Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NIM : A031181324
RMK 2 Perpajakan I
” Ketentuan Umum Dan Tatacara Perpajakan: Ketentuan Umum; NPWP, NPPKP &
SPT Dan Tatacara Pembayaran & Pelaporan Pajak.”
a) Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan system self
assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak untuk dicatat
sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
b) Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai
subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
c) Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan atau
pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan
perubahannya.
d) Tempat pendaftaran dilakukan pada kantor Direkotorat Jendral Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jendral Pajakyang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu.
e) Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenal
pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hukum atau
dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
f) Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan
suaminya.
g) Direktur Jendral Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajb Pajak secara jabatan apabila
Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tidak mendaftarkan diri
untuk mendapatkan NPWP. Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan
Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok
Wajib Pajak.
h) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya,
karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak
terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah:
1) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak badan, wajib mendftarkan diri paling lambat 1 bulan setelah saat
usaha mulai dijalankan.
2) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak
melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan satu
bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib
mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.1
Wajib Pajak atau orang yang diberi kuasa khusus untuk mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP wajib mengisi, mendatangani, dan menyampaikan formulir
pendaftaran ke Kantor Pelayanan Pajak. Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan
Surat Keterangan Terdafdar dengan jangka waktu paling lama pada hari kerja berikutnya
setelah permohonan pendaftaran serta persyaratannya diterima secara lengkap.Wajib Pajak
yang telah terdaftar yaitu Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor
1
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak, Perpajakan Edisi Revisi, (Yogyakarta: CV Andi Offset,2013), hlm.25-27.
Pelayanan Pajak (KPP) dan telah diberikan NPWP yang terdiri atas 15 (lima belas) digit;
yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit
berikutnya merupakan kode administrasi pajak. Kartu NPWP ini diterbitkan oleh KPP.2
2. NPPKP
NPPKP adalah Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak yang berguna sebagai identitas
Wajib Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.
Fungsi NPPKP :
Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah:
1. Pengusaha kecil.
2. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dana tau jasa yang tidak dikenakan
PPN.
Cara mendapatkan NPPKP , sama halnya dengan mendapatkan NPWP yaitu dengan
mendaftarkan diri ke kantor Dirjen Pajak yang terdekat dengan tempat tinggal PKP.3
2
Dr. Waluyo,M.Sc.,Ak, Perpajakan Indonesia Edisi 10, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm.25
3
Agus Arwani,S.E,M.Ag,. PPT.Pertemuan%201-2%20Pengata,hlm.18.
pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.4
2) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan
atau melalui pemotong pajak atau pemungut pajak dalam satu tahun .
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokokpajak, jumlah kredit pajak, jumlah
4
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.31.
5
Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: Refika Aditama, 2003).
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak
yang masih harus dibayar.
SKPKB hanya dapat diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dana tau kewajiban
material. Keterangan lain tersebut adalah data konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh
Direktur Jenderal Pajak, antara lain berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti
pemotongan Pajak Penghasilan.
Sanksi Administrasi:
a. Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin di atas (a dan e), maka jumlah
kekurangan pajak terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% per bulan paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
b. Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin di atas (b, c, dan d), maka
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :
50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak
atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.
100% dari PPN dan PPn BM yang tidak atau kurang dibayar.
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan SKPKP.
Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu
tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana
di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Sanksi SKPKBT :
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Sanksi
administrasi berupa kenaikan tidak dikenakan apabila SKPKBT diterbitkan berdasarkan
keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur
Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa
pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan
pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT.
Apabila jangka waktu 5 tahun telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48%
dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka
waktu 5 tahun tersebut dipindana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penerbitan SKPN :
SKPN diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah
pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukn jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan, jumlah kredit pajak atau jumlah
pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:
a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang.
b. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran
dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
tersebut.
c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang.
3. STP
Surat Keterangan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau
sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
Fungsi STP :
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak.
b. Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
c. Alat untuk menagih pajak.
a. Jumlah kekurangan pajak terutang (penerbitan SPT poin a dan b) ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan,
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
b. Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak (penerbitan SPT poin d, e, atau f)
selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenal sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak.
c. Terhadap Pengusaha Kena Pajak (penerbitan SPT poin g) dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung
dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan.
STP (Surat Tagihan Pajak) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat
Paksa.6
C. Kewajiban Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengmpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyususn laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi
7
untuk periode Tahun Pajak tersebut. Kewajiban pembukuan menurut ketentuan
perundang-undangan perpajakan telah diatur dalam Pasal 28 tentang Undnag-Undang
6
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.41-46.
7
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.57.
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pada prinsipnya Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia,
wajib menyelenggarakan pembukuan. Namun, Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan perundang-
undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dikecualikan dan kewajiban
menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan. Pencatatan terdiri atas
data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dana tau penerimaan
penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.
8
Dr. Waluyo,M.Sc.,Ak,……., hlm.58-59.
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN.
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.
k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda.
Wewenang Memeriksa
9
BookletKUP.hlm.22
Prosedur Pemeriksaan
1. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan dan harus
memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
2. Wajib Pajak yang diperiksa harus :
a. Memperlihatkan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang
pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang
perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
c. Memberi keterangan yang diperlukan.
3. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta
keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk
merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan.
4. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruanngan
tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi poin 2 diatas.10
10
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak,……hlm.54.
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
4. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut.
6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan.
7. Menyuruh berhenti dana tau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dana tau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada poin 5.
8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
10. Menghentikan penyidikan.
11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan menurut ketentuan peraturang perundang-undangan.
Kewajiban Penyidik :
Dengan mengacu pada Pasal 25 Undang-Undang KUP bahwa Wajib Pajak dapat
mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
Tata cara pengajuan keberatan yaitu Wajib Pajak mengajukan surat dalam bentuk Surat
Keberatan yang harus memenhi syarat :
11
BookletKUP.hlm.26-27.
3. 1 (satu) Surat Keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak, untuk
1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak.
4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah
yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
5. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Surat Ketetapan
Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur).
6. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan
ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri
dengan Surat Kuasa Khusus.
Apabila persyaratan tersebut di atas belum terpenuhi, Wajib Pajak masih dapat
menyampaikan perbaikan Surat Keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum
terpenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirimi Surat Ketetapan Pajak
atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga (perhatikan syarat
nomor 5) tanggal penyampaian perbaikan Surat Keberata itulah yang merupakan tanggal
Surat Keberatan diterima.
Untuk kepentingan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta kepada Direktur
Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar
pengenaan pajak atau penghitungan rugi. Dalam keterangan ini, Direktur Jenderal Pajak
wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama
20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak diterima. Namun, jangka waktu
pemberian keterangan ini tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan.
2. Banding
Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui atas keputusan keberatan, Wajib Pajak dapat
mengajukan banding ke Pengadilan Pajak (PP) sebagai upaya hukum dalam menyelesaikan
perselisihan/ sengketa di bidang perpajakan. Pada sub bab banding, akan dijelaskan ketentuan
banding sebagaimana diatur dalam KUP sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan
pajas atas Surat Keputusan Keberatan.
2. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan
peradilan tata usaha negara.
3. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan
yang jelas paling lama 3 bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan
dilampiri dengan Salinan Surat Keputusan Keberatan. Untuk keperluan pengajuan
permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak berkewajiban memberikan keterangan
secara tertulis hal yang menjadi dasar penerbitan Surat Keputusan Keberatan, tetapi
terlebih dahulu WP mengajukan permintaan keterangan tersebut.
4. Terhadap WP yang mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah
pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan menjadi tertangguhkan
sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding. Jangka waktu
pelunasan pajak dimaksud yaitu yang telah diatur dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a),
atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
keberatan.
5. Terhadap jumlah yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan seperti butir 4
tersebut tidak termasuk sebagai utang pajak yang dimaksud Pasal 11 ayat (1) Undang-
Undang KUP yaitu utang pajak yang dapat dikompensasikan.
6. Bila permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP akan dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan
banding dikurangi dengan pembayaran pajak. Sebagai contoh perhitungan: Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PT Ananta sebesar Rp. 1.000.000.000,00.
Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan WP hanya menyetujui Rp.
200.000.000,00 dan mengajukan keberatan atas jumlah pajak yang disetujui telah
dilunasi. Putusan keberatan mengabulkan sebagian, dengan pajak yang harus dibayar
menjadi Rp. 750.000.000,. WP dimaksud tidak menyutujui putusan tersebut yang
selanjutnya mengajukan banding. Putusan banding pengadilan pajak bahwa pajak
yang harud dibyar menjadi Rp.450.000.000,00. Kaus sedemikian terhadap sanksi
administrasi berupa bunga 2% per bukan (Pasal 19 UU KUP) maupun sanksi berupa
denda (Pasal 25 ayat (9) ) tidak dikenakan. Tetapi pengenaan sanksinya justru sanksi
administrasi berupa denda Pasal 27 ayat (5d) UU KUP sebesar 100% (Rp
450.000.000,00 – Rp 200.000.000,00) = Rp 250.000.000,00).12
12
Dr. Waluyo,M.Sc.,Ak,……., hlm.77-86.
F. Penagihan Pajak
Dasar Penagihan Pajak
Dasar penagihan pajak berikut ini merupakan sarana administrasi bagi direktur
jendral pajak untuk melakukan penagihan pajak. Berdasarkan pasal 18 UU KUP, yang
menjafi dasar penagihan pajak adalah :
“Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara WP atau
penanggung pajak dengan pejabat berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang
dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.”
H. Sanksi Perpajakan
Sanksi bagi Petugas Pajak
Petugas pajak karena kelalainnya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan
pajak tidak sesuai dengan ketentuan UU Perpajakan dikenakan sanksi sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.
1. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertindak di luar
kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan yang berwenang
melakukan pemeriksaan dan investigasi dan apabila terbukti melakukannya dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan
pengancaman kepada wajib pajak untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan
hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Undang-
Undang Hukum Pidana.
3. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan
hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk
memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri , diancam dengan dipidana sebagaimana di
maksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak korupsi dan perubahannya.
Menteri Keuangan berkewajiban untuk membuat kode etik pegawai Direktorat Jenderal
Pajak (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/ 2007.
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi kode etik Direktorat Jenderal Pajak :
1. Pegawai yang melakukan pelanggaran kode etik dikenakan sanksi moral dan atau
hukuman disiplin.
2. Pengenaan sanksi moral disampaikan secara tertutup dan terbuka.
1. Alpa
(Pasal 38 UU KUP)
Wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT dan menyampaikan SPT tidak benar ,
maka berakibat :
a. Dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut
merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud
dalam pasal 13A.
b. Didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar.
c. Dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.
2. Sengaja
(Pasal 38 Ayat 1 UU KUP)
Tindak Pidana yang secara sengaja dilakukan oleh Wajib Pajak , sebagai berikut :
a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.
c. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan.
d. Menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap.
e. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29.
f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak atau tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya.
g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau meminjamkan buku , catatan , atau dokumen lain.
h. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen lain, menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari
pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program
aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana maksud dalam pasal 18 ayat (11).
i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Semua hal di atas dapat berakibat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
a. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan atau paling lama 6 tahun.
b. Denda paling sedikit 2x jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Hal tersebut juga berlaku bagi wakil, kuasa, pegawai dari wajib pajak, atau pihak
lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau
yang membantu melakukan tindak pidana perpajakan ( menurut Pasal 43 Ayat (1) ).
Ancaman : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6
tahun serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, , bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling
banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, , bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
3. Pengulangan
(Pasal 39 Ayat (2) UU KUP)
Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat
1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang
dijatuhkan.Ancaman pidana (Pasal 39 Ayat (1) ) sanksi dilipatkan dua.
4. Percobaan
(Pasal 39 Ayat (3) UU KUP)
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana :
a. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP pajak dan pengukuhan
PKP.
b. Menyampikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap.
Ancaman : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan atau paling lama 2
tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau
kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.13
Sanksi Administrasi
Merupakan pembayaran kerugian kepada negara khususnya yang berupa bunga dan
kenaikan.
1. Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga
penagihan dan bunga ketetapan.
2. Bunga pembayaran adalah bungs karena melakukan pembayaran pajak tidak pada
waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan
berupa STP, SKPKB, dan SKPKBT.
3. Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat
tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT, tidak dilakukan dalam batas waktu pembayaran.
Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP (lihat pasal 19 (1) KUP).
13
4. Bunga ketetapan adalah bunga yang dinamakan dalam surat ketetapan pajak tambahan
pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksium 24 bulan. Bunga ketetapan umumnya
ditagih dengan SKPKB (lihat pasal 13 (2) KUP).
Denda Administrasi
Sanksi Pidana
Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng
hokum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.
1. Denda Pidana
Berbeda dengan sanksi yang berupa denda adminstrasi yang hanya dikenakan
kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan perpajakan, selain Wajib Pajak ada juga
yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma.
2. Pidana Kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran. Dapat ditunjukkan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana
kurungan diancamkan terhadap si pelanggar norma itu ketentuan sama dengan yang
diancamkan dengan denda pidana, maka maslahnya hanya ketetentuan mengenai denda
pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya.
Pidana Penjara
Pidana penjara sama halnya seperti pidana kurungan, merupakan hukuman
perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan kepada kejahatan.
Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditunjukan kepada pihak Ketiga
adanya kepada pejabat dan Wajib Pajak.
Sanksi Pidana
Ditetapkan dalam UU No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dan UU No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No.v12
tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.