Disusun oleh :
NIM : PO.62.20.1.18.092
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
TUGAS 1
2. Tanda Laseque
Pasien baring terlentang, lakukan fleksi pada sendi panggul pada waktu tungkai
dalam sikap lurus. Bila timbul nyeri di lekuk iskhiadikus atau tahanan pada waktu
fleksi <70 derajat.
3. Tanda Kernig
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya padaper
sendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawahdiek
stensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135
derajatterhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang
dari sudut135 derajat, maka dikatakan kernig sign positif.
4. Tanda Brudzinski I
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan
dibawahkepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi
sebaiknyaditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudia
n kepalapasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Hasil Pemeriksaan
:Test ini adalahpositif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di
sendi lutut dan panggulkedua tungkai secara reflektorik
5. Tanda Brudzinki II
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul.
Hasil Pemeriksaan : Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai
kontralateral pada sendi lutut danpanggul ini menandakan test ini postif.
B. Pemeriksaan Saraf Kranial
12 Syaraf Kranial dan Cara Pemeriksaannya, yaitu antaralin :
1. Nervus Olfaktorius (Saraf Otak I)
Fungsi : Saraf sensorik, untuk penciuman.
Cara Pemeriksaan : Pasien memejamkan mata, dan membedakan bau yang
dirasakan seperti teh, kopi, dll.
D. Pemeriksaan Refleks
1. Refleks Fisiologis
a).Biceps
Ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m. biseps brachii,
posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku, muncul respon fleksi lengan pada
sendi siku.
b). Triceps
Ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku
dan sedikit pronasi, muncul respons ekstensi lengan bawah disendi siku.
c). Ulnaris
Ketukan pada periosteum procesus styloigeus
d). Radialis
Ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah fleksi
dan sedikit pronasi, muncul respons : fleksi lengan bawah di sendi siku dan
supinasi karena kontraksi m. brachioradialis.
e). Patella
Ketukan pada tendon patella, akam muncul respons ekstensi tungkai bawah
karena kontraksi m. quadriceps Femoris.
f). Achilles
Ketukan pada tendon Achilles, akan muncul.
2. Reflek Patologis
a). Babinski
Telapak kaki digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu
jari, timbul dorso fleksi ibu jari dan pemekaran jari-jari lainnya.
b). Chadock
Tanda Babinski akan timbul dengan menggores punggung kaki dari arah
lateral kedepan.
c). Openheim
Mengurut tibia dengan ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dari lutut menyusur
kebawah.
Tugas 2
2. Indikasi CT Scan
CT Scan dapat membantu menegakkan diagnosis :
a. Stroke iskemik / hemoragik
b. Trauma kepala
c. Tumor otak
d. Kalsifikasi di otak
e. Malformasi otak; agenesis korpus kalosum, scizencephali,dll
f. Abses otak
g. Hidrosefalus
3. Apakah gambaran CT Scan :
a. Hipodens
Sinar-X yang melalaui jaringan otak yang mengalami iskemia atau infark akan
tampak lebih hitam dari jaringan otak yang normal hal ini disebut sebagai gambaran
hipodens. Lesi hipodens (bagian gelap) berbentuk baji luas pada hemisfer dekstra,
sesuai dengan area a cerebri media disetai midline shift sejauh beberapa centimeter,
sesuai gambaran stroke infark emboli.
b. Hiperdens
Bagian yang tidak dilalaui sinar-X akan tampak sebagai gambaran putih dan disebut
hiperdens hal ini disebabkan karena tidak adanya sinar-X yang diubah oleh detektor
menjadi listrik untuk ditampilkan di komputer Gambaran lesi hiperdens (daerah
berwarna putih) di lobus oksipital kiri. Volume 2x3x4/2=12 cc.
Tugas 3
A. PENGERTIAN
1. Posisi Supine
Posisi supine adalah posisi pasien terbaring terlentang dengan kedua tangan
dan kaki lurus dalam posisi horizontal. Posisi ini merupakan posisi yang paling
lazim.
Tujuan posisi ini banyak digunakan pada pasien tirah baring (bedrest) untuk
memberikan posisi yang nyaman dan pada perawatan tulang belakang.
Prosedur :
1. Memberitahu pasien
2. Mencuci tangan
3. Tempatkan pasien dalam posisi terlentang di tempat tidur
4. Letakan bantal dibawah kepala
5. Jika diperlukan,dapat ditempatkan :
a. Handuk kecil dibawah spina lumbal apabila terdapat kontra indikasi
b. Gulung handuk kecil/guling dibawah lutut sampai mengangkat tumit
c. Papan menahan kaki dibawah telapak kaki pasien untuk mencegah pasien
melorot
d. Bantal dibawah lengan bawah yang telungkup untuk mempertahankan lengan
atas sejajar tubuh.
6. Merapikan tempat tidur.
7. Mencuci tangan.
2. Posisi Lateral
Posisi Lateral adalah posisi pasien berbaring miring pada satu sisi tubuh.
Tujuan posisi ini baik digunakan untuk pasien yang membutuhkan istirahat
atau tidur yang baik. Posisi lateral juga menghilangkan tekanan pada sakrum dan
tumit.
Prosedur :
1. Identifikasi kebutuhan pasien akan posisi lateral.
2. Lakukan prosedur 2-7 seperti pada posisi flower.
3. Kaji daerah-daerah yang mungkin tertekan pada posisi tidur ini, seperti
ischium, telinga bawah, pipi, lateral maleolus tumit bawah, medial maleolus tumit
atas, dan trokanter major.
4. Atur tempat tidur pada posisi datar. Ambil semua bantal dan perlengkapan
lain yang digunakan pada posisi sebelumnya. Letakkan bantal pada tempat tidur
pasien bagian atas. Atur posisi pasien pada bagian atas tempat tidur. Ajak pasien
bekerja sama.
a. Tekuk lutut pasien dan anjurkan untuk meletakkan tangan di atas dadanya.
b. Letakkan satu tangan anda di bawah paha pasien.
c. Angkat dan tarik pasien sesuai yang diinginkan, mintalah pasien untuk
mendorong kakinya.
5. Bantu pasien miring
6. Letakkan bantal di bawah kepala dan leher.
7. Atur posisi bahu di bawah sedikit fleksi dan agak condong ke depan, lengan
atas didukung dengan bantal setinggi bahu.
8. Letakkan bantal yang keras pada punggung pasien untuk menstabilkan posisi.
9. Letakkan dua atau lebih bantal di antara kedua kaki pasien dengan posisi kaki
sebelah atas semifleksi. Bantal harus menyangga tunggkai dengan baik, dari lipat
paha hingga kaki.
10. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan dengan menilai rasa nyaman pada
pasien.
11. Rapikan alat-alat dan cuci tangan.
12. Catat tindakan yang telah dilakukan.
B. PROSEDUR LANGKAH-LANGKAH
1. Pengkajian yang tepat
Tetap perhatikan ABC (Airway, Breathing, Circulation).
2. Mobilisasi & Stabilisasi kepala & leher → Pasang collar neck.
3. Memindahkan pasien dari posisi supine menuju posisi lateral paling sedikit 4
orang dengan hati – hati.
4. Orang pertama memegang kepala pasien dengan cara memegang bagian leher
dengan kedua tangan, lalu lengan bagian bawah hingga siku menjepit kepala
pasien, orang kedua memegang bahu kiri dan pinggang bagian kiri pasien,
orang ketiga memegang pinggang bagian kiri dan lutut bagian belakang
sebelah kiri pasien, orang keempat memegang betis kiri dan pergelangan kaki
kiri pasien.
5. Pada hitungan ketiga pasien di ubah posisinya dari posisi supine menuju posisi
lateral.
Tugas 4
A. PENGERTIAN
pengertian stroke adalah gangguan fungsi otak yang diakibatkan oleh berkurangnya
atau berhentinya suplai oksigen ke otak baik karena embolus maupun trombus
1) Berdasarkan Patologi
gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea tersebut, yang
laserasi diameter.
Cedera kepala tertutup merupakan cedera gegar otak ringan dengan cedera
GCS 14-15
GCS 9-13
GCS 3-8
Menurut Yasmara dkk (2006) Cidera kepala secara umum disebabkan oleh
beberapa faktor seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pukulan
pada kepala, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, luka tembak, atau cidera saat
lahir.
kerusakan akibat radikal bebas, gangguan regulasi ion, mediator inflamasi, tekanan
a. Komosio serebri, yaitu kehilangan fungsi otak sesaat karna pingsan < 10
menit atau amnesia pasca cedera kepala, namun tidak ada kerusakan jaringan
otak.
b. Kontusio serebri, yaitu kerusakan jaringan otak dan fungsi otak karna
pingsan > 10 menit dan terdapat lesi neurologik yang jelas. Kontusio serebri
lebih sering terjadi di lobus frontal dan lobus temporal dibandingkan bagian
otak lain.
c. Laserasi serebri, yaitu kerusakan otak luas yang disertai robekan durameter
neurologis sisi kiri dan kanan. Jika perdarahan > 20 cc atau > 1 cm midline
jaringan otak, dapat terjadi akut atau kronik. hematom dibawah lapisan
durameter dengan sumber perdarahan dari bridging vein, a/v cortical, sinus
berpikir lambat, kejang dan udem pupil. Secara klinis dapat dikenali dengan
penurunan kesadaran disertai dengan adanya laterasi yang paling sering
otak nyang terjadi akibat robekan pembuluh darah yang ada pada jaringan
otak. Pada pemeriksaan CT scan terdapat lesi perdarahan antara neuron otak
h. Fraktur basis kranii (misulis KE, head TC), yaitu fraktur dari dasar tengkorak
5. Pemeriksaan Penunjang
b. Angiografi serebral
c. Pemeriksaan MRI
tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3 hari perawatan dan luka tembus
benda tajam/peluru.
Pemeriksaan diagnostic
a. Laboratorium
b. Pencitraan
CT scan.
c. Prosedur Diagnostik
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien gangguan sistem saraf biasanya akan terlihat
seperti mual muntah bahkan kejang sampai tidak sadar di samping gejala
yang terjadi pada keluarga pasien secara garis keturunan maupun yang
keturunan.
5) Pola Metabolik
Kaji kesulitan menelan dan adanya mual muntah (yang berkaitan dengan
perdarahan).
6) Pola Eliminasi
7) Pola Aktivitas
8) Pola Persepsi
a) Kaji pasien apabila tidak memahami penjelasan dari apa yang telah
b) Kaji pasien saat mengeluh pusing, mengantuk, sakit kepala, leher kaku,
9) Pola Istirahat
10) Kardiovaskular
11) Paru-paru
12) Neurologis
bidang visual pada satu atau kedua mata), apraxia (keridakmampuan untuk
13) Integumen
Kaji Cappilary Refill Time (CRT), turgor kulit dan adanya tanda sianosis.
dengan kriteria hasil pasien tidak sesak nafas, tidak terdapat ronchi, wheezing
maupun terdapat suara nafas tambahan, tidak terdapat retraksi otot bantu
Intervensi:
1) Posisikan pasien lebih tinggi dari jantung atau miring jika memungkinkan.
CVA hemoragik) dan nafas dalam setiap 2 jam saat terjaga. Lakukan
5) Nilai suara paru setidaknya setiap 4 jam. Perhatikan juga kecukupan upaya
jaringan otak.
Tujuan : Meningkatkan perfusi jaringan otak dengan kriteria hasil pasien tidak
gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS E4, M6, V5, pupil
isokor, refleks cahaya baik, tanda-tanda vital normal (tekanan darah : 100-
Intervensi:
kaki, respon di bawah naungan, dan tanda-tanda vital setiap jam. Laporkan
pelebaran tekanan nadi, kejang, sakit kepala parah, vertigo, pingsan, atau
mimisan.
2) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30º dengan letak jantung dan berikan
3) Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi
pernapasan.
a) Menjaga aligment fungsional dalam posisi pasien saat istirahat, bantu pasien
b) Latih gerakan aktif pasif dan berbagai latihan gerak untuk semua ekstremitas
setiap nyeri dada, sesak napas, nyeri, kemerahan atau bengkak di ekstremitas.
e) Ubah pasien dari sisi ke sisi setidaknya setiap 2 jam, tempat tidur tetap bersih
dan kering.
perintah medis. Jika pasien tidak tidak terpasang tawarkan pispot setiap 2
jam. Amati urin pantau jumlah dan warna. memberikan pelunak tinja dan
karakteristik buang air besar. Memberikan jaminan bahwa usus dan kandung
rehabilitasi.
kemampuan residual.
Intervensi:
2) Lindungi pasien dari cedera pada sisi yang terjadi hemiparalise. Berikan
hemiparalise.
Intervensi :
kondisin / prognosis dan aturan, setalah itu memulai perubahan gaya hidup yang
diperlukan.
Intervensi:
umumnya terkait dengan cedera otak tetapi perilaku seperti itu biasanya
emosional.
4) Ajarkan pasien dan keluarga tentang semua pengobatan yang harus dibawa
antiplatelet.
trauma.
stress.
3. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan tindak keperawatan yang
telah di tentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.
4. Evaluasi
Menurut Doenges (2000), evaluasi adalah tahapan yang menentukan apakah tujuan
dari intervensi tersebut tercapai atau tidak. Evaluasi dilakukan menggunakan metode
SOAP. Dan hasil yang diharapkan sebagai indikator evaluasi asuhan keperawatan
menelan.
f. Keluarga dan pasien dapat memahami proses dan prognosis penyakit dan
pengobatanya.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Cedera kepala adalah dimana kepala yang mengalami benturan karena jatuh atau
juga karena terkena benda tertentu yang menyebabkan sakit kepala atau bahkan sampai
tidak sadarkan diri.
Cedera kepala primer merupakan cedera awal yang dapat menyebabkan gangguan
integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea tersebut, yang menyebabkan kematian
sel.
Cedera kepala sekunder merupakan cedera yang terjadi setelah trauma sehingga
dapat menyebabkan kerusakan otak dan TIK yang tidak terkendali, seperti respon
fisiologis cedera otak, edema serebral, perubahan biokimia, perubahan hemodinamik
serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksi lokal atau sistemik.