Anda di halaman 1dari 17

MANAJEMEN ANESTESI RETINAL DETACHMENT AND BREAKS

OCULAR DEXTRA

Oleh:
Fityan Aulia Rahman
1301 1211 80510

Pembimbing:
Muhamad Adli Boesoirie dr., SpAn, M.Kes

LAPORAN KASUS

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT CICENDO
BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Saat ini diperkirakan kejadian retinal detachment adalah sekitar 12,5 kasus per 100.000
dalam satu tahun.1 Beberapa teknik bedah telah digunakan dengan sukses setidaknya selama
lima dekade untuk memperbaiki retinal detachment. Modern Scleral Buckling dianggap teknik
pilihan untuk banyak kasus dan dijadikan sebagai terapi pilihan pada kebanyakan kasus.
Beberapa studi menyebutkan bahwa tingkat keberhasilan dilaporkan sekitar 80-90%.2
Bedah vitreoretinal dengan scleral buckling dan intraocular injeksi gas ekspansif sering
dikaitkan dengan refleks okulokardiak saat operasi, yang kemungkinan diakibatkan oleh traksi
pada otot mata dan sklera. Tingginya insisdensi nyeri pasca operasi dan pasca operasi mual dan
muntah (PONV) dikaitkan dengan peningkatan tekanan intra-okular akibat ekspansi gelembung
gas atau buckling yang terlalu ketat, terutama saat dilakukan anestesi umum. Kombinasi antara
anestesi umum dan peribulbar blok dapat mengurangi kelemahan ini.3
dilakukan dengan anestesi umum Retina adalah lapisan jaringan terdalam dari bagian posterior
mata. Ini terdiri dari beberapa lapisan seluler. Lapisan terluar berbatasan dengan rongga vitreal
dan lapisan paling dalam, koroid. Ablasi retina adalah ketika retina neurosensori kehilangan
kepatuhan pada epitel pigmen retina yang mendasari (RPE). Bagian terluaxr dari retina
neurosensori adalah tempat fotoreseptor berada. Koroid memasok oksigen dan nutrisi untuk
fotoreseptor. Di dalam fovea, tidak ada pembuluh darah retinal, dan jaringan retinal di area ini
bergantung sepenuhnya pada koroid untuk kebutuhan oksigennya. Detasemen makula dapat
menyebabkan kerusakan permanen pada fotoreseptor di lokasi ini. Penglihatan berpotensi
dipertahankan jika makula tetap terpasang, dan retina disambungkan kembali dengan tepat.
Namun, jika makula terlepas, penglihatan mungkin tetap buruk meskipun ada intervensi bedah.
Laporan kasus ini membahas mengenai seorang laki-laki berumur 29 tahun dengan
Retinal Detachment dan breaks pada mata kanan yang akan menjalani prosedur scleral
buckle dalam anestesi umum. Untuk meghindari nyeri, ponv dan okulokardiak reflex, maka
teknik anestesi yang dipilih pada kasus ini adalah anestesi umum yang digabungkan
dengan peribulbar anestesi. Peran dokter ahli anestesiologi dalam manajemen perioperatif
pasien bedah mata mulai dari penilaian awal, tatalaksana praanestesi, pemilihan teknik,

2
pemantauan selama pembedahan hingga manajemen nyeri pascabedah akan turut
menentukan hasil dari pembedahan mata.

LAPORAN KASUS
1. Deskripsi Kasus
Seorang laki-laki berusia 29 tahun, dengan retinal detachment dan breaks pada mata kanan
yang akan menjalani prosedur scleral buckle.

Anamnesis:
Pasien datang dengan keluhan mata kanan buram saat pasien terbangun dari tidurnya,
keluhan ini diraskan sejak 2 bulan terakhir, sampai akhirnya pasien memeriksakan matanya
ke optik dan diminta untuk langsung ke rs cicendo. Keluhan tidak disertai adanya sakit
kepala, penurunan kesadaran, mual dan muntah. Riwayat trauma disangkal. Pasien tidak
memiliki riwayat alergi dan penyakit penyerta lainnya. Pasien tidak pernah di operasi
sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik:
Pada pemeriksaan fisik saat pasien datang didapatkan keadaan umum pasien dalam
keadaan baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120-130/80-90 mmHg, laju nadi 68
kali per menit reguler, laju nafas 19 kali per menit dan saturasi oksigen 98 % dengan udara
bebas. Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Pada pemeriksaan jalan nafas didapatkan buka mulut lebih dari 3 jari, kategori mallampati
2. Pemeriksaan leher didapatkan tekanan vena jugular tidak meningkat dan Range of
movement (ROM) baik. Pada Pemeriksaan toraks didapatkan bentuk dan gerak simetris,
bunyi jantung I dan II reguler, tidak di dapatkan murmur dan gallop, suara napas paru kanan
sama dengan kiri, ronki dan wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
abdomen datar, lembut, hepar dan lien tidak teraba, bising usus normal. Sedangkan pada
pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, capillary refill time <2”.

Pemeriksaan Penunjang:

3
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin dan kimia darah dalam batas
normal. Pada pemeriksaan foto x-ray toraks tidak didapatkan kardiomegali dan paru-paru
dalam batas normal (Gambar 1.2). EKG didapatkan hasil sinus rhythm.

Tabel 1.1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah

Parameter Nilai Normal

Hemoglobin 18,1 13.5 – 17,5 g/dL

Hematokrit 51,6 40 – 52 %

Lekosit 9370 4.400 – 11.300 /mm3


Eritrosit 6.210 4,5 – 6,5 juta/µL

Trombosit 288.000 150.000 – 450.000 /mm3


Kimia Darah

GDS 93 mg/dL < 140 mg/dL

Ureum 29 mg/dL 15-39 mg/dL

Kreatinin 1.03 mg/dL 0,7-1.2 mg/dL

CRP <5 <5

4
Gambar 1.1 Foto x-ray toraks

Gambar 1.2 Hasil EKG

5
Assesment:
Retinal Detachment and Breaks OD
Rencana operasi: Scleral Buckle
ASA 1
Rencana anestesi: General Anesthesia dengan peribular anesthesia

2. Penatalaksanaan Anestesi
Prabedah
Pasien sebelumnya pasien dipuasakan 6jam dan diberikan cairan maintenance dengan
cairan Ringer Laktat 120cc/jam. Dilakukan penjelasan mengenai kondisi/keadaan pasien
saat ini, prosedur anestesi serta komplikasi yang akan dihadapi dan bagaimana penangannya
dan dilakukan penandatanganan informed concent persetujuan tindakan anestesi. Di ruang
operasi, pasien di pasangkan alat monior mulai dari EKG, Tekanan Darah Non Invasif dan
Sp02. Rencana perawatan pascabedah di ruang perawatan biasa

Praanestesi
Pasien diposisikan supine dimeja operasi. Hasil pemantauan hemodinamik sebelum
induksi dalam batas normal : Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 78 x per menit, laju nafas
19 kali per menit, saturasi oksigen 99 %. Persiapan tindakan anestesi general anesthesia
dan peribulbar anestesia.

Induksi
Pasien diberikan preoksigenasi dengan oksigen 100% dan dilakukan induksi dengan
pemberikan obat intravena Fentanyl 100 mcg dan Propofol 100 mg serta atracuirum 25
mg. Setelah itu pasien di lakukan pemasangan LMA dengan LMA no 4. LMA
dikembangkan kemudian dilakukan penilaian ventilasi. Rumatan anestesi dengan O2 : Air =
50% : 50% dan Sevofluran 2 – 3 vol %. Dilakukan kontrol ventilasi dengan mode volume
kontrol. Setelah induksi dengan anestesi umum selesai dilakukan teknik anestesi peribulbar
dengan menggunakan Ropivacaine 0,5% dan Lidocain 2% dengan total 5cc, dilakukan
injeksi dengan menggunakan jarum 23G dengan panjang 31mm, injeksi dilakukan di infero.

6
Intrabedah
Pemantauan hemodinamik dengan menggunakan pengukuran tekanan darah non-
invasif, pulse oximeter dan elektrokardiogram (EKG). Hemodinamik selama operasi stabil,
dengan nadi berkisar diantara 58-72x/menit. Saat operator hendak memasukan gas, N2O
dihentikan selama 15 menit.Pembedahan berlangsung selama 1 jam 30 menit.

Pascabedah
Pasien diberikan ondansetron 4 mg dan dexamethason 10mg untuk pencegahan
PONV. Pasien dilakukan extubasi dengan deep extubation. Penilaian hemodinamik
pascabedah dalam batas normal. Analgetik post operasi diberikan paracetamol 1g ,
penilaian skor nyeri dengan VAS 1/10. Pasien dilakukan observasi selama 30 menit di
ruang pemulihan, kemudian dipindahkan ke ruang perawatan biasa dengan skor Aldrete 10.
Saat diruangan didapatkan VAS 1/10 namun pasien mengeluhkan mual namun tidak sampai
muntah.
BAB III
PEMBAHASAN

1. Anatomi dan Fisiologi


Otot mata menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan mata
tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. Otot penggerak mata terdiri
atas 6 otot yaitu :
1. M. Obliqus Inferior mempunyai origo pada fossa lacrimalis tulang lakrimal, berinsersi
pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor, bekerja
untuk menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi.
2. M. Obliqus Superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sphenoid di atas
foramen opticus, berjalan menuju trochlea dan dikatrol balik, kemudian berjalan di atas
m.rektus superior, yang kemudian berinsersi pada sklera dibagian temporal belakang bola
mata. M. obliqus superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf trochlearis yang keluar dari
bagian dorsal susunan saraf pusat.
3. M. Rektus Inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara m.obliqus
inferior dan bola mata atau sklera. Insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan
dengan m.obliqus inferior diikat kuat oleh ligamen Lockwood. M. rektus inferior dipersarafi
oleh nervus III.
4. M. Rektus Lateralis mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen
opticum. M. rektus lateralis dipersarafi oleh nervus VI. Dengan pekerjaan menggerakkan
mata terutama abduksi.
5. M. Rektus Medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura nervus
opticum dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata yang
paling tebal dengan tendon terpendek. Menggerakkan mata untuk aduksi.
6. M. Rektus Superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fissura orbita superior
beserta lapisan dura nervus opticus yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola
mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan
dipersarafi cabang superior nervus III.4,5
Refleks Okulomedulari
1. Refleks Okulokardiak
Menyebabkan bradikardia, ritme nodus, denyut ektopik atau henti sinus akibat
tekanan, torsio, atau traksi pada otot ekstraokuler. Hal ini adalah reflex trigemino-vagal –
arkus aferennya via saraf siliaris panjang dan pendek pada ganglion siliari dan bagian
oftalmik dari saraf trigeminal sedangkan impuls eferennya disalurkan oleh vagus.3
Refleks ini paling sering terjadi pada pasien pediatric squint. Biarpun demikian hal ini dapat
terjadi dalam semua kelompok umur dan beberapa prosedur, termasuk ekstraksi katarak,
enukleasi, dan perbaikan ablasio retina. Blokade anestesi local dapat meningkatkan arkus
aferen dan blockade antagonis muskarinik eferen setinggi jantung. Hiperkarbia
mensensitisasi reflex dan sebaiknya dihindari.3
Pemberian antikolinergik sering membantu mencegah reflek okulokardiak. Atropin intravena
atau glikopirolat merupakan prioritas segera pada pembedahan dan lebih efektif
dibandingkan dengan premedikasi intramuskuler. Hal ini telah diketahui bahwa pemberian
antikolinergik dapat merugikan pada pasien-pasien yang tua, yang sering mempunyai
penyakit arteri koronaria. Blok retrobulbar atau anestesi inhalasi yang dalam juga dapat
dinilai, tetapi prosedur ini mempunyai resiko baginya. Blok retrobulbar kenyataanya dapat
menimbulkan refleks okulokardiak. Kebutuhan profilaksis secara rutin masih merupakan
kontroversi.
Penanganan refleks okulokardiak terdiri dari prosedur berikut :
1. Segera laporkan ke ahli bedah dan menghentikan secara temporer stimulasi
pembedahan sampai nadi meningkat;
2. Konfirmasi adekuatnya ventilasi, oksigen dan kedalaman anestesi;
3. Berikan atropin intravena (10 mcg/kg) jika terdapat gangguan konduksi yang
persisten; dan;
4. Dalam episode yang tidak bisa ditangani, lakukan infiltrasi pada otot rektus dengan
anestesi lokal. Refleks ini dapat lelah sendiri (memusnahkan dirinya sendiri) dengan
pulihnya traksi dari otot-otot ekstraokuler.

2. Refleks Okulorespiratori
Dapat menyebabkan nafas dangkal, menurunkan kecepatan napas dan bahkan henti
nafas komplit. Jalur aferen serupa pada reflex di atas dan diperkirakan terdapat sebuah
hubungan antara nucleus sensori trigeminal dan pusat pneumotaktik di pons dan pusat
respirasi medulari. Lagi, reflex ini sering terlihat pada operasi strabismus dan atropine tidak
memiliki efek. Jika ventilasi terkontrol tidak dilakukan secara rutin maka perhatian khusus
harus diberikan.

3. Refleks Okuloemetik
Sepertinya bertanggungjawab atas tingginya insidensi muntah setelah operasi squint
(60-90%). Lagi, reflex trigemino-vagal dengan traksi pada otot ekstraokuler mestimulasi
arkus aferen. Walaupun antiemetic dapat menurunkan insidensinya, teknik blockade regional
merupakan profilaksis terbaik.5

2. Scleral Buckling
Scleral buckling adalah teknik bedah mata yang telah berhasil digunakan sebagai
prosedur utama atau tambahan untuk memperbaiki ablasi retina rhegmatogenous selama
lebih dari 60 tahun. Keterampilan yang paling penting yang diperlukan dalam pembedahan
untuk ablasi retina adalah kemampuan untuk mendeteksi semua retinal break dan area
tambahan dari patologi vitreoretinal. Scleral buckling dilakukan untuk menghasilkan
penutupan fungsional retinal break yang menyebabkan pelepasan retinal dan untuk
mengurangi kemungkinan lepasnya retinal berulang. Berbagai jenis dan bentuk elemen karet
silikon digunakan, termasuk segmen spons silikon serta silikon padat yang dibentuk menjadi
pita untuk melingkari mata dan menjadi bentuk tambahan untuk menambah lebar dan tinggi
gesper di area tertentu. Konfigurasi spesifik dari scleral buckle bergantung pada sejumlah
faktor.6
Scleral buckling memiliki banyak komplikasi baik intraoperasi maupun postoperasi,
komplikasi intraoperasi yang terjadi dapat menyebabkan operasi lebih sulit dan tujuan
operasi akan sulit untuk dicapai. Beberapa komplikasi intraoperasi diantaranya
1. Komplikasi kornea yang berupa edema atau trauma pada epitelium yang akan
menyebabkan gangguan dari kejernihan kornea dan optimalisasi visual dari operasi
retina, beberapa faktor yang menyebabkan komplikasi kornea diantaranya
peningkatan tekanan intraocular yang lama saat operasi dan umur dari pasien.
2. Komplikasi pupil yang paling sering disebabkan oleh hipotonus, untuk mencegah hal
ini disarankan untuk diberikan siklopegik dan midiatrik atau epinephrin
3. Perforasi sklera dengan jarum jahit
Sedangkan untuk komplikasi post operasi sendiri yang paling sering terjadi adalah
peningkatan tekanan intraokular dimana bisa menyebabkan edem epitel kornea,
nyeri, pulsasi dari arteri retinal sentral. Kemudian bisa juga terjadi abses sklera dan
endoftalmitis, lepasnya choroid, edema makula sistoid

4. Tekanan Intraokular
Tekanan intraokular didefinisikan sebagai tegangan yang dihasilkan oleh isi bola mata
pada daerah sekeliling pembungkus cornea-sklera. Secara fungsional, TIO bergantung pada
keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran aqueous humor (sekitar 2,5 μL min −
1). Nilai normal tekanan intraokular antara 10-20 mmHg dan meningkat seiring pertambahan
usia. Nilai yang sama untuk semua jenis kelamin tercapai pada kisaran usia 20-40 tahun.
Terdapat korelasi positif antara tekanan intraokular dengan panjang aksial (axial length),
dimana tekanan yang rendah menyebabkan kerusakan barrier darah-aqueous, katarak, edema
makular, dan papilloedema, sedangkan tekanan yang tinggi menyebabkan kelumpuhan
sfingter iris, atrofi iris, kekeruhan lensa, dan atrofi saraf optik. Variasi diurnal normal 2-3
mmHg dengan tekanan yang lebih tinggi di pagi hari. Tekanan intraokular dapat berbeda
sampai dengan 5 mmHg antara kedua mata, dan berubah dari posisi duduk ke posisi berdiri
antara 0.3-6 mmHg. Peningkatan tekanan intraokular transien dapat terjadi pada keadaan
batuk, mengejan dan muntah, namun tidak menimbulkan konsekuensi pada mata yang
normal. Peningkatan tekanan intraokular yang berlangsung lama dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan yang progresif. 1

Faktor yang Memengaruhi IOP


1. Tekanan darah arterial
Aliran darah pada mata manusia tetap konstan selama rentang tekanan perfusi akibat
autoregulasi sirkulasi retina dan koroidal. Turunnya darah sistemik akan menurunkan IOP,
namun hanya akan menjadi signifikan ketika tekanannya di bawah 90 mmHg. Penurunan
volume darah koroidal diperkirakan akan menyebabkan penurunan IOP. 2
2. Tekanan vena
Batuk, mengejan, muntah, dan maneuver Valsalva akan menyebabkan kongesti vena
yang akan meningkatkan volume pembuluh intraokuler dan menurunkan drainase vena
episklera yang menyebabkan kenaikan IOP. Menaikkan posisi kepala akan menurunkan
kongesti vena dan menurunkan IOP dan sebaliknya. 2
3. Tekanan parsial
Oksigen (pO2) and karbon dioksida (pCO2) memengaruhi tonus intraokuler dan IOP.
Kenaikan pCO2 sekunder akibat hipoventilasi dan hipoksia akan menyebabkan dilasi
pembuluh koroidal dan menaikkan IOP, dan sebaliknya. Asidosis metabolik menurunkan
IOP dan alkalosis meningkatkan IOP. 2
4. Volume Aqueous Humor dan Vitreous Humor
Penurunan volume aqueous humor atau vitreous humor akan mengurangi TIO. Diuretik
Osmotik terkadang dipergunakan untuk mengurangi volume aqueous humor atau vitreous
humor. Pengguna Acetazolamide dapat mengurangi produksi humor aqueous humor. 2
5. Sodium Hyaluronate
Sodium hyaluronate dipergunakan sebagai soft viscous retractor selama operasi. Sodium
hyaluronate merupakan polisakarida viskoelastis dengan berat molekul besar. Penggunaan
Sodium hyaluronate akan meningkatkan efek anestesi umum dengan mengendalikan
vitreous bulge dan mengkompensasi perubahan kecil yang terjadi pada TIO. Produk ini akan
disuntikkan oleh ahli bedah ketika melakukan sayatan dan membantu mempertahankan
bentuk ruang anterior dan lapangan operasi. Campuran Hyaluronate dengan Lidocaine dapat
dipergunakan pada operasi katarak yang dilakukan dengan anestesi topical. 2
Gambar 2.3. Hal yang mempengaruhi tekanan intraocular.3
5. Managemen Anestesi
Operasi vitroretina mengikuti tren dari operasi katarak dimana kebanyakan kasus
sekarang telah bertambah untuk dilakukan dalam anestesi lokal. Bagaimanapun ada
beberapa situasi dimana anestesi umum lebih dipilih, seperti pada operasi cryo-buckle,
dimana teradapat manipulasi pada mata dan otot extraocular yang diikuti oleh indentasi pada
sklera dan aplikasi dari cryotherapy. Namun pada kenyataanya kebanyakan anestesia umum
disuplementasi oleh local anestesi, suplementasi anesteesi umum dan lokal anestesi bisa
sangat membantu, terutama pada kasus yang bisa menimbulkan oculo-cardiac reflex
contohnya pada operasi cryo-buckle. Namun hati-hati untuk pemberian volume yang besar
karena dapat menggaggu operator untuk memanipulasi dan merotasi dari globe.3,7
Levobupivacaine merupakan salah satu anestesi lokal pilihan karena memiliki risiko
lebih kecil untuk menyebabkan efek samping kardiovaskular. Bentuk yang dapat digunakan
tersedia dalam konsentrasi 0,5% atau 0,75%. Onset kerjanya lebih lambat dibandingkan
lidokain tetapi memiliki durasi aksi yang lebih lama, sehingga biasa dipilih pada operasi
vitreoretinal. Bupivacaine dapat menyebabkan diplopia berkepanjangan atau miopati jika
secara tidak sengaja diinjeksikan ke salah satu otot ekstraokuler. Prilocaine 2-4% memiliki
onset kerja yang cepat, sedikit efek samping dan durasi kerja yang sebanding dengan
bupivacaine. Ropivacaine 1% juga telah terbukti efektif sebagai agen anestesi lokal pada
blok regonal mata. Larutan paling umum yang biasa digunakan adalah campuran lidokain
2% 1:1 dengan bupivakain 0,5% (atau levobupivacaine 0,75%).8
Untuk penggunaan gas sendiri apabila pasien menggunakan nitrous oxide makan
nitrous oxide akan berdifusi kedalam kavitas vitreous dari aliran darah lebih cepat daripada
SF6 atau C3F8 bisa berdifusi keluar, sehingga nantinya akan menyebabkan peningkana dari
ukuran gelembung gas intraokular yang akan meningkatkan tekanan intraocular.Nitrous
oxide dapat digunakan 15 menit sebelum intraocular gas diberikan.7

Konsiderasi preoperatif
Pada pasien yang datang untuk operasi scleral buckling, pertimbangan pra operasi penting
untuk dilakukan pemeriksaan termasuk:
 Usia pasien
 Sindroma (misal keratoconus pada Down syndrome, Turner’s
syndrome, Apert’s syndrome dan osteogenesis imperfecta). Pasien dengan sindoma
tertentu terkadang terdapat masalah Airway
 Kemampuan untuk berbaring datar
 Adanya tremor
 Penggunaan antikoagulan
 Riwayat claustrophobia
 Komorbid lain.1

Induksi
Induksi anestesi dengan propofol, thiopentone, opioid dan agen anestesi volatil
semuanya mengurangi TIO. Propofol menghasilkan penurunan TIO yang lebih besar
dibandingkan dengan thiopentone. Suxamethonium dan intubasi endotrakeal dapat
meningkatkan TIO tetapi dosis propofol tambahan yang lebih kecil yang diberikan segera
sebelum intubasi dapat menurunkan TIO di bawah tingkat dasar. Nitrous oxide, midazolam
dan relaksan otot non-depolarisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap TIO. Namun,
nitrous oksida dapat menyebabkan ekspansi yang cepat dari ruang gas intraokular yang
mengakibatkan peningkatan TIO dan kebutaan. Gas intraokular yang digunakan selama
prosedur pembedahan untuk ablasi retina dapat bertahan di mata hingga delapan minggu.
Meskipun suxamethonium meningkatkan TIO hingga sepuluh menit, suxamethonium telah
digunakan pada cedera bola mata terbuka tanpa peningkatan risiko yang jelas dari ekstrusi
konten mata. Suxamethonium aman digunakan jika diindikasikan asalkan itu efek pada TIO
telah mereda sebelum operasi dimulai. Ketamine sebaiknya dihindari karena dapat
meningkatkan TIO sebesar 2 hingga 3 mmHg. Namun, sebuah penelitian melaporkan bahwa
TIO, meskipun meningkat, tetap dalam kisaran normal pada anak-anak sehat yang menjalani
operasi non-mata.4
Untuk pemilihan Local Anestesi sendiri yang merupakan pilihan pada operasi skleral
buckle adalah peribulbar block dan subtenon yang menganastesi globe dan conjuctiva bulbar
yang diinervasi oleh nervus silia panjang dan pendek dari ganglion silia. Keuntungan utama
dari blok peribulbar adalah blok ini juga menganastesi beberapa dari nervus lakrimal,
supraorbita dan supratochlear. Untuk obat pilihan utama dari lokal anastesi sendiri, lidokain
cocok untuk operasi katarak, namun lidokain yang digabungkan dengan bupivakain atau
ropivakain akan memberikan blok yang lebih lama pada operasi vitroretina.7
Keuntungan dari LMA termasuk induksi dan bangun yang lebih halus, dan batuk pasca
operasi yang lebih sedikit, tetapi dikaitkan dengan insiden PONV yang lebih tinggi. Batas
waktu dua jam diterima secara luas untuk meminimalkan risiko aspirasi.

Managemen Anestesi Intraoperatif dan Postoperatif


Pada operasi vitroretinal hal yang paling sering terjadi intraoperasi adalah terjadinya
reflex okulokardiak, terutama saat operator mentstimulasi dengan meregangkan otot
extraocular, hal ini dilakukan saat operator mengaitkan dan mengikat otot extraocular,
namun bisa juga disebabkan oleh adanya rotasi dari globe dan identasi. Beberapa kasus telah
dilaporkan terjadinya asistol pada pasien.3,6,7
Post Operative Nausea Vomiting salah satu komplikasi yang sering terjadi pada post
operasi terutama pada anestesi yang seringkali menggunakan volatile, opiat, beberapa cara
untuk menanggulanginya adalah dengan pemberian obat antiemetik seperti 5HT3 agonis,
dexamethason dan suplementasi dari Local Anestesia.7
BAB IV

KESIMPULAN

Scleral Buckling dianggap teknik pilihan untuk banyak kasus dan dijadikan sebagai
terapi pilihan pada retinal detachment. Namun prosedur scleral buckling memiliki komplikasi
intraoperasi yang sangat serius. Pasien yang tidak kooperatif dan kesalahan pembedahan
dapat mengakibatkan konsekuensi serius. Konsiderasi anestesi dalam bedah mata turut
menentukan outcome baik secara fungsi visual maupun kualitas hidup pasien. Manajemen
anestesi yang baik diperlukan untuk mencegah komplikasi perioperative dari sclera buckle
DAFTAR PUSTAKA

1. Subramanian M, Topping T. Controversies in the management of primary retinal


detachments. Int Ophthalmol Clin. 2004;4:103–14.
2. Kartasasmita A, Sastradiwirja RP, Virgana R, Iskandar E, Sovani I, Panggabean D.
Anatomical success of combined scleral buckle and pneumatic retinopexy in primary
retinal detachment surgery. Retina-Vitreus. 2016;24(4):293–6.
3. Ghali AM, El Btarny AM. The effect on outcome of peribulbar anaesthesia in
conjunction with general anesthesia for vitreoretinal surgery. Anaesthesia.
2010;65(3):249–53.
4. Jaichandran V V. Ophthalmic regional anaesthesia: A review and update. Indian J
Anaesth. 2013;57(1):7–13.
5. Chishti K, Varvinskiy A. Anaesthesia for Ophthalmic Surgery. 2009.
6. Murchison A, Fieldman BH, Wilkinson CP, Lim JI. Scleral buckling for
rhegmatogenous retinal detachment [Internet]. American Academy of
Ophthalmology. 2020 [cited 2020 Dec 10]. Available from:
https://eyewiki.aao.org/w/index.php?
title=Scleral_buckling_for_rhegmatogenous_retinal_detachment&printable=yes
7. Crosby N. Anaesthesia in Patients Undergoing Vitreoretinal Surgery Perspective
Anaesthesia in patients undergoing vitreoretinal surgery. 2015;(November).
8. Anker R, Kaur N. Regional anaesthesia for ophthalmic surgery. BJA Educ.
2017;17(7):221–7.

Anda mungkin juga menyukai