Anda di halaman 1dari 2

Menurut WHO Setiap hari di tahun 2017, sekitar 810 wanita meninggal karena

penyebab yang dapat dicegah terkait kehamilan dan persalinan. Antara tahun 2000
dan 2017, rasio kematian ibu (MMR, jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup) turun sekitar 38% di seluruh dunia. Komplikasi utama yang menyebabkan
hampir 75% dari semua kematian ibu adalah (4):perdarahan hebat (kebanyakan
perdarahan setelah melahirkan), infeksi (biasanya setelah melahirkan), tekanan
darah tinggi selama kehamilan (pre-eklamsia dan eklamsia), komplikasi dari
persalinan ( partus lama/macet) dan aborsi tidak aman.

Berdasarkan data profil kesehatan indonesia 2019 Secara umum terjadi penurunan kematian ibu
selama periode 1991-2015 dari 390 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun terjadi
kecenderungan penurunan angka kematian ibu, namun tidak berhasil mencapai target MDGs yang
harus dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Hasil supas tahun
2015 memperlihatkan angka kematian ibu tiga kali lipat dibandingkan target MDGs. dimana terdapat
penurunan dari 4.226 menjadi 4.221 kematian ibu di Indonesia berdasarkan laporan. Pada tahun
2019 penyebab kematian ibu pada tahun 2019 yaitu (1.280 kasus), hipertensi dalam kehamilan
(1.066 kasus), infeksi (207 kasus) gangguan sistem peredaran darah (200 kasus) , gangguan
metabolik (157 kasus ) dan lain-lain (1.311 kasus) di sulawesi tenggara angka kematian ibu berjumlah
66 kasus. Secara umum AKI Kota Kendari mengalami fluktuasi dimana pada tahun 2015 sampai
dengan 2019, yaitudari 8 kasus (114 per 100.000 kelahiranhidup) menjadi 4kasus(45 per 100.000
kelahiranhidup). Namundemikian, tahun 2018 menunjukkanpeningkatan AKI yaitu 6 kasus (70 per
100.000 kelahiranhidup).

Pemerintah Daerah berkewajiban untuk memastikan kesiapan fasilitas

kesehatan tingkat pertama (Puskesmas, Bidan Praktik Mandiri) dan fasilitas

kesehatan rujukan (RS Rujukan COVID-19, RS mampu PONEK, RSIA) dalam

memberikan layanan kesehatan ibu dan anak dengan atau tanpa status terinfeksi

COVID-19 (Kemenkes,2020). Protokol layanan Paska Bersalin:1) FKTP memberikan pelayanan

KB (diutamakan metode kontrasepsi jangka panjang) segera setelah persalinan. Jika ibu tidak

bersedia, maka dilakukan konseling KB serta nasihat untuk mendapatkan layanan KB paska bersalin.

2) Bayi yang dilahirkan dari ibu yang bukan ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19 pada 0-6 jam

pertama, tetap mendapatkan: perawatan tali pusat, inisiasi menyusu dini, injeksi vitamin K1,

pemberian salep/tetes mata antibiotik dan pemberian imunisasi hepatitis B dan HbIg (Hepatitis B

immunoglobulin).3) Ibu dan keluarga mendapat nasihat dan edukasi tentang perawatan bayi baru
lahir termasuk ASI ekslusif dan tanda bahaya jika ada penyulit pada bayi baru lahir dan jika terjadi

infeksi masa nifas. 4) Tenaga kesehatan mengambil sampel skrining hipotiroid kongenital (SHK) pada

bayi yang dilakukan setelah 24 jam persalinan, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan.

5) FKTP memberikan layanan kunjungan pasca bersalin pada ibu bukan PDP atau tidak terkonfirmasi

COVID-19: Pemeriksaan pada ibu nifas (sesuai SOP), asuhan neonatal (sesuai Pedoman,konseling

menyusui (sesuai Pedoman),edukasi hidup bersih dan sehat, termasuk tanda bahaya pneumonia dan

balita sakit (Kemenkes,2020).

Dari data di atas, maka peneliti tertarik


untuk meneliti tentang Pengarug Tingkat Kecemasan Terhadap Lama Partus Kala 1 Fase
Aktif

Anda mungkin juga menyukai