Anda di halaman 1dari 28

 

16

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
 
HIPOTESIS
 

2.1   Tinjauan Pustaka


  Tinjauan pustaka merupakan bagian yang menguraikan teori-teori yang
 
relevan menurut para ahli maupun peneliti terdahulu yang penulis kutip sebagai

bahan penunjang bahan kajian dalam skripsi ini. Pada sub-bab ini akan dijelaskan

mengenai teori-teori yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja

hingga produktivitas kerja karyawan.

2.1.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dalam proses pemanfaatan sumber daya manusia terdapat sebuah aktivitas-

aktivitas yang mencoba untuk memfasilitasi orang-orang yang ada didalam

organisasi untuk dapat berkontribusi dalam pencapaian rencana strategis organisasi.

Salah satu aktivitas sumber daya manusia adalah program keselamatan dan

kesehatan kerja yang dapat melindungi pekerja dari bahaya di tempat kerja serta

dapat meningkatkan produktivitas kerjanya (Jackson, Schuler & Werner, 2011).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja berkaitan dengan upaya pencegahan

kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta memiliki jangkauan berupa terciptanya

masyarakat dan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera. Banyaknya kasus

kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja yang dapat menimbulkan dampak

negatif, tidak saja bagi perusahaan bahkan merugikan manusia.

 
  17

 
Keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri adalah pengawasan terhadap
 
orang, mesin, material dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar pekerja
 
tidak
  mengalami cedera (Sedarmayanti 2010). Undang-undang Nomor 14 tahun

  1969 pasal 9 mengutarakan bahwa: tiap tenaga kerja berhak mendapatkan

  perlindungan atau keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja

serta  perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
  Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) mengacu pada kondisi fisiologis-
 
fisikal dan psikologis pekerja yang merupakan hasil dari lingkungan yang diberikan

oleh perusahaan. Jika suatu perusahaan melakukan pengukuran keamanan dan

kesehatan yang efektif, maka semakin sedikit pegawai yang akan mengalami

dampak penyakit jangka pendek atau jangka panjang akibat bekerja di perusahaan

tersebut (Jackson, Schuler & Werner, 2011).

Kondisi fisiologis-fisikal itu sendiri adalah penyakit dan kecelakaan kerja

seperti hilangnya nyawa atau anggota tubuh, cedera karena gerakan repetitif, cedera

punggung, serta kondisi-kondisi lain yang merupakan akibat dari lingkungan kerja

yang tidak sehat. Sedangkan kondisi psikologis pekerja mencakup gejala-gejala

kesehatan mental yang buruk dan kejenuhan pada pekerjaan, termasuk kelesuan,

kelelahan emosional, menutup diri, bingung akan tugas dan peran, tidak

mempercayai orang lain, tidak pernah memperhatikan, mudah marah, dan

kecenderungan untuk merasa bingung atas sesuatu hal. Kondisi-kondisi tersebut

merupakan akibat dari tekanan di tempat kerja dan kualitas kehidupan kerja yang

buruk.

 
  18

 
Pada prinsipnya dasar keselamatan dan kesehatan kerja menurut
 
Sedamaryanti (2010) menekankan beberapa hal, yaitu: 1) Setiap karyawan berhak
 
memperoleh
  jaminan atas keselamatan kerja agar tehindar dari kecelakaan; 2)

  Setiap karyawan yang berada di tempat kerja harus dijamin keselamatannya; dan 3)

  tempat pekerjaan dijamin selalu dalam keadaan aman.

  Penerapan program K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan


 
landasan hukum penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri.
 
Landasan hukum tersebutlah yang menjadi pijakan utama dalam menafsirkan

aturan untuk menentukan seperti apa ataupun bagaimana program K3 tersebut harus

ditetapkan. Sumber-sumber hukum yang menjadi dasar penerapan K3 di Indonesia

adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan

Jaminan Sosial Tenaga Kerja

4. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul

karena Hubungan Kerja

5. Peraturan Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan

dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

6. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan

Kerja.

Sedamaryanti (2010:208) menyatakan dalam menerapkan sistem

manajemen K3 organisasi wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut:

 
  19

 
a. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin
 
komitmen terhadap penerapan sistem manajemen K3.
 
b.  Merencanakan pemenuhan kebijakan tujuan dan sasaran penerapan

  keselamatan dan kesehatan kerja.

  c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan

  mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan

  mencapai kebijakan, tujuan, sasaran, keselamatan dan kesehatan kerja.

 
d. Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan

kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan sistem manajemen

K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja

keselamatan dan kesehatan kerja.

Sedangkan menurut Handoko (2000), strategi atau upaya untuk mengukur

dan meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja yang efektif dapat dilihat dari

5 (lima) dimensi, yaitu:

1) Membuat Kondisi Kerja yang Aman. Dalam rangka upaya meningkatkan

keselamatan dan kesehatan kerja, maka suatu pencegahan kecelakaan serta

penyakit akibat kerja harus dimulai dari membuat kondisi kerja yang aman.

Kondisi kerja merupakan serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja

dari perusahaan yang menjadi tempat karyawan bekerja didalam lingkungan

tersebut. Membuat kondisi kerja yang aman dapat dilakukan dengan

merancang lingkungan kerja dengan baik yang merupakan salah satu upaya

terbaik untuk mencegah dan meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja.

 
  20

 
2) Pendidikan dan Pelatihan. Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja
 
merupakan pelatihan yang disusun untuk memberi bekal kepada personil yang
 

  ditunjuk perusahaan untuk dapat menerapkan K3 di tempat kerja. Pelatihan ini

  bertujuan agar karyawan dapat memahami program keselamatan dan kesehatan

  kerja dan berperilaku sesuai dengan aturan atau pedoman yang telah ditetapkan

  perusahaan.

3)   Menciptakan Lingkungan Kerja yang Sehat. Lingkungan kerja merupakan


 
segala yang ada disekitar para pekerja ketika melakukan pekerjaan yang dapt

mempengaruhi pekerja itu sendiri dalam menjalankan tugas yang dibebankan.

Penyakit kerja dapat lebih merugikan dan berbahaya daripada kecelakaan

kerja. Karena penyakit sering kali membutuhkan waktu lama untuk

berkembang, kondisi kerja yang berbahaya bisa tidak terdeteksi selama

beberapa tahun. Mengembangkan strategi untuk mengurangi tingkat kejadian

penyakit ini biasanya lebih sulit daripada mengurangi kecelakaan dan cedera.

4) Pelayanan Kebutuhan Kesehatan Karyawan. Program manajemen dalam

memberikan program yang dirancang untuk membantu pegawai dalam

menghadapi tekanan terkait dengan pekerjaan merupakan strategi untuk

meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja. Program ini diharapkan dapat

mengurangi tekanan yang dialami oleh pegawai.

5) Pelayanan Kesehatan. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja para tenaga

kerja harus diutamakan dan diperhitungkan, agar para tenaga kerja merasa

nyaman dan aman dengan adanya jaminan atas pekerjaan yang mereka

lakukan.

 
  21

 
Sebagaimana yang kita ketahui keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
 
hal yang penting bagi suatu perusahaan karena dampak terjadinya suatu kecelakaan
 
kerja
  tidak hanya merugikan karyawan tetapi juga perusahaan secara langsung.

  Oleh karena itu, penanganan masalah keselamatan dan kesehatan kerja di dalam

  sebuah perusahaan harus diperhatikan dan ditangani secara serius oleh seluruh

komponen
  pelaku usaha dan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang
 
terorganisir dengan baik yang tentunya akan mengurangi terjadinya kecelakaan
 
kerja. Yang dimaksud dengan terorganisir dengan baik disini adalah terpenuhinya

semua aspek syarat-syarat keselamatan kerja sesuai dengan pasal 3 UU Nomor 1

Tahun 1970, terpenuhinya lingkungan kerja yang sehat dengan terbebas dari

penyakit akibat kerja baik dari golongan fisik, golongan kimia, golongan biologis,

golongan fisiologis, dan golongan psikologi.

2.1.1.1 Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Tujuan inti dari pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

adalah memberi perlindungan kepada karyawan. Bagaimanapun, pekerja adalah

aset perusahaan yang harus dipelihara dan dijaga keselamatannya. Dengan adanya

jaminan keselamatan, keamanan, dan kesehatan selama bekerja, karyawan akan

memberikan kepuasan dan meningkatkan loyalitas terhadap perusahaan.

Sedarmayanti (2010) mengemukakan bahwa tujuan dari sistem manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja adalah:

a. Sebagai alat mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya,

baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja bebas.

 
  22

 
b. Sebagai upaya mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan akibat
 
kerja, memelihara, dan meningkatkan kesehatan dan gizi tenaga kerja,
 

  merawat dan meningkatkan efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia,

  memberantas kelelahan kerja dan melipatgandakan gairah serta kenikmatan

  bekerja.

c.  Memberi perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan, agar terhindar


  dari bahaya pengotoran bahan proses industrialisasi yang bersangkutan, dan

 
perlindungan masyarakat luas dari bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh

produk industri.

Sedangkan menurut Mangkunegara (2011;162), tujuan keselamatan dan

kesehatan kerja, yaitu:

1. Agar setiap karyawan mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja,

baik secara fisik, sosial dan psikologis.

2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja yang digunakan sebaik-baiknya,

seefektif mungkin.

3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi

karyawan.

5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja.

6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau

kondisi kerja.

7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

 
  23

 
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja
 
adalah untuk dapat membuat lingkungan kerja yang aman, nyaman, terhindar dari
 
kecelakaan
  kerja yang dapat terjadi, dan melindungi tenaga kerja dari gangguan

  kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.

 
2.1.1.2 Keselamatan Kerja
  Keselamatan pada dasarnya adalah kebutuhan setiap manusia dan menjadi
 
naluri dari setiap makhluk hidup. Sejak manusia bermukim di muka bumi, secara

tidak sadar mereka telah mengenal aspek keselamatan untuk mengantisipasi

berbagai bahaya di sekitar lingkungan hidupnya (Ramli, 2010).

Perlindungan tenaga kerja meliputi berbagai aspek dan salah satunya yaitu

perlindungan keselamatan. Perlindungan tersebut sebagai upaya agar tenaga kerja

merasa aman melakukan kerjaannya sehari-hari untuk dapat meningkatkan

produksi dan produktivitas karyawan. Perlindungan keselamatan ini dapat

dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan membuat program

keselamatan kerja di perusahaan. Program keselamatan kerja dititik beratkan pada

penanganan kecelakaan kerja dan upaya untuk menghindarinya. Program

keselamatan kerja menurut Hastho dan Meilan (dalam Sunyoto 2015), terbentuk

dari unsur berikut ini:

1. Dukungan Manajemen Puncak.

2. Pengangkatan Kepala Keselamatan Kerja.

3. Perekayasaan Suatu Pabrik dan Operasi yang Aman.

4. Pendidikan bagi Karyawan untuk Bertindak Secara Aman.

 
  24

 
5. Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja.
 
Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi keselamatan yang bebas dari
 
resiko
  kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang

  kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi kerja

  (Simanjuntak, 2011). Sedangkan menurut Swasto (2011:107), keselamatan kerja

menyangkut
  segenap proses perlindungan tenaga kerja terhadap kemungkinan
 
adanya bahaya yang timbul dalam lingkungan pekerjaan.
 
Slamet (2012) mendefinisikan keselamatan kerja dapat diartikan sebagai

keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain

keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama

bekerja, karena tidak ada yang menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan

kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu

dilaksanakan. Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja menurut Widodo (2015)

adalah sebagai berikut:

a) Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja.

b) Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.

c) Teliti dalam bekerja.

d) Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan

kerja..

Sunyoto (2015) menyatakan terdapat tiga penyebab pokok terjadinya

kecelakaan, yaitu: 1) peristiwa-peristiwa secara kebetulan, 2) kondisi-kondisi dan

tindakan-tindakan, dan 3) perbuatan-perbuatan yang membahayakan. Sedangkan

 
  25

 
menurut Jackson, Schuler dan Werner (2011) kecelakaan kerja dapat dilihat dari
 
dua faktor, yaitu:
 
1.   Kualitas Perusahaan. Secara umum, faktor-faktor yang paling

  mempengaruhi kecelakaan di tempat kerja adalah: (1) kondisi dan waktu

  kerja, (2) peralatan dan teknologi yang digunakan untuk bekerja, dan (3)

  ketersediaan senjata yang dibawa untuk bekerja. Akan tetapi, ukuran

  perusahaan juga berhubungan dengan tingkat kecelakaan.

 
2. Kualitas Individu. Kecelakaan merupakan akibat dari perilaku pekerja,

bahaya yang ada dalam lingkungan kerja, dan peluang terjadinya kecelakaan.

Tingkatan seseorang dapat menyebabkan kecelakaan menjadi sebuah

indikator dari kecenderungan seseorang terhadap kecelakaan. Meski

demikian karakteristik psikologis dan fisik tertentu tampaknya membuat

sebagian orang lebih mudah mengalami kecelakaan. Contohnya: (1) pegawai

yang memiliki emosi yang tinggi mengalami lebih sedikit kecelakaan

daripada pegawai yang emosinya rendah, (2) pegawai yang mengalami

banyak tekanan lebih sering berpeluang mengalami kecelakaan daripada

pegawai yang tidak mengalami banyak tekanan, (3) para pegawai tua lebih

mungkin mengalami kecelakaan.

Sedangkan menurut Mangkunegara (2011), beberapa sebab yang

memungkinkan terjadinya kecelakaan yaitu :

1. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja

a. Penyusunan dan penyimpangan barang-barang berbahaya kurang

diperhitungkan keamanannya.

 
  26

 
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
 
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
 
2.   Pengaturan Udara

  a. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor,

  berdebu, dan berbau tidak enak).

 b. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.

3.   Pengaturan Penerangan
 
a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.

b. Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.

4. Pemakaian Peralatan Kerja

a. Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.

b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik.

5. Kondisi fisik dan mental pegawai

a. Kerusakan alat indera, stamina karyawan yang tidak stabil.

b. Emosi karyawan yang tidak stabil, kepribadian karyawan yang rapuh, cara

berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah, sikap

karyawan yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam

penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa resiko

bahaya.

2.1.1.3 Kesehatan Kerja

Program kesehatan kerja merupakan suatu hal yang penting dan perlu

diperhatikan oleh pihak pengusaha. Karena dengan adanya program kesehatan yang

 
  27

 
baik akan menguntungkan para karyawan secara material. Hal tersebut disebabkan
 
karena karyawan akan lebih jarang absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih
 
menyenangkan,
  sehingga secara keseluruhan karyawan akan mampu bekerja lebih

  lama. Menurut Mangkunegara (2011) program kesehatan kerja menunjukkan pada

  kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang

disebabkan
  oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor
  lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan,
dalam
 
lingkungan yang dapat membuat stres, emosi atau gangguan fisik.

Kesehatan kerja adalah suatu kondisi yang bertujuan agar masyarakat

pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani,

maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau

gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun

penyakit umum (Widodo, 2015).

Menurut Swasto (2011:110), kesehatan kerja menyangkut kesehatan fisik

dan mental. Kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia termasuk

lingkungan kerja. Swasto juga mengemukakan bahwa ada beberapa faktor-faktor

yang mempengaruhi kesehatan kerja, antara lain:

1. Kondisi Lingkungan tempat kerja

a. Kondisi Fisik

b. Berupa penerangan, suhu udara, ventilasi ruangan tempat kerja, tingkat

kebisingan, getaran mekanis, radiasi dan tekanan udara.

c. Kondisi Fisiologis

 
  28

 
Kondisi ini dapat dilihat dari kontruksi mesin/peralatan, sikap badan dan cara
 
kerja dalam melakukan pekerjaan, hal-hal yang dapat menimbulkan kelelahan
 

  fisik dan bahkan dapat mengakibatkan perubahan fisik tubuh karyawan.

  d. Kondisi Khemis

  Kondisi yang dapat dilihat dari uap gas, debu, kabut, asap, awan, cairan dan

  benda padat.

2.   Mental psikologis
 
Kondisi ini meliputi hubungan kerja dalam kelompok/teman sekerja, hubungan

kerja antara bawahan dengan atasan dan sebaliknya, suasana kerja dan lain

sebagainya.

Usaha-usaha yang diperlukan untuk meningkatkan kesehatan kerja menurut

Mangkunegara (2011) adalah sebagai beikut:

a. Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna ruangan

kerja, penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, dan mencegah

kebisingan.

b. Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit.

c. Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keserasian lingkungan kerja.

2.1.3 Produktivitas Kerja

Secara filosofis, produktivitas merupakan sikap mental yang selalu berusaha

dan mempunyai pandangan bahwa suatu kehidupan hari ini lebih baik dari hari

kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Menurut Sunyoto (2015), secara

teknis produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dan

 
  29

 
keseluruhan sumber daya yang dipergunakan, produktivitas tenaga kerja
 
merupakan persatuan waktu dan sebagai tolak ukur jika ekspansi dan aktivitas dari
 
sikap
  sumber yang digunakan selama produktivitas berlangsung dengan

  membandingkan jumlah yang dihasilkan dengan setiap sumber yang digunakan.

  Jadi produktivitas kerja adalah ukuran yang menunjukkan pertimbangan antara

  dan output yang dikeluarkan perusahaan serta peran tenaga kerja yang
input
 
dimiliki persatuan waktu. Atau dengan kata lain mengukur efisiensi memerlukan
 
identifikasi dari hasil kinerja.

Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam proses peningkatan

produktivitas karena alat produksi dan teknologi pada hakikatnya merupakan hasil

karya manusia. Pengukuran produktivitas tenaga kerja dilakukan karena: (1) tenaga

kerja adalah faktor terpenting untuk melaksanakan berbagai jenis produksi, (2)

elemen tenaga kerja ini mudah diukur.

Produktivitas ini merupakan suatu aspek yang penting bagi perusahaan,

karena apabila tenaga kerja dalam perusahaan mempunyai kerja yang tinggi, maka

perusahaan akan memperoleh keuntungan dan hidup perusahaan akan terjamin.

Usaha peningkatan produktivitas harus direncanakan secara baik dan sistematis,

sehingga berhasil apabila diaplikasikan kedalam suatu perusahaan (Hameed &

Amjad, 2009). Sedangkan menurut Tryono (2012;61), produktivitas adalah

perbandingan antara hasil-hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang

dipergunakan atau perbandingan jumlah produksi (output) dengan sumber daya

yang digunakan (input).

 
  30

 
Badriyah (2015), mengemukakan produktivitas tenaga kerja mengandung
 
pengertian sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta
 
tenaga
  kerja per satuan waktu. Peningkatan produktivitas tenaga kerja merupakan

  pembaharuan pandangan hidup dan kultural dengan sikap mental memuliakan kerja

  serta perluasan upaya memperbaiki kehidupan sosial ekonomi.

  Sedangkan menurut sinungan (2009) produktivitas kerja adalah sikap yang

  untuk menggunakan sumberdaya dalam organisasi secara tepat guna, efektif


timbul
 
dan efesien. Dimana seseorang bekerja lebih baik dari hari ke hari, dan pekerjaan

yang dilakukan harus lebih meningkat kualitasnya. Hal ini sejalan dengan yang

dikemukakan oleh Wibowo (2008:260) bahwa produktivitas adalah perbandingan

antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja disini adalah penggunaan

sumber daya manusia secara efektif dan efisien.

Mengingat pentingnya peranan manusia dalam suatu perusahaan, yang

apabila salah memanfaatkan tenaga kerja manusia tersebut akan dapat

menimbulkan masalah yang sangat rumit, yang justru bisa menghancurkan tujuan

perusahaan yang berangkutan. Untuk itu, tenaga kerja manusia sangat perlu

mendapatkan perhatian yang khusus karena pemakaian tenaga kerja manusia secara

efektif merupakan kunci dari peningkatan produktivitas (Ardana, Mujiati & Utama,

2012).

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

produktivitas kerja adalah penggunaan sumber daya manusia, keterampilan,

teknologi dan manajemen untuk memperbaiki kehidupan agar menjadi lebih baik

dari hari sebelumnya. Produktivitas kerja juga mengandung pengertian sebagai

 
  31

 
perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan
 
waktu dan merupakan hasil keluaran tiap karyawan yang efektif dari pemamfaatan
 
sumber
  daya yang efesien. Seorang karyawan dapat dikatakan produktif apabila ia

  mampu menghasilkan jumlah produk yang lebih banyak dibandingkan dengan

  karyawan lain dalam waktu yang sama.

 
2.1.2.1 Faktor-Faktor Pengukuran Produktivitas Kerja
 
Dalam analisis manajemen SDM, produktivitas karyawan merupakan

variabel tergantung atau dipengaruhi banyak hal yang ditentukan oleh banyak

faktor. Teori Hameed & Amjad (2009:5) menyatakan faktor-faktor yang digunakan

dalam pengukuran produktivitas kerja meliputi:

a. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan

dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standart yang ada atau

ditetapkan oleh perusahaan.

b. Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan

mutu dari suatu produk yang dihasilkan karyawan. Dalam hal ini merupakan

suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya secara

teknis dengan perbandingan standart yang ditetapkan perusahaan,

c. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal

waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output

serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan

waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang

diselesaikan diawal waktu sampai menjadi output.

 
  32

 
Sedarmayanti dalam Badriyah (2015) menyatakan ada enam faktor utama
 
yang menentukan produktivitas tenaga kerja, yaitu:
 
a.  Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work);

  b. Tingkat keterampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam

  manajemen dan supervisi serta keterampilan dalam teknik industri;

c.  Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan yang tercermin dalam usaha
  bersama antara pimpinan dan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas;

 
d. Manajemen produktivitas, yaitu manajemen yang efisien mengenai sumber

dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas;

e. Efisien tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas;

f. Kewirausahaan, yang tercermin dalam pengambilan risiko kreativitas dalam

berusaha, dan berada pada jalur yang benar dan berusaha.

Sulistiyani (2003) mengemukakan bahwa dimensi produktivitas kerja harus

selalu dikaitkan dengan efektifitas dan efisiensi kerja, dalam hal ini tentunya

terdapat hubungan antara dimensi efektivitas dan efisiensi dalam produktivitas

kerja. Sehingga secara ideal produktivitas kerja yang tinggi dapat dicapai melalui

efektivitas dan kualitas kerja yang sesuai dengan efisiensi. Sedarmayanti (2004:35)

berpendapat bahwa produktivitas memiliki 2 (dua) dimensi yang dapat dijadikan

pengukuran produktivitas yaitu:

(1) Efektivitas. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran

seberapa jauh target dapat tercapai. Efektivitas mengarah kepada pencapaian kerja

yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan dua indikator, yaitu

pencapaian kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan

 
  33

 
(2) Efisiensi. Efisiensi mengarah kepada seberapa hemat masukan sumber daya
 
yang digunakan baik secara teknis maupun ekonomis untuk menghasilkan keluaran
 
seperti
  yang telah ditentukan.

  Sedangkan Sunyoto (2015), menyatakan faktor-faktor yang dapat

  digunakan untuk menentukan produktivitas antara lain, yaitu:

 1. Pengetahuan (knowledge)

 2. Keterampilan (skills)

 
3. Kemampuan (abilities)

4. Sikap (attitude) dan perilaku (behaviors)

Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sulistiyani & Rosidah

(2009), yang menyatakan ada beberapa faktor yang menentukan besar kecilnya

produktivitas suatu instansi antara lain: knowledge, skills, abilities, attitude, dan

behaviors.

Dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat digunakan untuk

mengukur produktivitas kerja akan memberikan informasi yang bermanfaat untuk

menentukan dan mengevaluasi perkembangan dan efektivitas produktivitas untuk

perusahaan dari waktu ke waktu dan dijadikan perbaikan terus-menerus yang

dilakukan di suatu perusahaan.

2.2.1.2 Sumber Informasi untuk Menilai Produktivitas Kerja

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dijadikan sumber informasi yang

dipakai untuk menilai produktivitas kerja menurut Ardana (2012), yaitu:

a. Job satisfaction, yang dapat diketahui dengan meneliti sikap karyawan

 
  34

 
b. Waste & Scrapt, yakni ada tidaknya pemborosan atau yang tidak ada gunanya,
 
semakin banyak barang sisa semakin menunjukkan adanya persoalan
 

  produktivitas

  c. Quality record, yaitu catatan kualitas barang yang dihasilkan. Semakin tinggi

  kualitas mutu, semakin baik tingkat produktivitas dan sebaliknya.

d.   Absenteeism & tiredness, yaitu catatan hari tidak masuk kerja, terlambat,
  pulang lebih awal. Makin tinggi angka tersebut makin rendah produktivitas

 
karyawan.

e. Report from counselor, makin sering karyawan ke konselor, makin rendah

produktivitas karyawan tersebut.

f. Grievances, yaitu keluhan karyawan kepada teman, atasan, atau yang

dinyatakan secara tertulis sebagai indikator ketidakpuasan kerja.

g. Accident report, makin sering terjadi kecelakaan kerja berarti banyak karyawan

yang tidak produktif

h. Medical report, semakin banyak catatan kunjungan karyawan ke dokter

menunjukkan banyak karyawan yang tidak sehat dan mengindikasikan masalah

produktivitas

i. Suggestion, makin sering karyawan memberi saran, makin besar

sumbangannya terhadap produktivitas.

 
  35

 
2.1.3 Hubungan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan
 
Produktivitas Kerja
 

  Untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi perusahaan harus mampu

  mendapatkan, mengembangkan, mengevaluasi, dan memelihara kualitas dan

  kuantitas tenaga kerja yang tepat. Salah satu cara memelihara kualitas dan kuantitas

tenaga
  kerja adalah menjamin K3 dilingkungan perusahaan. Karyawan yang
 
terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya akan bekerja lebih produktif
 
dibandingkan mereka yang tidak terjamin keselamatan dan kesehatannya.

Menurut Rachmawati (2008), karyawan yang memiliki kesejahteraan buruk

akan mempengaruhi produktivitasnya. Lebih lanjut mereka tidak mempunyai

motivasi dan minat, apatis dalam bekerja, serta loyalitas terhadap perkejaan akan

berkurang. Berikut beberapa faktor yang dapat meningkatkan produktivitas kerja:

1. Pengaturan jam kerja

Kaitan antara jam kerja dengan produktivitas kerja adalah bahwa kondisi

karyawan dapat dipengaruhi oleh kurangnya istirahat yang memadai

sehingga mengakibatkan kondisi psikis dan mental menurun.

2. Kemudahan menghemat waktu dan efisiensi kerja

a. Sistem shift yang didukung oleh model upah shift

b. Kenyamanan kerja

c. Keamanan kerja

d. Keselamatan dan kesehatan kerja gaya baru (K3GB)

Setiap perusahaan yang baik dan sehat adalah perusahaan yang selalu

memperhatikan kondisi karyawannya. Penerapan program keselamatan dan

 
  36

 
kesehatan kerja yang optimal bagi karyawan berhubungan erat dengan
 
produktivitas kerja karyawannya, karena penerapan program keselamatan dan
 
kesehatan
  kerja merupakan salah satu cara memotivasi karyawan untuk

  meningkatkan produktivitas kerja mereka.

  Setiap manajer harus menyadari bahwa untuk mencapai tujuan perusahaan

sangat
  tergantung kepada proses pelaksanaan pekerjaannya, khususnya semangat

  atau kegairahan kerja para bawahannya. Produktivitas kerja kelompok


kerja
 
memberi peluang kepada orang-orang yang bekerja untuk mengambil bagian yang

maksimal dalam perusahaan yang bersangkutan (Burton dalam Oktafiani, 2016).

Sumber daya manusia yang sebagai tenaga kerja tidak terlepas dari masalah-

masalah yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Maka untuk

mencapai tujuan perusahaan, setiap perusahaan harus memelihara karyawannya

dengan baik. Menurut Ridley dalam Oktafiani (2016) dengan adanya program K3,

konflik-konflik antara karyawan dengan perusahaan tentang jaminan keselamatan

dan kesehatan karyawan dapat diatasi, karena karyawan beranggapan bahwa

perusahaan akan memikirkan keselamatan mereka saat bekerja.

Penyakit akibat kerja bila tidak ditangani secara sungguh-sunguh dan

terpadu, dapat menjadi bumerang bagi pekerja dan perusahaan di tempat mana

mereka bekerja. Bagi tenaga kerja, penyakit akibat kerja dapat menurunkan

pendapatan yang diterimanya. Sedangkan bagi perusahaan berakibat menurunnya

jumlah produksi serta memberikan citra yang kurang baik terhadap kualitas dan

kapasitas perusahaan. Pekerja yang kesejahteraannya buruk, tidak hanya

menyebabkan rasa kecil hati tetapi produktivitas mereka akan menurun. Lebih

 
  37

 
lanjut mereka tidak menaruh minat, apabila dalam melakukan pekerjaan dan
 
loyalitas mereka terhadap perusahaan akan berkurang pula.
 

  Pencegahan penyakit akibat kerja dilakukan melalui pendekatan pekerja,

  pengusaha dan pengaturan oleh Pemerintah tentang norma-norma keselamatan dan

  kesehatan kerja, seperti norma pengaman kerja. Norma memperlancar pekerjaan

bongkar
  muat dan penyimpan barang, norma pencegahan aliran listrik dan
 
sebagainya.
 
Menurut Barthos (2012), upaya-upaya pencegahan akibat kerja secara

terpadu atau terkait tersebut, yaitu: 1) pengaturan jam kerja, 2) daya tahan tubuh

pekerja, 3) kemudahan menghemat dalam waktu dan efisiensi kerja, 4) kenyamanan

kerja, dan 5) keamanan kerja.

Pusparini, Jusuf, dan Budiono (2008) menyatakan bahwa program

keselamatan kerja salah satu tujuannya adalah melindungi tenaga kerja atas hak

keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan

meningkatkan produksi dan produktivitas. Hal itu ditegaskan pula oleh

Sedamaryanti (2009) bahwa program keselamatan kerja akan meningkatkan

produktivitas kerja dari tenaga kerja.

Berdasarkan uraian di atas, pelaksanaan program keselamatan dan

kesehatan kerja serta produktivitas karyawan menjadi penting dikaji, karena kedua

faktor tersebut dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan dalam tujuannya

mencapai visi dan misi perusahaan. Mengingat hal itu, setiap perusahaan perlu

menerapkan program keselamatan dan kesehatan kerja yang secara komprehensif

 
  38

 
mengupayakan pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja. Sehingga dapat
 
meningkatkan produktivitas kerja karyawannya.
 

  2.2 Kerangka Pemikiran

  Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel independent dan

variabel
  dependent. Variabel independent dalam penelitian ini adalah keselamatan

dan  kesehatan kerja pada karyawan. Sedangkan variabel dependent dari penelitian
  ini adalah produktivitas kerja karyawan. Kedua variabel tersebut dioperasionalkan

ke dalam bentuk konsep yang dapat diukur sebagai berikut:

1. Keselamatan dan Kesehatan kerja mengacu pada kondisi psikologis fisik dan

psikologis pekerja yang merupakan hasil dari lingkungan yang diberikan oleh

perusahaan. Jika suatu perusahaan melakukan pengukuran keamanan dan

kesehatan yang efektif, maka semakin sedikit pegawai yang akan mengalami

dampat penyakit jangka pendek atau jangka panjang akibat bekerja

diperusahaan tersebut. Strategi atau upaya untuk mengukur dan meningkatkan

keselamatan dan kesehatan kerja yang efektif dapat dilihat dari 5 (lima)

dimensi (Handoko, 2000):

1) Membuat Kondisi Kerja yang Aman. Dalam rangka upaya meningkatkan

keselamatan dan kesehatan kerja, maka suatu pencegahan kecelakaan serta

penyakit akibat kerja harus dimulai dari membuat kondisi kerja yang

aman. Kondisi kerja merupakan serangkaian kondisi atau keadaan

lingkungan kerja dari perusahaan yang menjadi tempat karyawan bekerja

didalam lingkungan tersebut. Membuat kondisi kerja yang aman dapat

 
  39

 
dilakukan dengan merancang lingkungan kerja dengan baik yang
 
merupakan salah satu upaya terbaik untuk mencegah dan meningkatkan
 

  keselamatan dan kesehatan kerja.

  2) Pendidikan dan Pelatihan. Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja

  merupakan pelatihan yang disusun untuk memberi bekal kepada personil

  yang ditunjuk perusahaan untuk dapat menerapkan K3 di tempat kerja.


  Pelatihan ini bertujuan agar karyawan dapat memahami program
 
keselamatan dan kesehatan kerja dan berperilaku sesuai dengan aturan

atau pedoman yang telah ditetapkan perusahaan.

3) Menciptakan Lingkungan Kerja yang Sehat. Lingkungan kerja merupakan

segala yang ada disekitar para pekerja ketika melakukan pekerjaan yang

dapt mempengaruhi pekerja itu sendiri dalam menjalankan tugas yang

dibebankan. Penyakit kerja dapat lebih merugikan dan berbahaya daripada

kecelakaan kerja. Karena penyakit sering kali membutuhkan waktu lama

untuk berkembang, kondisi kerja yang berbahaya bisa tidak terdeteksi

selama beberapa tahun. Mengembangkan strategi untuk mengurangi

tingkat kejadian penyakit ini biasanya lebih sulit daripada mengurangi

kecelakaan dan cedera.

4) Pelayanan Kebutuhan Kesehatan Karyawan. Program manajemen dalam

memberikan program yang dirancang untuk membantu pegawai dalam

menghadapi tekanan terkait dengan pekerjaan merupakan strategi untuk

meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja. Program ini diharapkan

dapat mengurangi tekanan yang dialami oleh pegawai.

 
  40

 
5) Pelayanan Kesehatan. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja para
 
tenaga kerja harus diutamakan dan diperhitungkan, agar para tenaga kerja
 

  merasa nyaman dan aman dengan adanya jaminan atas pekerjaan yang

  mereka lakukan.

  2. Sedarmayanti (2004:35) berpendapat “bahwa produktivitas memiliki 2 (dua)

  dimensi yaitu (1) efektivitas, dan (2) efisiensi. Dua dimensi tersebut dapat

  dijelaskan sebagai berikut; 1) Efektivitas merupakan suatu ukuran yang

 
memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Efektivitas

mengarah kepada pencapaian kerja yang maksimal yaitu pencapaian target

yang berkaitan dengan dua indikator pencapaian kualitas dan kuantitas produk

yang dihasilkan, dan 2) Efisiensi mengarah kepada seberapa hemat masukan

sumber daya yang digunakan baik secara teknis maupun ekonomis untuk

menghasilkan keluaran seperti yang telah ditentukan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan paradigma mengenai

pengaruh pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap

produktivitas kerja karyawan yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 yang merupakan

kerangka berpikir dalam penelitian ini. Dimana dimensi untuk keselamatan dan

kesehatan kerja diambil dari teori Handoko yang menjelaskan strategi untuk

meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan, sedangkan untuk

mengukur dimensi produktivitas karyawan diambil dari teori Sedamaryanti yang

menyatakan bahwa produktivitas kerja memiliki dua dimensi dan beberapa

indikator yang menunjukan tingkat produktivitas kerja, yaitu dimensi efektivitas

dan efisiensi. Dimensi efisiensi memiliki beberapa indikator yaitu secara teknis

 
  41

 
meliputi cara penggunaan mesin, cara pemanfaatan perlengkapan, peralatan,
 
penggunaan tempat, serta bahan baku dan secara ekonomis yaitu dari segi biaya dan
 
waktu.
 

 
Program Keselamatan dan
  Kesehatan Kerja (X)

  1. Membuat kondisi kerja


yang aman Produktivitas Kerja
  2. Pendidikan & Pelatihan (Y)
3. Menciptakan
lingkungan kerja yang 1. Efektivitas
sehat 2. Efisiensi
4. Pelayanan kebutuhan
kesehatan karyawan (Sedamaryanti, 2004)
5. Pelayanan
Sumber: kesehatan
Olah Data Penulis, 2016
6. Program Kesehatan

(Handoko, 2000)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.3 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa

pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja di setiap perusahaan

merupakan hal yang sangat penting dilakukan. Faktor dari program K3 tersebut

dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yang akan berdampak pada

keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengambil rujukan dari beberapa

penelitian sebelumnya yang mempunyai behasan penelitian yang hampir sama

 
  42

 
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Hal ini dimaksudkan untuk
 
memberikan informasi yang lebih mengenai topik penelitian yang akan dilakukan.
 
Berikut
  ini merupakan beberapa penelitian terdahulu yang digunakan dalam

  penelitian ini sebagai referensi.

  1. Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Karyawan PT.

  Bitratex Industries Semarang. Penulis: Ibrahim Jati Kusuma (2011). Hasil dari

  penelitian tersebut adalah pelaksanaan program K3 dapat mengurangi

 
absentisme, pengurangan biaya klaim kesehatan, pengurangan turnover kerja

dan semua karyawan di bagian produksi mampu untuk mencapai target

produksi yang diterapkan oleh perusahaan.

2. Hubungan Keselamatan dan Kesehatan (K3) dengan Produktivitas Kerja

Karyawan (Studi Kasus: Bagian Pengolahan PTPN VIII Gunung Mas, Bogor).

Penulis: T. Lestari, E. Trisyukianti. (2009) . Hasil dari penelitian tersebut

menjelaskan bahwa faktor - faktor K3 yang dianalisis yang meliputi pelatihan

keselamatan, publikasi keselamatan kerja, kontrol lingkungan kerja,

pengawasan dan disiplin telah dilaksanakan dengan baik. Hubungan antara K3

dengan produktivitas kerja karyawan adalah positif, sangat nyata dan

berkorelasi kuat.

3. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas dari Tinjauan Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (K3) di Perusahaan Kontraktor. Penulis: Fenny Moniaga

(2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor variabel keselamatan kerja

berpengaruh langsung terhadap produktivitas kerja, tetapi faktor kesehatan

kerja sebaliknya tidak berpengaruh langsung. Indikator lingkungan kerja

 
  43

 
(perusahaan kontraktor) dari segi fisik berpengaruh langsung terhadap
 
kesehatan, namun tidak berpengaruh pada keselamatan kerja, dan berpengaruh
 

  tidak langsung terhadap produktivitas melalui keselamatan kerja.

  4. Pengaruh Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap

  Produktivitas Kerja Di UD. Sinar Abadi Singaraja Tahun 2015. Penulis: Gusti

  Komang Ardika. Hasil penelitian menunjukkan variabel K3 berpengaruh

  signifikan terhadap produktivitas kerja sebesar 20,9%.

 
5. Pengaruh Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas

Kerja Karyawan. Penulis: Busyairi, Tosungku & Oktaviani (2014). Variabel

keselamatan dan kesehatan kerja secara signifikan berpengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel produktivitas

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

Ho : Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelaksanaan

program keselamatan dan kesehatan kerja terhadap produktivitas kerja.

Ha : Ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pelaksanaan program

keselamatan dan kesehatan kerja terhadap produktivitas kerja.

Anda mungkin juga menyukai