Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Cara Meningkatkan Potensi Kemaritiman Di Indonesia

O L E H
Nama : Marsenio Dwitrisna Alle
Kelas : VIII C
Tugas : IPS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat-
Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ Cara Meningkatkan
Potensi Kemaritiman Di Indonesia”.

Tidak lupa penuis ucapkan terima kasih kepada bapak/ibu guru yang telah
membantu kami dalam mengerjakan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman yang telah memberi kontribusi baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.

Penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat membawa pemahaman dan
pengetahuan bagi kita semua tentang Cara Meningkatkan Potensi Kemaritiman Di
Indonesia

Soe, 30 Januari 2020 

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Potensi Sumber Daya Kelautan Indonesia...........................................................................................5
B. Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Indonesia...................................................................................6
C. Upaya Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Indonesia yang Optimal..................................................8
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................11
A. Kesimpulan........................................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km2 yang merupakan
tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut
terdapat sekitar 17.500 lebih dan dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km, yang
merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Fakta fisik inilah yang
membuat Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia.
Selain peran geopolitik, wilayah laut kita juga memiliki peran geoekonomi yang
sangat penting dan strategis bagi kejayaan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Sebagai
negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia, Indonesia diberkahi Tuhan YME dengan
kekayaan laut yang sangat besar dan beraneka-ragam, baik berupa sumber daya alam
terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk-
produk bioteknologi); sumber daya alam yang tak terbarukan (seperti minyak dan gas
bumi, emas, perak, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi kelautan
seperti pasang-surut, gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion);
maupun jasa-jasa lingkungan kelautan seperti pariwisata bahari dan transportasi laut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana potensi sumber daya kelautan Indonesia?


2. Bagaimana pengelolaan sumber daya kelautan Indonesia?
3 .Bagaimana upaya pengelolaan yang optimal sumber daya kelautan Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Potensi Sumber Daya Kelautan Indonesia

1. Perikanan
Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km persegi dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumber daya ikan diperkirakan sebesar 6,4 juta ton
per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia), yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia. Di
samping itu terdapat potensi pengembangan untuk (a) budidaya laut terdiri dari budidaya
ikan (antara lain kakap, kerapu, dan gobia), budidaya moluska (kerang-kerangan,
mutiara, dan teripang), dan budidaya rumput laut, dan (e) bioteknologi kelautan untuk
pengembangan industri bioteknologi kelautan seperti industri bahan baku untuk makanan,
industri bahan pakan alami, benih ikan dan udang, industri bahan pangan.
2. Pertambangan dan Energi
Potensi sumber daya mineral kelautan tersebar di seluruh perairan Indonesia.
Sumber daya mineral tersebut di antaranya adalah minyak dan gas bumi, timah, emas dan
perak, pasir kuarsa, monazite dan zirkon, pasir besi, agregat bahan konstruksi, posporit,
nodul dan kerak mangan, kromit, gas biogenik kelautan, dan mineral hidrotermal.
3. Perhubungan Laut
Transportasi laut berperan penting dalam dunia perdagangan internasional maupun
domestik. Transportasi laut juga membuka akses dan menghubungkan wilayah pulau,
baik daerah sudah yang maju maupun yang masih terisolasi. Sebagai negara kepulauan
(archipelagic state), Indonesia memang amat membutuhkan transportasi laut, namun,
Indonesia ternyata belum memiliki armada kapal yang memadai dari segi jumlah maupun
kapasitasnya. Data tahun 2001 menunjukkan, kapasitas share armada nasional terhadap
angkutan luar negeri yang mencapai 345 juta ton hanya mencapai 5,6 persen. Adapun
share armada nasional terhadap angkutan dalam negeri yang mencapai 170 juta ton hanya
mencapai 56,4 persen. Kondisi semacam ini tentu sangat mengkhawatirkan terutama
dalam menghadapi era perdagangan bebas. Selain diperlukan suatu kebijakan yang
kondusif untuk industri pelayaran, maka peningkatan kualitas SDM yang menangani
transportasi sangatlah diperlukan.
Karena negara Indonesia adalah negara kepulauan maka keperluan sarana
transportasi laut dan transportasi udara diperlukan. Mengingat jumlah pulau kita yang 17
ribu buah lebih maka sangatlah diperlukan industri maritim dan dirgantara yang bisa
membantu memproduksi sarana yang membantu kelancaran transportasi antar pulau
tersebut. Potensi pengembangan industri maritim Indonesia sangat besar, mengingat
secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau.
Untuk menjangkau dan meningkatkan aksesibilitas pulau dapat dihubungkan melalui
peran dari sarana transportasi udara (pesawat kecil) dan sarana transportasi laut (kapal,
perahu, dan sebagainya).
4. Pariwisata Bahari
Indonesia memiliki potensi pariwisata bahari yang memiliki daya tarik bagi
wisatawan. Selain itu juga potensi tersebut didukung oleh kekayaan alam yang indah dan
keanekaragaman flora dan fauna. Misalnya, kawasan terumbu karang di seluruh
Indonesia yang luasnya mencapai 7.500 km2 dan umumnya terdapat di wilayah taman
laut. Selain itu juga didukung oleh 263 jenis ikan hias di sekitar terumbu karang, biota
langka dan dilindungi (ikan banggai cardinal fish, penyu, dugong, dll), serta migratory
species. Potensi kekayaan maritim yang dapat dikembangkan menjadi komoditi
pariwisata di laut Indonesia antara lain: wisata bisnis (business tourism), wisata pantai
(seaside tourism), wisata budaya (culture tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata
alam (eco tourism), dan wisata olah raga (sport tourism).

B. Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Indonesia

Bila ditelaah, penurunan kualitas sumber daya alam dan lingkungan disebabkan
oleh dua faktor yaitu disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ekonomi (economic
requirement) dan gagalnya kebijakan yang diterapkan (policy failure). Peningkatan
kebutuhan yang tak terbatas sering membuat tekanan yang besar terhadap lingkungan dan
sumber daya yang ada, kebutuhan akan ketersediaan kayu memaksa kita untuk menebang
hutan secara berlebihan dan terjadinya illegal logging, kebutuhan transportasi untuk
mobilitas dan mendukung laju perekonomian juga sering menimbulkan dampak terhadap
kerusakan lingkungan seperti pencemaran udara, dan kejadian di laut di mana akibat
kebutuhan ekonomi memaksa nelayan melakukan kegiatan tangkap berlebih (over
fishing). Oleh karena itu percepatan pembangunan ekonomi sudah selayaknya di barengi
dengan ketersediaan sumber daya dan lingkungan yang lestari.
Di dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya kelautan dan perikanan
(SDKP), masyarakat telah mengembangkan berbagai jenis teknologi penangkapan baik
yang berskala tradisional maupun modern. Karena permintaan pasar akan komoditi
perikanan dan kelautan yang bernilai ekonomis penting, perkembangan teknologi dan
pola penangkapan masyarakat kadang kala kurang memperhatikan aspek keberlanjutan
SDKP. Penggunaan bom, potasium sianida dan illegal fishing merupakan potret hitam
aktivitas masyarakat di wilayah pesisir dan kepulauan untuk memenuhi kebutuhan pasar
baik lokal, regional dan internasional. Implikasi dari kegiatan tersebut, terjadinya
kerusakan lingkungan dan menurunnya SDKP, misalnya kerusakan terumbu karang dan
terjadinya over fishing untuk berbagai jenis SDKP di dalam wilayah perairan Indonesia.
Selain kegiatan penangkapan, kegiatan budidaya pesisir dan laut pun berkembang
sangat pesat dalam tiga dekade terakhir di seluruh wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
di wilayah perairan Indonesia. Kegiatan budidaya tersebut telah memacu pertumbuhan
ekonomi masyarakat, namun di sisi lain, kegiatan budidaya dapat pula menyebabkan
kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil bila tidak memperhatikan aspek
kelestarian lingkungan. Misalnya, perluasan areal budidaya tambak di dalam kawasan
mangrove merupakan salah satu penyebab utama rusaknya ekosistem dan sumber daya
mangrove di sebagian besar wilayah pesisir Indonesia.
Padahal seharusnya pengelolaan perikanan memperhatikan mutu, keanekaragaman,
dan ketersediaan sumber daya perikanan baik untuk masa kini maupun generasi yang
akan datang, dalam konteks food security, pengentasan kemiskinan, dan dalam rangka
mewujudkan pembangunan berkelanjutan (FAO: 1995). Di lain pihak, pengelolaan
perikanan terkait juga dengan ekosistem tempat sumber daya tersebut berada.
Mencermati kondisi tersebut, maka diperlukan adanya strategi pemanfaatan dan
pengelolaan SDKP secara berkelanjutan. Menurut FAO (1995), Monintja (1996) dan
Arimoto, et al., (1999), sebagaimana dikutip oleh Amri (2006) karakteristik pemanfaatan
sumber daya hayati laut yang ramah lingkungan, meliputi:
1. Proses Penangkapan yang Dilakukan Ramah Lingkungan
Penangkapan ikan ramah lingkungan memiliki beberapa ciri antara lain:
 Memiliki selektivitas yang tinggi;
 Alat tangkap yang dioperasikan hanya menangkap target spesies dengan ukuran
tertentu;
 Selektivitas alat tangkap bukan hanya terhadap ukuran tetapi juga terhadap
spesies;
 Tidak merusak habitat/ekosistem, misalnya ekosistem terumbu karang;
 Tidak membahayakan keanekaragaman hayati dan tidak menangkap spesies yang
dilindungi;
 Tidak membahayakan kelestarian sumber daya ikan target;
 Tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan nelayan.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar bisa memenuhi kriteria
teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (Martasuganda, 2002) misalnya
untuk jaring insang adalah sebagai berikut:
 Melakukan seleksi terhadap ikan yang akan dijadikan target tangkapan atau ikan
layak tangkap baik dari jenis ikan dan ukurannya dengan membuat desain dan
konstruksi alat tangkap yang disesuaikan dengan jenis dan ukuran dari habitat perairan
yang akan dijadikan target tangkapan. Dengan demikian diharapkan bisa
meminimumkan hasil tangkapan sampingan yang tidak diharapkan dari habitat perairan
yang dilindungi;
 Pengoperasian jaring insang di suatu kawasan perairan yang dioperasikan pada
siang hari, harus dilengkapi dengan pelampung tanda sedangkan untuk yang
dioperasikan pada malam hari, maka pelampung tanda sebaiknya dilengkapi dengan
cahaya (light bouy) atau pelampung cahaya yang bertujuan agar kapal yang akan lewat
bisa menghindari alat tangkap yang dipasang;
 Tidak memakai ukuran yang dilarang (berdasarkan SK; Menteri Pertanian No.
607/KPB/UM/9/1976 butir 3, yang menyatakan bahwa mata jaring di bawah 25 mm
dengan toleransi 5% dilarang untuk dioperasikan;
 Tidak melakukan kegiatan usaha penangkapan di perairan atau di daerah
penangkapan ikan yang sudah dinyatakan lebih tangkap (over fishing), di daerah
kawasan konservasi yang dilarang, di daerah penangkapan yang dinyatakan tercemar
dengan logam berat dan kawasan perairan lainnya yang dinyatakan terlarang;
 Tidak melakukan pencemaran yang akan mengakibatkan berubahnya tatanan
lingkungan sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya. Sebagai contoh tidak membuang alat tangkap (jaring bekas atau
potongan-potongan jaring) atau benda lain (bahan bakar bekas pakai, seperti oli,
bensin, dan bahan kimia lainnya).
2. Volume Produksi tidak Berfluktuasi Drastis (Suplai Tetap)
Pemanfaatan sumber daya hayati dapat berkelanjutan jika volume produksi dari
suatu usaha yang dilakukan dapat memberikan suplai yang tetap, sehingga dapat
memberikan jaminan bagi sektor lain seperti pengolahan dan pemasaran.
3. Harga dan Pemasaran Terjamin
Dalam rangka mendorong pemanfaatan sumber daya hayati laut secara
berkelanjutan maka harus ada jaminan pemasaran dan harga hasil tangkapan yang wajar.
Fluktuasi harga yang terlalu tinggi atau tidak terjaminnya pasar akan berdampak terhadap
kelangsungan usaha.
4. Usaha Penangkapan Masih Menguntungkan
Potensi sumber daya ikan yang terdapat pada suatu perairan sangat menentukan
keuntungan suatu usaha penangkapan. Oleh sebab itu data dan informasi yang akurat
mengenai potensi sumber daya ikan di suatu kawasan perairan sangatlah penting,
termasuk spesies, habitat dan musimnya. Ketersediaan informasi dan data tersebut akan
meningkatkan efisiensi usaha penangkapan yang akan dikembangkan.
5. Tidak Menimbulkan Konflik Sosial
Konflik sosial dalam bidang perikanan, khususnya penangkapan ikan merupakan
suatu gejala sosial yang sering ditemukan, disebabkan karena perebutan sumber daya
ikan yang jumlahnya terbatas.
6. Memenuhi Persyaratan Legal
Aspek legalitas merupakan hal penting dalam setiap usaha, termasuk usaha
penangkapan ikan. Adanya kepastian hukum dalam berusaha yang dilakukan oleh para
nelayan akan memberikan jaminan ketenangan dalam berusaha.
7. Minim Investasi
Investasi yang tinggi dalam pemanfaatan sumber daya laut cenderung akan
mengeksploitasi sumber daya alam, sehingga akan berdampak pada sektor lain.
8. Penggunaan Bahan Bakar Minyak yang Optimal
Bahan bakar minyak merupakan sumber daya energi yang sangat vital dalam
kegiatan penangkapan ikan. Naiknya harga bahan bakar minyak, khususnya solar telah
menyebabkan terpuruknya nelayan di wilayah perairan Indonesia.

C. Upaya Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Indonesia yang Optimal

1. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu amanat dari pertemuan bumi
(Earth Summit) yang diselenggarakan tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil. Dalam forum
global tersebut, pemahaman tentang perlunya pembangunan berkelanjutan mulai
disuarakan dengan memberikan definisi sebagai pembangunan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang dengan tanpa mengabaikan kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Pengelolaan sumber daya laut perlu
diarahkan untuk mencapai tujuan pendayagunaan potensi untuk meningkatkan kontribusi
terhadap pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan pelaku pembangunan
kelautan khususnya, serta untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya kelautan
khususnya sumber daya pulih dan kelestarian lingkungan.
2. Keterpaduan
Sifat keterpaduan dalam pembangunan kelautan menghendaki koordinasi yang
mantap, mulai tahapan perencanaan sampai kepada pelaksanaan dan pemantauan serta
pengendaliannya. Untuk itu , dibutuhkan visi, misi, strategi, kebijakan dan perencanaan
program yang mantap dan dinamis. Melalui koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai
pihak baik lintas sektor maupun sub sektor, tentu dengan memperhatikan sasaran,
tahapan dan keserasian antara rencana pembangunan kelautan nasional dengan regional,
diharapkan diperolah keserasian dan keterpaduan perencanaan dari bawah (bottom-up)
yang bersifat mendasar dengan perencanaan dari atas (top-down) yang bersifat policy,
sebagai suatu kombinasi dan sinkronisasi yang lebih mantap.
Keterpaduan dalam pengelolaan sumber daya kelautan meliputi (1) keterpaduan
sektoral yang mensyaratkan adanya koordinasi antar sektor dalam pemanfaatan sumber
daya kelautan, (2) keterpaduan pemerintahan melalui integrasi antara penyelenggara
pemerintahan antar level dalam sebuah konteks pengelolaan kelautan tertentu, (3)
keterpaduan spasial yang memberikan arah pada integrasi ruang dalam sebuah
pengelolaan kawasan laut, (4) keterpaduan ilmu dan manajemen yang menitikberatkan
pada integrasi antar ilmu dan pengetahuan yang terkait dengan pengelolaan kelautan, dan
(5) keterpaduan internasional yang mensyaratkan adanya integrasi pengelolaan pesisir
dan laut yang melibatkan dua atau lebih negara, seperti dalam konteks transboundary
species, high migratory species maupun efek polusi antar ekosistem.
3. Desentralisasi Pengelolaan
Dari 400-an lebih kabupaten dan kota di Indonesia, maka 240-an lebih memiliki
wilayah laut. Memperhatikan hal ini maka dalam bagian kesungguhan mengelola
kekayaan laut diharapkan stabilitas politik di negara kita dapat ditingkatkan, penegakan
hukum dapat segera dilaksanakan sehingga segala upaya dalam pembangunan SDM,
pembangunan ekonomi dapat memperoleh hasil yang optimal. Budaya negeri kita
paternalistis, sehingga perilaku pemimpin nasional dan daerah, perilaku pejabat pusat dan
daerah akan menjadi refleksi masyarakat luas. Usaha pemberian otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dan pembangunan merupakan isu
pemerintahan yang lebih santer di masa-masa yang akan datang. Proses perencanaan dan
penentuan kebijaksanaan pembangunan yang sekarang masih nampak sentralistis di
pemerintahan pusat kiranya perlu didorong untuk mendesentralisasikan ke daerah-daerah.
Selain itu, peranan daerah juga sangat besar dalam proses pemberdayaan
masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan, termasuk di
dalamnya pembangunan wilayah pesisir dan lautan. Namun peran tersebut masih perlu
ditingkatkan di masa mendatang mengingat peranan sumber daya pesisir dan lautan
dalam pembangunan di masa mendatang makin penting. Peranan daerah juga makin
penting, terutama apabila dikaitkan dengan pembinaan kawasan, baik yang berkaitan
dengan pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam maupun masyarakat di daerah,
terutama yang berada di kawasan pesisir, yang kehidupannya sangat tergantung pada
lingkungan di sekitarnya (lingkungan pesisir dan lautan).
Daerah juga harus dapat meningkatkan peranannya melalui pembinaan dunia usaha
di daerah untuk mengembangkan usahanya di bidang kelautan. Artinya proses
pemberdayaan bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat pesisir atau masyarakat yang
menggantungkan hidupnya pada sektor kelautan (nelayan), tetapi juga para usahawan
(misalnya perikanan) mengantisipasi potensi pasar dalam negeri maupun luar negeri yang
cenderung meningkat. Di sektor lain, misalnya budidaya laut juga merupakan potensi
untuk mendorong pembangunan baik secara nasional maupun untuk kepentingan
masyarakat pesisir.
Secara empiris, tren menuju otonomisasi pengelolaan sumber daya kelautan ini pun
di beberapa negara sudah teruji dengan baik. Contoh bagus dalam hal ini adalah Jepang.
Dengan panjang pantai kurang lebih 34.590 km dan 6.200 pulau besar kecil, Jepang
menerapkan pendekatan otonomi melalui mekanisme “coastal fishery right” yang
terkenal itu. Dalam konteks ini, pemerintah pusat hanya memberikan “basic guidelines”
dan kemudian kebijakan lapangan diserahkan kepada provinsi atau kota melalui FCA
(Fishebry Cooperative Association). Dengan demikian, terdapat mozaik pengelolaan
yang bersifat site-spesific menurut kondisi lokasi di wilayah pengelolaan masing-masing.
4. Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Pendekatan pembangunan termasuk dalam konteks sumber daya kelautan, sering
kali meniadakan keberadaan organisasi lokal (local organization). Meningkatnya
perhatian terhadap berbagai variabel lokal menyebabkan pendekatan pembangunan dan
pengelolaan beralih dari sentralisasi ke desentralisasi yang salah satu turunannya adalah
konsep otonomi pengelolaan sumber daya kelautan. Dalam konteks ini pula, kemudian
konsep CBM (community based management) dan CM (Co-Management) muncul
sebagai “policy bodies” bagi semangat ”kebijakan dari bawah” (bottom up policy) yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Hal ini diarahkan sesuai dengan tujuan
pengelolaan sumber daya kelautan yang dilakukan untuk mencapai kesejahteraan
bersama sehingga orientasinya adalah pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat
sehingga tidak hanya menjadi objek, melainkan subjek pengelolaan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km2 dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumber daya ikan diperkirakan sebesar 6,4 juta ton
per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia), yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia.
Di dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya kelautan dan perikanan
(SDKP), masyarakat telah mengembangkan berbagai jenis teknologi penangkapan baik
yang berskala tradisional maupun modern. Karena permintaan pasar akan komoditi
perikanan dan kelautan yang bernilai ekonomis penting, perkembangan teknologi dan
pola penangkapan masyarakat kadang kala kurang memperhatikan aspek keberlanjutan
SDKP.
Pengelolaan sumber daya laut perlu diarahkan untuk mencapai tujuan
pendayagunaan potensi untuk meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi
nasional dan kesejahteraan pelaku pembangunan kelautan khususnya, serta untuk tetap
menjaga kelestarian sumber daya kelautan khususnya sumber daya pulih dan kelestarian
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai