Anda di halaman 1dari 2

Madihin (berasal dari kata madah dalam bahasa Arab yang berarti "nasihat",

tetapi bisa juga berarti "pujian") adalah sebuah genre puisi dari suku Banjar. Puisi
rakyat anonimbergenre Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar di Kalsel
saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat
dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar.

Sejarah
Asal mula adanya kesenian madihin sulit untuk dipastikan, namun ada yang
berpendapat bahwa :
1. Madihin berasal dari Hindia sebab madihin dipengaruhi oleh syair dan
gendang tradisional dari Semenajung Malaka.
2. Madihin berasal dari Tawia Kec. Angkinang Kab. H.S.S, dari kampung Tawia
inilah madihin tersebar luas hingga luar daerah. Salah
satu pemadihinan yang terkenal adalah almarhum Dullah Nyangnyang.
3. Madihin bersal dari Kec. Paringin (sekarang Kabupaten Balangan)
Kalimanatan Selatan.
Jadi siapa pencipta madihin dan asal pencipta tersebut belum diketahui secara
nyata, yang jelas madihin berbahasa Banjar ini berarti penciptannya pun berasal
dari orang Banjar. Madihin sudah ada setelah Islam menyebar di Kalimantan
Selatan sekitar 1800 an, diperkirakan kesenian madihin ini dipengaruhi oleh
kasidah atau rebana oleh sebab itu memiliki kemiripan antara satu sama lain

Masih menurut Ganie (2006), Madihin merupakan pengembangan lebih lanjut


dari pantun berkait. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah.
Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 4 baris. Pola formulaik persajakannya
merujuk kepada pola sajak akhir vertikal a/a/a/a, a/a/b/b atau a/b/a/b. Semua
baris dalam setiap baitnya berstatus isi (tidak ada yang berstatus sampiran
sebagaimana halnya dalam pantun Banjar) dan semua baitnya saling berkaitan
secara tematis.
Madihin merupakan genre/jenis puisi rakyat anonim berbahasa Banjar yang
bertipe hiburan. Madihin dituturkan di depan publik dengan cara dihapalkan
(tidak boleh membaca teks) oleh 1 orang, 2 orang, atau 4 orang seniman Madihin
(bahasa Banjar Pamadihinan). Anggraini Antemas (dalam
Majalah Warnasari Jakarta, 1981) memperkirakan tradisi penuturan Madihin
(bahasa Banjar : Bamadihinan) sudah ada sejak masuknya agama Islam ke
wilayah Kerajaan Banjar pada tahun 1526.
Biasanya, kesenian madihin dimainkan pada malam hari, namun pada masa
sekarang juga dapat lakukan di siang hari sesuai permintaan. Madihin biasanya
dimainkan selama 1 sampai 2 jam. Jika dahulu madihin biasa dilakukan di tempat
terbuka, seperti halaman atau lapangan yang luas, dengan panggung ukuran 4x3
meter, sekarang madihin sering dipertunjukkan di dalam gedung pertunjukan.

Penyajian
Cara penyajian kesenian madihin menggunakan irama dan melodi tertentu yang
diselingi unsur humoris, dan diiringi oleh terbang. Sedangkan terbang juga
dimainkan dengan pola pukulan atau motif-motif tertentu pula. Irama lagu
madihin sudah mempunyai bentuk yang baku, artinya didaerah manapun di
Kabupaten Indragiri Hilir, kesenian madihin disajikan dengan irama dan motif
pukulan terbang yang relatif sama. Bahkan pamadihin yang diundang untuk
tampil di daerah lain orangnya masih seniman yang sama. Artinya cara
membawakanya masih berpedoman dan bersandar pada bentuk penyajian
kesenian madihin di daerah aslinya di Banjarmasin, yang membedakan hanyalah
karakteristik dialek dari individu masing-masing senimanya

Anda mungkin juga menyukai