Anda di halaman 1dari 12

MATA KULIAH

EKONOMI PANGAN DAN GIZI

Oleh

CHRISTIANA E.H.NUBAN (1911080012)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT (IKM)

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
(IKM)
Jl. Adisucipto-Kupang 85001, Telp (0380)881947, 881580
Faks (0380) 21674, 831001; Email: pascaundana@hotmail.com

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER

NAMA : CHRISTIANA E.H.NUBAN


NIM : 1911080012
MATA KULIAH : EKONOMI PANGAN DAN GIZI
KODE MATA KULIAH : IKM 51601
SEMESTER : GANJIL 2020/2021
TANGGAL : 5 NOVEMBER 2019
DOSEN MATA KULIAH : Dr.Ir. ULRIKUS R. LOLE, M.Si.

1. Upaya penyediaan pangan dapat dilakukan melalui produksi pangan sendiri, mengimpor
pangan, dan meramu bahan pangan lokal dengan bahan pangan impor.

A. Produksi pangan sendiri


Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan
yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan
pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi
sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
Meningkatkan produksi pangan mandiri menjadi salah satu strategi untuk menjaga
ketahanan pangan
Contoh:
Pada masa pandemi covid-19 di Larantuka, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT), Pemerintah dan pihak gereja Keuskupan memberi
perhatian serius untuk mengajak warga meningkatkan produksi pangan mandiri. Seperti
yang digaungkan oleh pastor Paroki Santo Yoseph Riangkemie, di Desa Riangkemie,
Kecamatan Ile Mandiri, Romo Donatus Kolin,menggunakan hampir setengah hektar
lahan di paroki, ditanami sejumlah tanaman pangan seperti padi, jagung, ubi dan
beberapa jenis sayur mayur. Ini untuk memotivasi warga agar selalu memberdayakan
lahan dan pekarangan demi meningkatkan pengadaan pangan mandiri," tambahnya.

B. Mengimpor pangan

Impor adalah upaya terakhir yang dilakukan pemerintah dalam upaya pemenuhan
kebutuhan pangan nasional guna mencapai ketahanan pangan, peningkatan pendapatan
dan kesejahteraan petani, kepentingan konsumen serta menciptakan stabilitas ekonomi
nasional.

Contoh

Indonesia Mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand untuk ketahanan pangan

C. Meramu bahan pangan lokal dengan bahan pangan impor


Perubahan pola konsumsi masyarakat ini dampak dari puluhan kebijakan pangan kita.
Saat ini, banyak konsumen mulai sadar pentingnya konsumsi pangan lokal, namun
ketersediaan masih terbatas dan harga jual masih mahal.
Contohnya
Bahan pangan pangan lokal tetap dipersiapkan seperti beras dan jugan bahan pangan
impor

2. Secara teoritis ada lima strategi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah pangan
dan gizi.Strategi tersebut adalah:

a. Peningkatan ketersediaan pangan


b. Perbaikan ekonomi,

c. Pendidikan

d. Perbaikan konsumsi pangan

e. Perbaikan keadaan kesehatan.

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya


manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh,
mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan
bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik
ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.Masalah gizi kurang dan
buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi.
Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial-
ekonomi, budaya dan politik (Unicef, 1990). Apabila gizi kurangdan gizi buruk terus
terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional.

Upaya penanggulangan masalah pangan dan gizi

1. Meningkatkan ketersediaan pangan melalui peningkatan produksi domestik,


pengembangan cadangan pangan, pengaturan perdagangan pangan
berdasarkan kepentingan nasional, dan pengembangan produksi pangan lokal
dan olahan.

2. Memperkuat keterjangkauan pangan, melalui efisiensi fasilitasi pemasaran,


sistem logistik pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, penanganan
kerawanan pangan darurat, dan bantuan pangan bagi keluarga miskin

3. Mengembangkan pemanfaatan pangan, melalui pola promosi konsumsi pangan


beragam, bergizi, seimbang, dan aman (B2SA), pengembangan diversifikasi
konsumsi pangan berbasis pangan lokal, perbaikan gizi masyarakat, dan
peningkatan keamanan pangan segar dan olahan.
4. Penguatan kelembagaan pangan dan penguatan koordinasi ketahanan pangan
melalui sinergi program dan pelibatan seluruh stakeholders dalam pembangunan
pangan dan gizi serta dukungan kebijakan kementerian/lembaga

3. Sistem agribisnis merupakan suatu sistem produksi pangan yang berkaitan satu sama lain dari
titik hulu sampai titik hilir. Jelaskan keempat subsistem dalam sistem agribisnis
(subsistemsarana produksi, subsistemproduksi/budidaya, subsistemindustri dan pemasaran,
dan subsistemkelembagaan terkait)

Agribisnis merupakan cara baru melihat pertanian dalam arti cara pandang yang dahulu
dilaksanakan secara sektoral sekarang secara intersektoral atau apabila dulu dilaksanakan
secara subsistem sekarang secara sistem (Saragih, 2001).

a) Subsistem Sarana Produksi

Pengembangan agribisnis usahatani sarana produksi merupakan salah satu faktor


yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Menurut Said et al. (2001) Untuk mencapai
eficiency input–input sarana produksi harus ada pengorganisasian dalam penerapan
subsistem ini yaitu penerapan jumlah, waktu, tempat dan tepat biaya serta mutu sehingga
ada optimasi dari penggunaan input–input produksi. Meningkatnya produksi dan
pendapatan petani bila didukung adanya industri-industri agribisnis hulu yakni indutri–
industri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertaniaan (the manufacture and
distribution of farm supplies) seperti industri agrokimia (industri pupuk, industri pestisida,
obat-abatan hewan) industri alat pertaniaan dan industri pembibitan/ pembenihan. Untuk
daerah–daerah dekat lokasi petani ada kios–kios saprodi (Saragih, 2001).
Contoh

Tanaman Sayuran

Hasil penelitian Analisis Faktor Yang


Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Sayuran Di
Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro
Jambi

Kecamatan Sungai Gelam merupakan salah


satu kawasan pemasok komoditi sayur-sayuran di
Kota Jambi.Kecamatan Sungai Gelam merupakan
daerah tujuan transmit grasi yang sebagian besar berasal dari Pulau Jawa dan mereka
bekerja berusahatani sayur-sayur an. Selain itu, sebagian besar petani dari Kecamatan
Jambi Selatan yang berada di kawasan Bandara Sultan Thaha dipindahkan ke Kecamatan
Sungai Gelam dikarenakan akan diadakannya perluasan area Ban dara Sultan
Thaha.Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Sungai Gelam me nggambarkan bahwa
petani menanam sayuran dengan membagi lahan yang ada dengan beberapa jenis komoditi
sayuran.Tanaman sayuran yang biasa diusahakan yaitu sawi, bayam, kangkung, sawi
kriting, kemangi selada dan seledri.Penanaman beraneka ragam komotidi sayuran ini ber
tujuan untuk menghindari ledakan kuantitas produk sayuran di pasaran yang dapat
menurunkan harga komoditi sayuran tersebut.

Rata-rata pendapatan usahatani sayuran petani responden per tahunnya per usahatani
yaitu Rp. 21.673.293,87 /Tahun. Sedangkan pendapatan usahatani petani di Kota Jambi
yang sebagian besar merupakan petani sayuran rata-rata yaitu Rp. 14.186.663,7 3 /tahun
(Danil Ramdani, 2014). Rata-rata pendapatan usahatani di daerah penelitian per bulannya
masih lebih tinggi dibandingkan pendapatan usahatani sayuran di Kota Jambi.Hal ini
dikarenakan usaha tani sayuran merupakan mata pencaharian utama dan sebagian besar
merupakan mata pencaharian tunggal petani.Sehingga petani lebih fokus dalam
menjalankan usahataninya
b) Subsistem Budidaya

Tanaman budidaya tumbuh meliputi daerah yang luas mulai dari dataran rendah sampai
dataran tinggi tergantung jenis dan sifat tanaman tersebut. Pengembangan agribisnis
usahatani terutama untuk komoditas-komoditas potensial dan mempunyai nilai ekonomi
yang tinggi, produktivitas dan kualitas hasilnya sangat ditentukan oleh agroklimat, kondisi
tanah, penggunaan sarana produksi, teknologi budidaya, pengolahan pasca panen, dan
pengemasan serta pemasaran. Dalam pengembangan usaha agribisnis usahatani sangat
ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia dalam perencanaan sistem agribisnis
dari proses penentuan lokasi dan jenis yang akan dikembangkan, sarana produksi,
teknologi budidaya, pengelolaan pasca panen, peningkatan nilai tambah dan pemasaran.

Menurut Rahardi (2005) agroklimat merupakan pertimbangan yang sangat penting dan
merupakan faktor sukses dan tidaknya kegiatan agribisnis dibandingkan dengan faktor
lainnya. Faktor agroklimat sulit untuk direkayasa dengan faktor penentu seperti sinar
matahari, hujan, angin, kelembaban dan suhu udara. Sementara itu tanah yang tidak subur
dapat dirubah menjadi subur.

Contoh :

Tanaman Pangan

Tanaman pangan merupakan menjadi prioritas penting untuk dikembangkan untuk


mencukupi kebutuhan pangan utama
yaitu beras. Beberapa tanaman
pangan yang dikembangkan di
Indonesia meliputi padi, jagung,
kedelai, kacang tanah, kacang hijau
dan ubi kayu. Padi merupakan
komoditas produk tanaman pangan
yang paling tinggi produksinya dibandingkan komoditi tanaman pangan lainnya.
Pada tahun 2007 produksi padi nasional adalah 57,15 juta ton dan mengalami
peningkatan sampai 66, 46 juta ton pada tahun 2010, namun pada tauhun 2011
produksinya menurun menjadi 65,47 juta ton atau turun 1,10%. Banyak faktor yang
menyebabkan penurunan produktivitas komoditas padi adalah iklim yang tidak menetu
sepanjang tahun 2011 dan tingginya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan
perkebunanataupun pemukiman. Begitu juga dengan komoditi jagung mengalami
penurunan produksi 18,32 juta ton pada tahun 2010 menjadi 17,62 pada tahun 2011 atau
turun sekitar 3,8 %. Kacang kedelai juga mengalami penurunan 6,97 % dari tahun 2010
dengan produksi mencapai 907, 03 ribu ton turun menjadi 843,8 ribu ton pada tahun 2011.

c) Subsistem Pascapanen dan Pengolahan Hasil

Produk usahatani merupakan komoditas yang mudah rusak dan masih mengalami proses
hidup (proses fisiologis). Dalam batas-batas tertentu proses fisiologis ini akan
mengakibatkan perubahan-perubahan yang mengarah pada kerusakan-kerusakan atau
kehilangan hasil. Kerusakan dan kehilangan hasil produk akan terjadi dan dapat
menurunkan kualitas dan kuantitas yang terjadi pada tahap setelah panen sampai dengan
tahap produk siap dikonsumsi, terutama untuk produk–produk hortikultura rata-rata
kehilangan/kerusakan hasil produk ini kira-kira berkisar 25–40 persen. Kehilangan dapat
diartikan sebagai akibat dari perubahan dalam hal ketersediaan, jumlah yang dapat
dimakan yang akhirnya dapat berakibat produk tersebut tidak layak untuk dikonsumsi
(Deptan, 2008).

Faktor–faktor yang mempengaruhi kerusakan produk setelah panen akibat dari faktor
biologi, faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan komposisi atmosfir). Oleh karena itu
agar proses pasca panen tidak menurunkan kualitas perlu ada penganan pasca panen yang
baik seperti saat pemanenan yang baik dan tepat yaitu dengan panen hati-hati agar tidak
terjadi kerusakan fisik, panen saat masak yang tepat, dengan analisa kimia mengukur
kandungan zat padat dan zat asam atau zat pati. Selain itu proses pemanenan dari panen,
pengumpulan, pembersihan, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan dan transpotasi
dengan metode dan teknik yang benar. Mutu produk tidak dapat ditingkatkan tapi
dipertahankan (Muctadi et al, 1995).
Contoh

Tomat

Buah tomat akan masak saat


berumur 70–90 hari setelah tanam
dan sebaiknya dipanen saat pagi
atau sore hari dan dilakukan sortasi
terhadap buah yang rusak dan busuk
serta dilakukan pembersihan dan
pengemasan serta penyimpanan suhu dingin dengan kelembaban 95 persen, sebelum
dipasarkan dan ada pemisahan antara buah masak dan kurang masak dan bawang merah
siap panen umur 60 75 hari setelah tanam (ATM-ROC, 2004).

Tomat termasuk sayuran buah yang sangat digemari. Banyak sekali penggunaan
buah tomat, antara lain sebagai bumbu sayur, lalap, makanan yang diawetkan (saus
tomat), buah segar, atau minuman (juice). Selain itu, buah tomat banyak mengandung
vitamin A, Vitamin C, dan sedikit vitamin B.  

Tomat maupun produk pertanian lainnya merupakan hasil produksi petani yang
dalam pemasarannya tidak dapat di tentukan oleh produsen (petani). Hingga saat ini
harga produk pertanian selalu di tentukan atas kepandaian negosiasi pedagang dan
konsumen, selalu terjadi tawar menawar. Sangat berbeda dengan produk pabrikan dimana
pabrik yang menentukan harga setelah memperhitungkan jumlah biaya dan berapa
keuntungan yang dinginkan. Tomat pada saat panen raya akan terjadi membludaknya
produk di pasar, sedangkan konsumen jika tidak karena keperluan tertentu  cenderung
belanja stabil (biasa-biasa saja) sehingga harga tomat akan jatuh, maka saat itulah petani
perlu mengambil langkah agar tidak merugi seperti melakukan agribisnis tomat pada
subsistem pengolahan dengan mengolah tomat menjadi berbagai jenis bahan makanan
yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti saus tomat, manisan dan selai.
d) Subsistem Pemasaran

Kunci keberhasilan usaha tani agribisnis usahatani salah satunya adalah bagaimana
mengembangkan peluang dan strategi serta mencari solusi adanya kendala dan masalah
pemasaran komoditas pertanian. Kelancaran distribusi komoditas pertanian ini sangat
perlu mengingat hal ini akan berpengaruh terhadap tersedianya pasokan dan terciptanya
harga yang wajar. Disamping itu keamanan distribusi di era globalisasi menuntut
terciptanya suatu sistem distribusi yang lebih efektif dan efisien serta harus
mengutamakan selera kepuasan pasar atau konsumen domestik maupun global dengan
demikian sayuran tersebut mempunyai nilai daya saing yang tinggi.

Menurut Antara (2004) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara agraris, tetapi daya
saing produk usahatani di Indonesia masih rendah. Daya saing rendah karena pembinaan
pada petani hanya difokuskan pada bercocok tanam, masalah mutu yang diharapkan pasar
baik pasar domestik maupun ekspor terabaikan, sehingga kurang kompetitif apalagi pada
era globalisasi ini. Untuk itu peningkatan SDM dan fasilitas pemerintah dalam teknologi
budidaya, pasca panen, dan peningkatan nilai tambah serta pengembangan pasar, sangat
diperlukan terutamanya kegiatan pendampingan.

Pengembangan pertanian haruslah secara profesional, artinya adanya pembangunan yang


seimbang antara aspek budidaya, bisnis dan jasa penunjang. Penanganan produksi tanpa
didukung dengan pemasaran yang baik tidak akan memberi manfaat dan keuntungan bagi
petani. Menurut Mubyarto (1989) produk hasil pertanian dapat bersaing sempurna ada 4
faktor yang harus diperhatikan yaitu 1) hubungan antara jumlah pembeli dan penjual, 2)
sifat barang yang diperdagangkan, 3) SDM yang dimiliki tentang mutu produk (sesuai
permintaan atau tidak), 4) kebebasan dalam perdagangan. Pendapatan hasil produk
dipengaruhi dari efisiensi biaya pemasaran.
Contoh Subsistem Pemasaran

Hasil Pertanian Cabe

Distributor produk agroindustri dan produk


pertanian langsung. Dengan memanfaatkan
saluran pemasaran yang menguntungkan. 

4. Faktor-faktor yang dinilai berhubungan denganPolaPanganHarapan. Jelaskan masing-masing


faktor tersebut!

a. Besar anggota keluarga

Keluarga merupakan satuan kecil dari suatu masyarakat. Kebiasaan makan seseorang
sangat dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, untuk itu pemerintah berusaha
meningkatkan status gizi masyarakat dengan meningkatkan status gizi keluarga

b. Pengetahuan Gizi
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui
mata dan telinga (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:128).
c. Tingkat Pendidikan
Untuk masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang gizi,
Pertimbangan kebutuhan fisiologik lebih menonjol dibandingkan dengan kebutuhan
kepuasan psikis. Tetapi umumnya akan terjadi kompromi antara kebutuhan psikis dan
kebutuhan fisiologis tubuh, sehingga terdapat komposisi hidangan yang memenuhi
kebutuhan kepuasan psikis maupun kebutuhan fisiologis tubuh. Maka hidangan akan
mempunyai sifat lezat disamping memiliki nilai gizi yang tinggi (Achmad Djaeni S,
2000:3)
d. Tingkat Pendapatan
Keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi
pangan, bila kebutuhan-kebutuhan akan gizi tidak terpenuhi maka akan menimbulkan
masalah-masalah gizi (Yayuk Farida Baliwati, 2004:70).
e. Pengeluaran pangan rumah tangga
Pengeluaran pangan rumah tangga merupakan salah satu indikator ketahanan pangan
rumah tangga. Pengeluaran total rumah tangga juga dapat dipandang sebagai pendekatan
pendapatan rumah tangga, oleh karena itu pemahaman pola pengeluaran (pangan dan non
pangan) dapat dijadikan salah satu indikator ketahanan rumah tangga (Suhardjo,
1996:77)

Anda mungkin juga menyukai