XI Multimedia 1
SMK NEGERI 1 TG. SELOR
JALAN SKIP 1 TANJUNG SELOR , TELEPON : (0552) 21126
DAFTAR ISI
Halaman
Judul……………………………………………………………………………………………………………. i
Kata Pengantar……………………………..………………………………………………………… ii
Pendahuluan……………….…………………………………………………………………………… 1
1. Latar Belakang……………………………………………………………………………………… 1
2. Rumusan Masalah……………………..…………………………………………………………… 2
3. Tujuan…………….………………………….………………………………………………………. 2
4. Manfaat……….……………………………….……………………………………………………. 3
Bab 2
Pembahasan……………..……………………………………………………………………………… 4
Penutup…………………………………………………………………………………………………………. 15
1. Kesimpulan…..………………………………………………………………………………………… 15
2. Saran…………………………………………………………………………………………………… 15
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………… 16
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya
ialah universal. Lalu arti Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang
terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek
kebudayaan lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi,
termasuk kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam
globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi)
aktivitas ekonomi dan budaya. Arti Globalisasi juga adalah suatu proses yang
mendunia, tidak kenal batas ruang dan waktu. Proses globalisasi berlangsung
melalui 2 dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di
semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama
pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor
pendukung utama dalam globalisasi. Teknologi informasi dan komunikasi
berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke
seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya,
terutama dalam bidang pendidikan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin cepatnya
arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak
sekolah di indonesia mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal
sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual
school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa
Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan
mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta
yang membuka program kelas internasional.
Salah satu dari globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya
bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan
hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita
pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis
kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas
yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini
menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua
kalangan masyarakat. Hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang
mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang
terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi
yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan.
Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat
masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar
menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu
kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial.
RUMUSAN MASALAH
Secara umum, rumusan masalah pada makalah “Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan” ini dapat
dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut :
2. Bagi Pembaca
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan dan menambah
ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Pembaca bisa juga digunakan makalah ini untuk langkah menuju
ke pengetahuan yang lebih luas, sehingga kedepannya tercipta sumber daya manusia yang unggull
3.Bagi Masyarakat
Supaya masyarakat bisa lebih memahami tentang arti penting globalisasi sehingga dampak negatif yang
sudah ada bisa lebih di tinggalkan. Dan juga diharapkan agar realisasi kegiatan positif terhadap adanya
pendidikan semakin lebih baik.
4. MANFAAT
Supaya bisa memperluas kesempatan studi ke luar negeri. Lalu, bisa juga menjadi pembanding untuk tenaga
yang tidak berkualitas yang akhirnya jadi pagar sekaligus semangat untuk lebih serius dan berkembang.
Untuk memperluas wawasan, dan semakin canggihnya ilmu pengetahuan. Selain itu, pikiran kita bisa
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman sekarang. Dan juga pikiran kita semakin berkembang dari
zaman ke zaman. Dan juga kita gak kalah terhadap pendidikan terhadap Negara lain.
BAB 2
PEMBAHASAN
Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk
terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak positif dan negatif dari dari
pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut:
1. Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri
siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar
tanpa bantuan alat-alat tersebut.
Sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren
yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah
menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh
Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang
merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama
ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh
aspek.
Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi
melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk
kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta
agama’ dan rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama
memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan teknologi.
Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya
sendiri, karena tidak mampu terjun ke sektor modern.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP).
Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi
ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melempar
tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan
utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40
persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector
yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga
tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Koordinator LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai
bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersalialisasi pendidikan
dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya
sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja
akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses
rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat
semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan miskin.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya
membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan
menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataan
Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan
alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’. Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan bahwa
“mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi bergeser. Awalnya,
pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan
adalah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah dengan bentuk
pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat
untuk mengeruk habis uang rakyat demi kepentingan pribadi maupun golongan.”
Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa daerah di Indonesia masih kekurangan
guru, dan ini perlu segera diantisipasi. Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk tingkat
TK, SD, SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita masih membutuhkan sekitar
218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas utama dari lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar
belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar
belakang pendidikan non formal.
Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan
penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah. Kesadaran
yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan
membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada
otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus
lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga
ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat
tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang
globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan
leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus
berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta
kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit
kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
Karena Globalisasi sangat erat kaitannya dengan pendidikan yang didalamnya terdapat proses
mempengaruhi dalam segala bidang terutama dalam ranah pendidikan, yang berimbas pada nlai-nilai moral,
sosial, budaya dan kepribadian yang dapat berdampak positif dan negatif. Pendidikan tidak mungkin
menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi,
Indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan sistem
pendidikan yang lebih komperehensif dan fleksibel. Dan dalam merespon globalisasi, kita hendaknya tidak
terjebak ke dalam sikap-sikap ekstrem, mendukung dan menerimanya tanpa reserve atau menolaknya
mentah-mentah. Akan tetapi, hendaknya kita bisa bersikap lebih kritis dan kreatif dengan melakukan
penelaahan terhadap setiap sisi dari globalisasi.
Disamping itu, di era global saat ini dituntut adanya fungsi dari keberadaan guru sebagai tenaga
professional, yang mampu meningkatkan martabat serta mampu melaksanakan system pendidikan nasional
dan mewujudkan pendidikn nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa.
Maka dari itu, masalah guru merupakan topik yang tidak pernah habis dibahas dan selalu aktual seiring
dengan perubahan zaman dan pengaruh globalisasi dalam pendidikan, karena permasalahan guru sendiri
dan dunia pendiidkan yang menyangkutnya selalu diperbincangkan. Pada dasarnya persoalan etika dan
moral anak bangsa, bukan hanya permasalahan guru namun jika yang dituju adalah moral peserta
didik (siswa), maka tidak ada alasan untuk guru dilibatkan. Guru sebagai pengajar dan pendidik, memang
tidak hanya harus membina para murid segi kognitif dan psikomotoriknya demi peningkatan nilai angka.
Akan tetapi, seorang guru sangat dituntut agar apa yang ia kerjakan dipraktekan oleh para muridnya dalam
kehidupan.
Guru adalah orang yang bertanggung jawab atas peningkatan moral pelajar dan juga kemerosotannya.
Untuk itu tugas guru tidak terbatas pada pengajaran mata pelajaran, tapi yang paling penting adalah
pencetakan karakter murid. Tantangan persoalan ini memang sangat sulit bagi seorang guru karena
keterbatasan kontrolling pada murid kerap membuatnya kecolongan.
Disamping itu, dalam menghadapi era globalisasi guru dituntut meningkatkan profesionalitasnya sebagai
pengajar dan pendidik. Guru juga harus siap menghadapi kata kunci dunia pendidikan, seperti: kompetisi,
transparansi, efisiensi, dan kualitas tinggi. Dengan demikian kualitas mutu pendidikan harus sangat
diperhatikan oleh para guru untuk menyelamatkan profesinya.
Untuk itu dalam peningkatan kualitas pengajaran, guru harus bisa mengembangun tiga intelegensi dasar
siswa. Yaitu: intelektual, emosional, dan moral. Tiga unsur itu harus ditanamkan pada diri murid sekuat-
kuatnya agar terpatri dalam dirinya. Kemudian system pembelajaran yang kreatif dan inovatif juga menjadi
penting bagi guru, sehingga dapat megembangkan seluruh potensi diri siswa, dan memunculkan keinginan
bagi siswa untuk maju yang diikuti ketertarikan untuk menemukan hal-hal baru pada bidang yang diminati
melalui belajr mandiri (self study) yang kuat. Dengan perkembangan bidang teknologi informasi semakin
mendorong dalam kemajuan bidang ilmu pengetahuan, sehingga dunia pendidikan harus memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin.
Akses internet yang terbuka seluas-luasnya akan berdampak buruk bagi siswa jika digunakan untuk
mengakses video porno, maupun gambar-gambar lainnya yang tidak sepantasnya mereka akses. Namun
akan sangat baik jika akses interet digunakan oleh mereka untuk mencari informasi dan pengetahuan
sebanyak-banyaknya karena dunia ini akan terasa sempit melaui dunia maya.
Dua hal yang saling kontradiktif namun sangat dekat sekali, sehingga tidak jarang yang menyalahgunkan
dalam pemanfaatan kemajuan teknologi bagi siswa. Maka dari itu tiga unsur dasar bagi siswa, yaitu
intelektual, emosional, dan moral sangat penting untuk mereka miliki.
Intelektual murid harus luas, agar ia bisa menghadapi arus globalisasi dan tidak ketinggalan zaman, apalagi
sampai terbawa arus. Selain itu, dimensi emosional dan spiritual siswa juga harus terdidik dengn baik, agar
bisa melahirkan perilaku yang baik dan bisa bertahan diantara pengaruh demoralisasi di era globalisasi
dengan prinsip spiritualnya.
1. Orang Tua
Orang tua atau keluarga dianggap sebagai pendidikan pertama bagi anak sebelum mereka dikenalkan
dengan dunia luar. Pengaruh keluarga juga sangat besar dalam pertumbuhan seorang anak, karena
disamping mempunyai kedekatan secara emosional, mereka juga mempunyai tingkat kebersamaan yang
lebih karena tinggal dalam satu atap atau satu rumah.
Peran orang tua untuk mencari tau segala kegiatan yang dilakukan oleh anak-anaknya sangat penting,
dimana jika keluarga sedikit mengbaikan itu maka akan berdampak pada kepribadian dan perilaku anak-
anaknya yang tidak terkontrol. Orang tua terkadang memberikan sepenuhnya kepada sekolah dalam
mendidik dan mengembangkan potensi anak, padahal tidak sampai disitu saja karena kontrol dari sekolah
terbatas hanya dalam jam pelajaran sekolah.
Mencari tahu segala kegiatan anak tidak harus dengan mengikutinya setiap detik dan setiap waktu. Namun
bisa dilakukan dengan banyak hal dan cara, seperti dengan memberikan perhatian, menanyakan dengan
siapa teman bermain, menanyakan keadaan anak kepada guru-guru nya di sekolah, dan lain sebagainya. Hal
seperti ini sangat mudah dilakukan, namun terkadang orang tua sibuk dengan kegiatannya masing-masing
bahan tidak mau tahu sehingga anak seringkali terabaikan.
Sumber: (https://anggaradian.wordpress.com/2011/12/30/pengaruh-globalisasi-terhadap-pendidikan-di-
indonesia/)
BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan
Demikianlah yang dapat saya sampaikan mengenai materi yang telah menjadi bahasan dalam
makalah ini. Tentu juga makalah ini banyak kesalahan karena terbatasnya pengetahuan saya (penulis)
serta rujukan atau referensi yang saya(penulis) peroleh. Saya berharap kritik dan saran yang bersifat
membangun dan lugas dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini
bermanfaat bagi pembaca.
1. Saran
Penulis memberikan saran yang ditujukan untuk:
1. Masyarakat agar para orang tua memperhatikan kepentingan anaknya dalam hal pendidikan
sehingga pendidikan berjalan dengan lancar.
2. Pemerintah harus menganggarkan dana yang cukup untuk keperluan pendidikan dan menambah
beasiswa bagi guru untuk training
DAFTAR PUSTAKA
(https://anggaradian.wordpress.com/2011/12/30/pengaruh-globalisasi-terhadap-pendidikan-di-indonesia/)
(www.seocontoh.com/2014/03/contoh-karya-ilmiah-tentang-pendidikan.html)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi