ISSN 1693-2877
Agritrop, Vol. 16 (2): 197 - 204 http://jurnal.unmuhjember.ac.id/
EISSN 2502-0455 index.php/AGRITROP
Application Of Salt (Nacl) To Increase Rice Production (Oryza sativa L) Of Situ Bagendit
Varieties In The Lithosol Soil Banyuwangi.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi garam terhadap produksi
padi varietas Situ Bagendit. Penelitian dilaksanakan 4 bulan mulai Agustus 2017 s/d
Desember 2017 menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial
dengan faktor tunggal yang terdiri dari 4 perlakuan, yaitu A1 (Kontrol), A2 (Urea 100%),
A3 (Garam 100%), A4 (Urea 50% + Garam 50%) yang diulang sebanyak 6 kali mengacu
rumus (t-1)(r-1) > 15. Perlakuan A4 menjadi yang terbaik karena memberikan pengaruh
sangat nyata pada parameter tinggi tanaman 30 dan 45 HST, jumlah anakan 30 dan 42
HST, jumlah malai 110 HST, berat basah per sampel, berat basah per plot, berat kering
per sampel, dan berat kering per plot. Kesimpulan dari penelitian ini adalah aplikasi
garam memberikan pengaruh yang sangat nyata, sehingga dapat dijadikan sebagai pupuk
alternatif karena terbukti mampu meningkatkan produksi padi sebesar 5,676 ton perhektar
dibandingkan rata-rata 5,5 ton perhektar produksi nasional.
Kata Kunci: Padi, Garam (NaCl).
ABSTRACT
197
Agritrop, Vol. 16 (2): 197 - 204
PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman serealia yang paling penting dalam peradaban manusia di
dunia. Tanaman padi menghasilkan beras yang menjadi bahan konsumsi utama mayoritas
masyarakat khususnya di Indonesia. Oleh karena nya beragam cara dan teknik budidaya
dilakukan untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan yang sebanding dengan populasi
masyarakat yang ada.
Dengan jumlah penduduk yang ada ternyata produksi padi yang dihasilkan tidak
sebanding atau dengan kata lain produksinya kurang. Dari fakta itu lah beragam usaha
dilakukan agar jumlah produksi padi meningkat sehingga kebutuhan masyarakat akan
bahan pangan tetap terpenuhi.
Di dalam suatu teknik budidaya salah satu cara yang dapat diupayakan adalah
dengan melakukan pemupukan. Dikarenakan secara kimiawi tanaman membutuhkan
unsur hara makro seperti Nitrogen, Kalium dan Phospat (Nurtika dkk., 2009). Dari unsur
tersebut lahir produk pupuk kimia yang saat ini sudah dikenal dan banyak beredar di
pasaran seperti Urea, KCl, dan TSP. Ada juga ketiga pupuk tersebut digabung menjadi
satu yang dikenal sebagai pupuk majemuk dengan beragam komposisi sesuai kebutuhan.
Selain unsur makro tanaman juga membutuhkan unsur mikro seperti Ca, Mg, S.
Keberadaan pupuk mulai langka di beberapa tempat yang berdampak pada
tingginya harga sehingga kegiatan pemupukan menjadi terkendala. Sedangkan petani
yang diharuskan menghasilkan produksi tinggi wajib untuk tetap memupuk tanaman yang
mereka budidayakan. Oleh karena itu petani mencoba mencari alternatif lain untuk
memenuhi unsur hara tanaman sebagai solusi salah satunya dengan garam (NaCl).
Memang di lapangan tidak semua petani memakai garam (NaCl). Namun faktanya
penggunaan garam (NaCl) dilakukan secara diam-diam dan sudah menjadi kebiasaan.
Dari fakta itu lah tidak sedikit petani yang beranggapan bahwa cara kerja garam (NaCl)
yang diberikan mampu mempengaruhi kebutuhan akan unsur hara tanaman baik makro
maupun mikro.
Dikaitkan dengan hewan ternak seperti sapi, kerbau, dan kuda yang bagus
pertumbuhannya dan kuat apabila makanannya diberi garam (NaCl), Timbul keyakinan
bahwa cara kerja yang dihasilkan dari kandungan garam mampu memicu mikroorganisme
dalam tanah penghasil unsur hara makro dan mikro lebih berkembang sehingga unsur-
unsur yang dihasilkan terus meningkat dan akibatnya tanah menjadi subur dan tanaman
juga bagus pertumbuhannya.
Kajian akademis mengenai pemanfaatan garam sebagai pupuk telah diangkat ke
dunia pertanian oleh Dr. Maynard Murray dalam risetnya yang berjudul Sea Energy
Agriculture, yang harapannya pertanian dunia khususnya Indonesia semakin berkembang
dengan lebih kompetitif mengingat banyaknya kendala yang muncul utamanya harga
pupuk yang menjadi hambatan saat ini. Dari fakta tersebut di atas muncul beberapa
permasalahan yang menjadi gagasan mendasar untuk mengetahui bagaimana pengaruh
garam terhadap tanaman padi. Maka dari itu penelitian ini dilakukan untuk menjawab
gagasan yang telah diambil petani serta diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya
petani padi.
198
Agritrop, Vol. 16 (2): 197 - 204
METODE PENELITIAN
199
Agritrop, Vol. 16 (2): 197 - 204
Penentuan waktu panen dilakukan saat tanaman sudah memenuhi syarat untuk
panen. Syarat tersebut umumnya dapat dilihat dari umur tanaman padi khususnya varietas
Situ Bagendit adalah 120 HST. Hal lain yang jadi pertimbangan waktu panen adalah
kenampakan fisiologis tanaman yang sudah menguning 80-90%.
Pemanenan diawali dengan memotong rumpun sampel per plot. Setelah itu
dilanjutkan pemotongan rumpun per plot secara keseluruhan. Hasil pemotongan sampel
dan plot secara keseluruhan dipisah, hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar hasil
panen antara sampel dan plot secara keseluruhan tidak tercampur serta memudahkan
proses pengolahan data.
Proses pasca panen dilakukan dengan cara perontokan langsung di sawah
kemudian menimbang berat basah, melakukan penjemuran dan penimbangan berat kering
untuk mengetahui jumlah produksinya.
Adapun parameter penelitian ini meliputi Berat Basah Per Sampel (g) dan Berat
Basah Per Plot (g).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter Berat Basah Per plot merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui
produksi yang dihasilkan keseluruhan tanaman dalam satu plot (Abidin, Samrin, &
Raharjo, 2016). Dari data hasil pengamatan Berat Basah Per Plot terlihat bahwa
perlakuan A4 menunjukkan hasil tertinggi dengan rata-rata 3405 gr. Hal tersebut
menunjukkan bahwa perlakuan Urea 50% + Garam 50% (62,5 kg/ha) memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap Berat Basah Per Plot.
200
Agritrop, Vol. 16 (2): 197 - 204
201
Agritrop, Vol. 16 (2): 197 - 204
terbawa air sehingga unsur hara tidak akan mudah lepas tercuci oleh air. Contoh lain yang
dapat menunjukkan tekstur tanah tersebut ialah saat dilakukan pencangkulan mudah
sekali lengket dalam kondisi basah ataupun kapasitas lapang. Melihat kondisi kering yang
berbentuk bongkahan dan tidak mudah pecah dapat dikatakan tanah di lokasi penelitian
ini memiliki konsistensi yang tinggi. Melihat kondisi tersebut tanah yang digunakan
dalam penelitian bukanlah tanah porous yang dapat dengan mudah mengalirkan air
disebabkan karena pori-pori yang ada tidak sebesar tanah yang berpasir.
Selain sifat fisik tanah juga memiliki sifat kimia yang terdiri atas beberapa hal
seperti kandungan bahan organik, kandungan unsur hara, dan derajat keasaman tanah
yang biasa disebut pH (Abdurachman dkk, 2008). Melihat sejarah lahan sebelum dibuat
penelitian tanaman padi adalah tanaman cabai yang sudah diberi pupuk kimia dan organik
dengan sistem budidaya memadukan pertanian tradisional yang mementingkan
keberlanjutan kualitas tanah dapat dikatakan lahan penelitian ini masih tersedia
kandungan unsur hara dan bahan organik yang cukup. Hal lain dari sifat kimia tanah
adalah derajat keasaaman (pH). Sebelum dilakukan penelitian tanah yang dijadikan
sebagai media tanam tersebut memiliki kandungan pH 6,0. Hal tersebut diketahui dari
pengukuran menggunakan kertas pH meter saat pengolahan tanah. Selain dari kedua sifat
fisik dan kimia tersebut tanah juga memiliki sifat biologis yang di buktikan dengan
adanya makhluk hidup seperti cacing yang ditemukan pada saat pengolahan tanah. Hal ini
menandakan tanah tersebut masih memiliki kualitas yang baik disamping peranan cacing
yang memiliki banyak manfaat dalam menjaga kesuburan tanah yang berkelanjutan
(Nasahi, 2010).
Faktor ketiga yang dapat menunjang produksi ialah air dan kondisi lingkungan. Air
berfungsi sebagai pelarut unsur hara yang diberikan kedalam tanah (Notohadiprawiro,
1998). Ketersediaan air di lahan penelitian dikategorikan cukup karena selama musim
kemarau pun tetap mudah didapat sehingga proses pengairan tidak menghambat
pertumbuhan. Hal tersebut dibuktikan dengan data tinggi tanaman dan jumlah anakan
yang berbeda sangat nyata, dengan arti lain pertumbuhan di masa vegetatif tetap berjalan
lancar tanpa kekurangan air.
Kondisi lingkungan juga berpengaruh terutama dalam hal hama dan penyakit
(Prayogo, 2006). Lokasi lahan penelitian yang ada di ketinggian ±300 mdpl dengan suhu
rata-rata 180C-290C menjadi syarat tumbuh ideal bagi tanaman padi yang memang
menghendaki dataran medium. Melihat kondisi lingkungan dan tanaman sekitar,
munculnya serangan hama dan penyakit menjadi faktor yang dapat mempengaruhi
produksi, oleh karena itu pengendalian menggunakan pestisida juga menjadi kewajiban
untuk menjaga tanaman padi tetap dalam kondisi baik. Hal tersebut juga sangat
berpengaruh terhadap parameter berat basah dan berat kering dari sampel yang
menunjukkan hasil berbeda nyata.
Faktor lain selain unsur hara, air, kondisi lingkungan, dan tanah yang menjadi
penunjang produksi dalam hal ini adalah peran dari NaCl. Dari beberapa parameter yang
menunjukkan hasil berbeda nyata memunculkan kemungkinan indikasi peranan NaCl
adalah sebagai pengganti kation dan pelunak tanah. Garam memiliki pH netral 7,0 karena
terbentuk dari reaksi asam dan basa. Selain itu garam juga kumpulan dari unsur hara
mikro Na (Natrium), Cl (Klorin), Ca (Kalsium), Mg (Magnesium), Br (Bromin), S
(Sulfur), K (Kalium), dan C (Karbon). Diantara beberapa unsur hara tersebut garam
memiliki kandungan Na (Natrium) yang merupakan unsur penting dalam proses
202
Agritrop, Vol. 16 (2): 197 - 204
KESIMPULAN
203
Agritrop, Vol. 16 (2): 197 - 204
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., Dariah, A., & Mulyani, A. (2008). Strategi dan Teknologi
Pengelolaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional.
Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 43–49.
Abidin, Z., Samrin, & Raharjo, D. (2016). Efektivitas Penggunaan Teknologi
Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Pada Tanaman Padi Di Lahan Sawah
Irigasi Sulawesi Tenggara. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, 19(3), 227–241.
Ali, M. (2015). Pengaruh Dosis Pemupukan NPK Terhadap Produksi dan
Kandungan Capsaicin Pada Buah Tanaman Cabe Rawit (Capsicum
frutescens L.). Jurnal Agrosains, 2(2), 171–178.
Graham, T. (1861). Liquid Diffusion Applied to Analysis. Philosophical
Transactions of the Royal Society of London, 151, 183–224.
https://doi.org/10.1098/rstl.1861.0011
Nasahi, H. C. (2010). Peran Mikroba dalam Pertanian Organik (Skripsi).
Universitas Padjadjaran. Universitas Padjadjaran.
Notohadiprawiro, T. (1998). Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Vol. 237).
Jakarta.
Ostwald, W. (1907). Process of Manufacturing Nitric Acid. Leipzig: Google
Patents.
Prayogo, Y. (2006). Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan
Entomopatogen Untuk Mengendalikan Hama Tanaman Pangan. Jurnal
Litbang Pertanian, 25(2), 47–54.
Ristiana, N., Astuti, D., & Kurniawan, T. P. (2009). Keefektifan Ketebalan
Kombinasi Zeolit dengan Arang Aktif dalam Menurunkan Kadar
Kesadahan Air Sumur di Karangtengah Weru Kabupaten Sukoharjo.
Jurnal Kesehatan, 2(1), 91–102.
Setyorini, D., & Abdulrachman, S. (2008). Pengelolaan hara mineral tanaman
padi. Retrieved June 2, 2018, from http://www.litbang.pertanian.go.id/
special/padi/bbpadi_2009_itkp_05.pdf
Subhan, N. Nurtika, & Gunadi, N. (2009). Respons tanaman tomat terhadap
penggunaan pupuk majemuk NPK 15-15-15 pada tanah Latosol pada
musim kemarau. Jurnal Hortikultura, 19(1), 40–48.
Untari, R., & Puspitaningtyas, D. M. (2006). Pengaruh Bahan Organik dan NAA
terhadap Pertumbuhan Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl.)
dalam Kultur In Vitro. Biodiversitas, 7(3), 344–348.
Utami, S. N. H., & Handayani, S. (2003). Sifat Kimia Entisol pada Sistem
Pertanian Organik Chemical Properties In Organic and Conventional
Farming System. Ilmu Pertanian, 10(2), 63–69.
204