Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN KISTA OVARI

OLEH:
MUHAMMAD UBAIDILLAH SULTHONI
NIM. P27820820032

POLITEKNIK KESEHATAN KEMETERIAN KESEHATAN SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN KISTA OVARII

1. Pengertian Kista Ovarium


Kista Ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang
berisi cairan, yang tumbuh di indung telur. Cairan ini bias berupa air ,darah,
nanah, atau cairan coklat kental seperti darah menstruasi. Kista banyak terjadi
pada wanita usia subur atau usia reproduksi (Dewi, 2010). Kista Ovarium
adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk seperti kantung yang bisa
tumbuh dimanapun dalam tubuh. Kantung ini bisa berisi zat gas, cair, atau
setengah padat. Dinding luar kantung menyerupai sebuah kapsul (Andang,
2013). Kista ovarium biasanya berupa kantong yang tidak bersifat kanker yang
berisi material cairan atau setengah cair (Nugroho, 2014). Kista berarti kantung
yang berisi cairan. Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi
cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium).
Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja (Setyorini, 2014).

2. Etiologi
Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (Setyorini, 2014). Salah satu pemicu kista
ovarium adalah faktor hormonal. Penyebab lain timbulnya kista adalah
ovarium adalah adanya penyumbatan pada saluran yang berisi cairan karena
adanya bakteri dan virus, adanya zat dioksin dan asap pabrik dan pembakaran
gas bermotor yang dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia yang akan
membantu tumbuhnya kista, faktor makan makanan yang berlemak yang
mengakibatkan zat-zat lemak tidak dapat dipecah dalam proses metabolisme
sehingga akan meningkatkan resiko timbulnya kista (Mumpuni dan Andang,
2013) Arif,dkk (2016) mengatakan faktor resiko pembentukan kista ovarium
terdiri dari:
A. Usia
Kista sering tejadi pada wanita usia subur atau usia reproduksi, keganasan
kista ovarium bisa terjadi pada usia sebelum menarche dan usia di atas 45
tahun (Manuaba, 2010). Umumnya, kista ovarium jinak (tidak bersifat
kanker) pada wanita kelompok usia reproduktif. Kista ovarium bersifat
ganas sangat jarang, akan tetapi wanita yang memasuki masa menopause
(usia 50-70 tahun) lebih beresiko memiliki kista ovarium ganas.
B. Faktor Hormonal
Kista ovarium dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormon estrogen
dan progesteron, misalnya akibat penggunaan obat-obatan yang
merangsang ovulasi dan obat pelangsing tubuh yang bersifat diuretik.
Kista fungsional dapat terbentuk karena stimulasi hormon gonadotropin
atau sensitivitas terhadap hormon gonadotropin yang berlebihan. Hormon
gonadotropin termasuk FSH (Folikel Stimulating) dan HCG (Human
Chorionik Gonadotropin). Individu yang mengalami kelebihan hormon
estrogen atau progesteron akan memicu terjadinya penyakit kista
(Kurniawati, dkk. 2009).
C. Status Menopause
Ketika wanita telah memasuki masa menopause, ovarium dapat menjadi
tidak aktif dan dapat menghasilkan kista akibat tingkat aktifitas wanita
menopause yang rendah.
D. Pengobatan Infertilitas
Pengobatan infertilitas dengan konsumsi obat kesuburan dilakukan
dengan induksi ovulasi dengan gonadotropin (konsumsi obat
kesuburan). Gonadotropin yang terdiri dari FSH dan LH dapat
menyebabkan kista berkembang.
E. Faktor Genetik
Riwayat keluarga merupakan faktor penting dalam memasukkan apakah
seseorang wanita memiliki risiko terkena kista ovarium. Resiko wanita
terkena kista ovarium adalah sebesar 1,6%. Apabila wanita tersebut
memiliki seorang anggota keluarga yang mengindap kista, risikonya akan
meningkat menjadi 4% sampai 5% (Rasjidi, 2009). Dalam tubuh kista ada
terdapat gen-gen yang berpotensi memicu kanker yaitu protoonkogen.
Karena faktor pemicu seperti pola hidup yang kurang sehat, protoonkogen
bisa berubah menjadi onkogen yaitu gen yang dapat memicu timbulnya sel
kanker.
3. Jenis-Jenis Kista Ovarium
Menurut Wiknjosastro (2008), kista ovarium terbagi duayaitu:
A. Kista ovarium neoplastik
I. Kistadenoma ovarii serosum
Kista ini mencakup sekitar 15-25% dari keseluruhan tumor jinak
ovarium. Usia penderita berkisar antara 20-50 tahun. Pada 12-50%
kasus, kista ini terjadi pada kedua ovarium (bilateral). Ukuran kista
berkisar antara 5-15 cm dan ukuran ini lebih keil dari rata-rata
ukuran kistadenoma musinosum. Kista berisi cairan serosa, jernih
kekuningan.
II. Kistadenoma ovarii musinosum
Kistadenoma ovarii musinosum mencakup 16-30% dari total tumor
jinak ovarium dan 85% diantaranya adalah jinak. Tumor ini pada
umumnya multilokuler dan lokulus yang berisi cairan musinosum
tampak bewarna kebiruan di dalam kapsul yang dindingnya tegang.
Dinding tumor tersusun dari epitel kolumner yang tinggi dengan
inti sel bewarna sel gelap terletak di bagian basal. Dinding
kistadenoma musinosum ini, pada 50% kasus mirip dengan struktul
epitel endoserviks dan 50% lagi mirip dengan struktur epitel kolon
di mana cairan musin di dalam lokulus kista mengandung sel-sel
goblet.
III. Kista dermoid
Kista dermoid merupakan tumor terbanyak (10% dari total tumor
ovarium) yang berisi sel germinativum dan paling banyak diderita
oleh gadis yang berusia di bawah 20 tahun.
IV. Kista ovarii simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya
bertangkai sering kali bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding
kista tipis dan cairan di dalam kista jernih, serus dan berwarna
kuning. Pada dinding kista tampak lapisan epitel kubik.
Berhubung dengan adanya tangkai, dapat terjad putaran tungkai
dengan gejala-gejala mendadak.
V. Kista endometroid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin pada
dinding dalam satu lapisan sel-sel ang menyerupai lapisan epitel
endometrium.

B. Kista ovarium non neoplastik


I. Ovarium Polisistik (Stein-Leventhal Syndrome)
Penyakit ovarium polisistik ditandai dengan pertumbuhan polisistik
kedua ovarium, amnorea sekunder atau oligomenorea dan
infertilitas. Sekitar 50% pasien mengalami hirsutiseme dan
obesitas. Walaupun mengalami pembesaran ovarium, ovarium
polisistik juga mengalami sklerotika yang menyebabkan
permukaannya bewarna putih tanpa identasi seperti mutiara
sehingga disebut juga sebagai ovarium kerang. Ditemukan banyak
folikel berisis cairan di bawah fibrosa korteks yang mengalami
penebalan. Teka interna terlihat kekuningan karena mengalami
luteinisasi, sebagian stroma juga mengalami hal yang sama.
II. Kista Folikuler
Kista folikel merupakan kista yang paling sering ditemukan di
ovarium dan biasanya sedikit lebih besar (3-8 cm) dari folikel pra
ovulasi (2,5 cm). Kista ini terjadi karena kegagalan ovulasi (LH
surge) dan kemudian cairan intrafolikel tidak diabsorpsi kembali.
Pada beberapa keadaan, kegagalan ovulasi juga dapat terjadi secara
artificial dimana gonatropin diberikan secara berlebihan untuk
menginduksi ovulasi. Kista ini tidak menimbulkan gejala yang
spesifik. Jarang sekali terjadi torsi, ruptur, atau perdarahan.
III. Kista Korpus Luteum
Kista korpus luteum terjadi akibat pertumbuhan lanjut korpus
luteum atau perdarahan yang mengisi rongga yang terjadi
setelah ovulasi. Terdapat 2 jenis kista lutein, yaitu kista
granulosa dan kista teka.
IV. Kista Granulosa Lutein
Kista granulosa merupakan pembesaran non-neoplastik ovarium.
Setelah ovulasi, dinding sel garnulosa mengalami luteinisasi. Pada
tahap berikutnya vaskularisasi baru, darah terkumpul di tengah
rongga membentuk korpus hemoragikum. Reabsorpsi darah ini
menyebabkan terbentuknya kista korpus luteum. Kista lutein yang
persisten dapat menimbulkan nyeri lokal dan tegang dinding perut
yang juga disertai amenorea atau menstruasi terlambat yang
menyerupai gambaran kehamilan ektopik. Kista lutein juga dapat
menyebabkan torsi ovarium sehingga menimbulkan nyeri hebat
atau perdarahan.
V. Kista Theka Lutein
Biasanya bersifat bilateral dan berisi cairan jernih kekuningan.
Kista sering kali bersamaan dengan ovarium polisistilk, mola
hodatidosa, koro karsinoma, terapi hCG dan klomifen sitrat. Tidak
banyak keluhan yang ditimbulkan oleh kista ini. Pada umunya
tidak diperlukan tindakan pembedahan untuk menangani kista ini
karena kista dapat menghilang secara spontan setelah evakuasi
mola, terapi korio karsinoma, dan penghentian stimulasi ovulasi
dengan klomifen. Walaupun demikian, apabila terjadi ruptur kista
dan terjadi perdarahan ke dalam rongga peritoneum maka
diperlukan tindakan laparatomi untuk menyelamatkan penderita.
VI. Kista Inklusi Germinal
Terjadi karena invagimasi dan isolasi bagian-bagian kecil dari
epitel germinativum pada permukaan ovarium. Tumor ini lebih
banyak pada wanita yang lanjut umurnya dan besarnya jarang
melebihi diameter 1 cm. Kista biasanya ditemukan pada
pemeriksaan histologik ovarium yang diangkat waktu operasi.
Kista terletak dibawah permukaan ovarium, dindingnya terdiri
atad satu lapisan epitel kubik dan isinya jernih dan serus.
4. Patofisiologi
Ovulasi terjadi akibat interaksi antara hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan
endometrium. Perkembangan dan pematangan folikel ovarium terjadi akibat
rangsangan dari kelenjar hipofisis. Rangsangan yang terus menerus datang dan
ditangkap panca indra dapat diteruskan ke hipofisis anterior melalui aliran portal
hipothalamohipofisial. Setelah sampai di hipofisis anterior, GnRH akan mengikat sel
genadotropin dan merangsang pengeluaran FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan
LH (LutheinizingHormone), dimana FSH dan LH menghasilkan hormon estrogen
dan progesteron (Nurarif, 2013). Ovarium dapat berfungsi menghasilkan estrogen
dan progesteron yang normal. Hal tersebut tergantung pada sejumlah hormon dan
kegagalan pembentukan salah satu hormon dapat mempengaruhi fungsi ovarium.
Ovarium tidak akan berfungsi dengan secara normal jika tubuh wanita tidak
menghasilkan hormon hipofisis dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang
abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak
sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal
melepaskan sel telur. Dimana, kegagalan tersebut terbentuk secara tidak sempurna di
dalam ovarium dan hal tersebut dapat mengakibatkan terbentuknya kista di dalam
ovarium, serta menyebabkan infertilitas pada seorang wanita (Manuaba,2010).

5. Manifestasi Klinik
1. Gejala Kista Secara Umum
Menurut Yatim Faisal, (2005) gejala kista secara umum, antara lain :
a. Rasa nyeri di rongga panggul disertai rasa gatal.
b. Rasa nyeri sewaktu bersetubuh atau nyeri rongga panggul kalau tubuh
bergerak.
c. Rasa nyeri saat siklus menstruasi selesai, pendarahan menstruasi tidak
seperti biasa. Mungkin perdarahan lebih lama, lebih pendek atau tidak
keluar darah menstruasi pada siklus biasa, atau siklus menstruasi tidak
teratur.
d. Perut membesar.

2. Gejala Klinis Kista Ovarium


a. Pembesaran, tumor yang kecil mungkin diketahui saat melakukan
pemeriksaan rutin. Tumor dengan diameter sekitar 5 cm, dianggap belum
berbahaya kecuali bila dijumpai pada ibu yang menopause atau setelah
menopause. Besarnya tumor dapat menimbulkan gangguan berkemih dan
buang air besar terasa berat di bagian bawah perut, dan teraba tumor di
perut.
b. Gejala gangguan hormonal, indung telur merupakan sumber hormon
wanita yang paling utama sehingga bila terjadi pertumbuhan tumor dapat
mengganggu pengeluaran hormone. Gangguan hormone selalu
berhubungan dengan pola menstruasi yang menyebabkan gejala klinis
berupa gangguan pola menstruasi dan gejala karena tumor mengeluarkan
hormone.
c. Gejala klinis karena komplikasi tumor. Gejala komplikasi tumor dapat
berbentuk infeksi kista ovarium dengan gejala demam, perut sakit, tegang
dan nyeri, penderita tampak sakit. Mengalami torsi pada tangkai dengan
gejala perut mendadak sakit hebat dan keadaan umum penderita cukup
baik (Manuaba, 2010). Menurut Nugroho (2014), gejala klinis kista
ovarium adalah nyeri saat menstruasi, nyeri di perut bagian bawah, nyeri
saat berhubungan badan, siklus menstruasi tidak teratur, dan nyeri saat
buang air kecil dan besar. Gejalanya tidak menentu, terkadang hanya
ketidak nyamananpada perut bagian bawah. Pasien akan merasa perutnya
membesar dan menimbulkan gejala perut terasa penuh dan sering sesak
nafas karena perut tertekan oleh besarnya kista (Manuaba, 2010).

6. Komplikasi
Menurut Yatim (2008), komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada
kista ovarium adalah :
a. Perdarahan dapat terjadi trauma abdomen, langsung pada kistanya.
Keluhan seperti trauma diikuti rasa nyeri mendadak. Perdarahan
menimbulkan pembesaran kista dan memerlukan tindakan laparotomi.
Tidak ada patokan mengenai ukuran besar kista yang berpotensi pecah.
Ada kista yang berukuran 5 cm sudah pecah, namun ada pula yang
sampai berukuran 20 cm belum pecah. Pecahnya kista menyebabkan
pembuluh darah robek dan menimbulkan terjadinya perdarahan.
b. Infeksi kista ovarium
Infeksi pada kista terjadi akibat infeksi asenden dari serviks, tuba dan
menuju lokus ovulasi, sampai abses. Keluhan infeksi kista ovarii yaitu
badan panas, nyeri pada abdomen, perut terasa tegang,diperlukan
pemeriksaan laparotomi dan laboratorium untuk mengetahui adanya
infeksi pada kista.
c. Ruptura kapsul kista
Ruptur kapsul kista terjadi karena akibat dari perdarahan mendadak,
infeksi kista dengan pembentukan abses membesar ruptura. Diperlukan
tindakan laparotomi untuk mengetahui terjadinya ruptura kapsul kista.
d. Robek dinding Kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada
saat persetubuhan. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul
secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam
rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus
disertai tanda-tanda abdomen akut.

e. Perubahan keganasan

Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis


yang seksama terhadap kemungkinn perubahan keganasan. Adanya
asites dalam hal ini mencurigakan (Wiknjosastro, 2005 dalam
nurmansyah, 2019). Kista dermoid adalah tumor yang diduga berasal
dari bagian ovum yang normalnya menghilang saat maturasi.
Asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas sel-sel embrional yang
tidak berdiferensiasi. Kista ini tumbuh dengan lambat dan ditemukan
selama pembedahan yang mengandung material sebasea kental,
berwarna kuning, yang timbul dari lapisan kulit. Kista dermoid
hanya merupakan satu tipe lesi yang dapat terjadi. Banyak tipe
lainnya dapat terjadi dan pengobatannya tergantung pada tipenya
(Smeltzer and Bare, 2001).

0 7. Pemeriksaan Penunjang
Kista ovarium dapat dilakukan pemeriksan lanjut yang dapat dilaksanakan
dengan :
1. Laparoskopi : pemeriksaan ini Sangat berguna untuk mengetahui
apakah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan
sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi : dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan
batas tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau
kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapat
dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan
yang tidak.
3. Foto rontgen : pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks. Universitas Sumatera Utara 24
4. CA-125 : memeriksa kadar protein di dalam darah yang disebut CA-
125. Kadar CA-125 juga meningkat pada perempuan subur,
meskipun tidak ada proses keganasan. Tahap pemeriksaan CA-125
biasanya dilakukan pada perempuan yang berisiko terjadi proses
keganasan, kadar normal CA-125 (0-35 u/ml).
5. Parasentensis pungsi asites : berguna untuk menentukan sebab asites.
Perlu diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan
kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk
(Wiknjosastro,2008)

1 8. Penatalaksanaan
Beberapa pilihan pengobatan yang mungkin disarankan :

1. Pendekatan, pendekatan yang dilakukan pada klien tentang pemilihan


pengobatan nyeri dengan analgetik/tindakan kenyamanan seperti, kompres
hangat pada abdomen, dan teknik relaksasi napas dalam (Prawirohardjo, 2011
dalam Laelati, 2017).
2. Pemberian obat anti inflamasi non steroid seperti ibu
profen dapat diberikan kepada pasien dengan penyakit
kista untuk mengurangi rasa nyeri (Manuaba, 2009
dalam Laelati 2017).

3. Pembedahan, Jika kista tidak menghilang setelah


beberapa episode menstruasi semakin membesar,
lakukan pemeriksaan ultrasound, dokter harus segera
mengangkatnya. Ada 2 tindakan pembedahan yang
utama yaitu: laparaskopi dan laparatomi (Yatim,
2008).

Prinsip pengobatan kista dengan operasi adalah sebagai berikut:

1. Apabila kistanya kecil (misalnya sebesar permen) dan


pada pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda
keganasan, biasanya dokter melakukan operasi dengan
laparaskopi. Dengan cara ini, alat laparaskopi di
masukkan kedalam rongga panggul dengan
melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu
sayatan searah dengan garis rambut kemaluan (Yatim,
2008).

2. Apabila kistanya agak besar (lebih dari 5 cm),


biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan
laparatomi. Tehnik ini dilakukan dengan pembiusan
total. Dengan cara laparatomi, kista sudah dapat
diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan
(kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses
keganasan operasi sekalian mengangkat ovarium dan
saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar
limfe (Yatim, 2008).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KISTA OVARII

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, asal
suku bangsa, tempat lahir, nama orang tua, pekerjaan orang tua. keganasan
kista ovarium bisa terjadi pada usia sebelum menarche dan usia di atas 45 tahun
(Manuaba, 2010).
2. Keluhan Utama
Biasanya mengalami perdarahan yang abnormal atau menorrhagia pada wanita
usia subur atau wanita diatas usia 50 tahunatau menopause untuk stadium awal.
Pada stadium lanjutakan mengalami pembesaran massa yang disertai asites
(Reeder,dkk. 2013).
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala kembung, nyeri pada abdomen atau pelvis, kesulitan makan atau merasa
cepat kenyang, dan gejala perkemihan kemungkinan menetap Pada stadium
lanjut, sering berkemih, konstipasi, ketidaknyamanan pelvis, distensi abdomen,
penurunan berat badan, dan nyeri pada abdomen.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu pernah memiliki kanker kolon, kanker payudara, dan
kanker endometrium (Reeder, dkk. 2013)
5. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang pernah mengalami kanker payudara dan
kanker ovarium yang beresiko 50% (Reeder, dkk. 2013)
6. Pengkajian Fase Pre Operatif
1) Pengkajian Psikologis, meliputi perasaan takut/cemas dan keadaan
emosi pasien
2) Pengkajian Fisik, pengkajian tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu.
3) Sistem integument, apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit
kulit di area badan.
4) Sistem Kardiovaskuler, apakah ada gangguan pada sisitem cardio, validasi
apakah pasien menderita penyakit jantung, kebiasaan minum obat jantung
sebelum operasi, Kebiasaan merokok, minum alkohol, Oedema, Irama dan
frekuensi jantung.
5) Sistem pernafasan, Apakah pasien bernafas teratur dan batu secara tiba-
tiba di kamar operasi.
6) Sistem gastrointestinal, apakah pasien diare?
7) Sistem reproduksi, apakah pasien wanita mengalami menstruasi?
8) Sistem saraf, bagaimana kesadaran?
9) Validasi persiapan fisik pasien, apakah pasien puasa, lavement
10) Kapter, perhiasan, Make up, pakaian pasien perlengkapan operasi dan
validasi apakah pasien alaergi terhadap obat?

7. Pengkajian Fase Post Operatif


1) Status respirasi, meliputi: kebersihan jalan nafas, kedalaman
pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
2) Status sirkulatori, meliputi: nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.
3) Status neurologis, meliputi: tingkat kesadaran
4) Balutan, meliputi: keadaan drain dan terdapat pipa yang harus
disambung dengan sistem drainage.
5) Kenyamanan, meliputi: terdapat nyeri, mual dan muntah
6) Keselamatan, meliputi: diperlukan penghalang samping tempat tidur, kabel
panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan dapat
berfungsi.
7) Perawatan, meliputi: cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancarn
cairan. Sistem drainage: bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat
penampung, sifat dan jumlah drainage.
8) Nyeri, meliputi: waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang
memperberat/memperingan.

8. Data khusus
Data khusus pada pengkajian asuhan keperawatan meliputi : Riwayat
haid, riwayat obstetri, data psikologis, data aktivitas atau istirahat, data makanan
atau cairan, data nyeri atau kenyamanan, pemeriksaan fisik (kesadaran, kepala dan
rambut, telinga, wajah, leher, abdomen, dan genetalia), pemeriksaan penunajang
(pemeriksaan laboratorium : Uji asam deoksiribonukleat mengindikasikan mutasi
gen yang abnormal. Penanda atau memastikan tumor menunjukkan antigen
karsinoma ovarium, antigen karsinoembrionik, dan HCG menunjukkan abnormal
atau meningkat yang mengarah ke komplikasi).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa (SDKI, 2017) yang sering muncul pada pre operasi adalah:
a) Ansietas b.d Krisis Situasional
b) Nyeri akut b.d Agen pencidera fisiologi
c) Defisit pengetahuan b.d Kurang terpaparnya informasi
d) Risiko perdarahan b.d Tindakan pembedahan
e) Risiko hipotermi b.d Suhu lingkungan rendah
Diagnosa yang sering muncul pada post operasi adalah:
a) Nyeri akut b.d Agen pencidera fisik
b) Risiko hipotermi perioperatif b.d Terpapar suhu lingkunga rendah
c) Risiko Jatuh b.d Efek agen farmakologis
C. Rencana Intervensi
Standart
Standart Luaran
Diagnosa
No. Keperawatan Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
Keperawatan
Indonesia
Indonesia

1. Ansietas b.d Tingkat Ansietas REDUKSI ANXIETAS (I.09314)


kurang terpapar menurun (L.09093) 1. Observasi
informasi Setelah dilakukan a. Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis.
Kondisi, waktu, stressor)
tindakan keperawatan
(D.0080) b. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
selama 1 x 24 jam c. Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
diharapkan masalah 2. Terapeutik
ansietas menurun a. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
dengan kriteria hasil: kepercayaan
b. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika
1. Verbalisasi memungkinkan
kebingungan c. Pahami situasi yang membuat anxietas
menurun d. Dengarkan dengan penuh perhatian
2. Verbalisasi khawatir e. Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
f. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
akibat kondisi yang
kecemasan
dihadapi menurun g. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
3. Perilaku gelisah yang akan datang
menurun 3. Edukasi
4. Perilaku tegang a. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
menurun mungkin dialami
b. Informasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
c. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
jika perlu
d. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
e. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f. Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi
ketegangan
g. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri
yang tepat
h. Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu
2. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (1.08238)
berhubungan (L.08066)
dengan agen Observasi
pencedera Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
fisiologis kualitas, dan intensitas nyeri.
selama 1 x 24 jam 2. Identifikasi skala nyeri.
(D.0077) diharapkan masalah 3. Identifikasi respons nyeri non verbal.
nyeri akut menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
dengan kriteria hasil: memperingan nyeri.
5. Monitor efek samping penggumaan analgetik.
1. Melaporkan nyeri Terapeutik
terkontrol
meningkat. 1. Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri.
2. Kemampuan
2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
mengenali onset (missal: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
nyeri meningkat. 3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
3. Kemampuan Edukasi
mengenali
penyebab nyeri 1. Jelaskan penyebab, perode, dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
meningkat.
3. Ajarka teknik non farmakologis untuk mengurangi
4. Kemampuan rasa nyeri
menggunakan Kolaborasi
teknik non
farmakologis Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
meningkat.
5. Keluhan nyeri
menurun.
6. Penggunaan
analgetik menurun.
3. Resiko perdarahan Tingkat perdarahan PENCEGAHAN PERDARAHAN (1.02067)
menurun (L.02017) Observasi
a. Monitor tanda dan gejala perdarahan
b. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah
c. Monitor tanda tanda vital ortostatik
d. Monitor koagulasi(mis. Protombin time (PT), partial
trombisite time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin dan
atau platelet)
Terapeutik
a. Pertahankan bedrest selama perdarahan
b. Batasi tindakan invasive, jika perlu
c. Gunakan kasur pencegah dekubitus
d. Hindari pengukuran suhu rectal
Edukasi

a. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan


b. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
c. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
d. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
e. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
f. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan,


jika perlu
b. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
Faktor internal Faktor eksternal
(genetic, penderita kanker payudara, riwayat (diet tinggi lemak, merokok, minum
kanker kolon, gangguan hormonal) alkohol)

Sel telur gagal berovulasi Gangguan Hormon

Menghasilkan hormone hiposia abnormal

Penimbunan Folikel

Pematangan gagal dan gagal Kista Ovarium


melepaskan sel telur

Pre op Post op

Pembesaran ovarium Kurang informasi Luka operasi Immobilisasi

Menahan organ sekitar Kurang pengetahuan Diskontinuitas


jaringan Sirkulasi Peristaltic
darah usus
ansietas
Tekanan syaraf Pembesaran Rasa sebah di perut Nyeri Akut
sel tumor diameter ≥ 10 Konstipasi
Imunitas tubuh
cm menurun
Mual muntah
Nyeri Akut
Resiko
Menekan usus infeksi
anoreksia
dan anus
Konstipasi Intake tidak adekuat

Deficit nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Ammer, Christine. 2009. The Encyclopedia of Woman’s Health, Sixth


Edition. United States of America: Facts on File Inc.
Andang, Tantrini. 2013.45 Penyakit Musuh Kaum Perempuan.
Yogyakarta : Rapha Publishing.
Hidayati. 2009 Metode Dan Tehnik Penggunaan Alat Kontrasepsi.
Petunjuk Praktis Pemasangan Alat Kontrasepsi.
Jakarta:Salemba Medika
Kurniawati, Desy dan Hanifah Mirzanie. 2009. Obgynacea.
Yogyakarta : Tosca Enterprise
Manuaba, I. A. Sri Kusuma Dewi Suryasaputra et. al. 2010. Buku Ajar
Ginekologi.Jakarta : EGC.

Nugroho, Taufan. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita.


Yogyakarta : Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: P.T. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Rasjidi, Imam dkk. 2010. Imaging Ginekologi Onkologi. Jakarta : CV
Sagung Seto.

Setiadi. (2016). Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi Manusia.


Yogyakarta:Indomedia Pustaka

Setyorini, Aniek. 2014. Kesehatan Reproduksi & Pelayanan Keluarga


Berencana.Bogor : IN MEDIA.

Taylor, Cynthia, Ralph, Sheila. (2010). Diagnosa Keperawatan


dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta : EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Yatim, Faisal. 2008. Penyakit Kandungan, Myoma Uteri, Kanker
Rahim dan Indung Telur, Kista, serta Gangguan Lainnya.
zJakarta : Pustaka Populer Obor.

Anda mungkin juga menyukai