1. Definisi Skizofrenia
menunjukan emosi dan berprilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial
(Keliat, 2006).
2. Etiologi Skizofrenia
Penyebab pasti dari skizofrenia masih belum jelas. Konsensus umum saat ini
adalah bahwa gangguan ini disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara
a. Predisposisi genetika
berbagai gen penelitian telah berfokus pada kromosom 6, 13, 18 dan 22.
resiko terjangkit skizofrenia bila gangguan ini berada dalam keluarga adalah
sebagi berikut :
2. Kedua orang tua terkena penyakit ini risiko 35% sampai 39%.
4. Atrofi serebri.
b. perkembangan saraf
pada awal gestasi berperan dalam manifestasi akhir dari skizofrenia. Faktor-
otak (CT, MRI dan PET) telah menunjukan adanya abnormalitas pada
1. Teori perkembangan
2. Teori keluarga
(Nursalam, 2009).
kebenarannya.
b) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
e) Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu dan serba hebat.
terhadap dirinya.
a) Alam perasaan (afek) tumpul dan datar ini dapat terlihat dari wajah yang
b) Menarik diri atau mengasingkan, tidak mau bergaul atau kontak dengan
g) Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif,
tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton serta tidak
al., 2009).
b. Hipotesis dopaminergik.
HT yang lebih tinggi. Hal ini juga berkaitan dengan adanya peningkatan
5. Jenis-Jenis Skizofrenia
1. Skizofrenia Residual
Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala skizofrenia yang tidak begitu
menonjol. Misalnya alam perasaan yang tumpul dan mendatar serta tidak
serasi (inappropriate), penarikan diri dari pergaulan sosial, tingkah laku yang
eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak rasional atau pelonggaran asosiasi
2. Skizofrenia Katatonik
3. Skizofrenia Hebefrenik
percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar/tidak tepat,
penampilan diri. Awitan biasanya terjadi sebelum usia 25 tahun dan dapat
bersifat kronis. Perilaku regresif dengan interaksi sosial dan kontak dengan
4. Skizofrenia Paranoid
yang ditandai dengan perilaku klien regresi dan primitif, afek yang
perubahan afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai
III 2001).
sering ditemukan:
a. Faktor Predisposisi
berlebihan.
lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum
afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau
ketolol-tololan.
sendiri.
Bilirubin meningkat
Kelainan transmisi neurotransmiter (terutama dopamin) di otak
Olanzapine Klorpromazine
Antipsikosis atipikal (olanzapine,
risperidone)
Kreatinin meningkat
Menganggu klirens antipsikotik
Peningkatan aktivitas lipolisis hormonal
Gangguan ginjal
Sehingga konsentrasi dalam plasma meningkat
Peningkatan asam lemak yang
dibawa ke hati
Meningkatkan risiko jejas hati (SGOT dan
SGPT meningkat)
Peningkatan produksi dan jumlah
trigliserida dalam hati
Peningkatan trigliserida
FORMULIR PEMANTAUAN TERAPI OBAT
PTO – 1. SUBJEKTIF
A. IDENTITAS PASIEN
TGL LAHIR / UMUR : 12-03-1986/29
TANGGAL MRS : 26/02/17
th
NAMA : Tn. AS BB/TB/LPT : / /
NO. RM : xxxxxxxxxxx JENIS KELAMIN : (Laki-laki / Perempuan)
R. RAWAT : Adenium ALERGI OBAT :
NAMA DPJP : dr. HK, Sp.KJ TANGGAL KRS :
KONDISI KHUSUS :
KELUHAN UTAMA :
Mengamuk
DIAGNOSIS DOKTER:
Aksis I : skizofrenia hebefrenik
Aksis II : belum ada diagnosis
Aksis III : Acute Kidney Injury stage I, Hipokalsemia et causa intake kurang, Dyslipidemia,
Post laparoskopi kolistektomi (POD #5)
Aksis IV : masalah primary support group, Masalah hubungan interpersonal, Masalah
pekerjaan Aksis V : Global assessment of functioning scale 60-51
Riwayat penyakit Riwayat dirawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat 3 tahun yang
terdahulu lalu.
Riwayat Haloperidol 5 mg; ½-0-1/2 PO
Pengobatan Chlorpromazine 100 mg; 0-01/2 PO
Triheksifenidil Tab 2 mg; 1-0-1 PO
Seroquel (Quetiapine) Tab 400 mg; 0-0-1/2 PO (menggantikan
antipsikotik sebelumnya)
Riwayat Keluarga -
PTO – 2. OBJEKTIF
A. DATA PEMERIKSAAN KLINIK (TTV)
Tanggal
Nilai
Pemeriksaan 07/03/1 08/03/ 09/03/ 10/03/1 11/03/ 12/03/ 13/03/1
Normal
7 17 7 17 17 7
Suhu 36.8±0.7 36.4 36.3 36.3 36.3 36 36 36
RR 16-24 18 16 16 16 12-20 12-20 20
HR 60-100 94 92 92 92 80 80 84
Tekanan Darah 120/80 100/70 100/70 100/70 100/70 120/80 120/80 120/80
- Pada tanggal 26/02/2017 pasien mengalami peningkatan nilai kreatinin, ureum, SGOT,
SGPT mengalami kenaikan dari nilai normal yaitu kreatinin meningkat menjadi 1.28
mg/dL, SGPT meningkat menjadi 71 µ/L, ureum meningkat menjadi 55 mg/Dl, Bilirubin
total meningkat dari nilai normal yaitu 1.90 mg/dl, bilirubin direct juga meningkat dari
nilai normal yaitu 1.5 mg/dl. Hal tersebut menandakan pasien mengalami Acute Kidney
Injury (Mosby, 2015).
- Pada tanggal 26/02/2017 nilai kolesterol total mengalami kenaikan dari nilai normal yaitu
433 mg/Dl, nilai LDL juga meningkat dari nilai normal yaitu 199 mg/dL, dan trigliserida
meningkat dari nilai normal yaitu 429 mg/dL, nilai HDL mengalami penurunan dari nilai
normal yaitu 21 mg/dL. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasien mengalami
Dyslipidemia (Mosby, 2015).
- Pada tanggal 26/02/2017 nilai gula darah puasa mengalami kenaikan dari nilai normal
yaitu 128 mg / dl. Hal tersebut menandakan pasien mengalami diabetes (Mosby, 2015).
- Pada tanggal 26/02/2017 nilai kalsium mengalami penurunan dari nilai normal yaitu 4.24
mEq/L. hal tersebut menandakan pasien mengalami Hypoparathyroidism (Mosby, 2015).
2. Difenhidramin 10 20 mg IM √ - - - - - - - -
mg vial
4. Trihexylphenidyl 2 1-0-1 PO - √ √ √ √ √ √ √ √
mg Tab
6. Atorvastatin 40 mg 0-0-1 PO - √ √ √ √ √ √ √ √
Tab
Case study kali ini membahas pada pasien Tn. AS berusia 29 th masuk ke rumah sakit
pada tanggal 26/02/17. Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama mengamuk. Setelah
dilakukan pemeriksaan, dokter mendiagnosa pada aksis I : skizofrenia hebefrenik, aksis II :
belum ada diagnosis, aksis III : Acute Kidney Injury stage I, Hipokalsemia et causa intake
kurang, Dyslipidemia, Post laparoskopi kolistektomi (POD #5), aksis IV : masalah primary
support group, mhubungan interpersonal, masalah pekerjaan, aksis V : Global assessment of
functioning scale 60-51. Setelah dievaluasi, sejak 4 tahun yang lalu, setelah pasien berhenti
bekerja di hotel, pasien mulai menunjukkan perubahan perilaku. Pasien mengatakan bahwa ia
berjualan seperti standar hotel. Sering tampak ketakutan, mengatakan dikejar-kejar polisi,
mengatakan kakaknya adalah intel yang akan menangkap pasien, selalu mengunci kamar
karena takut digeledah polisi, selalu memakai masker dan kacamata hitam supaya tidak
dikenali. Selain itu, pasien tampak bicara sendiri, bicara tidak nyambung dan gelisah. Pasien
lalu dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dan diberi obat. Selama 1 tahun pasien
berobat rutin tapi tidak mengalami perubahan. Setelah 1 tahun, pasien dirawat di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat selama 3 minggu. Setelah pulang perawatan, pasien berjalan
seperti robot, banyak mengeluarkan air liur dan gelisah. Pasien masih meneruskan
pengobatan dan rutin berobat ke Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Satu hari yang lalu,
setelah pulang perawatan di RS Santosa, pasien gelisah tanpa sebab yang jelas, mengatakan
ingin mati dan bila dia belum mati maka orang lain yang harus mati. Pasien juga mencekik
ibu dan kakaknya. Pasien tampak mondar-mandir, tidak tidur, dan bicara sendiri. Pasien lalu
dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Karena ruang perawatan penuh, pasien
dibawa ke RSUP Dr. Hasan Sadikin. Pasien juga pernah mendapatkan terapi haloperidol 5
mg; ½-0-1/2 PO, chlorpromazine 100 mg; 0-01/2 PO, triheksifenidil Tab 2 mg; 1-0-1 PO,
seroquel (Quetiapine) Tab 400 mg; 0-0-1/2 PO (menggantikan antipsikotik sebelumnya).
1. Skizofrenia hebefrenik
Dilihat dari keluhan utama pasien yaitu mengamuk dan pasien pernah dirawat
dirumah sakit jiwa selama 3 tahun sehingga pasien mengalami skizofrenia heberenik.
Pasien mendapatkan terapi olanzepin, tidak sesuai karena efek samping olanzepin
ekstrapiramidal yang tinggi dan penggunaan obat olanzepin memiliki risiko acute
kidney injury yang signifikan.
Pemberian olanzapine juga dapat memblok reseptor M3 pankreas yang akan
menyebabkan terjadinya resistensi insulin, sehingga akan menyebabkan peningkatan
aktivitas lipolysis hormonal dan peningkatan asam lemak yang dibawa ke hati.
Sehingga terjadi peningkatan produksi dan jumlah trigliserida dalam hati sehingga
terjadi dyslipidemia (Kolovou et al, 20065).
Pemeberian olanzapine akan memperberat kerja ginjal, sehingga ginjal tidak
berfungsi maksimal yang akan mengakibatkan kadar kreatinin meningkat. (Aprilianti,
2019). Pasien juga mendapatkan terapi chlorpromazine dan difenhidramin tidak sesuai
karena efek sampingnya hipotensi (Katzung, 2015). Chlorpromazine merupakan
inhibitor enzim CYP2D6 yang dapat mengganggu eliminasi antipsikotik sehingga
konsentrasi dalam plasma meningkat. Akibatnya akan meningkatkan resiko jejas hati
yang ditandai dengan SGOT dan SGPT meningkat (Cahyaningtyas, 2017).
Kami merekomendasikan risperidon dan triheksilperidil untuk mengobati
skizofrenia hebefrenik karena risperidon merupakan lini pertama dan merupakan anti
psikosis golongan II dimana memiliki efek untuk mengurangi gejala negatif maupun
positif (Eddy et al., 2017). Triheksifenidil karena obat ini merupakan salah satu obat
yang sering digunakan sindroma ekstrapiramidal antipsikotik. Triheksifenidil sebagai
terapi efek samping akibat penggunaan diinduksi esktrapiramidal antipsikotik dan
obat-obatan sistem saraf yang sentral (Eddy et al., 2017)
2. Dyslipidemia
Dilihat dari data lab pasien kolesterol total, LDL, trigliserida meningkat dari
nilai normal dan nilai HDL pasien menurun dari nilai normal hal tersebut
menunjukkan pasien mengalami dyslipidemia. Menurut PERKENI (2016) statin
merupakan morbiditas utama yang digunakan untuk penangana dyslipidemia pada
penderita PGK. Beberapa penelitian menunjukkan statin mampu menurunkan angka
kematian kardiovaskular pada pasien PGK. Atorvastatin merupakan salah satu obat
dari golongan statin yang dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dengan cara
menghambat sistesis kolesterol yang merangsang peningkatan LDL dari plasma
(Novita et al., 2018 ).
3. Hipokalsemia
Dilihat dari data lab pasien nilai kalsium menurun dari nilai normal hal
tersebut menunjukkan pasien mengalami hipokalsemia. Pasien mendapatkan terapi
calos. Hal tersebut sudah sesuai, karena preparat oral diindikasikan sebagai terapi
awal pada hipokalsemia ringan (7,5-8 mg/dL dengan gejala ringan) (Harjanto et al.,
2008). Studi cross sectional menunjukkan rendahnya asupan kalsium berhubungan
dengan kejadian sindrom metabolik, di mana salah satu tanda dari sindrom
metabolik adalah diabetes melitus. Pada data lab pasien menunjukkan kadar gula
darah puasa menurun dari nilai normal yaitu 70-100 hal tersebut terjadi karena
kurangnya asupan kalsium pada pasien (Rochmah, 2017).
4. Nyeri paska operasi
Pada tanggal 27/02 pasien mengeluhkan nyeri di perut pasca operasi batu
empedu. Pasien mendapatkan terapi paracetamol. Paracetamol memiliki aktivitas
analgesik dan antipiretik (Toms L et al., 2012). Tetapi efek samping dari paracemaol
adalah hepatoprotektor. Dimana pada pasien ini mengalami nilai SGPT yang
meningkat yang menandakan pasien mengalami gangguan pada hati. Sehingga
pemberian paracetamol pada pasien ini tidak sesuai karena dapat memperburuk pada
hati. Kami merekomendasikan lidokain. Lidokain intravena diketahui memberikan
efek analgesia, antihiperalgesia, dan anti-inflamasi. Lidokain mempunyai efek
antihiperalgesia yang dapat digunakan sebagai obat adjuvan untuk mengurangi nyeri
pascaoperasi. Lidokain mampu mengurangi rasa nyeri yang dibuktikan dengan
kemampuannya dalam menurunkan numeric rating scale (NRS). Menurut Lewi
(2016) menunjukkan bahwa skor NRS grup lidokain lebih rendah bermakna secara
statistika (p<0.05). Mekanisme kerja lidokain sebagai analgesia, antihiperalgesia, dan
anti-inflamasi adalah blokade transmisi saraf dan regulasi inflamasi neurogenik.
Lidokain dan metabolit aktifnya berinteraksi memblokade gerbang natrium
pada susunan saraf pusat dan perifer sehingga terjadi supresi impuls ektopik dari saraf
aferen yang rusak sehingga menginhibisi refleks polisinaptik pada kornu dorsalis
medula spinalis yang menghambat penghantaran impuls nyeri tanpa memblokade
konduksi normal. Lidokain intravena juga mempunyai efek inhibisi terhadap reseptor
NMDA dan reseptor G protein-coupled. Efek analgesik dari lidokain intravena juga
bertahan setelah pemberian kontinu dihentikan, hal ini disebabkan oleh
kemampuannya mencegah hipersensitivitas susunan saraf pusat dan perifer.
Mekanisme efek anti-inflamasi lidokain adalah melalui penghambatan pergerakan dan
adhesi leukosit pada jaringan yang mengalami inflamasi serta menurunkan regulasi
sitokin proinflamasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis kasus dan evaluasi pada pasien 29 tahun menunjukkan bahwa
pasien mengalami skizofrenia. Setelah dievaluasi dengan melihat kondisi pasien dan data
klinik serta data laboratorium pasien, diketahui bahwa pasien juga mengalamidislipidemia,
hipokalsemia, gangguan hati, dan nyeri setelah operasi patu empedu. Menurut kelompok
kami, pasien mendapat terapi risperidon, trihexyphenidyl, atorvastatin, calos dan lidokain.
Berdasarkan yang telah dijelaskan terdapat beberapa obat yang tidak sesuai. Sehingga peran
apoteker atau farmasis adalah memberi evaluasi yang memonitoring efek samping dan
penggunaan obat. Evaluasi hasil pemeriksaan dan control secara kontinu kondisi pasien. Jadi
kami menyarankan untuk pasien dengan kasus skizofrenia hebefrenik sebaiknya pasien
melakukan terapi generalis (Strategi Pelaksanaan), terapi spesialis, terapi komplementer,
terapi psikosial seperti penyakit berorientasi dengan keluarga, terapi perilaku dan terapi
ketrampilan sosial, psiko terapi individual.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilianti et al. 2019. Pemeriksaan kadar kreatinin pada pasien skizofrenia di rumah sakit
jiwa provinsi Sulawesi tenggara. Jurnal sains dan teknologi laboratorium medic. Vol 4
(1) : 15-19.
LAMPIRAN