Anda di halaman 1dari 26

Nama : Diosa Lara Indah Musa

NIM : A031181324
RMK 2 Perpajakan I

” Ketentuan Umum Dan Tatacara Perpajakan: Ketentuan Umum; NPWP, NPPKP &
SPT Dan Tatacara Pembayaran & Pelaporan Pajak.”

A. Pengertian, Fungsi, dan Cara Mendapatkan NPWP, NPPKP


1. NPWP
Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Dirjen
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajb pajak
dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (menurut Pasal 2 UU KUP ). Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya. Oleh karena
itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satau NPWP dan NPWP tersebut
berfungsi :

a) Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.


b) Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan.

Cara untuk memperoleh NPWP, sebagai berikut :

a) Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan system self
assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak untuk dicatat
sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
b) Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai
subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
c) Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan atau
pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan
perubahannya.
d) Tempat pendaftaran dilakukan pada kantor Direkotorat Jendral Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jendral Pajakyang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu.
e) Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenal
pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hukum atau
dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
f) Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan
suaminya.
g) Direktur Jendral Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajb Pajak secara jabatan apabila
Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tidak mendaftarkan diri
untuk mendapatkan NPWP. Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan
Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok
Wajib Pajak.
h) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya,
karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak
terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah:
1) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak badan, wajib mendftarkan diri paling lambat 1 bulan setelah saat
usaha mulai dijalankan.
2) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak
melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan satu
bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib
mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.1

Wajib Pajak atau orang yang diberi kuasa khusus untuk mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP wajib mengisi, mendatangani, dan menyampaikan formulir
pendaftaran ke Kantor Pelayanan Pajak. Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan
Surat Keterangan Terdafdar dengan jangka waktu paling lama pada hari kerja berikutnya
setelah permohonan pendaftaran serta persyaratannya diterima secara lengkap.Wajib Pajak
yang telah terdaftar yaitu Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor

1
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak, Perpajakan Edisi Revisi, (Yogyakarta: CV Andi Offset,2013), hlm.25-27.
Pelayanan Pajak (KPP) dan telah diberikan NPWP yang terdiri atas 15 (lima belas) digit;
yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit
berikutnya merupakan kode administrasi pajak. Kartu NPWP ini diterbitkan oleh KPP.2

2. NPPKP
NPPKP adalah Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak yang berguna sebagai identitas
Wajib Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.

Fungsi NPPKP :

1. Sebagai identitas Wajib Pajak PKP.


2. Pemenuhan kewajiban PPN dan PPnBM.
3. Pengawasan Perpajakn.

Kewajiban pengusaha kena pajak, antara lain untuk:

1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.


2. Memungut PPN dan PPnBM yang terutang. Menyetorkan PPN yang masih harus
dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
3. Melaporkan penghitungan pajak.

Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah:

1. Pengusaha kecil.
2. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dana tau jasa yang tidak dikenakan
PPN.

Cara mendapatkan NPPKP , sama halnya dengan mendapatkan NPWP yaitu dengan
mendaftarkan diri ke kantor Dirjen Pajak yang terdekat dengan tempat tinggal PKP.3

B. Pengertian dan Fungsi SPT, SKP, STP


1. SPT
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek

2
Dr. Waluyo,M.Sc.,Ak, Perpajakan Indonesia Edisi 10, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm.25
3
Agus Arwani,S.E,M.Ag,. PPT.Pertemuan%201-2%20Pengata,hlm.18.
pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.4

Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) :

a. Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan

1) Sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah


pajak yang sebenarnya terutang.

2) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan
atau melalui pemotong pajak atau pemungut pajak dalam satu tahun .

3) Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau


pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak.

b. Bagi Pengusaha Kena Pajak


1) Sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPn BM (Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah) yang sebenarnya terutang.
2) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh PKP
(Pengusaha Kena Pajak) dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak yang
telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
3) Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
c. Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan disetorkannya.5

2. (Surat Ketetapan Pajak) SKP


Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi
SKPKB,SKPKBT,SKPN , SKPLB.

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokokpajak, jumlah kredit pajak, jumlah

4
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.31.
5
Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Refika Aditama, 2003).
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak
yang masih harus dibayar.

SKPKB diterbitkan apabila :


1) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau
kurang dibayar.
2) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan
dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam Surat Teguran.
3) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol
persen).
4) Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak dipenuhi sehingga
tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
5) Kepada Wajib Pajak diterbitkan NPWP dana tau dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak secara jabatan.

SKPKB hanya dapat diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dana tau kewajiban
material. Keterangan lain tersebut adalah data konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh
Direktur Jenderal Pajak, antara lain berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti
pemotongan Pajak Penghasilan.

Sanksi Administrasi:

a. Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin di atas (a dan e), maka jumlah
kekurangan pajak terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% per bulan paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
b. Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin di atas (b, c, dan d), maka
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :
 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak
atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.
 100% dari PPN dan PPn BM yang tidak atau kurang dibayar.

Fungsi SKPKB, yaitu :

a. Koreksi atau jumlah yang terutang menurut SPT-nya.


b. Sarana untuk mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak.

Jangka Waktu Penerbitan SKPKB :

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan SKPKP.

Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu
tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana
di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKPKBT
diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak
yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Fungsi SKPKBT :
a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi.
c. Alat untuk menagih pajak.

Sanksi SKPKBT :

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Sanksi
administrasi berupa kenaikan tidak dikenakan apabila SKPKBT diterbitkan berdasarkan
keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur
Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.

Jangka Waktu Penerbitan SKPKBT :

Dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa
pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan
pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT.

Apabila jangka waktu 5 tahun telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48%
dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka
waktu 5 tahun tersebut dipindana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).


Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak.

Penerbitan SKPN :

SKPN diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah
pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

5. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukn jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan, jumlah kredit pajak atau jumlah
pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:

a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang.
b. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran
dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
tersebut.
c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang.

3. STP
Surat Keterangan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau
sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

STP dikeluarkan apabila :

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.


b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung.
c. Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat
faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu.
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi
faktur pajak secara lengkap (selain: identitas pembeli, nama dan tanda tangan).
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan
faktur pajak.
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

Fungsi STP :

a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak.
b. Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
c. Alat untuk menagih pajak.

Sanksi Administrasi STP :

a. Jumlah kekurangan pajak terutang (penerbitan SPT poin a dan b) ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan,
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
b. Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak (penerbitan SPT poin d, e, atau f)
selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenal sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak.
c. Terhadap Pengusaha Kena Pajak (penerbitan SPT poin g) dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung
dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan.

Kekuatan Hukum STP

STP (Surat Tagihan Pajak) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat
Paksa.6

C. Kewajiban Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengmpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyususn laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi
7
untuk periode Tahun Pajak tersebut. Kewajiban pembukuan menurut ketentuan
perundang-undangan perpajakan telah diatur dalam Pasal 28 tentang Undnag-Undang

6
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.41-46.
7
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.57.
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pada prinsipnya Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia,
wajib menyelenggarakan pembukuan. Namun, Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan perundang-
undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dikecualikan dan kewajiban
menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan. Pencatatan terdiri atas
data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dana tau penerimaan
penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.

Pembukuan atau pencatatan harus :

1. Diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencermikan keadaan atau


kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia.
3. Menggunakan huruf latin dan angka Arab.
4. Menggunakan satuan mata uang rupiah dan mata uang asing yang diizikan oleh Menteri
Keuangan.
5. Disusun dalam Bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizikan oleh Menteri
Keuangan.
6. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan dasar akrual (accrual basis) atau
dasar kas (cash basis). Perubahan atas metode pembukuan atau pencatatan harus
mendapat persetujuan dari Direktur Jendral Pajak.

Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal,


penghasilan, dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya
pajak terhutang. Sedangkan pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur
tentang peredaran atau penerimaan bruto dana tau penghasilan bruto. Bentuk dan tata
caranya akan diatur dengan Keputusan Direktorat Jendral Pajak.
Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen termasuk pengolahan data elektronik
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, wajib di simpan di Indonesia selama 10
tahun. Kewajiban penyimpanan tersebut bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah di tempat
kegiatn atau tempat tinggal, dan bagi Wajib Pajak Badan adalah di tempat kedudukan.
Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai
hubungan istimewa (perhatikan pengertian hubungan istimewa pada Pasal 18 ayat (4)
Undang-Undang Pajak Penghasilan), bahwa kewajiban menyimpan dokumen meliputi
dokumen dana tau informasi tambahan untuk mendukung transaksi yang dilakukan dengan
pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha. Menteri Keuangan akan mengatur jenis dokumen dana tau informasi
tambahan tersebut.8

D. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data


dana tau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajban perpajakan
dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.

Tujuan pemeriksaan, yaitu:

1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:


a. SPT lebih bayar termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak.
b. SPT rugi.
c. SPT tidak atau terlambat (melampaui jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat
Teguran) disampaikan.
d. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau
akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
e. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis
(risk based selection) mengindikasi adanya kewajiban perpajakan WP yang tidak
dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Tujuan lain, yaitu :
a. Pemberian NPWP secara jabatan.
b. Penghapusan NPWP.
c. Pengukuhan Penghapusan Kena Pajak (PKP) dan pencabutan PKP.
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan.
e. Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
f. Pencocokan data dan/atau alat keterangan.

8
Dr. Waluyo,M.Sc.,Ak,……., hlm.58-59.
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN.
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.
k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban


perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak :

1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa


Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan.
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan
tujuan pemeriksaan.
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberitahukan pemberitahuan secara
tertulis sehubungan dengan pelaksaan Pemeriksaan Lapangan.
4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan
Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan.
5. Menerima Surat Pemberitahuan Pajak mengalami perubahan.
6. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan.
7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam
hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa
Pajak melalui pengisian formulir Kuisioner Pemeriksaan.
9. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak lain yang
tidak berhak.9

Wewenang Memeriksa

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji


kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

9
BookletKUP.hlm.22
Prosedur Pemeriksaan

1. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan dan harus
memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
2. Wajib Pajak yang diperiksa harus :
a. Memperlihatkan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang
pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang
perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
c. Memberi keterangan yang diperlukan.
3. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta
keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk
merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan.
4. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruanngan
tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi poin 2 diatas.10

Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang


dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenag khusus sebagai penyidik untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Wewenang penyidik , yaitu:

1. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan


dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut
lebih lengkap dan jelas.
2. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di
bidang pekerjaan.

10
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.54.
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
4. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut.
6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan.
7. Menyuruh berhenti dana tau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dana tau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada poin 5.
8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
10. Menghentikan penyidikan.
11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan menurut ketentuan peraturang perundang-undangan.

Penyidik Pajak tidak berwenang melakukan penahanan dan penangkapan.

Kewajiban Penyidik :

Penyidik sebagaimana memberitahuakan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil


penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.

Penyidikan dihentikan dalam hal:

1. Tidak terdapat cukup bukti.


2. Peristiwa yang disidik bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan.
3. Peristiwanya telah daluwarsa.
4. Tersangkanya meninggal dunia.
5. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa
Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling
lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal surat permintaan, sepanjang perkara
pidana tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan.

Penghentian penyilidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dilakukan setelah


Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang bayar atau yang tidak
seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4
kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya
dikembalikan.11

E. Keberatan dan Banding


1. Keberatan
Beberapa persoalan yang bersangkutan dengan doleansi (keberatan) yaitu pokok
perselisihan, pemasukan Surat Keberatan, isi Surat Keberatan, pembuktian, dan keputusan
Surat Keberatan. Dalam perkembangannya, dengan diundangnya Undang-Undang Nomor 28
tahun 2007 tentang KUP, penulis membatasi kajian Ilmu Hukum Pajak. Uraian berikut
menyampaikan ketentuan formal bagi Wajib Pajak yang mengajukan keberatan maupun
banding.

Dengan mengacu pada Pasal 25 Undang-Undang KUP bahwa Wajib Pajak dapat
mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).


2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Tata cara pengajuan keberatan yaitu Wajib Pajak mengajukan surat dalam bentuk Surat
Keberatan yang harus memenhi syarat :

1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.


2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-
alasan yang menjadi dasar pertimbangan.

11
BookletKUP.hlm.26-27.
3. 1 (satu) Surat Keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak, untuk
1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak.
4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah
yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
5. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Surat Ketetapan
Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur).
6. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan
ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri
dengan Surat Kuasa Khusus.

Apabila persyaratan tersebut di atas belum terpenuhi, Wajib Pajak masih dapat
menyampaikan perbaikan Surat Keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum
terpenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirimi Surat Ketetapan Pajak
atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga (perhatikan syarat
nomor 5) tanggal penyampaian perbaikan Surat Keberata itulah yang merupakan tanggal
Surat Keberatan diterima.

Untuk kepentingan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta kepada Direktur
Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar
pengenaan pajak atau penghitungan rugi. Dalam keterangan ini, Direktur Jenderal Pajak
wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama
20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak diterima. Namun, jangka waktu
pemberian keterangan ini tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan.

2. Banding
Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui atas keputusan keberatan, Wajib Pajak dapat
mengajukan banding ke Pengadilan Pajak (PP) sebagai upaya hukum dalam menyelesaikan
perselisihan/ sengketa di bidang perpajakan. Pada sub bab banding, akan dijelaskan ketentuan
banding sebagaimana diatur dalam KUP sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang


KUP menegaskan seperti sebagai berikut :

1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan
pajas atas Surat Keputusan Keberatan.
2. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan
peradilan tata usaha negara.
3. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan
yang jelas paling lama 3 bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan
dilampiri dengan Salinan Surat Keputusan Keberatan. Untuk keperluan pengajuan
permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak berkewajiban memberikan keterangan
secara tertulis hal yang menjadi dasar penerbitan Surat Keputusan Keberatan, tetapi
terlebih dahulu WP mengajukan permintaan keterangan tersebut.
4. Terhadap WP yang mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah
pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan menjadi tertangguhkan
sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding. Jangka waktu
pelunasan pajak dimaksud yaitu yang telah diatur dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a),
atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
keberatan.
5. Terhadap jumlah yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan seperti butir 4
tersebut tidak termasuk sebagai utang pajak yang dimaksud Pasal 11 ayat (1) Undang-
Undang KUP yaitu utang pajak yang dapat dikompensasikan.
6. Bila permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP akan dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan
banding dikurangi dengan pembayaran pajak. Sebagai contoh perhitungan: Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PT Ananta sebesar Rp. 1.000.000.000,00.
Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan WP hanya menyetujui Rp.
200.000.000,00 dan mengajukan keberatan atas jumlah pajak yang disetujui telah
dilunasi. Putusan keberatan mengabulkan sebagian, dengan pajak yang harus dibayar
menjadi Rp. 750.000.000,. WP dimaksud tidak menyutujui putusan tersebut yang
selanjutnya mengajukan banding. Putusan banding pengadilan pajak bahwa pajak
yang harud dibyar menjadi Rp.450.000.000,00. Kaus sedemikian terhadap sanksi
administrasi berupa bunga 2% per bukan (Pasal 19 UU KUP) maupun sanksi berupa
denda (Pasal 25 ayat (9) ) tidak dikenakan. Tetapi pengenaan sanksinya justru sanksi
administrasi berupa denda Pasal 27 ayat (5d) UU KUP sebesar 100% (Rp
450.000.000,00 – Rp 200.000.000,00) = Rp 250.000.000,00).12

12
Dr. Waluyo,M.Sc.,Ak,……., hlm.77-86.
F. Penagihan Pajak
 Dasar Penagihan Pajak

Dasar penagihan pajak berikut ini merupakan sarana administrasi bagi direktur
jendral pajak untuk melakukan penagihan pajak. Berdasarkan pasal 18 UU KUP, yang
menjafi dasar penagihan pajak adalah :

1. surat tagihan pajak (STP)


2. surat ketetapan kurang bayar (SKPKB)
3. surat keputusan pembentukan
4. surat keputusan pemberatan
5. putusan banding, yang meneybabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah.
 Tahapan Penagihan Pajak
Bagi wajib pajak usaha kecil dan wajib pajak didaerah tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jangka pelunasan dapat
diperpanjang menjadi paling lama 2 bulan. (pasal 5 ayat (1 & 2)PMK-
24/PMK.03/2008).
Apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum dilunasi,
akan dilakukan tindakan penagihan pajak sebagai berikut :
1. Surat Teguran. Penaghihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu mnerbitkan
surat teguran oleh pejabat. Surat teguran tidak diterbitkan oleh penanggung pajak
yang telah disetujui untuk mengansur atau menunda pembayaran pajak.
Penyampaian surat teguran kepada wajib pajak :
a. Wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 hari sejak sat jatuh tempo
pengajuan keberatan, apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau
seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan dan wajib pajak tidak mengajukan keberatan atau surat ketetapan
pajak kurang bayar atau surat ketetapan pajak kurang tambahan.
b. Wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo
pengajuan banding, apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh
jumlh pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, dan wajib pajak tidak mengajukan permohonan banding atas
keputusan keberatan sehubungan dengan surat ketetapan pajak kurang bayar
(SKPKB), atau surat ketetapan kurang bayar tambahan (SKPKBT).
c. Wajib pajak disampaikna surat teguran setelah 7 hari sejak jatuh tempo
pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan banding, apabila
wajib pajak tidak menyetujuisebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih
harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan wajib pajak
mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan
surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) atau surat ketetapan pajak kurang
bayar tambahan (SKPKBT).
d. Wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 hari setelah sejak sat tempo
pelunasan (1 bulan sejak tanggal diterbitkan) apabila wajib pajak menyetujui
seluruh jumlah pajak yang masoh harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan.
e. Wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 hari sejak tanggal pencabutan
pengajuan kebertan apabila wajib pajak mencabut pengajuan keberatan atas
surat ketetapan pajak kurang byar (SKPKB) atau surat ketetapan pajak kurang
bayar tambaham (SKPKBT) setelh tanggal jatuh tempo pelnasan tetapi sebelum
tanggal diterima surat pemberitahuan untuk hadir oleh wajib pajak.
2. Surat Paksa. Surat paksa diterbitkan oleh pejabat dan diberitahukan secara
langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak, apabila jumlah utang pajak
tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 hari sejak tanggal
disampaikan surat teguran.
3. Surat Perintah Melakukan Penyitaan.Pejabat menerbitkan surat perintah
melaksanakan perintah apabila setelah lewat waktu 2 x 24 jam sejak surat paksa
diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak tidak dilunasi oleh
penanggung pajak. Berdasarkan surat perintah melaksankan penyitaan, jurusita
pajak melaksanakan penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak.
4. Pengumuman Lelang.Pengumuman lelang dilakukan pejabat apabila setelah
lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, penanggung pajak tidak
melunasi utang pajak dan biaya penagih pajak. Pengumuman lelang untuk barang
bergerak dilakukan 1 kali dan untuk barang tiak bergerak dilakukan 2 kali.
5. Penjualan Barang Sitaan. Penangung pajak dilakukan oleh pejabat melalui kantor
lelang negara apabila batas waktu 14 hari sejak pengumuman lelang, penanggung
pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
a. Daluwarsa Penagihan Pajak
Daluarsa penagihan pajak dapat tertangguh/melampaui 5 tahun apabila :
1. direktur jendral pajk menerbitkan dan memberitahukan surat pajak kepada
pkepada penanggung pajak tidak melakukan pembayaran hutang pajak
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu,
daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggalm pemberitahuan surat
paksa tersebut.
2. Wajib pajak menyatakan hutang pajak dengan cara mengajukan pembayaran
angsuran atau penundaan pembayaran hutang pajak sebelum tanggal jatuh
tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak
dihitumg sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan
pembayaran uatang pajak diterima oleh direktur jenderal pajak.
3. Terdapat surat ketetapan pajak kurang bayar atau surat ketetapan pajak
kurang bayar tambahan yang diterbitkan terhadap wajib pajak karena wajib
pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dan tindak pidana lain
yang dapat merugikan pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu,
daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketapan
pajak tersebut.
4. Terhadap wajib pajak dilakukan penyidikan tindak pidana dibidang
perpajakan. Daluwarsa dihitung sejak tanggal penerbitan surat perintah
penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan.

G. Sengketa dalam Perpajakan dan Penyelesaiannya


Definisi sengketa pajak dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 UU No.14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak ,yang berbunyi :

“Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara WP atau
penanggung pajak dengan pejabat berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang
dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.”

Myron S Scholes dan Mark A Wolfson (1992) menerangkan sebab-sebab timbulnya


pajak sebagai berikut :

1. Adanya keterbatasan pengetahuan perundang-undangan perpajakan WP, menyangkut


masalah formal-administratif, serta validitas bukti-bukti perhitungan pajaknya.
2. Adanya pencatatan berdasarkan metode akuntansi yang berbeda untuk pembukuan
secara komersial dan fiscal.
3. Adanya perbedaan interpretasi (grey area) dan law loophole.
4. Adanya vested interest (yang mempengaruhi disiplin dalam pemungutan dan
pemenuhan kewajiban perpajakan).

H. Sanksi Perpajakan
Sanksi bagi Petugas Pajak

(Menurut Pasal 36A UU KUP)

Petugas pajak karena kelalainnya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan
pajak tidak sesuai dengan ketentuan UU Perpajakan dikenakan sanksi sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.

1. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertindak di luar
kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan yang berwenang
melakukan pemeriksaan dan investigasi dan apabila terbukti melakukannya dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan
pengancaman kepada wajib pajak untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan
hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Undang-
Undang Hukum Pidana.
3. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan
hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk
memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri , diancam dengan dipidana sebagaimana di
maksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak korupsi dan perubahannya.

Kode Etik Pegawai DPJ

(Pasal 36B UU KUP)

Menteri Keuangan berkewajiban untuk membuat kode etik pegawai Direktorat Jenderal
Pajak (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/ 2007.
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi kode etik Direktorat Jenderal Pajak :

1. Pegawai yang melakukan pelanggaran kode etik dikenakan sanksi moral dan atau
hukuman disiplin.
2. Pengenaan sanksi moral disampaikan secara tertutup dan terbuka.

Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran kode etik pegawai


Direktorat Jenderal Pajak dilaksanakan oleh Komite Kode Etik yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.

Tindak Pidana di Bidang Perpajakan

1. Alpa
(Pasal 38 UU KUP)
Wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT dan menyampaikan SPT tidak benar ,
maka berakibat :
a. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut
merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud
dalam pasal 13A.
b. Didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar.
c. Dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.
2. Sengaja
(Pasal 38 Ayat 1 UU KUP)
Tindak Pidana yang secara sengaja dilakukan oleh Wajib Pajak , sebagai berikut :
a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.
c. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan.
d. Menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap.
e. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29.
f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak atau tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya.
g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau meminjamkan buku , catatan , atau dokumen lain.
h. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen lain, menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari
pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program
aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana maksud dalam pasal 18 ayat (11).
i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

Semua hal di atas dapat berakibat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

(Pasal 39 Ayat (1), (2), (3) UU KUP).

a. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan atau paling lama 6 tahun.
b. Denda paling sedikit 2x jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Hal tersebut juga berlaku bagi wakil, kuasa, pegawai dari wajib pajak, atau pihak
lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau
yang membantu melakukan tindak pidana perpajakan ( menurut Pasal 43 Ayat (1) ).

(Pasal 39A UU KUP)

Setiap orang yang dengan sengaja :

a. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti


pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi
yang sebenarnya.
b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak.

Ancaman : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6
tahun serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, , bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling
banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, , bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
3. Pengulangan
(Pasal 39 Ayat (2) UU KUP)
Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat
1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang
dijatuhkan.Ancaman pidana (Pasal 39 Ayat (1) ) sanksi dilipatkan dua.
4. Percobaan
(Pasal 39 Ayat (3) UU KUP)
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana :
a. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP pajak dan pengukuhan
PKP.
b. Menyampikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap.

( Dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak


atau pengkreditan pajak).

Ancaman : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan atau paling lama 2
tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau
kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.13

Sanksi Administrasi
Merupakan pembayaran kerugian kepada negara khususnya yang berupa bunga dan
kenaikan.
1. Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga
penagihan dan bunga ketetapan.
2. Bunga pembayaran adalah bungs karena melakukan pembayaran pajak tidak pada
waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan
berupa STP, SKPKB, dan SKPKBT.
3. Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat
tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT, tidak dilakukan dalam batas waktu pembayaran.
Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP (lihat pasal 19 (1) KUP).

13
4. Bunga ketetapan adalah bunga yang dinamakan dalam surat ketetapan pajak tambahan
pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksium 24 bulan. Bunga ketetapan umumnya
ditagih dengan SKPKB (lihat pasal 13 (2) KUP).
Denda Administrasi

No Masalah Cara membayar/menagih


.
1. Tidak/terlambat SPT ditambah Rp 100.000,- atau
memasukkan/menyampaikan Rp 500.000,- atau Rp 1.000.000
SPT
2. Pembetulan sendiri SPT tahunan SSP ditambah 150%
3. Khusus PPN SSP/SPKPB (ditambah 2% denda
a. Tidak melaporkan usaha dari dasar pengenaan)
b. Tidak membuat faktur
c. Melanggar larangan
membuat faktur (PKP yang
tidak di kukuhkan)
4. Khuhus PBB STP + denda 2% (maksimum 24
a. STP/SKPKB tidak/kurang bulan)
dibayar/telat dibayar SKPKB + denda administrasi dari
b. Dilakukan pemeriksaan, selisih pajak yang terutang
pajak kurang dibayar

Sanksi Pidana
Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng
hokum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.
1. Denda Pidana
Berbeda dengan sanksi yang berupa denda adminstrasi yang hanya dikenakan
kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan perpajakan, selain Wajib Pajak ada juga
yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma.
2. Pidana Kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran. Dapat ditunjukkan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana
kurungan diancamkan terhadap si pelanggar norma itu ketentuan sama dengan yang
diancamkan dengan denda pidana, maka maslahnya hanya ketetentuan mengenai denda
pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya.
 Pidana Penjara
Pidana penjara sama halnya seperti pidana kurungan, merupakan hukuman
perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan kepada kejahatan.
Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditunjukan kepada pihak Ketiga
adanya kepada pejabat dan Wajib Pajak.

 Sanksi Pidana
Ditetapkan dalam UU No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dan UU No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No.v12
tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Yang Dikenakan Sanksi Norma Sanksi Pidana


Pidana
1. Setiap orang 1. Kealpaan tidak 1. Denda paling
menyampaikan sedikit 1 kali
SPT atau umlah pajak
menyampaikan terutang yang
SPT tetapi tidak tidak atau kurang
benar/lengkap atau bayar dan paling
melampirkan banyak 2 kali
keterangan yang jumlah pajak
tidak benar. terutang yang
tidak atau kurang
dibayar, atau
dipidana
kurungan paling
singkat 3 bulan
dan paling lama
1 tahun

Anda mungkin juga menyukai