Anda di halaman 1dari 22

Manajemen Ledakan Dan Kebakaran

Manajemen penanggulangan kebakaran di industry/tempat kerja

Dosen Pembimbing :Ahmad Husaini, SKM, M.Kes

DISUSUN OLEH :
Winda Senthya Mitrinas (1713201039)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU JAMBI
TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk,
kekuatan dan semangat, karena berkat karuniaNya lah sehingga penyusunan makalah yang
berjudul “manajemen penanggulangan kebakaran di industry/tempat kerja” ini dapat
terselesaikan dengan baik. Adapun penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah manajemen ledakan dan kebakaran. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat digunakan sebagai
buku pegangan dalam memberikan dalam menangani bahaya kebakaran secara terorganisir dan
terpadu dalam bertindak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Demikian makalah ini dibuat, Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami, masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk perbaikan demi tercapainya keamanan dan
keselamatan di lingkungan tempat kerja dari bahaya kebakaran. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jambi, januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................i

Daftar Isi......................................................................................................................ii

1.2 rumusan masalah.................................................................................................2

1.3 tujuan dan manfaat..............................................................................................3

Bab II Pembahasan.....................................................................................................4

2.1 Pengertian kebakaran..............................................................................................4

2.2 jenis – jenis kebakaran............................................................................................5

2.3 penyebab kebakaran di tempat kerja......................................................................6

2.4 cara menghadapi kebakaran....................................................................................8

2.5 alasan ketidakmampuan keluar gedung saat kebakaran.........................................9

2.6 manajemen kebakaran............................................................................................10

2.7 dasar hukum penanggulangan kebakaran...............................................................16

BAB III PENUTUP...................................................................................................18

3.1 Kesimpulan........................................................................................................18

3.2 Saran..................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………19

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor penting yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya
akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi
oleh suatu perusahaan ataupun instansi terkait. K3 bertujuan mencegah, mengurangi,
bahkan meniadakan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak
boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang perlu menghabiskan banyak biaya (cost)suatu instansi terkait, melainkan harus
dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang
berlimpah pada masa yang akan datang (Ima Ismara dkk, 2014). Keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam faktor ketenagakerjaan
dan sumber daya manusia. Penerapan K3 tidak semata – mata hanya menguntungkan
pihak karyawan namun juga dapat menghasilkan kinerja karyawan yang lebih produktif
sehingga memberikan keuntungan bagi perusahaan atau instansi. Oleh sebab itu,
penerapan K3 tidak hanya menjadi tanggung jawab karyawan semata, akan tetapi juga
merupakan tanggung jawab pihak instansi untuk menjamin kesehatan dan keselamatan
bersama. Keselamatan pada suatu instansi pendidikan tinggi harus didukung oleh
berbagai faktor seperti tempat belajar dan praktek yang baik, tingkat kebisingan yang
rendah, suhu ruangan yang sesuai iklim kerja, dan lain lain. Selain itu perlengkapan
keselamatan kerja pada sebuah ruangan tempat kerja praktek atau laboratorium
hendaknya dipergunakan secara optimal untuk menghindari resiko kecelakaan.
Era globalisasi membuat sektor industri mengalami kemajuan pesat yang
mendorong industri untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan efisiensi kerja.
Kemajuan tersebut dibuktikan dengan ditemukannya peralatan dan bahan-bahan baku
baru untuk menghasilkan produk-produk yang baru pula. Akan tetapi, bahan-bahan baku
dan produk yang dihasilkan dari proses produksi terkadang mengandung bahan
berbahaya yang mudah terbakar atau meledak yang apabila terjadi kesalahan sedikit saja

1
dalam penggunaan atau penanggulangannya dapat mengakibatkan bencana besar yang
menimbulkan kerugian yang sangat besar pula. Penggunaan teknologi terkini dengan
material berbahaya dan proses kerja yang kompleks, terdapat potensi bahaya yang besar
jika tidak dikelola dengan baik yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja dan
bahkan keadaan darurat. Bahaya yang perlu diperhatikan di industri adalah bahaya yang
dapat menimbulkan keadaan darurat dan mengakibatkan pekerja serta masyarakat di
sekitarnya terancam, salah satunya yaitu bahaya kebakaran. Kebakaran merupakan api
yang tidak terkendali yang dapat terjadi karena bereaksinya 3 unsur, yaitu bahan mudah
terbakar, sumber panas, dan oksigen. Jika kebakaran sudah terjadi, maka industri harus
melakukan penanggulangan yang tepat dan sesuai dengan standar atau prosedur yang
berlaku agar pekerja selamat, meminimalkan kerusakan industri, dan ancaman bahaya
bagi masyarakat sekitarnya dapat terhindar. Bahaya tersebut dapat dicegah apabila
industri memiliki kemauan dan kemampuan untuk mencegahnya. Oleh karena itu, potensi
bahaya kebakaran harus ditemukan dan diteliti, agar selanjutnya risiko yang dihasilkan
tidak berdampak besar atau bahkan dapat dicegah.
Untuk itu, makalah ini membahas tentang prinsip keselamatan dan kesehatan

kerja (K3) pada penanganan pencegahan bahaya kebakaran di industry/tempat kerja, dan

nantinya makalah ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan, pengalaman, dan

sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menerapkan

prinsip Keselamatan dan kesehatan kerja.

1.2 Rumusan masalah

1) Apa pengertian kebakaran?

2) Apa saja jenis – jenis kebakaran?

3) Apa saja penyebab kebakaran?

4) Bagaimana cara menghadapi kebakaran?

5) Apa saja alasan ketidakmampuan keluar dari gedung saat terjadi kebakaran?
6) Bagaimana system manajemen kebakaran?
7) Apa saja dasar hukum penanggulangan kebakaran?

2
1.3 Tujuan penulisan

1) Untuk mengetahui pengertian kebakaran

2) Untuk mengetahui Apa saja jenis – jenis kebakaran

3) Untuk mengetahui Apa saja penyebab kebakaran

4) Untuk mengetahui Bagaimana cara menghadapi kebakaran

5) Untuk mengetahui Apa saja alasan ketidakmampuan keluar dari gedung saat terjadi

kebakaran

6) Untuk mengetahui Bagaimana system manajemen kebakaran

7) Untuk mengetahui Apa saja dasar hukum penanggulangan kebakaran

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebakaran

Kebakaran merupakan salah satu keadaan darurat yang paling umum terjadi (OSHA,
1984). Bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial
terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap, dan gas yang
ditimbulkan (Permen PU No. 26/2008). Kebakaran juga merupakan peristiwa yang sangat
merugikan semua pihak, hal ini menimbulkan menimbulkan berbagai macam kerugian yang
bersifat ekonomi maupun non ekonomi seperti sakit, cedera, dan bahkan meninggal dunia
(Sambada dkk., 2016). Masalah bahaya kebakaran di industri sangat berbeda dengan tempat
umum atau pemukiman. Industri yang khusus mengelola bahan berbahaya memiliki tingkat
risiko kebakaran yang tinggi yang akan menimbulkan kerugian sangat besar karena menyangkut
nilai aset yang tinggi pula (Ashary dkk., 2015). Kebakaran dapat terjadi jika ketiga unsur api
(bahan bakar, sumber panas, dan oksigen) saling bereaksi satu dengan lainnya. Api akan
terbentuk dari suatu proses kimiawi antara uap bahan bakar dengan oksigen dan bantuan panas.
Kebakaran terjadi karena bertemunya tiga unsur :

1. Bahan dapat terbakar adalah semua benda yang dapat mendukung terjadinya pembakaran. Ada
tiga wujud bahan bakar, yaitu padat, cair dan gas. Untuk benda padat dan cair dibutuhkan panas
pendahuluan untuk mengubah seluruh atau sebagian darinya, ke bentuk gas agar dapat
mendukung terjadinya pembakaran.

a. Benda Padat Bahan bakar padat yang terbakar akan meninggalkan sisa berupa abu atau arang
setelah selesai terbakar. Contohnya: kayu, batu bara, plastik, gula, lemak, kertas, kulit dan lain-
lainnya.

b. Benda Cair Bahan bakar cair contohnya: bensin, cat, minyak tanah, pernis, turpentine,
lacquer, alkohol, olive oil, dan lainnya.

c. Benda Gas Bahan bakar gas contohnya: gas alam, asetilen, propan, karbon monoksida, butan,
dan lainlainnya.

4
2. Zat pembakar (O2 ) adalah dari udara, dimana dibutuhkan paling sedikit sekitar 15% volume
oksigen dalam udara agar terjadi pembakaran. Udara normal di dalam atmosfir kita mengandung
21% volume oksigen. Ada beberapa bahan bakar yang mempunyai cukup banyak kandungan
oksigen yang dapat mendukung terjadinya pembakaran

3. Panas, Sumber panas diperlukan untuk mencapai suhu penyalaan sehingga dapat mendukung
terjadinya kebakaran. Sumber panas antara lain: panas matahari, permukaan yang panas, nyala
terbuka, gesekan, reaksi kimia eksotermis, energi listrik, percikan api listrik, api las / potong, gas
yang dikompresi.

Tiga unsur di atas dapat kita ketahui bahwa api yang tidak terkontrol dapat
mengakibatkan kebakaran. Kebakaran merupakan sesuatu bencana yang disebabkan oleh api
atau pembakaran yang tidak terkawal. Menurut Permen PU RI No. 26/PRT/M/2008, bahaya
kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena
pancaran api sejak awal kebakaran hingga penjalaran api yang menimbulkan asap dan gas. Hal
ini tentunya membahayakan nyawa manusia, bangunan atau ekologi. Kebakaran bisa terjadi
secara sengaja atau tidak sengaja. Kebakaran lazimnya akan menyebabkan kerusakan atau
kemusnahan pada binaan dan kecederaan atau kematian kepada manusia. Kebaran bersumber
dari api, api memiliki filosofi saat kecil bisa dibilang teman tetapi saat sudah besar menjadi
musuh.

2.2 Jenis Jenis Kebakaran


1) Kebakaran Kelas A
Klasifikasi kebakaran kelas A adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda
padat yang mudah terbakar seperti kayu, kain, kertas, atau plastik. Kebakaran kelas A
dapat dipadamkan dengan air, pasir/tanah, APAR dry chemical, APAR foam, dan APAR
HCFC.
2) Kebakaran Kelas B

Klasifikasi kebakaran kelas B adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda cair
atau gas yang mudah terbakar seperti bensin, cat, thinner, gas LPG, dan gas LNG.
Kebakaran kelas B dapat dipadamkan dengan pasir/tanah (untuk area kebakaran yang

5
kecil), APAR dry chemical, APAR CO2 , APAR foam, dan APAR HFCF. Air tidak
boleh dipergunakan! Cairan yang terbakar akan terbawa aliran air dan menyebar.

3) Kebakaran Kelas C

Klasifikasi kebakaran kelas C adalah kebakaran yang disebabkan oleh


penggunaan komponen elektrik (listrik) seperti televisi, kulkas, instalasi listrik, dan lain
sebagainya. . Kebakaran kelas C dapat dipadamkan dengan APAR dry chemical, APAR
CO2 , dan APAR HCFC.

4) Kebakaran Kelas D

Klasifikasi kebakaran kelas D adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda


metal yang mudah terbakar seperti potassium, sodium, aluminium, dan magnesium.
Kebakaran kelas ini sangat berbahaya dan hanya dapat dipadamkan dengan APAR
sodium chloride dry powder. Air dan APAR berbahan baku air sebaiknya tidak
digunakan, karena pada kebakaran jenis logam tertentu air akan menyebabkan terjadinya
reaksi ledakan.

2.3 Penyebab kebakaran di tempat kerja

Urutan kejadian dari mulai terjadinya kebakaran hingga menjadi bencana besar dengan
banyak korban jiwa adalah sederhana. Ada tiga persyaratan dasar kebakaran bisa terjadi dan
semakin membesar:

a. Adanya bahan bakar atau bahan yang mudah terbakar;

b. Adanya sumber pemantik api; dan

c. Adanya oksigen di udara untuk mendukung pembakaran.

Kemampuan mengelola dan mengurangi risiko yang terkait dengan ketiga elemen ini akan
banyak mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran serius. Urutan kejadian yang dapat
menyebabkan kebakaran besar dapat mencakup hal-hal berikut:

 penumpukan bahan yang mudah terbakar di tempat kerja;


 pengadaan sumber pemantik api secara tidak disengaja;

6
 ketidakmampuan mendeteksi adanya kebakaran dengan cepat; dan
 ketidakmampuan mengendalikan kebakaran dan memadamkannya.

Ketidakmampuan pengusaha atau pengendali bangunan untuk mengelola kebakaran bisa


menyebabkan kematian manusia. Penyebab paling umum kebakaran besar menjadi bencana
besar bagi manusia adalah ketidakmampuan orang-orang yang terjebak di dalam bangunan untuk
keluar bangunan secara tepat waktu dan aman. Lebih banyak orang tewas dalam kebakaran
akibat menghirup asap dan gas beracun dibandingkan akibat panasnya api. Gas beracun juga
dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dalam beberapa menit, maka evakuasi tepat waktu
sangatlah penting. Waktu persisnya hal ini terjadi tergantung pada banyak faktor, tetapi
disarankan agar setiap orang di dalam sebuah bangunan harus mencapai satu tempat yang aman
atau zona terlindung dalam waktu dua hingga tiga menit setelah mengetahui adanya kebakaran
yang tidak terkendali. Berikut merupakan Penyebab kebakaran di beberapa tempat kerja:

a. Pada Bengkel

1) Korsleting Listrik / Arus pendek listrik

2) Ledakan mesin atau alat praktek maupun bahan praktek

3) Sambaran petir tanpa penangkal petir yang baik

4) Instalasi listrik yang tidak Standar Nasional Indonesia (SNI)

b. Pada Gedung

1) Korsleting Listrik / Arus pendek listrik

2) Membuang puntung rokok menyala sembarangan

3) Pembakaran sampah yang membesar tidak terkendali

4) Sambaran petir tanpa penangkal petir yang baik

5) Instalasi listrik yang tidak Standar Nasional Indonesia (SNI)

7
2.4 Cara menghadapi kebakaran di tempat kerja

Dilansir dari berbagai sumber, berikut beberapa langkah yang dapat diambil jika terjadi
kebakaran di tempat kerja.

1) Jangan Panik Saat terjadi peristiwa di luar dugaan, kepanikan hanya akan membuyarkan
konsentrasi dan mendorong munculnya kecerobohan. Rute penyelamatan atau denah
tempat kerja yang sudah lekat dalam ingatan juga bisa dihilangkan seketika oleh rasa
panik. Usahakan untuk tetap tenang dan ingat kembali denah tempat kerja atau rute
keselamatan. Biasanya denah atau rute keselamatan itu terpasang dekat tangga atau lift.
2) Matikan Peralatan Listrik Saat mendengar alarm kebakaran, jangan buru-buru
meninggalkan meja kerja. Biasanya kebakaran terjadi akibat hubungan arus pendek
listrik, sehingga sebaiknya matikan atau lepaskan peralatan listrik. kemudian amankan
dokumen yang dirasa penting.
3) Lindungi Saluran Pernapasan Saat titik kebakaran berada cukup dekat, maka asap bisa
jadi tak terhindarkan. Segera lindungi hidung dan mulut dengan tisu, tisu basah, sapu
tangan atau bisa juga atasan yang dipakai. Asap kebakaran yang terhirup bisa beraki.
Asap akan bergerak ke atas, sehingga bungkukkan badan serendah mungkin, atau
merangkaklah. Saat terjebak asap dalam kondisi ramai, tetap berada di posisi semula, tapi
tetap bungkukkan badan. Tetap tutup hidung dan mulut dan bernapas perlahan.
4) Ikuti Petunjuk Evakuasi Saat terjadi kebakaran di sebuah gedung, akan ada pengeras
yang memberikan petunjuk arah untuk penghuni gedung. Namun jika tidak ada, ikuti
petunjuk arah evakuasi yang biasa terpasang di dinding. Satu hal yang harus diperhatikan
adalah jangan keluar dari gedung menggunaan lift karena dikhawatirkan dapat berhenti
mendadak saat kondisi darurat. Selain terjebak di dalam lift, orang juga dapat mengalami
gangguan saraf akibat lift yang berhenti mendadak. Dalam situasi seperti ini, disarankan
untuk menggunakan tangga darurat.
5) Jangan Sampai Terjebak di Keramaian Penyebab banyaknya korban kebakaran biasanya
karena penghuni gedung yang fokus pada satu akses keluar gedung. Penghuni gedung
berdesakan dan terlanjur menghirup asap kemudian pingsan. Sebaiknya jika terjebak
keramaian, usahakan mencari jalan lain, bisa dengan ke ujung ruangan, lorong atau
tangga. Kalau memungkinkan, orang dapat keluar lewat jendela, dengan catatan jika

8
posisi jendela tak terlalu tinggi dari tanah. Untuk mengatasi rasa cemas akibat ketinggian,
coba duduk di kerangka jendela. Dorong tubuh perlahan dengan kedua tangan, jaga agar
tubuh tidak tegang. Usahakan untuk mendarat dengan kedua kaki dan lutut jangan
terkunci.
2.5 Alasan ketidakmampuan untuk keluar tepat waktu dari bangunan saat kebakaran

Alasan ketidakmampuan untuk keluar tepat waktu dari bangunan bisa mencakup
kondisi atau praktik yang tidak aman seperti berikut ini:

1) Rancangan bangunan yang buruk


Kurangnya penyediaan rute penyelamatan diri dari kebakaran dalam rancangan
bangunan. Ini bisa mengakibatkan jalan buntu yang panjang di dalam bangunan sehingga
jika terjadi kebakaran di antara area tersebut dan pintu keluar satu-satunya, orang-orang
yang terjebak di dalamnya tidak memiliki sarana penyelamatan. Seringkali rute
penyelamatan diri saat kebakaran hanya tersedia di lantai dasar sebuah bangunan, dan
jika kebakaran berkobar di bawah yang menjadi satu-satunya jalan turun dari lantai atas,
pekerja mungkin terjebak oleh api yang menyala. Rute penyelamatan diri dari kebakaran
yang mungkin tidak memadai untuk jumlah pekerja dan tamu di bangunan tersebut,
menyebabkan ketidakmampuan untuk menyelamatkan diri secara efektif dari bangunan
tersebut.
2) Hambatan rute penyelamatan diri dari kebakaran
Gudang dan fasilitas penyimpanan seringkali diisi terlalu banyak barang atau
berisi bahan-bahan yang tidak terdistribusi dengan baik, yang mengakibatkan hambatan
rute penyelamatan diri dari kebakaran. Penguncian pintu keluar sebagai langkah untuk
meningkatkan keamanan dapat mengakibatkan ketidakmampuan membuka rute keluar
dan menyebabkan orang-orang terjebak di jalan buntu di dalam bangunan yang terbakar.
3) Tidak adanya sistem peringatan dini jika terjadi kebakaran
Sistem peringatan dini saat kebakaran. misalnya detektor asap, detektor panas
atau detektor api memberikan cara yang efektif untuk mendeteksi kebakaran dengan
cepat demi melaksanakan tindakan pengendalian yang tepat waktu. Bila memungkinkan,
detektor-detektor tersebut harus terhubung dengan sebuah sistem alarm evakuasi
independen yang berbunyi cukup keras sehingga semua pekerja dapat mendengar sinyal

9
jika terjadi keadaan darurat. Tidak adanya atau tidak berfungsinya sistem dan peralatan
untuk mendeteksi adanya kebakaran dan untuk memberikan peringatan dini dapat
menyebabkan keterlambatan signifikan dalam penyelamatan diri dan evakuasi sebuah
bangunan.
4) Tidak adanya prosedur darurat
Tidak adanya prosedur darurat, tidak adanya pelatihan tentang prosedur tersebut
dan tidak adanya praktik rutin prosedur tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat
menyebabkan keterlambatan dalam evakuasi sebuah bangunan.
2.6 Manajemen Kebakaran
Manajemen kebakaran dilaksanakan dalam tiga tahapan yang dimulai dari
pencegahan, penanggulangan kebakaran, dan rehabilitasinya. Pencegahan dilakukan
sebelum kebakaran terjadi (pra kebakaran), penanggulangan saat kejadian, dan
rehabilitasi dijalankan setelah kebakaran (pasca kebakaran) (Ramli, 2010) sistem
manajemen kebakaran di industry/tempat kerja adalah sebagai berikut:

1. Program Pra Kebakaran

a. Kebijakan Manajemen.
Harus adanya Program pengendalian dan penanggulangan kebakaran di
setiap industry/tempat kerja
b. Organisasi dan Prosedur.
Kemampuan bagi semua orang untuk mengevakuasi bangunan secara tepat
waktu adalah persyaratan pengendalian yang sangat penting. Perlu ada rute
penyelamatan diri dari kebakaran yang ditetapkan dalam dua arah berlawanan dari
setiap ruang kerja dan area istirahat. Kamar tertutup boleh memiliki satu pintu
keluar (misalnya kantor) sepanjang pintu terbuka ke rute pintu keluar. Semua rute
penyelamatan diri dari kebakaran harus ditandai, sebaiknya dengan cat lantai
kuning dan harus memiliki lebar minimal 70 cm dan bebas dari hambatan. Lantai
atas di bangunan harus dibangun dengan dua tangga terpisah, sebaiknya di ujung
berbeda dalam bangunan tersebut. Bila memungkinkan, tangga ini harus tertutup
dalam bangunan yang terlindungi untuk menghambat masuknya api. Bila
memungkinkan, rute penyelamatan diri dari kebakaran harus diterangi dengan

10
lampu darurat. Semua rute penyelamatan diri harus membawa ke arah keluar dari
bangunan dan menuju ke tempat yang aman. Semua rute penyelamatan diri dari
kebakaran harus diperiksa setiap minggu untuk memastikan bahwa rute tersebut
tidak terhambat dan pintu penyelamatan diri dapat dibuka dengan mudah. Jika
pengusaha merasa perlu untuk mengunci pintu penyelamatan diri karena alasan
keamanan, maka pintu tersebut harus dilengkapi dengan kunci pemecah kaca,
pelepas tuas dorong atau dikunci dengan kunci yang anak kunci atau
mekanismenya mudah diakses di bagian dalam pintu. Semua pekerja harus diberi
instruksi dan pelatihan tentang prosedur penyelamatan diri dari kebakaran .
Prosedur penyelamatan diri dari kebakaran harus menjadi unsur utama K3 dalam
pelatihan induksi pekerja. Secara rutin, semua pekerja harus mengikuti latihan
penyelamatan diri dari kebakaran. Latihan ini harus diawasi oleh Manajer
Kebakaran dan perbaikan atau tindakan koreksi selanjutnya dilakukan jika perlu.
Pekerja harus diberi instruksi dan informasi mengenai metode alternatif untuk
mengevakuasi sebuah bangunan jika rute penyelamatan diri tidak dapat diakses.
Ini mungkin melibatkan penggunaan kapak untuk memecah dinding atau
penghalang. Pekerja juga harus diberi instruksi tentang praktik merayap bila
bangunan dipenuhi asap.
c. Identifikasi Bahaya Kebakaran.

Penyediaan detektor yang terhubung dengan sistem alarm dan peringatan


adalah penting dalam identifikasi cepat mengenai adanya kebakaran. Deteksi
kebakaran bisa didapatkan dengan menggunakan berbagai peralatan bertenaga
baterai atau listrik yang dapat mengidentifikasi adanya asap, panas atau cahaya
yang berkedip-kedip. Peralatan dan perangkat ini perlu diperiksa dan diuji secara
rutin. Lokasi dan distribusinya sangat penting. Keberadaan perangkat tersebut
sangat penting terutama di semua area bangunan tempat bahan-bahan mudah
terbakar disimpan.

d. Pembinaan dan Pelatihan


Pembinaan dan Pelatihan terhadap Tim Pemadam Kebakaran yang merupakan
unsur penting dalam sistem manajemen kebakaran harus maksimal. Pekerja harus diberi

11
pelatihan formal mengenai prosedur keadaan darurat dan proses manajemen kebakaran
sebagai bagian dari pelatihan induksi mereka. Pekerja harus diberi pelatihan penyegaran
secara rutin. Semua tamu harus diberi instruksi dan informasi saat datang ke bangunan
tersebut tentang sistem peringatan alarm kebakaran, rute evakuasi dan titik berkumpul
saat kebakaran. Informasi ini bisa diberikan di atas kartu untuk tamu.
e. Sistem Proteksi Kebakaran.

Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung merupakan sistem yang terdiri atas
peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada
bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif
maupun caracara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya
terhadap bahaya kebakaran. Persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan
gedung dan lingkungan Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.26/PRT/M/2008 bahwa pengelolaan proteksi kebakaran adalah upaya mencegah
terjadinya kebakaran atau meluasnya kebakaran ke ruangan-ruangan ataupun lantai-lantai
bangunan, termasuk ke bangunan lainnya melalui eliminasi ataupun meminimalisasi
risiko bahaya kebakaran, pengaturan zona-zona yang berpotensi menimbulkan kebakaran,
serta kesiapan dan kesiagaan sistem proteksi aktif maupun pasif. Sistem proteksi
kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem
pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran
berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam
kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR (alat pemadam api ringan) dan pemadam
khusus. Penempatan APAR harus tampak jelas, mencolok, mudah dijangkau dan siap
digunakan setiap saat, serta perawatan dan pengecekan APAR secara periodik.
Pemasangan sprinkler (menggunakan air) dan bonpet (menggunakan gas) pada
tempattempat yang terbuka dan strategis dalam ruangan juga secara aktif akan membantu
dalam menanggulangi kebakaran., karena air atau gas akan langsung memadamkan api.
Selain itu, juga dilengkapi dengan instalasi alarm kebakaran untuk memberi tanda jika
terjadi kebakaran. Bangunan dengan ruangan yang dipisahkan dengan kompartemenisasi,
hidran yang dibutuhkan adalah dua buah per 800 m2 dan penempatannya harus pada
posisi yang berjauhan. Selain itu untuk pada bangunan yang dilengkapi hidran harus
terdapat personil (penghuni) yang terlatih untuk mengatasi kebakaran di dalam bangunan.

12
Sistem proteksi kebakaran pasif merupakan sistem proteksi kebakaran yang terbentuk
atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan komponen struktur bangunan,
kompartemenisasi atau pemisahan bangunan berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api,
serta perlindungan terhadap bukaan. Sedangkan kompartemensasi merupakan usaha
untuk mencegah penjalaran kebakaran dengan cara membatasi api dengan dinding, lantai,
kolom, balok yang tahan terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas bangunan
gedung. Sistem proteksi pasif berperan dalam pengaturan pemakaian bahan bangunan
dan interior bangunan dalam upaya meminimasi intensitas kebakaran serta menunjang
terhadap tersedianya sarana jalan keluar (exit) aman kebakaran untuk proses evakuasi.
Sarana exit merupakan bagian dari sebuah sarana jalan keluar yang dipisahkan dari
tempat lainnya dalam bangunan gedung oleh konstruksi atau peralatan untuk
menyediakan lintasan jalan yang diproteksi menuju eksit pelepasan. Sebuah gedung harus
memiliki standar keselamatan yang memadahi. Berbagai ancaman bisa terjadi kapanpun
saja. Sehingga gedung perlu dirancang untuk dapat bertahan terhadap berbagai bencana
yaitu dengan melengkapi gedung tersebut dengan fasilitas-fasilitas / peralatan guna
menghadapi segala kemungkinan terjadinya bencana. Salah satu fasilitas yang harus ada
dalam sebuah gedung adalah alat pemadam kebakaran. Alat pemadam kebakaran gedung
mengantisipasi kebakaran dalam sebuah gedung, ada tiga jenis alat pemadam kebakaran
yaitu alat pemadam api ringan (APAR), instalasi pemadam kebakaran dan pemadaman
oleh dinas pemadam kebakaran. Berikut ini Macam-macam alat pemadam kebakaran
gedung :

1) Kain basah, kain basah merupakan sarana alternatif yang sangat bermanfaat untuk
memadamkan api secara cepat dan mudah, kain basah bisa menjadi solusi untuk
melakukan pemadaman awal. Yang tentunya jika api masih berlanjut berkobar kita
harus mencari alat pemadam kebakaran yang lebih memadahi. Kain basah juga dapat
kita gunakan sebagai pelindung tubuh dari panas serta melindungi diri dari api
dengan cara menutup tubuh dengan kain basah dan menyisakan mata untuk mencari
jalan keluar.
2) APAR merupakan tabung yang berfungsi untuk mecegah atau membantu
memadamkan api. Dan juga merupakan perangkat portable yang mampu
mengeluarkan air, busa, gas, atau bahan lainnya yang mampu memadamkan api.

13
APAR dilengkapi dengan berbagai sparepart seperti valve, tube, levers, pressure
gauge, hose, nozzle, sabuk tabung, pin pengaman, bracket, dan media atau isi tabung
seperti dry chemical powder, carbon dioxide (CO 2 ), Foam AFFF (Aqueous Film
Forming Foam), dan hydrochlorofluorocarbon (HCFC).
3) Rambu – rambu pencegah kebakaran, contohnya rambu larangan merokok, area
khusus merokok, jalur evakuasi kebakaran dll. fungsinya cukup besar dalam
mencegah adanya bahaya kebakaran.
4) Hydrant Box, ber fungsinya hampir sama dengan tabung APAR namun volume
airnya lebih besar, hydrant box biasa diletakan didalam maupun diluar gedung.
Perlengkapan dari hydrant box ini adalah :
a. Sebuah connector + stop valve ukuran 1,5
b. Sebuah connector + stop valve ukuran 2,5
c. 1 roll hydrant hose dengan panjang minimal 30 meter
d. Sebuah nozzle
e. 1 unit break glass fire alarm
f. 1 unit alarm bell
g. 1 unit emergency phone socket
h. 1 unit lampu indikator
5) Pipa sprinkler, adalah instalasi pipa pemadam kebakaran yang selalu berisi air
penuh sebagai persiapan jika sewaktu-waktu diperlukan.
6) Dinas pemadam kebakaran, ini adalah langkah terakhir untuk melawan si jago
merah yang sedang mengepakan sayapnya.
f. Inspeksi Kebakaran .
Inspeksi peralatan pemadam kebakaran harus dilakukan secara berkala
g. Pengendalian Bahaya Kebakaran.
Harus adanya langkah - langkah preventif untuk menghindarkan atau
menekan risiko kebakaran, dengan melakukan evaluasi dan survei yang dilakukan di
dalam dan di luar gedung dalam menghadapi kesiapsiagaan terhadap bencana
kebakaran. Hasil temuan-temuan tersebut dicantumkan dalam bentuk tabel untuk
memudahkan dalam menganalisa tingkat kerentanannya guna menentukan langkah
atau kebijakan selanjutnya. Peralatan pemadam kebakaran harus dipilih dan

14
diletakkan seefektif mungkin. Manajer Kebakaran harus memastikan bahwa faktor-
faktor berikut dipertimbangkan dalam rencana pemadaman kebakaran:
 peralatan pemadam kebakaran yang benar disesuaikan dengan jenis kebakaran;
 peralatan pemadam kebakaran diletakkan di pintu keluar bangunan sehingga
peralatan tersebut bisa diakses dari posisi yang aman;
 peralatan pemadam kebakaran terpasang dengan benar dalam posisi yang tidak
terhalang dan ditandai;
 pekerja dipilih dan dilatih menggunakan alat pemadam; penggunaan alat
pemadam, untuk tujuan apa pun, harus dengan pemberitahuan kepada Manajer
Kebakaran; dan
 alat pemadam kebakaran harus diperiksa setiap minggu untuk memastikan alat
tersebut diletakkan dengan benar dan terisi penuh untuk digunakan.
Semua pekerja terkait harus diberi instruksi dan dilatih tentang penggunaan
peralatan pemadam kebakaran yang benar dan tentang cara yang benar memadamkan
api secara aman. Pelaporan tepat waktu kepada atasan dan departemen pemadam
kebakaran sangat penting untuk pengendalian kebakaran dan penyelamatan pekerja
yang terjebak dalam kebakaran. Nomor kontak darurat harus ditampilkan dengan jelas
di tempat kerja dan sarana untuk melakukan kontak tersebut harus tersedia! Penyebaran
api harus dibatasi dengan pemasangan ‘Pintu Api’ di koridor dan di antara area
bangunan yang luas. Pintu api akan memperlambat laju penyebaran api sehingga
memungkinkan pekerja memiliki lebih banyak waktu untuk mengevakuasi bangunan

2. Program Saat Bencana Kebakaran.

Apabila kebakaran tidak bisa dicegah dan akhirnya tidak terkendali maka langkah
penting yang harus dilakukan adalah menyatakan kondisi Tanggap Darurat yang merupakan
serangkaian kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda serta dokumen penting
lainnya ketempat yang lebih aman, melalui peta mitigasi bencana kebakaran di industry/tempat
kerja.

3. Program Pasca Kebakaran.

1) Rehabilitasi dan rekonstruksi.

15
Kegiatan pemulihan kembali pada korban harus segera dilaksanakan, demikian
juga dengan material yang mengalami kerusakan harus segera diperbaiki atau diganti.

2) Penyelidikan dan Pelaporan.


Harus adanya penetapan prosedur dan pelaporan kepada pihak terkait yang
dibakukan.
3) Audit Kebakaran.

harus adanya checklist tentang audit kebakaran di saetiap industry/tempat kerja,


dengan tujuan untuk melihat dan mengevaluasi kesesuaian sistem manajemen kebakaran
dengan ketentuan atau standar yang berlaku.

2.7 Dasar hukum penanggulanggan kebakaran

Beberapa hal yang mendasar khususnya yang berkaitan langsung dengan


penanggulangan kebakaran adalah:

1) UU nomor 1 tahun 1970 tentang


a. Tujuan K3 pada umumnya termasuk masalah penanggulangan kebakaran yaitu :
bertujuan melindungi tenaga kerja dan orang lain aset dan lingkungan masyarakat
b. Syarat-syarat keselamatan kerja Pasal
2) Pasal 3 ayat (1) huruf
a. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
b. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya
c. Mengendalikan penyebaran panas, asap dan gas Pasal 9 ayat (3) Pengurus
diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada
dibawah pimpinannya dalam pencegahan kebakaran dan pemberantasan
kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja pula, dalam
pemberian pertolongan pertama Pada kecelakaan.
3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep 186/MEN/1999 tentang penanggulangan
kebakaran ditempat kerja.
4) Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins 1l1M/BW1997 tentang pengawasan khusus
K3 penanggulangan kebakaran.

16
5) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per 02/MEN/1983 tentang instalasi alarm
kebakatan automatic.
6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI No. Per 04/MENIl980 tentang
syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan. 53
7) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 04/MENIl988 tentang berlakunya Standar
Nasional Indonesia SNI 225-1987 mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia
(PUlL 1987) di tempat kerja.
8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. per 02/MEN/1989 tentang pengawasan instalasi
penangkal petir.
9) Peraturan khusus EE mengenai syarat-syarat keselamatan kerja dimana diolah, disimpan
atau dikerjakan bahan-bahan mudah terbakar. Mengacu dari undang – undang kebijakan
di lingkungan kampus juga menyelaraskan kebijakan dari peraturan undang - undang

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manajemen kebakaran dilaksanakan dalam tiga tahapan yang dimulai dari

pencegahan, penanggulangan kebakaran, dan rehabilitasinya. Pencegahan dilakukan

sebelum kebakaran terjadi (pra kebakaran), penanggulangan saat kejadian, dan

rehabilitasi dijalankan setelah kebakaran (pasca kebakaran) (Ramli, 2010). Manajemen

risiko kebakaran merupakan tanggung jawab mendasar bagi setiap pengusaha. Bagi

banyak pengusaha ini mungkin persyaratan utama K3 mereka. Kebakaran yang serius

bisa menghancurkan bisnis, tapi bisa juga mengakibatkan kematian banyak orang yang

tidak bersalah. Pengelolaan kebakaran yang efektif merupakan sebuah proses bertahap.

Tahap-tahapnya bersifat logis dan langkah-langkah kecil dapat secara efektif mengurangi

risiko. Kerjasama erat antara pekerja, pengusaha dan pemerintah sangat penting untuk

keberhasilan pencegahan dan pengendalian kebakaran di tempat kerja.

3.2 Saran
Setiap industry / tempat kerja harus menerapkan system manajemen

penanggulangan bencana kebakaran dengan baik agar tehindar dari bahaya kebakaran,

harus ada koordinasi yang baik antara pihak perusahaan dan pekerja untuk menjalankan

system manajemen penanggulangan kebakaran agar terhindar dari bahaya yang ada.

18
DAFTAR PUSTAKA

Krisyanto, A. 2012. Evaluasi sistem manajemen kebakaran gedung rektorat universitas brawijaya
(lt 1 sd lt 4). 1(1):19-23

Lubis, Z, M, Dkk. 2019. Analisis penerapan sistem tanggap darurat kebakaran di pt x. Jurnal
teknik lingkungan. 2(2):70-77

Saputra. N, Saputri.CW. 2018. Analisis manejemen pencegahan dan penanggulangan kebakaran


di puskesmas cipayung jakarta timur. Jurnal kesehatan masyarakat. 8(1):18-26

K. IMA ISMAR. 2019. Pedoman k3 kebakaran. Yogyakarta. Tim Karakter K3 Universitas


negeri Yogyakarta

International Labour Organization 2018. 2018. Indonesia. Manajemen Risiko Kebakaran

Yuliani HR. 2018. Keselamatan dan kesehatan kerja. Yogyakarta. Cv budi utama

Kowara, R.A., Tri, M., Analisis Sistem Proteksi Kebakaran Sebagai Upaya Pencegahan dan

Penanggulangan Kebakaran (Studi di PT. PJB UP Brantas Malang). Jurnal Manajemen

Kesehatan. Vol.3, No.1, Hal. 70-85

19

Anda mungkin juga menyukai