A. Hakikat Drama
Drama adalah genre (jenis) sastra yang menggambarkan gerak kehidupan manusia.
Istilah untuk drama di masa penjajahan Belanda di Indonesia disebut tonil. Tonil
kemudian diganti dengan istilah play yang dikembangkan oleh PKG Mangku VII. Drama
berasal dari kode dalam bahasa Jawa dan wara. Sandi berarti rahasia, sementara wara
(warah) berarti mengajar. Maka istilah menyiratkan ajaran teater yang dilakukan oleh
simbol.
Moulton, Drama adalah kisah hidup digambarkan dalam bentuk gerak (disajikan
langsung dalam tindakan).
Balthazar Vallhagen, Drama adalah seni yang menggambarkan alam dan sifat manusia
dalam gerakan.
Ferdinand Brunetierre, Menurutnya, drama harus melahirkan keinginan oleh aksi atau
gerakan.
Budianta dkk (2002), Drama adalah genre sastra yang menunjukkan penampilan fisik
secara lisan setiap percakapan atau dialog antara pemimpin di sana.
Drama sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu draomai yang berarti berbuat, bertindak,
dan sebagainya. Kata drama dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau tindakan.
Secara umum, pengertian drama merupakan suatu karya sastra yang ditulis dalam bentuk
dialog dan dengan maksud dipertunjukkan oleh aktor. Pementasan naskah drama dapat
dikenal dengan istilah teater. Drama juga dapat dikatakan sebagai cerita yang
diperagakan di panggung dan berdasarkan sebuah naskah.
B. Jenis-jenis Drama
4. Bentuk-bentuk lain
a. Drama baca, naska drama yang hanya cocok untuk dibaca, bukan dipentaskan.
b. Drama borjuis, drama yang bertema tentang kehidupan kaum bangsawan (muncul
abad ke-18).
c. Drama domestik, drama yang menceritakan kehidupan rakyat biasa.
d. Drama duka, yaitu drama yang khusus menggambarkan kejatuhan atau
keruntuhan tokoh utama
e. Drama liturgis, yaitu drama yang pementasannya digabungkan dengan upacara
kebaktian gereja (di Abad Pertengahan).
f. Drama satu babak, yaitu lakon yang terdiri dari satu babak, berpusat pada satu
tema dengan sejumlah kecil pemeran gaya, latar, serta pengaluran yang ringkas.
g. Drama rakyat, yaitu drama yang timbul dan berkembang sesuai dengan festival
rakyat yang ada (terutama di pedesaan).
D. Struktur Drama
1. Tema, tema merupakan gagasan sentral yang menjadi dasar disusunya atau dibuatnya
drama;
2. Plot atau alur, merupakan jalinan cerita dari awal sampai akhir cerita. Jalinan cerita ini
berupa jalannya cerita dalam drama yang berupa permasalahan, konflik, klimaks cerita
atau permasalahan, dan akhir atau penyelesaian permasalahan;
3. Penokohan dan perwatakan, penokohan atau perwatakan merupakan jati diri seorang
tokoh. Apakan seoarang tokoh itu baik, jahat, buruk, pendengki atau memiliki watak
lainya. Perwatakan atau penokohan dalam pementasan drama dapat dilihat secara
langsung oleh penonton pementasan tersebut dari sikap, ucapan, tingkah laku, suara serta
tingkah laku lainya.
Namun secara teori, drama sendiri mengungkapkan penokohan atau perwatakan yang
dimiliki seorang tokoh yang dilakukan secara eksplisit dan implisit. Eksplisit dari
pendapat atau komentar tokoh lain dalam cerita, dan implisit dari tingkah polah tokoh itu
sendiri;
4. Dialog, dialog atau percakapan merupakan unsur utama yang membedakan drama
dengan cerita lain. Dialog dalam drama merupakan dialog yang digunaknan dalam
kehidupan sehari-hari sesuai hakikat drama yang merupkan tiruan kehidupan masyarakat.
Dialog merupakan hal yang sangat vital bagi sukses tidaknya sebuah drama yang
dipentaskan, apabila pemeran tokoh dapat menyampaikan dialog dengan penuh
penghayatan niscaya keindahan dan tujuan pementasan dapat tercapai;
5. Setting, setting merupakan latar terjadinya cerita. Setting meliputi setting waktu, setting
waktu tempat, dan setting ruang;
6. Amanat, merupakan pesan yang hendak disampaikan pengarang lewar drama yang
diciptakan. Amanat sebuah drama dapat kita ketahui setelah kita mengapresiasi drama
tersebut;
7. Petunjuk teknis, petunjuk teknis merupakan petunjuk mementaskan atau
mengaudiovisualkan naskah drama. Petunjuk teknis juga biasa disebut teks samping;
8. Drama sebagai interpretasi kehidupan, unsur ini bukan merupakan unsur fisik
melainkan lebih pada unsur ide atau pandangan dasar dalam menyusun drama yang
merupakan tiruan kehidupan manusia atau miniature kehidupan manusia yang
dipentaskan.
2. Naskah drama. Adalah bahan pokok pementasan. Secara garis besar naskah drama dapat
berbentuk tragedi (tentang kesedihan dan kemalangan), dan komedi (tentang lelucon dan
tingka laku konyol), serta disajikan secara realis (mendekati kenyataan yang sebenarnya
dalam pementasan, baik dalam bahasa, pakaian, dan tata panggungnya, serta secara
simbolik (dalam pementasannnya tidak
perlu mirip apa yang sebenarnya terjadi dalam realita, biasanya dibuat puitis, dibumdui
musik-koor-tarian, dan panggung kosong tanpa hiasan yang melukiskan suatu realitas,
misalnya drama karya Putu Wijaya. Naskah yang telah dipilih harus dicerna atau diolah,
bahkan mungkin diubah, ditambah atau dikurangi disinkronkan dengan tujuan
pementasan tafsiran sutradara, situasi pentas, kerabat kerja, peralatan, dan penonton yang
dibayangkannya.
3. Setelah naskah, faktor sutradara memegang peranan yang penting. Sutradara inilah yang
bertugas mengkoordinasikan lalu lintas pementasan agar pementasannya berhasil. Ia
bertugas membuat/mencari naskah drama, mencari pemeran, kerabat kerja, penyandang
dana (produsen), dan dapat mensikapi calon penonton.
4. Pemeran inilah yang harus menafsirkan perwatakan tokoh yang diperankannya. Memang
sutradaralah yang menentukannya, tetapi tanpa kepiawaian dalam mewujudkan
pemeranannya, konsep peran yang telah digariskan sutradara berdasarkan naskah,
hasilnya akan sia-sia belaka.
5. Secara garis besar variasi panggung dapat dibedakan menjadi dua kategori. Pertama,
panggung yang dipergunakan sebagai pertunjukan sepenuhnya, sehingga semua penonton
dapat mengamati pementasan secara keseluruhan dari luar panggung. Kedua, panggung
berbentuk arena, sehingga memungkinkan pemain berada di sekitar penonton.
7. Bunyi (sound effect). Bunyi ini memegang peran penting. Bunyi dapat diusahakan secara
langsung (orkestra, band, gamelan, dsb), tetapi juga dapat lewat perekaman yang jauh
hari sudah disiapkan oleh awak pentas yang bertanggung jawab mengurusnya.
8. Sering disebut kostm (costume), adalah pakaian yang dikenakan para pemain untuk
membantu pemeran dalam menampilkan perwatakan tokoh yang diperankannya. Dengan
melihat kostum yang dikenakannya para penonton secara langsung dapat menerka profesi
tokoh yang ditampilkan di panggung (dokter, perawat, tentara, petani, dsb),
kedudukannya (rakyat jelata, punggawa, atau raja), dan sifat sang tokoh trendi, ceroboh,
atau cermat).
9. Berkat rias yang baik, seorang gadis berumur 18 tahun dapat berubah wajah seakan-akan
menjadi seorang nenek-nenek. Dapat juga wajah tampan dapat dipermak menjadi tokoh
yang tampak kejam dan jelek. Semua itu diusahakan untuk lebih membantu para pemeran
untuk membawakan perwatakan tokoh sesuai dengan yang diinginkan naskah dan tafsiran
sutradara.
10. Penonton. Dalam setiap pementasan faktor penonton perlu dipikirkan juga. Jika drama
yang dipentaskan untuk para siswa sekolah sendiri, faktor mpenonton tidak begitu
merisaukan. Apabila terjadi kekeliruan, mereka akan memaafkan, memaklumi, dan jika
pun mengkritik nadanya akan lebih bersahabat.
Akan tetapi, dalam pementasan untuk umum, hal seperti tersebut di atas tidak akan
terjadi. Oleh karena itu, jauh sebelum pementasan sutradara harus mengadakan survei
perihal calon penonton. Jika penontonnya ”ganas” awak pentas harus diberi tahu, agar
lebih siap, dan tidak mengecewakan para penonton.
2. Tim kedua adalah tim pementasan. Yang dimaksud tim pementasan adalah sekelompok
orang yang bertugas menyajikan karya seni (drama) untuk ditonton. Tim pementasan
terdiri dari sutradara, penulis naskah, tim artistik, tim tata rias, tim kostum, tim lighting,
dan aktor.
Sebenarnya tim pementasan ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu tim on stage (di atas
panggung) atau aktor, dan tim behind stage (belakang panggung). Kedua tim ini memiliki
peran yang sama dalam mensukseskan pertunjukan/pementasan.
3. Pertama-tama kita bahas dulu tim pementasan beserta tugas dan kewenangannya.
a. Seperti kita ketahui bersama, sutradara adalah pimpinan pementasan. Ia bertugas
melakukan casting (memilih pemain sesuai peran dalam naskah), mengatur akting
para aktor, dan mengatur kru lain dalam mendukung pementasan. Pada dasarnya
seorang sutradara berkuasa mutlak sekaligus bertanggung jawab mutlak atas
pementasan.
e. Penata Rias dan Busana. Tugas utama penata rias dan busana adalah mewujudkan
rias dan kostum para aktor sesuai dengan karakter tokoh yang dituntut oleh
sutradara. Biasanya, penata rias dan busana berkoordinasi erat dengan sutradara.
f. Penata Suara. Tugas utama penata suara adalah mewujudkan sound effect yang
mendukung pementasan. Bersama dengan penata busana, penata panggung, dan
penata cahaya, penata suara menciptakan latar yang mendukung pementasan.
Jelas bahwa prasyarat untuk menjadi penata suara adalah memiliki kemampuan
mengelola soundsistem dan soundeffect.
g. Tugas utama aktor adalah memerankan tokoh yang ditugaskan kepadanya oleh
sutradara.