Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Protein dan logam alkali kuat yang terkandung dalam biji kelor (Moringa Oleifera) dapat bersifat sebagai
polielektrolit dan kutub positif yang dapat mengikat koloid dalam air buangan
Khasanah U 2008
Hasil penelitian hidayat 2003 tentang efektifitas bioflokulan biji kelor dalam proses pengolahan limbah
cair industry pulp dan kertas dengan parameter yang diamati yaitu waktu pengendapan, nilai warna,
nilai kekeruhan, TSS, BOD dan COD. Hasil penelitian menunjukan bahwa biji kelor dengan konsentrasi
1500 ppm mampu mengendapkan flok limbah cair industry pulp dan kertas dalam waktu 8 menit 20
detik dengan efektifitas warna 69,79, nilai kekeruhan 91,47 %, TSS 18,45%, COD 75%, dan BOD 81,49 %
(Hidayat 2003)
Tujuan:
Batasan:
Biji kelormerupakan bagian dari tanaman kelor yang memiliki protein dengan konsentrasi yang
tinggi. Protein biji kelor penting untuk diketahui dalam proses penjernihan air, protein inilah yang
berperan sebagai koagulan partikel-partikel penyebab kekeruhan. Protein tersebut adalah
polielektrilit kationik. Pollieloktrolit membantu koagulasi dengan menetralkan muatan-muatan
partikel koloid, tetapi polielektrolit bermuatan sama sebagaimana koloid juga digunakan sebagai
koagulan dengan menjembatani antar partikel.hidayat 2006 menyatakan bahwa biji kelor dapat
dijadikan sebagai bahan penjernih air dengan cara adsorpsi dan membuat jembatan antar partikel.
Ndabigengesere (1995:708) menyatakan bahwa mekanisme koagulasi biji kelor didominasi oleh
proses adsobsi dan penetralan muatan.
Berdasarkan penelitian hidayat 2006 diketahui protein biji kelor yang tidak dikupas kulit bijinya
mengandung separuh bagian dibandingkan dengan prostein dari bagian biji saja, oleh karena itu jika
digunakan sebagai koagulan maka sebaiknya kulit iji dikupas terlebih dahulu.
Rancangan penelitian:
Bahan:
Limbah cair RS, biji kelor yang sudah tua, HCL 0,01 N, akuades, indicator phenolphthalein, reagen
ammonium molibdat, NAOH 0,1 N, kalium persulfat, SnCl2, gliserol, dan H2SO4 0,1 N.
Alat: spektrofotometer HACH 4000, pH meter 3310 Jenway, hot plate, stirrer, dan neraca analitik.
Prosedur penelitian
Hasil pembahasan:
Pemberian biji kelor menyebakan penurunan pH menjadi lebih asam hal ini dikarenakan adanya gugus
karboksil asam amino dalam biji kelor yang melepaskan ion H+ dalam suasana asam. Katayon 2004
menyatakan bahwa penurunan pH yang relative kecil terjadi setelah proses koagulasi biji kelor antara pH
6.5-7.0. hal ini dikarenakan ion hydrogen H+ dari asam lemah pada biji kelor yang seimbang dengan ion
hidroksida pada sampel.
Alat: unit modul membrane ultrafiltrasi, pressure gauge, pompa diafragma, motor pengaduk, gelas piala
2000 ml, gelas piala 100 ml, kertas saring, timbangan analitik, corong, gelas ukur100 ml, pH meter, TDS
meter, ayakan 60 dan 100 mesh, botol sampel 1000 Ml, dan stopwatch.
Prosedur penelitian
1. Pembuatan biokoagulan
Biji kelor yang diperoleh dijemur sampai cukup kering dan siblander sampai halus. Bubuk biji
kelor yang terbentuk disaring menggunakan ayakan 60 mesh dan 100 mesh untuk mendapatkan
ukuran bubuk biji kelor (100t bubuk biji kelor d60) mesh. Bubuk koagulan yang diperoleh
kemudian disisihkan dan disimpan untuk dipergunakan pada proses penangan air payau. Setiap
biji kelor tersebut ditambahkan aquades 1ml dan diaduk hingga menjadi pasta.
2. Koagulasi flokulasi
Air payau yang diambil terlebih dahulu diuji kadar warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS
dan pH. Setelah kondisi awal air payau diperoleh, maka dilanjukan dengan proses penanganan
awal menggunakan koagulan biji kelor dengan variasi 250mg/l air payau, 350mg/l air payau, dan
450mg/l air payau. Masing ± masing sampel akan dilakukan pengadukan cepat selama 2 menit
dengan kecepatan pengadukan 200rpm dan dilanjutkan dengan pengadukan lambat selama 5
menit dengan kecepatan pengadukan 60rpm. Setelah proses koagulasi dan flokulasi selesai
larutan kemudian didiamkan selama 15 menit. Sampel air payau yang telah dilakukan proses
koagulasi-flokulasi akan membentuk 2 lapisan, lapisan atas berupa air yang berwarna bening
sedangkan lapisan bawah berupa air keruh yang berisi endapan/flok. Kemudian air payau
dipisahkan dari endapan/flok menggunakan kertas saring. Sampel yang telah melewati proses
koagulasi-flukulasi dianalisa kembali untuk mengetahui kadar warna, klorida, kesadahan, zat
organik, TDS dan pH.
Hasil pembahasan:
Hasil analisa yang ditampilkan pada Tabel 3.1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar
warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS, pH, besi, mangan, nitrat, tembaga, seng dan sulfat
setelah dilakukan proses koagulasi-flokulasi dengan menggunakan koagulan biji kelor. Massa
koagulan biji kelor 350mg dengan waktu pengendapan selama 15 menit mampu menurunkan
parameter air payau terbaik dibandingkan massa biji kelor 250mg dan 450mg. Pada penelitian
Sri (2010), konsentrasi maksimum koagulan biji kelor dalam menyisihkan beban pencemar
didapatkan pada massa 250mg dan waktu pengendapan 10 menit menggunakan air gambut.
Pada penelitian Rusdi dkk (2014) konsentrasi maksimum dalam me-removal di dapatkan pada
konsentrasi 200ppm dan waktu pengendapan 12 menit menggunakan air waduk krenceng,
sehingga konsentrasi maksimum biji kelor untuk masing-masing bahan baku yang diumpankan
berbedabeda. Hal ini disebabkan apabila konsentrasi koagulan maksimum telah tercapai, maka
larutan akan stabil dan mampu membentuk flok yang padat. Konsentrasi koagulan yang
berlebihan maupun yang kurang dapat menurunkan efisiensi penyisihan padatan. Massa
koagulan yang melebihi konsentrasi koagulan maksimum tidak lagi memperbesar ukuran flok,
karena flok sudah berada pada kondisi jenuh. Efektifitas koagulasi-flokulasi karena Flok-flok yang
berukuran besar akan terurai kembali menjadi partikel-partikel kecil yang sulit mengendap
(Rizal, 2013). Ketika pembentukan flok sudah maksimal, flok-flok tersebut akan mengendap ke
dasar gelas piala dan membentuk dua lapisan, yaitu pada lapisan atas berupa air payau jernih
dan lapisan bawah berupa endapan flok yang mengendap pada dasar gelas piala. Endapan flok
kemudian dipisahkan dari air payau dengan bantuan kertas saring. Hal ini yang membuat kadar
polutan di dalam air payau setelah proses koagulasiflokulasi lebih kecil dari pada sebelum proses
koagulasi-flokulasi (Rizal, 2013). Namun banyak parameter dengan penambahan koagulan biji
kelor pada proses koagulasi-flokulasi belum memenuhi syarat baku mutu air minum peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 492/ MenKes/ PER/ IV/ 2010. Air payau yang telah melalui proses
koagulasi-flokulai pada massa koagulan biji kelor 350mg selanjutnya akan dilewatkan ke dalam
membran ultrafiltrasi untuk diproses lebih lanjut.
Prihatin 2014
Tujuan:
1. Mengetahui konsentrasi terbaik koagulan ekstrak larutan NACL biji kelor tanpa lemak
melalui konsterasi terbaik sebagai koagulan
2. Mengetahui variasi pH sampel optimum terhadap pengaruh parameter kekeruhan dan Ph
sebagai koagulan
Alat: seperangkat alat nephelometric, pH meter, seperangkat ekstraksi soxhlet, alat kjeldahl,
spektrofotometri FTIR, botol plastic sampel, cawan penguap, pipet volume 25 ml, oven, beker
glas 100 mL, labu ukur 50 mL, Erlenmeyer 100 ml dan 250 ml, gelas ukur 50 ml, 100 ml dan 150
ml, hot plate, mikro pipet, buret 50 ml, labu ukur 100 ml
Bahan: biji kelor, sampel air, aquades, tissue, Nacl, BSA, petroleum-ether, H2SO4, NaOH, reagen
lowry A, reagen Lowry B, tablet kjeldahl, reagen nessler, asam trikloroasetat (TCA).
Rancangan penelitian:
Penelitian ini dilakukan melalui pengujian eksperimental di laboratorium. Sampel yang diambil
adalah air sungai bengawan solo yang ditampung oleh pusdiklat migas dan biji kelor sebagai
bahan koagulannya. Tahap pertama yang dilakukan adalah preparasi sampel kemudian
preparasi sampel koagulan, dilanjutkan dengan penentuan kadar air sampel basah dan sampel
kering dari sampel koagulan.kemudian serbuk sampel dieksttraksi soxhlet dengan pelarut 170 ml
petroleum eter, suhu 30 C sampai diperoleh filtrate yang pucat. Kemudiam sampel sebelum dan
sesudah soxhlet di analisis kadar lemak dengan metode soxhletasi dan proteinnya dengan
metode kjedahl-nessler.
Tahap penelitian:
- Preparasi sampel
- Analisis kadar air
- Preparasi koagulasi kelor
- Percobaan koagulasi
- Analisis FTIR
- Analisis data
Prosedur penelitian
Sampel air baku yang digunakan adalah air sungai bengawan solo diambil menggunakan alat yang telah
tersedia (botol plastic sampel dan gayung dengan pegangan panjang). Botol dan gayung dibilas dengan
air sampel sampai minimal tiga kali pembilasan. Air sampel diambil dengan gayung dan dimasukan
dalam botol platik. Kemudian botol yang telah terisi ditutup kembali dan diletakkan dilemari pendingin
dengan suhu 4 C ± 2 C (Clesceri, et al., 1998).
Hasil pembahasan:
Baca semua