PENDAHULUAN
Bentuk tubuh ideal adalah idaman bagi banyak individu, tidak terkecuali
maupun pola pikir. Pada umumnya masa remaja akan memiliki perhatian lebih
terhadap tubuhnya dan remaja akan membangun sikap tentang tubuhnya melalui
penilaian positif atau negatif, namun kebanyakan remaja putri memiliki penilaian
negatif tentang tubuh dan cenderung kurang puas dengan kondisi tubuhnya.
Perasaan remaja putri mengenai ketidakpuasan yang berlebihan terhadap tubuh ini
Menurut Kaplan dan Sadock Body Dysmorphic Disorder atau yang biasa
somatoform. Body dysmorphic disorder d itandai oleh kepercayaan yang salah atau
tampak ketika seorang individu dalam masa remaja ataupun awal masa dewasa
(bisa jadi berawal sejak masa kecil, namun selama ini tidak pernah terdeteksi
(Oktaviana, 2013:7:2:53-62).
Menurut Perugi dkk, (Gerald, 2010: 239) pada gangguan dismorfik tubuh
1
2
kali pada wajah. Contohnya, kerutan wajah, bulu di wajah lebat, bentuk atau
payudara dan kaki. Sedangkan pria lebih terpicu lebih menyakini bahwa tubuh
dibutuhkan. Orang dengan BDD dapat percaya bahwa orang lain memandang diri
mereka jelek atau berubah bentuk menjadi rusak dan bahwa penampilan fisik
mereka yang tidak menarik mendorong orang lain untuk berfikir negatif tentang
karakter dan harga diri mereka dari seorang manusia (Jeffery SN dkk, 2003:219).
penampilan. Jika ditemukan kelainan kecil pada fisik pasien, maka pasien akan
klinis yang signifikan atau kegagalan dalam sosial, pekerjaan, ataupun hal penting
lain. (3) Preokupasi sebaiknya tidak disamakan dengan gangguan mental lainnya
nervousa).
Ketidak puasan terhadap bentuk tubuh muncul berkaitan dengan salah satu
ciri pertumbuhan pada masa remaja akhir menuju dewasa awal yaitu adanya
perubahan bentuk fisik. Sejalan dengan perubahan tubuh pada masa ini, gambaran
dan penilaian terhadap diri mulai terbentuk. Hal ini terjadi disebabkan adanya
penilaian dari orang lain terdahap diri kita dan doa kecil atau sugesti yang sering
berulang dari dalam diri kita. Baik itu bernada positif atau negative, gema itu akan
sampai pada pikiran. Pikiran yang berulang-ulang akan menentukan perilaku dan
Diketahui dampak dari hal ini mereka akan dapat semakin mengecewakan
dirinya dan pada umumnya, kaum wanita mempunyai kepedulian yang lebih besar
selalu berupaya agar jangan sampai dirinya memiliki kondisi fisik yang tidak baik
(Dariyo:2004:19).
terdapat juga dampak fisik yang dapat kita lihat dan amati, diantaranya kerutan
pada wajah, warna kulit tidak merata, dan bentuk tubuh tidak proporsional seperti
memiliki banyak lipatan pada perut, pinggang dan lengan atau bahkan ukuran
4
tubuh yang kecil, kurus dan gendut. Namun, dari dampak fisik tersebut dapat
(Widyarini:2009:73).
Disorder, bahwa remaja putri di SMK Negeri 3 Kota Bengkulu masih terdapat
hingga merasa kurang puas dengan bentuk fisik yang mereka miliki.
memerlukan pelayanan lebih lanjut oleh guru BK. Layanan konseling kelompok
bisa dilakukan untuk permasalahan seperti ini. Dengan teknik bermain peran
bermain peran dalam layanan konseling kelompok dapat membantu dalam upaya
peningkatan Self Esteem siswa. Hal di atas yang melatar belakangi penulis untuk
B. Identifikasi Masalah
1. Masih terdapat siswa yang kurang puas dengan kondisi fisik yang mereka
miliki.
3. Sebagian siswa masih ada yang beranggapan bahwa orang lain tidak
menerima dirinya.
C. Pembatasan Masalah
dan biaya yang dibutuhkan, maka peneliti membatasi masalah yang dilihat
D. Rumusan Masalah
diberikan latihan penguatan Self Esteem Pada generasi milenial remaja Putri
3. Apakah ada pengaruh penguatan Self Esteem pada generasi milenial remaja
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang ingin penulis capai dalam penulisan ini
adalah:
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi peneliti maupun penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dengan latihan Penguatan Self Esteem Pada genersi milenial Remaja Putri di
2. Manfaat Praktis
diri remaja putri sehingga mereka bisa menerima keadaan fisik diri.
b. Bagi Peneliti
remaja putri.
perkuliahan di kampus.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
seorang doktor Italia yang bernama Morselli pada tahun 1886. Dysmorphophobia
berasal dari bahasa Yunani, “dysmorph” y ang berarti misshapen dalam bahasa
sudah disinyalir mengenai gejala ini yang oleh Freud sendiri dinamakan sebagai
‘wolf man’. Karena gejala Body Dysmorphic Disorder (BDD) tersebut terjadi
pada seorang pria bernama Sergei Pankejeff yang mempunyai masalah dengan
dalam Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder (4th Ed), untuk
minor atau bahkan imagine defect. Akibatnya, individu itu tidak hanya merasa
dengan bentuk-bentuk perilaku tubuh tertentu. Kata “soma” berasal dari bahasa
yang berarti pada wajah dan badannya sehingga kekurangan itu membuatnya
tidak menarik.
b). Conversion disorder a dalah suatu kapasitas kerusakan fisik yang disebabkan
d). Somatization disorders adalah kerusakan fisik yang ditandai oleh adanya
kondisi saraf yang lemah dan kecapaian yang terus-menerus karena konflik
psikis.
e). Somatoform pain disorders merupakan gangguan perasaan sakit tanpa alasan
yang jelas.
kekurangan pada tubuhnya (body image y ang negatif). Body image j uga
mengandung arti sebagai persepsi dan penilaian tubuh, fungsi fisik, dan
10
apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar merepresentasikan
keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif.
negatif mengenai tubuh. “These measure may indicate high levels of body
parts, or even high levels of social avoidance due to negative feelings about the
dengan tingkat yang tinggi, kecemasan yang ditunjukkan dengan perilaku, pikiran
dan perasaan yang negatif mengenai tubuh, serta menghindari hubungan dan
situasi sosial.
memiliki empat aspek, yaitu: Aspek pikiran (kognitif) yaitu kecemasan terhadap
tubuh dan pikiran negatif tentang tubuh, aspek perasaan (afektif) yaitu
ketidakpuasan terhadap bagian tubuh, dan perasaan negatif tentang tubuh, aspek
11
perilaku (behavioral) yaitu perilaku obsesif- kompulsif dan aspek hubungan sosial
penelitian pada 1989 menemukan bahwa 36% perempuan usia kuliah menyatakan
aspek perasaan (afektif), aspek perilaku (behavioral) dan aspek hubungan sosial.
a. Secara berkala mengamati bentuk penampilan lebih dari satu jam per hari atau
berulang-ulang.
h. Selalu tidak puas dengan diagnosis dermatologist a tau ahli bedah plastik.
dirasakannya.
Faktor psikologis seperti kesulitan pada masa kanak-kanak, sifat individu secara
pribadi, dan berbagai teori belajar juga berkontribusi. Terakhir peranan dari
gender,culture, dan media masa sebagai faktor yang penting (Nurlita, 2016:5:82).
urutan tertentu peristiwa yang pada akhirnya menyebabkan gangguan ini sulit
B. Self Esteem
Para psikolog menggunakan istilah Self yang merujuk kepada kata “aku”
sebagai suatu diri yang utuh dan unik. Dua aspek penting dari diri adalah harga
diri dan identitas (Santrock 2009:127). Harga diri (Self Esteem) sangat diperlukan
Esteem merupakan sikap seseorang terhadap dirinya mulai dari sikap negatif
sampai sikap positif. Dengan memiliki Self Esteem yang baik, akan membantu
siswa untuk lebih percaya diri dan mampu untuk mengaktualisasikan dirinya.
erujuk pada
Menurut Santrock (2009:127) harga diri atau Self Esteem m
pandangan individu tentang dirinya sendiri. Harga diri juga disebut dengan nilai
diri (self worth) atau citra diri (self image) . Pada pembahasan ini kita
2007:63). Tingkatan self esteem pada diri seseorang sangat bergantung kepada
penghargaan diri.
yang berharga, menghargai dirinya sendri terhadap sebagai apa dia sekarang ini,
tidak mencela tentang apa dia yang tidak dilakukan, dan tingkatan dimana dia
14
merasa positif terhadap dirinya sendiri. perasaan harga diri yang rendah
menyiratkan penolakan diri, penghinaan diri dan evaluasi diri yang negatif.
mengoptimalkan kepribadian dan usaha seseorang. Hal yang paling penting ialah
merespon secara positif terhadap rintangan yang akan dialami. Apabila seseorang
sebagai seberapa besar kita menyukai diri kita sendiri. Penerimaan diri yang
ditunjukkan dengan masih terdapat siswa-siswa yang merasa malu akan dirinya,
tugas-tugas perkembangan yang seharusnya telah bisa ia lewati. Melihat dari hal
tersebut maka harga diri atau self esteem sangat penting untuk diperhatikan lebih
adalah tingkat penilaian yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan
konsep diri seseorang. Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya
sendiri secara positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negatif.
15
Seharusnya seorang remaja akhir yang memasuki dewasa awal juga merupakan
dan bertanggung jawab terhadap peran diri, belajar sebaik mungkin, memahami
peran orang lain, dapat bekerjasama dengan orang lain dan dapat hidup
Dapat disimpulkan dari beberapa kutipan berkenaan self esteem di atas,
bahwa self esteem merupakan pandangan individu mengenai dirinya sendiri baik
hasil yang dicapai, dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu
tersebut sesuai dengan ideal diri. Harga diri dapat diperoleh melalui orang lain dan
diri sendiri. Pengertian lain, Self Esteem a dalah penilaian pribadi tentang apa yang
siswa rasakan, dan lakukan yang diekspresikan melalui sikap. Jadi, sikap yang
positif berhubungan dengan self esteem y ang baik. Sebaliknya, sikap negatif
penilaian yang kita lakukan terhadap diri sendiri. Penilaian diri ditentukan oleh
diri, dan sejauh mana pengendalian diri kita. Kesemuanya itu mewarnai berbagai
16
adalah tingkat penilaian yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan
konsep diri merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri secara positif
dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negatif. Mirels dan McPeek
pengertian, yaitu pengertian yang berhubungan dengan harga diri akademik dan
harga diri non-akademik. Berhubungan dengan harga diri akademik adalah jika
tetapi pada saat yang sama ia tidak merasa berharga karena penampilan fisiknya
contoh harga diri non-akademik adalah jika seseorang mungkin memiliki harga
diri yang tinggi karena cakap dan sempurna dalam salah satu cabang olahraga.
Tetapi, pada saat yag sama merasa kurang berharga karena kegagalannya dibidang
diri di dunia ini secara realistis dan optimis, keyakinan akan kemampuan dalam
kelemahan diri dan berusaha memperbaiki diri, pengetahuan tentang diri sendiri
keunikan diri dan berbangga terhadap apa yang membuat diri kita unik,
17
kepercayaan akan nilai diri dan penghargaan akan kemampuan yang dimiliki,
kepercayaan tentang apa yang dapat kita lakukan, cara pandang positif dan
keyakinan diri untuk melakukan sesuatu yang baru, kemampuan untuk menggali
disimpulkan bahwa Self Esteem adalah penilaian individu terhadap hasil analisa
kompeten.
Menurut Coopermith (dalam Sri Hartati 2012:52), Self Esteem terdiri dari
mengatur dan mengontrol tingkah laku dan mendapat pengakuan atau tingkah
dan ekspresi cinta yang diterima oleh seseorang dari orang lain yang
sosial.
dan etika serta agama dimana individu akan menjauhi tingkah laku yang harus
18
dihindari dan melakukan tingkah laku yang diizinkan oleh moral, etika dan
agama.
disayangi, dikasihi orang lain dan mendapat penghargaan dari orang lain. Tanpa
adanya rasa cinta dan kasih sayang dari orang lain, maka seseorang akan merasa
harga dirinya rendah. Sehingga ia akan merasa kurang percaya diri terhadap
dirinya sendiri untuk bergaul dengan anggota masyarakat yang ada disekitar
lingkungannya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri dan citra tubuh.
diri dan citra tubuh mereka. Karena saat mereka mulai mengalami pubertas,
b) Media gambar Remaja akan lebih sadar akan sejumlah perkembangan selebriti
c) Keluarga dan sekolah Manusia tidak mengembangkan harga diri dan citra
d) Pengalaman hidup dan pendewasaan diri ketika tubuh kita berubah karena
19
penuaan alami, kita memiliki perasaan yang berbeda mengenai tubuh kita yang
Menurut Ancok dkk, wanita selalu merasa rendah harga dirinya daripada pria
seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang mampu, atau
2. Intilegensi
Menurut Coopersmith individu dengan harga diri yang tinggi akan mencapai
prestasi akademik yang tinggi daripada individu dengan harga diri yang
rendah.
3. Kondisi fisik
Coopresmith menemukan adanya hubungan yang konsisten antara daya tarik
4. Lingkungan keluarga
Savany berpendapat bahwa keluarga berperan dalam menentukan
5. Lingkungan sosial
menyadari bahwa dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari
kepadanya.
20
tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi
tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian orang lain terhadap dirinya
sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya
Self Esteem mengandung pengertian ”siapa dan apa diri saya”. Segala
akan mendapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi dimana proses
ini dapat menguji individu, yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang
mencakup dua proses psikologis, yaitu evaluasi diri (self evaluation) dan
mengenai pentingnya diri (self) . Di dalam evaluasi diri terdapat tiga faktor utama,
yaitu:
21
1) Perbandingan antara gambaran diri yang dimiliki (self image) dengan gambaran
yang diinginkan (ideal self), Self image merupakan suatu gambaran diri dan
adalah suatu gambaran dari keadaan diri yang diinginkan oleh remaja. Di
gambaran diri yang ia inginkan (ideal self) . Jika perbandingan antara self image
dengan ideal self menghasilkan suatu gambaran yang sangat berbeda, remaja
akan merasa tidak puas dan sangat mungkin mengembangkan self esteem
rendah. Sebaliknya, jika gambaran diri yang ia inginkan (ideal self) , remaja
akan merasa puas dan menerima dirinya secara realistis dan akan
bagian dari identitas diri (self). Dalam hal ini remaja dapat melakukan sesuatu
yang membuat dirinya merasa berharga baik secara pribadi maupun secara
sosial dimana hal ini dapat meningkatkan rasa harga diri remaja. Ketiga faktor
Keberhargaan diri (self worth) merupakan perasaan bahwa diri (self) itu
berharga. Self worth melibatkan sudut pandang dari diri sendiri dalam
diri remaja tersebut karena ia merasa memiliki harga diri dan tidak ditentukan
Dari self evaluation dan self worth tersebut, remaja akan mengembangkan Self
esteem.
Self esteem yang tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan
diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna, serta rasa bahwa
kehadirannya diperlukan didalam dunia ini. Karakteristik anak yang memiliki self
esteem (harga diri) yang tinggi menurut Clemes dan Bean ( dalam Freist
mempengaruhi orang lain dan menunjukkan jangkauan perasaan dan emosi yang
luas.
23
self esteem yang tinggi akan berperilaku ke arah yang lebihpositif. Ciri-ciri
individu yang mempunyai self esteem yang tinggi menurut Branden (2010:43),
dan ulet, lebih mampu melawan suatu kekalahan, kegagalan, dan keutusasaan,
dalammenghadapi realitas.
Berdasarkan ciri individu yang memiliki self esteem tinggi diatas individu
Menurut Frey dan Carlock ( dalam Ghufron 2010:43) ciri individu yang
memiliki self esteem rendah cenderung menolak dirinya dan cenderung tidak
puas. Sedangkan karakteristik anak dengan self esteem (harga diri) yang rendah
dirinya, merasa tak ada seorangpun yang menghargainya, menyalahkan orang lain
atas kelemahannya sendiri, mudah dipengaruhi oleh orang lain, bersikap defensif
yang memiliki self esteem yang rendah akan menimbulkan dampak yang negatif
a. General Self-esteem
dengan aktivitas tertentu atau keterampilan dan perasaan harga diri dan
kepercayaan diri serta persepsi keseluruhan individu dari nilai mereka yang
kegiatan yang sedang dalam proses, dan juga membantu menentukan perilaku
sehari-hari. Dapat kita simpulkan bahwa General self esteem b erkenaan dengan
penilaian individu mengenai dirinya sendiri baik hal itu menyangkut minat dan
b. Social Self-esteem
Social self-estem adalah aspek harga diri yang mengacu pada persepsi
dunia sosial. Kenyamanan merupakan hal yang penting untuk interaksi sosial.
kelompok dapat memberikan pengaruh yang kuat dalam meningkatkan self esteem
Personal Self Esteem a dalah cara melihat diri sendiri dan berkaitan erat
dengan self-image. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi cara
situasi yang menantang. Yang paling penting untuk disadari tentang personal Self
Esteem adalah bahwa hal itu berhubungan dengan bagaimana orang lain melihat
Anda. Dalam hal ini seseorang akan berada pada harmoni dengan dunia dan
orang lain di sekitarnya atau dapat sangat berbeda dari bagaimana orang lain
melihat dirinya dan sebagainya. Individu mungkin merasa salah paham dan
merasa hidup adalah pertempuran untuk membuat orang lain menghargai siapa
dirinya. Salah satu masalah terbesar orang dengan Self Esteem adalah mereka
tidak dapat menerima atau mungkin buta terhadap siapa mereka dan apa yang
mereka yakini. Sebagian besar dari kita hari ini menderitasampai batas tertentu
karena masyarakat tampaknya ingin kita untuk bersikap dan hidup dengan cara
Langkah pertama menuju Self Esteem y ang lebih tinggi adalah menjadi
jelas tentang siapa dan apa yang percaya. Ini adalah tujuan dari kesadaran diri.
perubahan positif bagi hidup dirinya, seseorang perlu menyediakan waktu untuk
adalah langkah pertama yang diperlukan dan hanya setelah langkah ini seseorang
C. Generasi Milenial
masa kini yang saat ini berusia antara 15–34 tahun.Studi tentang generasi
ternaungi (sheltered), k arena mereka lahir dari orang tua yang terdidik. Mereka
andangan
multi talented, multi language, lebih ekspresif dan eksploratif. P
karya atau kerja, memandang prestasi merupakan sesuatu yang harus dicapai,
bekerja dan belajar lebih interaktif melalui kerjasama tim, kolaborasi dan
communication gadget, dalam akses internet lebih menyukai petunjuk visual atau
gambar.
sama lain untuk berkoneksi dan kolaborasi. Terkait dengan prinsip dasar
sekaligus bagi keselarasan, harmoni dan penguasaan alam demi kemanfaatan umat
dengan sesama manusia, lebih terbuka terhadap berbagai akses informasi yang
tidak peduli tentang privasi dan bersedia untuk berbagi rincian intim tentang diri
sehari-hari.
D. Koseling kelompok
adalah proses konseling yang dilakukan dalam situasi kelompok, dimana konselor
kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal. Selain itu, menurut Prayitno
dan Amti (2008: 314), konseling kelompok adalah konseling yang terdiri dari 5 -
pemberian bantuan yang diberikan oleh guru BK atau konselor kepada klien
terhadap permasalahan yang dihadapi oleh klien dalam suatu kelompok kecil yang
Menurut Ruch (dalam Gerungan 2002: 110) kelompok adalah analisis dari
laku dalam kelompok itu adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara
masalah dari anggota kelompok, yang mana interaksi antar anggota kelompok
dalam konseling kelompok juga akan mencapai tujuan ganda, yaitu mendapat
pratikkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu tentunya menjadi upaya dalam
dibicarakan itu semua bermanfaat untuk diri peserta yang sedang mengalami
kelompok meliputi:
menyelsaikan tugas-tugas.
kehidupan kelompoknya.
d) Para anggota kelompok menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain
mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih
konstruktif.
f) Para anggota kelompok lebih berani melangkah maju dan menerima resiko
yang wajar dalam bertindak, dari pada tinggal diam dan tidak berbuat
apa-apa.
Dengan Perilaku diet pada remaja putri, menyimpulkan bahwa ada hubungan
engan
3. Transvara putri yunistika 2018 berjudul Hubungan Antara Self Esteem D
Islam Fakultas Psikologi Uin Raden Fatah Palembang, dalam penelitian ini
juga disimpul kan bahwa terdapat hubungun antara Self Esteem dengan
Dari penelitian diatas terlihat bahwa ada hubungan antara Self Esteem
Persamaan dari ketiga penelitian yang relevan diatas adalah sama- sama meneliti
tentang Self Esteem d an Body Dismorphic Disorder sedangkan Perbedaan dari
penelitian diatas adalah penelitian tersebut bukanlah penelitian eksperimen
melainkan adalah hubungan, serta tempat pengambilan populasi dan sampel
berbeda.
F. Kerangka Pikir
Dalam penelitian ini adanya perlakuan (treatment) yaitu untuk melihat sejauh
mana pengaruh latihan penguatan Self Esteem t erhadap Body Dysmorphic Remaja
Wanita.
G. Hipotesis penelitian
a. Ho = Tidak ada pengaruh latihan penguatan Self Esteem t erhadap self esteem
emaja Wanita.
siswa Body Dysmorphic Disorder R
33
A. Desain Penelitian
untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang
terkendalikan.
Desain dalam penelitian ini adalah pre eksperimental dengan desain one group
eksperimen sungguh-sungguh. Hal ini karena masih terdapat variabel luar yang
34
35
independen.Hal ini terjadikarena tidak adanya variabel kontrol dan sampel tidak
Penelitian ini menggunakan one group pretest-posttest design. Metode one group
pretest-posttest design a dalah satu kelompok tes diberikan satu perlakuan yang
subyek dikenakan dua kali pengukuran. Pengukuran yang pertama dilakukan untuk
Gambar 3.1
Keterangan:
Dengan skala di lingkungan sosial yang sama dengan pengukuran yang pertama.
1. Populasi
manusia, binatang, peristiwa atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat
dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian.
Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang
lingkup dan waktu yang kita temukan. Jadi populasi berhubungan dengan data,
bukan manusianya. Kalau setiap manusia memberikan suatu data, maka banyaknya
Populasi yang akan diambil dalam penelitian ini adalah siswi SMK Negeri 3
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil dengan
2014) kelompok yang ideal jumlah anggota antara 8-10 orang. Dengan demikian
37
sampel penelitian ini dari populasi adalah siswi yang memiliki Body Dysmorphic
rendah. Penelitian ini berbentuk studi lapangan. Jenis data yang digunakan adalah
3. Teknik Sampling
sesuai dengan ukuran sampel yang dijadikan sumber data sebenarnya, dengan
representatif (Zuriah 2009:122). Dalam hal ini pertimbangannya adalah siswa dan
sampel yang peneliti lakukan adalah dengan cara purposive random sampling,
dengan memilih siswi yang memiliki Body Dysmorphic sedang dan rendah serta
sampel yang benar-benar memenuhi kriteria yang sesuai dengan topik penelitian.
Yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah siswi SMK N 3 Kota Bengkulu
yang yang memiliki Body Dysmorphic rendah dan sedang teknik purposive random
38
Self Esteem. Untuk mengetahui jumlah sampel penelitian terhadap siswa yang
E. Prosedur Eksperimen
diberikan perlakuan yaitu latihan penguatan Self Esteem, dan post-test y ang akan
1. Tahap Persiapan
pengolahan pre-test dari populasi yang memiliki Body Dysmorphic y ang rendah
dan sedang, yang akan diberikan perlakuan latihan penguatan Self Esteem.
2. Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksaaan ini penulis terlebih dahulu akan memberikan pre-test
a. Tahap Pembentukan
2) Memimpin doa.
kegiatan.
b. Tahap Peralihan
c. Tahap Kegiatan
d. Tahap pengakhiran
diberikan.
3) Membaca do’a
4) Mengucapkan salam
40
Dismorphic yang dibahas dalam layanan yang diberikan merupakan topik yang
3) Post-test
F. Variabel Penelitian
1. Definisi konseptual
2. Devinisi operasional
Suatu perasaan tidak puas terhadap penampilan fisiknya sendiri kini sudah
menjadi fenomenal yang umumnya disebut dengan gangguan dismorfik tubuh atau
ini, peneliti menggunakan alat ukur skala body dysmorphic disorder y ang mengacu
pada pendapat Rosen (1996), yaitu dengan menggunakan empat aspek, diantaranya:
41
1. Aspek pikiran (kognitif) yaitu kecemasan terhadap tubuh dan pikiran negatif
tentang tubuh.
1. Definisi Konseptual
menilai tentang dirinya. Self esteem j uga erat kaitannya dengan Self Image (citra
diri) atau Self Worth (nilai diri). Secara tidak langsung dalam hal ini bahwa seorang
2. Definisi Operasional
Self Esteem dapat didefinisikan sebagai seberapa besar kita menyukai diri kita
Untuk melihat bagaimana tingkat self esteem p eserta didik diperlukan sebuah
pengukuran yang dilakukan. Dimensi yang digunakan untuk mengukur Self Esteem
General Self Esteem; (2) Social Self Esteem; (3) Personal Self Esteem.
42
Tabel 3.2
Jadwal Perencanaan Kegiatan
1. Observasi
pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai
berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi
43
buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan dari observasi ini untuk mengetahui
sejauh mana body dismorphic yang dimiliki oleh siswi Kota Bengkulu.
2. Angket
pernyataan yang berisi mengenai body dismorphic untuk menjaring data atau
informasi yang harus dijawab responden secara bebas sesuai dengan pendapatnya.
Pernyataan tersebut ada yang bersifat terbuka, ada yang bersifat tertutup, dan ada
juga yang berstruktur. Angket yang digunakan peneliti dalam hal ini yaitu angket
skala, yang mana memiliki 5 kriteria dalam angket tersebut, yaitu: sangat sesuai
(SS), sesuai (S), ragu-ragu (RR), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS).
Tabel 3.3
Skor Angket Self Esteem
4
Tidak Sesuai (TS) 2 Tidak Sesuai (TS)
dari komponen Body Dismorphic, k omponen Body Dismorphic terdiri atas tiga
yaitu:
selanjutnya adalah pengolahan data dan analisis data. Adapun analisis data yang
1. Uji validitas
angket atau kuesioner. Kesahihan disini mempunyai arti kuesioner atau angket yang
yang terdapat dalam kuesioner tersebut adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu. Subjek yang akan diukur dapat menggunakan uji coba instrument dengan
subjek siswi SMK Negeri 3 Kota Bengkulu, selain itu dapat pula menggunakan uji
2. Uji realibilitas
untuk digunakan dalam penelitian. Untuk menguji reabilitas angket yaitu dengan
Pengolahan data terkumpul melalui soal. Data yang telah terkumpul diolah
penelitian.
tabel pengolahan
c. Sedang :M
Keterangan :
M: Mean,
SD : Standar Deviasi.
46
2. Uji Hipotesis
Pengujian ini dilakukan pada nilai rata-rata pada tes awal (pre-test) dan
akhir (post-test) standar deviasi dan jumlah responden. Adapun rumus uji- t yang
Keterangan :
X1 : Rata-rata Pre-test
X2 : Rata-rata Post-test
k = jumlah variabel
Dari hasil hitung tersebut dikonsultasikan dengan indeks tabel t-test jika hasil
analisis lebih besar dari indeks t-test maka berarti layanan informasi dianggap dapat
47
memberikan pengaruh yaitu Self Esteem SMK Negeri 3 Kota Bengkulu. Untuk
dengan ketentuan: Ho ditolak dan Ha diterima apabila thitung lebih besar atau sama
dengan ttabel Ho diterima dan Ha ditolak apabila thitung lebih kecil dari ttabel .
DAFTAR PUSTAKA
PMulia, 2008
Hidayah, Nur & Adi, Atmoko(2014), Landasan Sosial Budaya dan Psikologi
Sosial, Malang: Gunung Samudera,
48
ahasiswa STAIN Ponorogo dengan
Lia, Amalia, Meningkatkan Self Esteem M
Pelatihan Pengenalan Diri, Jurnal Pendidikan, Ponorogo: Jurusan
Tarbiyan STAIN Ponorogo, 2014, Vol.8, No.1
Meadow, Mary Jo, Memahami Orang Lain, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006
Nurlita, Dessy & Rika Lisiswanti, Body Dysmorphic Disorder, Jurnal Kedokteran,
2016, Vol 5, No 5
ew
Phillips, K.A, Understanding Body Dysmorphic Disorder An Essential Guide, N
York: Oxford University Press, 2009
Rafli, Zainal & Ninuk Lustyantie (2016), Teori Pembelajaran Bahasa (suatu
ogyakarta: Ghudawaca
catatan singkat), Y
Rosen. J. Reiter J.C (1996), Cognitif-Behavioral Body Image Therapy For Body
Dysmorphic Disorder, A Journal in Departement Of Psychology,
University of Vermont, Burlington 05404,