Anda di halaman 1dari 21

LAPSUS

ACS + SVT + SYOK CARDIOGENIK


Disusun untuk memenuhi syarat kelengkapan program dokter internsip

Disusun oleh:
dr. Widya Ramadhanti

Pembimbing:
dr. Trinandika Ardhana, Sp.JP

Pendamping:
dr. Alberti Shintya Sari

RSU WONOLANGAN KABUPATEN PROBOLINGGO


JAWA TIMUR
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wb. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
Rahmat, Taufik, dan HidayahNya. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
penulis sampaikan kepada dr. Trinandika Ardhana, Sp.JP selaku dosen pembimbing
klinik, dan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulisan laporan
kasus mengenai “ACS+SVT+SYOK KARDIOGENIK” ini dapat diselesaikan dengan
lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kekurangan di dalamnya. Kritik dan saran guna penyempurnaan penyusunan
laporan kasus ini sangat penulis harapkan, sehingga nantinya bisa memberikan hasil
akhir yang lebih baik.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Probolinggo, Februari 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infark miokard kronik merupakan kematian sel miokard yang berkembang


oleh karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot
jantung. Infark miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner. Terjadinya
trombus disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan
trombus dan trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri
yang oklusi dan aliran darah kolateral.

Gagal Jantung (HF) adalah komplikasi yang sering terjadi akibat miokard
infark (MI). Beberapa faktor, seperti iskemia miokard berulang, ukuran infark,
ventricular remodeling, komplikasi mekanik, dapat terlihat dari disfungsi sistolik
ventrikel kiri dengan atau tanpa gejala klinik HF setelah MI.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa risiko gagal jantung post-MI lebih


tinggi pada pasien yang lebih tua, perempuan, dan orang-orang dengan riwayat
penyakit jantung atau diabetes melitus. Prediktor awal gagal jantung adalah usia tua,
diabetes melitus, dan gejala jantung sebelumnya, sementara prediktor gagal jantung
adanya riwayat hipertensi, jenis kelamin laki-laki, takikardi, dan peningkatan serum
creatine phosphokinase.

European Society of Cardiology (ESC) mewakili beberapa kota dengan


populasi lebih dari 900 juta, dengan 10 juta pasien menderita gagal jantung.. pasien
dengan disfungsi miokardial sistolik tanpa gejala dari gagal jantung. Prognosa dari
gagal jantung adalah buruk jika permasalahannya tidak dapat diatasi. Setengah pasien
yang didiagnosa gagal jantung dapat meninggal + 4 tahun. Dan pada pasien dengan
gagal jantung sedang >50% akan meninggal + 1 tahun. Banyak pasien gagal jantung
mempunyai gejala dan PLVEF (Preserved Left Ventricular Ejection Fraction).
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Ny. T
Umur : 71 tahun
Alamat : Kedungdalem-Dringu
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Menikah
Tanggal periksa : 20 September 2019
No RM : 19012XXX

2.2 Anamnesis
autoanamnesis
Keluhan utama : nyeri dada sebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak + 1 minggu yang
lalu. Nyeri yang dirasakan hilang timbul, lamanya sekitar 30 menit, seperti tertimpa
beban atau terjepit. Nyeri dada menjalar ke punggung dan lengan kiri, nyeri timbul
ketika aktivitas dan berkurang ketika istirahat. Pasien juga mengeluhkan mudah ngos-
ngosan ketika berjalan + 200 m. Pasien juga mengeluh sesak ketika malam hari, kaki
kanan terasa nyeri, berkeringat dingin. Mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB (+),
BAK (+).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Penyakit jantung (-), Alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
Hipertensi (-), asma (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), DM (-), alergi
obat/makanan (-).
Riwayat Pengobatan
Berobat ke dokter umum  keluhan tetap
Riwayat Kebiasaan
- Gorengan (+)
- Merokok (-)
- Minum kopi (+)
- Minum alkohol (-)
- Jamu (+)jamu warung
- Olah raga (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Tampak lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan cukup.
2. Tanda Vital
Tensi : 200/110 mmHg
Nadi : 81 x / menit, regular
Pernafasan : 24 x /menit
Suhu : 36,5 oC
3. Kulit
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (+), atrofi m.
temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah /bells
palsy (-).
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-), kaku (-).
11. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider nevi (-),
pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas: SIC II Para Sternalis line Sinistra
batas kanan atas : SIC II Para Sternalis line Dextra
batas kiri bawah : SIC V Mid Clavicula line sinistra
batas kanan bawah : SIC IV Para Sternalis line Dextra
Auskultasi: S1S2 tunggal, irama gallop (-), murmur (-)

Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-), wheezing
-/-
Dinamis (depan dan belakang)
Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-), wheezing
-/-
12. Abdomen
Inspeksi : perut tampak mendatar, tidak ada pembesaran hepar dan lien
Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
13. Ektremitas
Akral dingin Edema
- -
- -
-
- -

14. Sistem genetalia: dalam batas normal.

3 DIAGNOSIS BANDING
1. IMA
2. HF

2.4 Pemeriksaan Penunjang


EKG
Interpretasi Hasil EKG:
Irama asinus rithm dan tampak gelombang T inverse di lead II, dan aVF, V5-V6 yang
menandakan adanya iskemi inferior lateral. Adanya ST elevasi di lead V1-V2 yang
menunjukkan iskemia yang septal. Jumlah R dan S V1 dan V6 adalah 55 mm/detik
yang menunjukkan adanya LVH.
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 13,6 11,7-15,5
Ht 48,4 34-50
Leukosit 16,600 3,6-11,0
Trombosit 463.000 150-440
Eritrosit 5,38 3,8-5,20

MCV 90,0 80-100


MCH 25,3 28-34
MCHC 28,1 32-36

GDA 137 <200


Kolesterol Total 269 <200
Trigliserida 102 <150

BUN 11,8 10.0-20.0


Kreatinin Darah 0,64 0.60-1.10

Natrium Darah 134,5 135-145


Kalium Darah 3.80 3,5-5,5
Clorida Darah 95,6 85-168

Troponin 1 Neg <0,01

2.5 Resume
Anamnesa: nyeri dada sebelah kiri sejak + 1 minggu yang lalu, ngos-ngosan ketika
berjalan + 500 m, sesak, kaki kanan terasa nyeri, berkeringat dingin.
Pemeriksaan Fisik: tensi 140/90 mmHg, nadi 87 x / menit, reguler, pernafasan 24
x /menit, suhu 36,5 oC.
Pemeriksaan EKG menunjukkan T inverse di lead II, dan aVF serta lead V5-V6,
tampak ST elevasi di lead V1-V2 yang menunjukkan iskemia yang septal
dan LVH.
2.6 Diagnosis Kerja
IMA Inferolateral + HF + LVH
2.7 Penatalaksanaan
1. Nonfarmakologi
a. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya
b. Diet rendah lemak dan garam
c. Life style

2. Farmakologi
 IVFD Hidromal 7 tpm
 Inj. Furosemide 3x1
 Inj. Furamin 2x1
 Inj. Esomeprazole 2x1
 Inj. Diviti 1x1
 ISDN 2x5mg
 Concir 1x2,5mg
 Atorvastatin 0-0-20mg
 Aspilet 1x80mg
 Clopidogrel 1x75 mg
 Angintris MR 2x1
 Q-ten 2x100mg
 Proclozam 0-010mg

2.8 Follow Up
Tanggal S O A P
20/09/201 nyeri dada (+), ngos- KU : cukup, GCS 456 IMA Inferolateral +  IVFD Hidromal 7
ngosan (+), sesak (+) tpm
9 Tensi: 200/110 mmHg HF + LVH
 Inj. Furosemide 3x1
Nadi: 81x / menit, regular  Inj. Furamin 2x1
Pernafasan: 24 x /menit  Inj. Esomeprazole
2x1
Suhu : 36,5 oC  Inj. Diviti 1x1
Mata : cekung (-),  ISDN 2x5mg
 Concir 1x2,5mg
CPA(-/-), SI (-/-)  Atorvastatin 0-0-
Telinga : dbn 20mg
 Aspilet 1x80mg
Hidung : dbn
 Clopidogrel 1x75
Mulut : kering (-) mg
 Angintris MR 2x1
Leher : dbn
 Q-ten 2x100mg
Thorax : BJ I-II regular  Proclozam 0-010mg
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Peristaltik (+)
normal, Nyeri tekan
epigastrium (-)
Ektremitas : akral hangat
(+/+) / (+/+)
21/09/201 nyeri dada (+), ngos- KU : cukup, GCS 456 IMA Inferolateral +  IVFD Hidromal 7
ngosan (-), sesak (-) tpm
9 Tensi: 189/110 mmHg HF + LVH
 Inj. Furosemide 3x1
Nadi: 84x / menit, regular  Inj. Furamin 2x1
Pernafasan: 240x /menit  Inj. Esomeprazole
2x1
Suhu : 36oC  Inj. Diviti 1x1
Mata : cekung (-),  ISDN 2x5mg
CPA(-/-), SI (-/-)  Concir 1x2,5mg
Telinga : dbn  Atorvastatin 0-0-
20mg
Hidung : dbn  Aspilet 1x80mg
Mulut : kering (-)  Clopidogrel 1x75
mg
Leher : dbn  Angintris MR 2x1
Thorax : BJ I-II regular  Q-ten 2x100mg
 Proclozam 0-010mg
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Peristaltik (+)
normal, Nyeri tekan
epigastrium (-)
Ektremitas : akral hangat
(+/+) / (+/+)
22/09/201 nyeri dada (-), ngos- KU : cukup, GCS 456 IMA Inferolateral +  IVFD Hidromal 7
ngosan (-), sesak (-) tpm
9 Tensi: 180/104 mmHg HF + LVH
 Inj. Furosemide 3x1
Nadi: 83x / menit, regular  Inj. Furamin 2x1
Pernafasan: 20 x /menit  Inj. Esomeprazole
2x1
Suhu : 36,8 oC  Inj. Diviti 1x1
Mata : cekung (-),  ISDN 2x5mg
 Concir 1x2,5mg
CPA(-/-), SI (-/-)  Atorvastatin 0-0-
Telinga : dbn 20mg
 Aspilet 1x80mg
Hidung : dbn
 Clopidogrel 1x75
Mulut : kering (-) mg
 Angintris MR 2x1
Leher : dbn
 Q-ten 2x100mg
Thorax : BJ I-II regular  Proclozam 0-010mg
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Peristaltik (+)
normal, Nyeri tekan
epigastrium (-)
Ektremitas : akral hangat
(+/+) / (+/+)
23/09/201 nyeri dada (-), ngos- KU : cukup, GCS 456 IMA Inferolateral +  KRS
ngosan (), sesak (-) HF + LVH  Furosemide 1x1
9 Tensi: 150/90 mmHg
 Lansoprazole 1x1
Nadi: 81x / menit, regular  ISDN 2x5mg
Pernafasan: 20 x /menit  Concir 1x2,5mg
 Atorvastatin 0-0-
Suhu : 36,5 oC 20mg
 Aspilet 1x80mg
Mata : cekung (-),
 Clopidogrel 1x75
CPA(-/-), SI (-/-) mg
Telinga : dbn  Angintris MR 2x1
 Q-ten 2x100mg
Hidung : dbn
Mulut : kering (-)
Leher : dbn
Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Peristaltik (+)
normal, Nyeri tekan
epigastrium (-)
Ektremitas : akral hangat
(+/+) / (+/+)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Infark Miokard adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang berkepanjangan
yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard.
Iskemia sendiri merupakan suatu keadaan transisi dan reversible pada miokard akibat
ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan miokard yang menyebabkan
hipoksia miokard
Gagal Jantung (HF) adalah komplikasi yang sering terjadi akibat miokard infark
(MI). Beberapa faktor, seperti iskemia miokard berulang, ukuran infark, ventricular
remodeling, komplikasi mekanik, dapat terlihat dari disfungsi sistolik ventrikel kiri
dengan atau tanpa gejala klinik HF setelah MI.1
3.2 Epidemiologi
Prevalensi gagal jantung + 2-3% dari populasi pada umum > 45 tahun. Dalam satu
tahun nilai mortalitas 30-40%. Pada penelitian EuroHeart Faiure 9% dari pasien UK
meninggal selama penanganan, dan bisa bertahan selama 12 minggu. Insidensi dan
nilai dari perawatan rumah sakit denga gagal jantung meningkat cepat dan dapat
dilihat dari usia, rata-rata usia pasien dengan gagal jantung di UK adalah + 75 tahun.
3.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab IMA akibat adanya penyumbatan ini, terjadi gangguan pasokan suplai
energi kimiawi ke otot jantung (miokard), sehingga terjadilah gangguan
keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa risiko gagal jantung post-MI lebih tinggi
dalam pasien yang lebih tua, dan orang-orang dengan riwayat penyakit jantung dan
diabetes melitus. Prediktor awal gagal jantung pada usia tua, diabetes melitus, atau
gejala jantung sebelumnya, sementara prediktor gagal jantung adanya riwayat
hipertensi, jenis kelamin, takikardi, dan peningkatan serum creatine phosphokinase.
3.4 Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang dapat dijumpai adalah, sesak nafas, mudah lelah, tetapi
gejala ini sulit untuk diinterpretasikan, khususnya pada pasien usia lanjut, obesitas
dan pada perempuan. Kelelahan dapat meliputi cardiac output yang menurun,
hipoperfusi perifer. Edema perifer, peningkatan tekanan vena dan hepatomegali
merupakan tanda karakteristik dari kongesti vena sistemik.
Patofisiologi MI dengan Gagal Jantung
MI akan dapat mempengaruhi fungsi ventrikel: ventrikel yang sehat dapat
menjadi disfungsi secara cepat akibat iskemi miokard yang luas dan nekrosis
sebagian. Disfungsi pompa pada periode infarct dapat berlangsung lama karena
stunning miokard atau aritmia. Penyebab utama gagal jantung setelah MI pada
hampir semua pasien adalah banyaknya jumlah nekrosis miokard dengan remodeling
ventrikel.

Remodeling ventrikel meliputi penipisan dinding ventrikel pada area infark,


dilatasi ruang ventrikel, dan kompensasi hipertrofi dengan pemanjangan miokard
non-infark. Pada intinya, tujuan remodeling menjaga stroke volume dan fungsi
pompa pada ventrikel kiri tetapi semakin lama dapat berubah menjadi maladaptive,
yang menyebabkan peningkatan wall stress dan kebutuhan oksigen, fibrosis
interstisial, penurunan kontraktilitas dan gagal jantung. Remodeling berhubungan dan
menyebabkan stimulasi neurohormonal. Proses remodeling berlangsung secara cepat
pada periode post-infark.
3.5 Diagnosa
a) Anamnesis: pada anamnesa pasien mengeluhkan adanya sesak nafas dan sering
terbangun ketika malam hari karena merasa sesak, mudah lelah, dan adanya
nyeri dada yang menjalar ke punggung, leher ataupun lengan
b) Pemeriksaan Fisik
 Dinilai dari keadaan umum pasien, biasanya pasien datang dengan
keadaan pasien tampak lemas
 Pada palpasi didapatkan hasil dalam batas normal
 Pada perkusi biasanya didapatkan batas jantung paru menyempit
c) Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi: gelombang Q patologis yang menunjukkan adanya LVH
yang menyebabkan disfungsi miokard. Gelombang QRS >120 ms dapat
menunjukkan adanya disfungsi kardium.
2. Chest X-ray merupakan salah satu diagnose penunjang pada gagal jantung.
Dengan tujuan untuk melihat adanya kardiomegali dan kengesti pulmonal,
tetapi ini hanya memberikan nilai prediktif dalam tanda dan gejala klinis
pada abnormal ECG.
3. Pemeriksaan hematologi dan biokimia darah: meliputi darah lengkap (Hb,
leukosit dan platelet), serum elektrolit, gula darah, faal hepar dan urinalisa.
4. Natrium peptide: apabila menunjukkan adanya peningkatan maka dapat
menunjukkan adanya disfungsi diastolik. Keadaan lain pada abnormalitas
kardium bisa dikarenakan elevasi serum natrium peptide yang meliputi
adanya hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi katup jantung, akut atau kronik
iskemia atau hipertensi dan emboli pulmonal.
5. Echokardiografi: untuk menilai fungsi ventrikel yaitu ejeksi fraksi ventrikel
kiri (LVEF) untuk membedakan pasien dengan disfungsi kardium diastolik.
3.6 Penatalaksanaan
Pengobatan yang terbaik untuk HF setelah MI adalah blokade neurohormonal.
Terapi farmakologi menghambat rennin angiotensin aldosteron dan sistem syaraf
simpatik telah dievaluasi secara klinik dalam jumlah besar post MI. β-blockers, ACE
inhibitors, dan reseptor angiotensin II blockers (ARB) untuk menurunkan
remodelling ventrikel kiri dan untuk menurunkan mortalitas post-MI.
Non Farmakologi
1. Monitoring BB
2. Diet: sodium  mengontrol konsumsi garam pada makanan. Cairan 
control jumlah cairan yang masuk pada pasien dengan atau tanpa
hiponatremia.
3. Olahraga: olahraga akan memperbaiki fungsi otot skeletal dan kapasitas
fungsional. Olahraga dapat dilakukan pada pasien stage II-III.
Farmakologi
Angiotensin-converting enzyme inhibitors
Merupakan lini pertama pada pasien dengan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri
yang menunjukkan adanya penurunan ejeksi fraksi <40-45% dengan atau tanpa
gejala.
ACE-inhibitors pada disfungsi ventrikel kiri asimptomatik
Asimptomatik pasien dengan disfungsi sitolik ventrikel kiri harus diterapi dengan
ACE-inhibitors untuk menghambat atau mencegah berkembangnya gagal jantung.
ACE-inhibitor juga menurunkan resiko infark miokard dan sudden death.
ACE-inhibitors pada gagal jantung simptomatik
 Semua pasien dengan gagal jantung simptomatik dikarenakan oleh disfungsi
sistolik ventrikel kiri
 ACE-inhibitor dapat memperbaiki dan mempertahankan, gejala, fungsi
kapasitas dan menurunkan angka perawatan pasien gagal jantung sedang dan
berat dan disfungsi sistolik ventrikel kiri
 Diberikan dengan diuretic pada pasien dengan retensi cairan
 Kontraindikasi pada pasien dengan stenosis arteri renal bilateral dan
angioedema.
Diuretik
 Diuretic diberikan untuk pengobatan simptomatik ketika adanya kelebihan
cairan dan adanya kongesti pulmonal atau edema perifer. Penggunaan diuretic
dapat memberikan respon cepat pada dyspnoea dan meningkatkan toleransi
aktivitas.
 Diuretic selalu dikombinasikan dengan ACE-inhibitor dan beta-blockers.
 Diuretic hemat potassium diberika pada pasien hipokalemi atau gagal jantung
berat dan dikombinasikan dengan ACE-inhibitor dan spironolakton dosis
rendah.
 Pembeberian diuretic hemat potassium harus selalu memantau serum kreatinin
dan potassium.
Beta-adrenoreseptor antagonist
 Beta-bloker harus dipertimbangkan untuk pengobatan pada semua pasien
gagal jantung ringan, sedang dan berat dengan iskemi atau non iskemi
kardiomiopati dan penurunan LVEF pada pengobatan standart, meliputi
diuretic dan ACE-inhibitor.
Aldosterone receptor antagonists

 Dapat diberikan pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri dan tanda
dari gagal jantung atau DM untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas.
Angiotensin II receptors blockers
 Dapat diberikan sebagai alternative dari ACE-inhibitor pada pasien
asimptomatik yang intoleransi terhadap ACE-inhibitors.
 ARBs dan ACE memiliki efikasi yang sama pada CHF terhadap mortalitas
dan morbiditas.

Cardiac glycosides
 Indikasi pada atrial fibrilasi.
 Digoxin tidak memiliki efek pada mortalitas tapi bias mengurangi angka
perawatan, pasien dengan gagal jantung karena disfungsi sistolik dan sinus
rithm diobati dengan ACE, beta bloker diuretic dan pasien dengan gagal
jantung berat diberikan spironolakton.
 Kontraindikasi pemberian glikosida meliputi bradikadi, AV blok kedua dan
ketiga, sindrom sinus karotis, sindrom wolff-parkinson-white, hipertrofi
obstruksi kardiomiopati, hipokalemia dan hiperkalamia.
 Dosis digoxn yang dpat diberikan 0,125-0,25 mg per oral jika serum kreatinin
dalam batas normal
Vasodilator agents in chronic heart failure
 Pemberian obat ini tidak spesifik pada CHF tetapi dapat digunakan sebagai
terapi adjuvant angina
 Pada kasus intoeransi ARBs dan ACE, kombinasi hydralazine/nitrat dapat
diberikan untuk mengurangi mortalitas dan meningkatkan kualitas hidup
 Nitrat bias diberikan untuk pengobatan angina atau dispneu.
Positive inotropic therapy
 Pengulangan atau pemanjangan pengobatan dengan agen inotropik oral untuk
akan meningkatkan mortalitas dan tidak direkomendasikan pada CHF.
 Pemberian inotropik secara intravena dapat diberikan pada pasien dengan
gagal jantung derajat sedang dengan tanda dari penyumbatan kedua paru dan
hipoperfusi bilateral.
 Levosimendan memiliki efek yang bermanfaat pada gejala dan fungsi organ.
Anti-thrombotic agents
 Pada CHF dengan atrial fibrilasi, tromboembolitik, thrombus ventrikel kiri.
 Post-miokard infark, seperti aspirin atau anti koagulan oral direkomendasikan
sebagai profilaksis kedua.
 Aspirin harus diperhatikan pada pasien dengan perawatan yang memburuk
karena berpotensi akan menyebabkan komplikasi perdarahan.

Anda mungkin juga menyukai