa kaitan penyakit Novita dengan serangan dispneu?


Jawab : Karena dispneu adalah gejala yang Sesak napas atau Dispnea adalah keadaan sulit bernapas
dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonal. Sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut
untuk memastikan diagnosis.

4. Bagaimana pemberian oksigen dan obat-obatan untuk mengatasi keluhan Nova?


Jawab : Melalui terapi oksigen, pasien akan mendapatkan oksigen lebih banyak, meski proses bernapas
mengalami gangguan atau tidak dapat dilakukan dengan leluasa. Terapi oksigen mungkin juga akan
menambah harapan hidup penderita PPOK.
Agar pasien mudah mendapatkan oksigen, ada beberapa cara untuk melakukannya, mulai dengan
memakai alat konsentrator oksigen, tabung oksigen, hingga perangkat oksigen cair. Saat ini, terapi
oksigen tidak harus dilakukan di rumah sakit karena sudah ada alat terapi oksigen portabel yang praktis
dan bisa dibawa ke mana saja.
Dispnea pada pasien dengan penyakit terminal dapat diatatalaksana secara efektif dengan mengatasi
penyebab dasar dispnea tersebut misalnya pada efusi pleura atau anemia. Akan tetapi, pada beberapa
kasus, tidak ada tatalaksana khusus untuk mengatasi penyebab tersebut atau tindakan tidak dapat
dilakukan karena pasien dalam kondisi buruk. Tatalaksana simptomatik meliputi nonfarmakologis
seperti teknik relaksasi dan farmakologis seperti penggunaan opioid, benzodiazepin, fenotiazin, dan
kanabinoid. Opioid sebagai salah satu tatalaksana farmakologis untuk dispnea pada pasien paliatif
dapat digunakan6. Pada pasien PPOK yang masih mengalami dispnea meskipun telah mendapatkan
terapi simptomatik konvensional optimal, pemberian opioid dapat dipertimbangkan.
Tidak semua jenis sesak napas diberikan obat-obatan yang sama. Dokter mungkin akan meresepkan
obat-obatan yang sesuai dengan penyebab utama Anda sulit bernapas.
Apabila Anda susah bernapas akibat serangan asma atau PPOK, dokter akan memberi resep
obat bronkodilator atau steroid. Obat-obatan tersebut berfungsi melebarkan saluran pernapasan serta
mengurangi peradangan.Lain lagi jika dispnea yang Anda alami disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti
pneumonia. Dalam kondisi tersebut, dokter mungkin akan meresepkan obat-obatan antibiotik.

5. Bagaimana pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk mengetahui jenis penyakit novita? Apa
kemungkinan hasilnya?
Jawab :
Interpretasi yang mungkin adalah PPOK,
Pada emfisema terlihat gambaran :  Hiperinflasi  Hiperlusen  Ruang retrosternal melebar 
Diafragma mendatar  Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop / eye drop appearance) Pada
bronkitis kronik :  Normal  Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus. Pada gambaran foto
toraks diatas terlihat gambaran hiperinflasi pada paru danhemidiafragma yang mendatar. Pada proyeksi
lateral terlihat peningkatan diameter anteroposterior“barrel chest” karena peningkatan udara di ruang
retrosternal.6 Posisi Diafragma Pada Foto X-ray Toraks Hemidiafragma tidak sama tingginya pada foto
x-ray toraks proyeksi postero-anteriorposisi tegak dengan inspirasi yang cukup, tetapi umumnya dalam
jarak ketingian ± 1 spasium interkostalis tulang dada (2 cm) antara satu dan lainnya. Hemidiafragma
kiri biasanya lebih rendah daripada kanan.
Jika dibutuhkan, dokter melakukan beberapa prosedur medis tambahan, salah satunya adalah
pemeriksaan radiologi. Beberapa prosedur radiologi yang dilakukan berkaitan dengan kelainan paru-
paru adalah rontgen, CT scan, dan MRI. CT scan dan MRI dapat menunjukkan dan mengukur aspek
morfologi dan proses fungsionalnya, seperti perfusi, respirasi, dan metabolisme setiap wilayah.
Keduanya juga sering digunakan dalam pemantauan pengobatan atau penyakit untuk mengidentifikasi
perkembangan dan memungkinkan pengobatan yang tepat atau intervensi lebih lanjut. 
Sementara itu, rontgen yang memanfaatkan sinar-X sangat berguna dalam diagnosis penyakit
pneumonia, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Prosedur CT scan memberikan
indikasi yang lebih baik untuk kelainan paru-paru yang terjadi karena tumor, emboli paru akut,
hipertensi paru, fibrosis paru, PPOK tingkat lanjut, dan pneumonia pada pasien berisiko tinggi. Lalu,
pemeriksaan MRI dilakukan untuk membantu diagnosis yang berkaitan dengan penyakit fibrosis kistik,
emboli paru, hipertensi paru, dan karsinoma bronkial.
Tentu saja, masing-masing metode pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi kelainan paru-paru ini
memiliki keunggulan dan kelemahannya. Pilihan metode pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi,
diagnosis, pemeriksaan lanjutan, dan kuantifikasi penyakit harus didasarkan pada pilihan klinis masing-
masing individu. Bukan tanpa alasan, karena ini membantu pemberian pengobatan dan perawatan yang
tepat tanpa harus menggunakan tes lain.

6. apa kaitan novita rutin olahraga dengan peningkatan kapasitas vital paru ?
Jawab : Hal ini terjadi sebagai akibat adanya rangsangan yang diberikan terhadap tubuh. Adaptasi yang
baik ditandai dengan adanya 5 perubahan secara fisiologis berupa frekuensi denyut nadi berkurang dan
tensi darah menurun pada waktu istirahat, terjadinya pengembangan otot jantung (dilatasi) serta
frekuensi pernapasan turun dan kapasitas vital paru bertambah.

7. bagaimana metabolisme aerob dapat berjalan optimal seperti yang disarankan dokter ?
Jawab : Energy untuk melakukan latihan jangka panjang (yaitu lebih dari 10 menit) menggunakan
metabolisme areobik, pengambilan oksigen yang stabil biasanya dapat di pertahankan selama durasi
latihan ringan dan dengan durasi sedang. Namun dalam hal ini ada pengecualian yang pertama pada
saat olahraga dengan durasi lama di lingkungan yang lembab/panas ini akan menyebabkan
pengambilan oksigen lebih banyak dan di atas dari batas stabil, dan yang kedua latihan terus menerus
dengan intensitas relative tinggi (75% dari Vo2max) dan dalam dua jenis keadaan latihan ini
mengalami pergerakan kenaikan dari volume oksigen , terutama disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh,
dan kenaikan epinephrine dan norepinephrine, menghasilkan serapan konsumsi oksigen akan terus
meningkat sesuai durasi latihan.

JUMP 4 : SKEMA
JUMP 5 : LEARNING OBJECTIVE

1. Pemeriksaan fungsi paru


2. Metabolisme sel
3. Penyesuaian respirasi pada keadaan sakit dan sehat (autoregulasi)
4. Terapi oksigen dan Farmakologi Sistem respirasi
5. Radiologi toraks
JUMP 6 : SEARCH NFORMATION

LO 1 Pemeriksaan Fungsi Paru

Pemeriksaaan Fungsi Paru

Pemeriksaan fungsi paru dipergunakan secara luas, mulai dalam bidang penelitian fisiologi sampai dengan
aspek klinis mencakup diagnosis, penilaian derajat keparahan penyakit, monitoring terapi, menentukan
prognosis, pemeriksaan penunjang kesehatan kerja, tes medis olah raga dan lain sebagainya (Gibson, 2003),
(Shifren, 2006). Namun demikian, pemeriksaan fungsi paru tidaklah dapat menentukan suatu diagnosa penyakit
secara spesifik misalnya emfisema pulmonum atau fibrosis paru. Tes ini dapat berguna memberikan informasi
pengukuran fisiologis yang dapat mengidentifikasi kelainan obstruksi atau restriksi sistem pernafasan dan tentu
saja harus disertai evaluasi secara holistik dengan hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan pemeriksaan
laboratorium pendukung lainnya (Shifren, 2006).

Jenis pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan fungsi paru mengevaluasi sistem ventilasi dan alveoli secara indirect dan tumpang tindih. Umur
pasien, tinggi, berat badan, etnis dan jenis kelamin harus dicatat sebelum pemeriksaan dilakukan karena data-
data tersebut penting dalam hal penghitungan nilai prediksi. Secara umum, pemeriksaan fungsi paru dibagi
dalam 3 kategori yaitu ( Fischbach, 2003) :

1. Pemeriksaan terhadap kecepatan aliran udara di dalam saluran pernafasan, mencakup pengukuran sesaat atau
rata-rata kecepatan aliran udara di saluran nafas sewaktu ekshalasi paksa maksimal untuk mengetahui resistensi
saluran pernafasan. Termasuk juga dalam kategori ini adalah tes inhalasi bronkodilator dan tes provokasi
bronkus.

2. Pengukuran volume dan kapasitas paru yaitu pengukuran terhadap berbagai kompartemen yang mengandung
udara di dalam paru dalam rangka mengetahui air trapping (hiperinflasi, overdistensi) atau pengurangan
volume. Pengukuran ini juga dapat membantu membedakan gangguan restriktif dan obstruktif pada sistem
pernafasan.

3. Pengukuran kapasitas pertukaran gas melewati membran kapiler alveolar dalam rangka menganalisa
keberlangsungan proses difusi.

Definisi nilai normal dalam pemeriksaan fungsi paru

Hasil pemeriksaan fungsi paru diinterpretasikan melalui pembandingan nilai pengukuran yang didapat dengan
nilai prediksi pada individu normal. Prediksi nilai normal itu sendiri mencakup berbagai variabel seperti umur,
tinggi, berat badan, dan jenis kelamin. Ada juga beberapa faktor lain yang potensial mempengaruhi
interperetasi tetapi belum diperhitungkan seperti ras, polusi udara, status sosioekonomi (Gibson, 2003).

Spirometri normal juga didefinisikan dari bentuk kurva flow-volume yang normal, berupa gambaran manuver
FVC diikuti dengan inspirasi yang dalam. Sebuah kurva flow-volume yang normal mempunyai puncak yang
tajam yang dicapai dalam waktu yang singkat diikuti dengan penurunan yang gradual menuju titik O pada
kurva ekspirasi. Bentuk dari kurva inspirasi haruslah bulat. Kurva flow-volume normal dapat dilihat pada
gambar 1 (Shifren, 2006), (Fischbach, 2003).

Teknik Pemeriksaan Spirometri

Secara garis besar, hal yang perlu dipersiapkan dalam melakukan pemeriksaan fungsi faal paru adalah (Anna,
2012) :
1. Persiapan alat
Alat harus dikalibrasi minimal 1 kali seminggu dan penyimpanan tidak boleh melebihi 1 ½ kalibrator.
2. Persiapan pasien
a. Harus dilakukan anamnesis dan penilaian kondisi fisik yang berkaitan dengan fungsi paru pasien.
Selain itu, juga harus dilakukan pencatatan data dasar (nama, usia, jenis kelamin, ras) serta berat
badan dan tinggi badan pasien tanpa menggunakan sepatu.
b. Pasien diberikan penjelasan tentang tujuan, cara pemeriksaan, dan contoh manuver yang harus
dilakukan. Pasien harus bebas rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan, bebas bronkodilator
yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan minimal 8 jam sebelum pemeriksaan, tidak boleh
makan kenyang sebelum pemeriksaan, dan tidak boleh menggunakan pakaian ketat pada saat
pemeriksaan dilakukan.
c. Pasien sebaiknya melakukan percobaan dalam posisi yang paling nyaman.
d. Pemeriksaan dilakukan paling sedikit didapatkan 3 nilai yang reproduksibel untuk melihat dan
memastikan apakah manuver telah dilakukan secara maksimal. Dapat diulang 3 kali namun tidak
lebih dari 8 kali untuk menghindari bias.
3. Manuver untuk mendapatkan data tentang parameter yang dibutuhkan
a. Force Vital Capacity (FVC)
a.1 Metode sirkuit tertutup
- Pastikan pasien berada dalam posisi yang benar (posisi tubuh dengan kepala sedikit dielevasikan)
- Tempatkan nose clip, mouth piece pada mulut dan menutup mulut dengan baik
- Inspirasi maksimal secara cepat dengan jeda < 1 detik, kemudian ekspirasi maksimal secara cepat
(paksa) dan dalam sampai tidak ada udara yang dapat dikeluarkan saat masih dalam posisi yang
sama.
a.2 Metode sirkuit terbuka
- Pastikan pasien berada dalam posisi yang benar (posisi tubuh dengan kepala sedikit dielevasikan)
- Tempatkan nose clip
- Inspirasi maksimal secara cepat dengan jeda < 1 detik
- Tempatkan mouthpiece pada mulut dan menutup mulut dengan baik
- Ekspirasi maksimal secara cepat (paksa) dan dalam sampai tidak ada udara yang dapat
dikeluarkan saat masih dalam posisi yang sama.
b. Slow Vital Capacity (SVC)
Prinsip pengukuran sama dengan FVC yang berbeda hanyalah manuver saat meniup dimana
inspirasi maksimal secara normal dan ekspirasi maksimal secara normal sampai tidak ada udara
yang dapat dikeluarkan saat masih dalam posisi yang sama.
c. Maximal Voluntary Ventilation Pasien diinstruksikan untuk bernapas cepat dan dalam selama 15
detik dan mengumpulkan udara ekspirasi dalam kantong douglas. Uji ini telah banyak digunakan
secara bertahun-tahun tetapi kemudian sebagian besar diganti dengan pengukuran Forced
Expiratory Volume ( FEV1) yang lebih sedikit persyaratannya dan memberikan informasi yang
sama.

Adapun kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan gambaran obstruksi pada pemeriksaan fungsi paru antara
lain : ( Fischbach, 2003)

1. Penyakit pada saluran nafas perifer : bronkitis, bronkiektasis, bronkiolitis, asma bronkial, fibrosis kistik.

2. Penyakit parenkim paru : emfisema.

3. Penyakit saluran nafas atas : tumor pada faring, laring atau trakea; edema, infeksi, benda asing, saluran nafas
kolaps dan stenosis.
Sumber : Repository.usu.ac.id dan Wikepedia

LO 2 Metabolisme Sel

Pengertian Metabolisme Sel

Metabolisme adalah keseluruhan reaksi kimia yang terjadi secara serentak di seluruh tubuh, terdiri atas
anabolisme dan katabolisme. Anabolisme adalah sintesis (pembentukan) molekul organik yang menyerap
(membutuhkan energi), sedangkan katabolisme adalah pemecahan molekul organik yang menghasilkan energi.

Sumber energi utama bagi tubuh manusia adalah pati (zat tepung, starch) yang ada dalam makanan. Secara
kimiawi, pati adalah karbo-hidrat dalam bentuk polisakarida yang dalam traktus gastro-intestinal (saluran
pencernaan) akan dicerna menjadi glukosa, suatu bentuk monosakarida. Glukosa akan diabsorbsi dari traktus
gastrointestinal ke dalam aliran darah, lalu dibawa ke dalam sel-sel yang membutuhkannya. Kuantitas energi
yang dihasilkan oleh tiap molekul glukosa terlalu besar untuk langsung dimanfaatkan, sehingga glukosa dalam
sel harus terlebih dahulu dikonversi menjadi ATP (adenosin trifosfat), yang kuantitas energinya dapat langsung
dimanfaatkan oleh tubuh.

Konversi glukosa menjadi ATP dalam sel dalam sel dapat terjadi melalui 3 proses, yaitu glikolisis, siklus Kreb,
dan fosforilasi oksidasi. Jika kadar glukosa darah terlalu tinggi, sebagian akan dibawa ke hati untuk disimpan
sebagai glikogen, sebaliknya jika kadar glukosa darah terlalu rendah, glikogen hati akan terurai kembali
menjadi glukosa untuk dilepas ke dalam darah. Skema absorbsi dan konversi karbohidrat dalam tubuh.

1. GLIKOLISIS
Glikolisis adalah reaksi pelepasan energi yang memecah satu molekul glukosa (terdiri dari 6 atom
karbon ) atau monosakarida yang lain menjadi dua molekul asam piruvat ( terdiri dari 3 atom karbon),
2 NADH (nicotinamide Adenin Dinucleotide H), dan 2 ATP (Murray, 2006).
Glukosa dalam sel dapat mengalami berbagai jalur metabolisme, baik disimpan, diubah menjadi energi,
ataupun diubah menjadi molekul lain. Glukosa akan disimpan dalam otot atau hati dalam bentuk
glikogen jika terjadi kelebihan gula dalam darah. Apabila sel-sel tubuh sedang aktif membelah, glukosa
akan diubah menjadi gula pentosa yang penting dalam sintesis DNA dan RNA. Ketika tubuh
membutuhkan energi, glukosa akan diproses untuk menghasilkan energi melalui tahapan glikolisis,
dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transfer elektron. tahapan-tahapan tersebut dapat terjadi
apabila terdapat oksigen dalam jaringan sehingga prosesnya disebut respirasi aerob (menghasilkan
energi dengan adanya oksigen). Glikolisis merupakan tahapan pertama dari proses respirasi aerob
untuk menghasilkan energi dalam bentuk ATP.

Glikolisis berlangsung pada sitoplasma. Dalam lingkungan aerob, reaksi yang terjadi adalah :

Glukosa → 2 Asam piruvat + 2 ATP + 2 Koenzim-2H

ATP : Adenosine triphosphate

Koenzim-2H : Ikatan senyawa koenzim dengan 2 atom H

Transfer energi dari glukosa di sini berlangsung dari glukosa ke ATP dan koenzim-2H. Koenzim-2H
merupakan reaktan utama bagi fosforilasi oksidasi.
2. Siklus Kreb
Siklus Kreb berlangsung dalam mitokhondria. Asam piruvat yang dihasilkan oleh glikolisis pada
lingkungan aerob mengalami pemecahan lebih lanjut :
2 Asam piruvat → 2 asetil koenzim A + 2 CO2 + 2 Koenzim-2H
Asetil koenzim A ini merupakan input bagi siklus Kreb (gambar 3.8). Selain merupakan hasil akhir
glikolisis, asetil koenzim A untuk siklus Kreb diperoleh juga dari hasil pemecahan lemak dan protein.
3. Fosforilasi Oksidasi
Fosforilasi oksidasi merupakan sumber utama penghasil ATP, berlangsung dalam mitokhondria. Input
fosforilasi oksidasi (koenzim-2H) diperoleh dari output glikolisis dan siklus Kreb

Sumber : Juornal.UNPAD

LO 3 Penyesuaian respirasi pada keadaan sakit dan sehat (autoregulasi)

Normalnya manusia bernapas setidaknya 12-20 kali tiap menit. Namun ada kalanya pernapasan atau respirasi
kita terganggu sehingga napas menjadi terasa sulit, tidak nyaman, atau tidak dapat bernapas sama sekali.
Berikut beberapa gangguan respirasi yang biasa terjadi pada manusia.
Pernapasan merupakan proses pertukaran udara yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Sistem
ini bekerja dengan cara menyaring udara sehingga memberikan oksigen bagi tubuh. Produk buangan dari
sistem respirasi berupa karbondioksida dikeluarkan saat mengembuskan napas
Sistem respirasi juga berfungsi menyesuaikan suhu dan kelembapan tubuh dengan udara sekitar. Fungsi lainnya
yang tidak kalah penting yakni sebagai indra penciuman (hidung), penghasil suara, serta membantu dalam
mengatur keseimbangan dan pemeliharaan fungsi berbagai sistem organ di dalam tubuh.
Untuk dapat bernapas dengan baik, saluran pernapasan yang sehat berperan sangat penting. Saluran pernapasan
terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah saluran napas atas yang meliputi area mulut, hidung,
tenggorokan, laring, dan trakea. Bagian kedua adalah saluran pernapasan bawah yang meliputi bronkus (cabang
tenggorok), bronkiolus, dan alveoli di paru-paru.
Gangguan Respirasi yang Sering Terjadi
Jika salah satu bagian dari organ respirasi bermasalah, secara otomatis sistem respirasi pun akan terganggu.
Berikut beberapa gangguan respirasi:

 Flu (influenza)
Penyakit influenza disebabkan oleh virus dan mudah sekali menular. Penularan bisa melalui kontak
langsung ke cairan atau melalui cairan yang keluar dari penderita saat batuk atau bersin. Saat flu,
hidung dipenuhi lendir sehingga mengganggu pernapasan.
 Faringitis
Keluhan utama pada penyakit ini adalah nyeri tenggorokan. Faringitis seringkali disebabkan oleh
infeksi virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri, sehingga untuk penanganannya dibutuhkan
antibiotik. Beberapa kasus faringitis disebabkan oleh alergi atau iritasi pada tenggorokan.
 Laringitis
Laringitis adalah gangguan pernapasan yang menyerang laring atau pita suara. Peradangan yang terjadi
biasanya disebabkan oleh penggunaan pita suara berlebihan, iritasi, atau infeksi pada laring. Suara
serak atau parau bahkan hilang sama sekali adalah gejala umum yang muncul jika seseorang
mengalami laringitis.
 Asma
Asma disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Sesak napas menjadi tanda umum dari penyakit ini.
Biasanya sesak napas dibarengi oleh mengi (wheezing) yang merupakan suara khas bernada tinggi saat
pasien mengeluarkan napas.
 Bronkitis
Bronkitis adalah peradangan pada bronkus, yang merupakan saluran udara dari dan ke paru-
paru. Bronkitis umumnya dicirikan dengan batuk berdahak yang kadang dahaknya bisa berubah warna.
 Emfisema
Emfisema menyerang kantung udara alias alveoli. Seseorang yang terkena emfisema tidak selalu
menunjukkan gejala yang khas. Namun seiring perjalanan penyakitnya, biasanya penderita kondisi ini
lambat laun akan mengalami sesak saat bernapas. Gangguan ini adalah salah satu kondisi yang
digolongkan sebagai penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
 Pneumonia
Pneumonia, atau yang biasa disebut dengan radang paru-paru, merupakan peradangan akibat infeksi.
Batuk berdahak, demam, dan sesak napas adalah gejala umum dari pneumonia. Ciri lain dari penyakit
ini adalah dahak kental yang dapat berwarna kuning, hijau, cokelat, atau bernoda darah.
 Kanker paru-paru
Merupakan salah satu jenis kanker paling berbahaya dengan angka kematian yang tinggi.
Terjadinya kanker paru-paru pada seseorang berkaitan erat dengan merokok baik aktif maupun pasif,
riwayat kanker paru-paru di keluarga, riwayat paparan zat kimia dan gas beracun seperti asbestos dan
radon, atau menghirup udara berpolusi dalam jangka panjang.

Sumber : Journal.UNDIP

LO 4 Terapi oksigen dan Farmakologi Sistem respirasi

Terapi Oksigen

Indikasi

Jika tersedia, pemberian oksigen harus dipandu dengan pulse oximetry. Berikan oksigen pada anak dengan
kadar SaO2 < 90%, dan naikkan pemberian oksigen untuk mencapai SaO2 hingga > 90%. Jika pulse
oxymetry tidak tersedia, kebutuhan terapi oksigen harus dipandu dengan tanda klinis, yang tidak begitu tepat.

Bila persediaan oksigen terbatas, prioritas harus diberikan untuk anak dengan pneumonia sangat berat,
bronkiolitis, atau serangan asma yang :

 mengalami sianosis sentral, atau


 tidak bisa minum (disebabkan oleh gangguan respiratorik).

Jika persediaan oksigen banyak, oksigen harus diberikan pada anak dengan salah satu tanda berikut:

 tarikan dinding dada bagian bawah yang dalam


 frekuensi napas 70 kali/menit atau lebih
 merintih pada setiap kali bernapas (pada bayi muda)
 anggukan kepala (head nodding).

Sumber oksigen

Persediaan oksigen harus tersedia setiap waktu. Sumber oksigen untuk rumah sakit rujukan tingkat pertama,
umumnya adalah silinder/tabung oksigen dan konsentrator oksigen. Alat-alat ini harus diperiksa
kompatibilitasnya.

Metode Pemberian Oksigen


Terdapat tiga metode yang direkomendasikan untuk pemberian oksigen yaitu dengan menggunakan nasal
prongs, kateter nasal dan kateter nasofaring. Nasal prongs atau kateter nasal lebih sering dipakai dalam banyak
situasi. Nasal prongs merupakan metode terbaik dalam pemberian oksigen pada bayi muda dan anak dengan
croup yang berat atau pertusis.
Penggunaan kateter nasofaring membutuhkan pemantauan ketat dan reaksi cepat apabila kateter masuk ke
esofagus atau timbul komplikasi lainnya. Penggunaan sungkup wajah atau headbox tidak direkomendasikan. 

1. Nasal prongs

Nasal prongs adalah pipa pendek yang dimasukkan ke dalam cuping hidung. Letakkan nasal prongs tepat ke
dalam cuping hidung dan rekatkan dengan plester di kedua pipi dekat hidung (lihat gambar). Jaga agar cuping
hidung anak bersih dari kotoran hidung/lendir, yang dapat menutup aliran oksigen.

 Pasang aliran oksigen sebanyak 1–2 liter/menit (0.5 liter/menit pada bayi muda) untuk memberikan
kadar-oksigen-inspirasi 30–35%. Tidak perlu pelembapan.

2. Kateter Nasal

Kateter berukuran 6 atau 8 FG yang dimasukkan ke dalam lubang hidung hingga melewati
bagian belakang rongga hidung. Tempatkan kateter dengan jarak dari sisi cuping hidung hingga ke bagian tepi
dalam dari alis anak.

 Pasang aliran oksigen 1–2 liter/menit. Tidak perlu pelembapan.

3. Kateter Nasofaring

Kateter dengan ukuran 6 atau 8 FG dimasukkan ke dalam faring tepat di bawah uvula. Letakkan kateter pada
jarak dari sisi cuping hidung hingga ke arah telinga (lihat gambar B). Jika alat ini diletakkan terlalu ke bawah,
anak dapat tersedak, muntah dan kadang-kadang dapat timbul distensi lambung.

 Beri aliran sebanyak 1–2 liter/menit, yang memberikan kadar-oksigen inspirasi 45-60%. Perlu
diperhatikan kecepatan aliran tidak berlebih karena dapat menimbulkan risiko distensi lambung. Perlu
dilakukan pelembapan.

Lama pemberian oksigen

Lanjutkan pemberian oksigen hingga anak mampu menjaga nilai SaO2 >90% pada suhu ruangan. Bila anak
sudah stabil dan membaik, lepaskan oksigen selama beberapa menit. Jika nilai SaO2 tetap berada di atas 90%,
hentikan pemberian oksigen, namun periksa kembali setengah jam kemudian dan setiap 3 jam berikutnya pada
hari pertama penghentian pemberian oksigen, untuk memastikan anak benar-benar stabil. Bila pulse
oxymetry tidak tersedia, lama waktu pemberian oksigen dapat dipandu melalui tanda klinis yang timbul pada
anak (lihat atas), walaupun hal ini tidak begitu dapat diandalkan.

Farmakologi Sistem Respirasi


Inhalasi

Memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas dari saluran nafas dan epitel
paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama dengan efek yang dihasilkan oleh pemberian
obat secara intravena. Rute ini efektif dan menyenangkan penderita-penderita dengan keluhan
pernafasan seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis karena obat diberikan langsung ke
tempat kerja dan efek samping sistemis minimal.
Intranasal

Desmopressin diberikan secara intranasal pada pengobatan diabetes insipidus; kalsitonin


insipidus; kalsitonin salmon, suatu hormon peptida yang digunakan dalam pengobtana
osteoporosis, tersedia dalam bentuk semprot hidung obat narkotik kokain, biasanya digunakan
dengan cara mengisap.
Adapun proses masuk dan keluarnya obat dapat dideskripsikan dalam gambar di bawah ini :

SUMBER : FK.UNAND.AC.ID,EPRINTS.UNDIP.AC.ID,DAN WIKEPEDIA

LO 5 Radiologi Toraks

Radiografi toraks di baca dengan menempatkan sisi kanan foto (marker R) di sisi kiri pemeriksa
atau sisi kiri foto (marker L) di sisi kanan pemeriksa. Pada radiografi toraks, jantung terlihat
sebagai bayangan opak (putih) di tengah dari bayangan lusen (hitam) paru-paru. Dada (toraks)
merupakan situasi pencitraan yang unik. Harus digunakan tegangan tabung (kV) yang tinggi dan
waktu pajanan yang sangat singkat. Untukmenekan gambaran sistem rangka, menembus jantung
dan mempertegas kontras antara udara danjaringan lunak, tegangan tabung harus berada pada
kisaran 110-140 kV dengan riak tegangan (variasi tegangan berperiode kecil) kurang dari 4%.
Syarat layak baca radiografi toraks yaitu:
Identitas
Foto yang akan dibaca harus mencantumkan identitas yang lengkap sehingga jelas apakah foto
yang dibaca memang milik pasien tersebut

Marker
Foto yang akan di baca harus mencantumkan marker R (Right/ kanan) atau L (Left/ kiri).
Os scapula tidak superposisi dengan toraks
Hal ini dapat tercapai dengan posisi PA, tangan di punggung daerah pinggang dengan sendi bahu
internal rotasi.

Densitas Cukup
Densitas foto dikatakan cukup/ berkualitas jika corpus vertebra di belakang jantung terlihat samar.

Inspirasi Cukup
Pada inspirasi yang tidak adekuat atau pada saat ekspirasi, jantung akan terlihat lebar dan
mendatar, corakan bronkovaskular akan terlihat ramai/ memadat karena terdorong oleh
diafragma. Inpirasi dinyatakan cukup jika iga 6 anterior atau iga 10 posterior terlihat komplit. Iga
sisi anterior terlihat berbentuk huruf V dan iga posterior terlihat menyerupai huruf A.

Simetris

Radiografi toraks dikatakan simetris jika terdapat jarak yang sama antara prosesus spinosus dan
sisi medial os clavikula kanan - kiri. Posisi asimetris dapat mengakibatkan gambaran jantung
mengalami rotasi dan densitas paru sisi kanan kiri berbeda sehingga penilaian menjadi kurang
valid.
Hal yang mempengaruhi hasil pemeriksaan radografi:

Posisi Pemeriksaan
Jantung berada di sisi anterior rongga dada. Pada radiografi toraks dengan posisi berdiri, dimana
sinar berjalan dari belakang ke depan (PA), maka letak jantung dekat sekali dengan film. Jika
jarak dari fokus sinar ke film cukup jauh, maka bayangan jantung yang terjadi pada film tidak
banyak mengalami pembesaran/ magnifikasi. Pada umumnya jarak fokus-film untuk radiografi
jantung 1,8 – 2m.

Bayangan jantung yang terlihat pada radiografi toraks proyeksi PA mengalami magnifikasi ± 5%
dari keadaan sebenarnya. Lain halnya bila radiografi dibuat dalam proyeksi antero-posterior
(AP), maka jantung letaknya akan menjadi jauh dari film sehingga bayangan jantung akan
mengalami magnifikasi bila dibandingkan dengan proyeksi PA.
Hal yang sama akan terjadi pada radiografi yang dibuat dengan posisi telentang (supine)
dengan sinar berjalan dari depan ke belakang (AP). Di sini bayangan jantung juga akan
terlihat lebih besar dibanding dengan proyeksi PA dan posisi berdiri. Posisi AP dilakukan
pada pasien yang tidak sanggup berdiri (posisi PA).

Bentuk Tubuh
Pada orang yang kurus dan jangkung (astenikus) jantung berbentuk panjang dan ke bawah.
Ukuran vertikal jauh lebih besar daripada ukuran melintang. Diafragma letaknya mendatar
sehingga jantung seolah tergantung (cor pendulum). Sebaliknya pada orang yang gemuk
dan pendek (piknikus); letak jantung lebih mendatar dengan ukuran melintang yang lebih
besar disertai diafragma yang letaknya lebih tinggi.

Bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum/ pigeon chest, pectus carinatum, kelainan
pada kelengkungan vertebra seperti skoliosis, kifosis atau hiperlordosis dapat
mempengaruhi bentuk dan letak jantung.

Berikut berbagai macam kondisi yang dapat ditunjukkan melalui rontgen dada :

 Masalah Paru-Paru
Rontgen dada bisa mendeteksi adanya kanker, infeksi, ataupun pengumpulan udara di ruang sekitar paru-
paru (pneumothorax). Pemeriksaan ini juga bisa menunjukkan kondisi kronis paru-paru, seperti emfisema
atau cystic fibrosis, serta komplikasi yang berhubungan dengan kondisi ini.

 Masalah  Jantung yang Berhubungan dengan Paru

Rontgen dada dapat menunjukkan adanya perubahan atau masalah dalam paru-paru kamu yang berasal
dari jantung. Misalnya seperti, cairan dalam paru-paru (pulmonary edema) yang merupakan hasil dari
gagal jantung kongestif.

 Ukuran dan Bentuk Jantung

Ukuran dan bentuk jantung yang berubah bisa menjadi pertanda dari penyakit gagal jantung, masalah
katup jantung, ataupun cairan di sekitar jantung (efusi perikardial).

 Pembuluh Darah

Oleh karena letak pembuluh besar dekat dengan jantungmu, seperti aorta, arteri pulmonal, dan vena,
maka rontgen dada bisa mendeteksi adanya masalah, seperti aorta aneurisma atau masalah pembuluh
darah lainnya, dan penyakit jantung bawaan dapat terlihat.

 Deposit Kalsium

Rontgen dada juga bisa dilakukan untuk melihat adanya kalsium dalam jantung atau pembuluh darah.
Pasalnya, kalsium dalam jantung ini bisa menjadi pertanda adanya kerusakan dalam rongga jantung, arteri
koroner, otot jantung, ataupun kantong pelindung yang mengelilingi jantung. Deposit kalsium dalam
paru-paru, biasanya berasal dari infeksi lama yang belum sembuh.

 Patah Tulang

Patah tulang pada tulang rusuk atau tulang belakang dapat dilihat dengan rontgen dada.

Bagaimana Melakukan Rontgen Dada

Sebelum menjalani proses rontgen dada, kamu biasanya akan diminta untuk menanggalkan beberapa atau
semua pakaian dan mengenakan pakaian khusus untuk pemeriksaan. Perhiasan, peralatan gigi, kacamata,
dan benda logam juga perlu dilepaskan. Kemudian, kamu akan diminta berdiri menghadap plat rontgen
untuk pengambilan gambar. Kamu juga akan diminta untuk tidak bergerak atau bahkan menahan napas
selama beberapa detik saat gambar rontgen diambil. Rontgen dada biasanya hanya berlangsung selama
beberapa menit saja.

Biasanya akan diambil dua gambar, yaitu satu dari belakang dan lainnya dari samping. Dalam keadaan
darurat ketika hanya satu gambar sinar X yang diambil, biasanya bagian depan yang akan digunakan.

Sumber :jurnal UI dan med.unhas.ac.id

Anda mungkin juga menyukai