Anda di halaman 1dari 17

Makalah ini di susun unutuk memenuhi tugas mata kuliah Batsul Kutub

“ Ta’dzhim antara Ibadah dan Etika”

Dosen Pengampu :

Imam Mashuri M.Pd

Di susun oleh kelompok IV:

1. Siti Syaidatun Nafi’ah


2. Nurul Hidayah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY GENTENG – BANYUWANGI


Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Alloh swt yang maha pengasih lagi maha
penyang,kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya,yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah batsul kutub.
Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimah kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah batsul kutub ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca

Banyuwangi 03 Juli 2020

Penyusun

2
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR …………………………………………………2
DAFTAR ISI …………………………………………………3
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………4
A. Latar belakang …………………………………………………4
B. Rumusan masalah …………………………………………………5
C. Maksud dan tujuan …………………………………………………5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ta’dzhim ...........................................................................5
B. Pengertian Etika Dan ………………………………………………...6
Ibadah
C. Bagaimana ta’dzhim
antara ibadah dan etika ………………………………………………...9

BAB III PENUTUP …………………………………………………16


3. 1 Kesimpulan ………………………………………………....16
3.2 Saran …………………………………………………16
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………....18

3
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan pendidikan bukan hanya untuk koleksi dan
menggambar manusia yang cerdas otaknya atau kecerdasan dalam
melaksanakan tugas. Namun di samping itu juga diharapkan mampu
menghasilkan manusia yg memiliki moral dan budi pekerti baik. Namun,
dalam kenyataannya memang manusia indonesia(anak-anak remaja) saat ini,
kurang memperhatikan moral yang diambil seperti halnya mengahargai, nilai-
nilai seperti tawuran pelajar, kurang menaati norma keluarga, hidup tidak
disiplin dan kurang rasa hormati orang tua dan guru lain sebagainya. Semua
kondisi ini dibarengi dengan tren globalisasi manusia indonesia cenderung
berprilaku keras, cepat, akseleratif dalam menyelesaikan sesuatu dan budaya
instan. Manusia menyetujui hidup seperti robot. Selalu menantang persaingan
dan konflik yang tinggi antar sesema. Perputaran roda hidup semakin cepat,
yang membuat manusia menghilangkan norma-norma universal. Dengan
berubahnya zaman maka akan semakin berubah juga habitat dan etika
manusia. Oleh sebab itu dengan adanya Makalah ini mengharap yang
membaca bisa memahami isi makalah ini. Tercapainya anak didik untuk
menjadi manusia yang sempurna tersebut merupakan tujuan dari Pendidikan
Agama Islam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Mahmud Yunus bahwa
tujuan Pendidikan Agama Islam adalah mendidik anak-anak pemuda-pemudi
maupun orang dewasa supaya menjadi seorang masyarakat yang sanggup
hidup diatas kakinya sendiri, mengabdi kepada Alloh dan berbakti kepada
bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia. Hal serupa juga
dikatakan oleh Muhammad Athiyyah Al-Abrasy, yang merumuskan bahwa
tujuan Pendidikan Agama Islam adalah mencapai akhlak yang sempurna.
Pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan agama islam
dengan mendidik akhlak dan jiwa anak didik, menannamkan rasa fadhilah,
membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka
untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur

4
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian ta’dzim
2. Apa Pengertian etika dan ibadah
3. Bagaimana ta’dzhim antara ibadah dan etika

B. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Agar kita mengetahui apa pengertian ta’dzhim
2. Agar kita mengetahui perbedaan pengertian etika dan ibadah
3. Agar kita mengetahui bagaimana ta’dzhim antara ibadah dan etika

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TA’DZHIM
Pada era global ini, banyak sekali seorang pelajar yang belum peka akan
lembutnya sentuhan ilmu, dan tidak pula ilmunya akan bermanfaat jika
seandainya dia tidak mempunyai rasa mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu,
maupun ta’dzim kepada gurunya. Jika dahulu makna Guru adalah digugu lan
ditiru (didengarkan dan dijadikan tauladan), namun di zaman ini makna Guru
menjadi diguyu lan ditinggal turu (diremehkan dan tidak diperhatikan). Apa
itu ta’dhim ? Ta’dhim merupakan bentuk mashdar dari fi’il madzi ‘adhama  yang
artinya mengagungkan. Sedangkan dalam bahasa inggris biasa disebut respect
yang berarti sopan-santun, menghormati dan mengagungkan orang yang lebih tua
atau yang dituakan. W.J.S. Poerwadarminta mengatakan bahwa
sikap ta’dzim adalah perbuatan atau perilaku yang mencerminkan kesopanan dan
menghormati kepada orang lain, terlebih kepada orang yang lebih tua darinya atau
pada seorang kyai, guru dan orang yang dianggap mulia.Dari pendapat di atas
dapat simpulkan bahwa sikap ta’dzim adalah suatu totalitas dari kegiatan ruhani

5
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

(jiwa) yang direalisasikan dengan perilaku sopan-santun, menghormati orang lain


dan mengagungkan atau menghormati guru.
Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a berkata :
‫ وإن شاء استرق‬،‫ إن شاء باع‬،‫أنا عبد من علمنى حرفا واحدا‬.
"Sayalah menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf.
Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekakan ataupun tetap menjadi
hambanya."

Perkataan shahabat Ali r.a. di atas merupakan sebuah pengakuan sekaligus


penghormatan dari seorang murid kepada gurunya. Sehingga sangat
memungkinkan terbukanya pintu ilmu dan pengetahuan luas yang di miliki oleh
shahabat Ali, salah satunya adalah dikarenakan rasa ta’dzim nya beliau kepada
gurunya hingga beliau”sendiko dawuh” atas segala tugas maupun nasehat-nasehat
dari gurunya. Penghormatan kepada guru yang dicontohkan oleh shahabat Ali
dalam kehidupannya tersebut bisa kita jadikan sebagai cermin, khususnya kita
sebagai seorang Pelajar yang merupakan manusia terdidik, di mana kaca mata
dunia memandang seharusnya orang yang terdidik pastilah memiliki akhlak atau
perilaku yang lebih baik dibanding dengan yang tidak,  karena dalam pendidikan
dan pengajaran terdapat nilai-nilai luhur dan suci yang disampaikan oleh seorang
guru/kyai. Maka patut kita mempunyai rasa ta’dzim  kepada siapapun saja yang
telah mengajarkan ilmu apapun baik itu agama maupun ilmu umum kepada kita,
meskipun itu hanya satu huruf yang beliau sampaikan. Maka kita posisikan
siapapun sebagai guru selamanya, karena ridlo seorang guru/kyai itu sangat
penting dalam keberhasilan menuntut ilmu.
B. PENGERTIAN ETIKA DAN IBADAH
a. Pengertian Etika
Franz Magnissuseno adalah seorang guru besar filsafat sosial, ia
mengemukakan di dalam bukunya bahwa etika adalah usaha manusia untuk
memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia
harus hidup kalau ia mau menjadi baik. (Franz Magnissuseno, 1987: 17). Dari
segi etimologi etika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan tentang manusia.
Etika atau Ethics berasal dari kata-kata Yunani: Ethos, artinya kebiasaan, watak

6
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

kesusilaan. Ia membicarakan tentang kebiasaan (perbuatan), tetapi bukan menurut


tata adat, melainkan tata-adab, yaitu berdasar pada intisari atau sifat dasar manusia
yaitu sifat baik dan buruk. Jadi dengan demikian etika ialah teori tentang
perbuatan manusia ditimbang menurut baik dan buruknya. Etika sebagai cabang
ilmu pengetahuan, tidak berdiri sendiri. Sebagai ilmu yang membahas tentang
manusia. Etika ini berhubungan dengan seluruh ilmu tentang manusia. (Ahmad,
t.th: 15). etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari
pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya
menentukan tingkah laku manusia. Di dalam Kamus Istilah Pendidikan dan
Umum dikatakan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan
keluhuran budi (baik dan buruk). (Sastrapradja, 1981: 144). Adapun arti etika dari
segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda
sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut para ulama etika adalah ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat. usia. Dalam hubungan ini Dr. H. Hamzah Ya’qub menyimpulkan
bahwa etika adalah ilmu yang menyelidiki manayang baik dan mana yang buruk
dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh
akal pikiran. (Hamzah Ya’qub, 1991: 13). Demikianlah, etika akhirnya
merupakan ilmu pengetahuan rohaniah, Etika Murid terhadap Guru (Analisis
Kitab Ta’lim Muta’allim Karangan Syaikh Az-Zarnuji) Etika bukan lagi ilmu
pengetahuan yang dapat diukur secara matematis. Karenanya tidak dapat
diramalkan dengan pasti. Etika lebih merupakan pengetahuan tentang kepandaian
atau seni hidup secara baik (the art of good living). Dari definisi etika tersebut di
atas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai
berikut:
a. Dillihat dari segi objek pembahahasannya Etika berupaya membahas
perbuatan dilakuakan oleh manusia.
b. Dilihat dari segi sumbernya Etika bersumber pada akal pikiran atau
filsafat. Sebagai terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan

7
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

sebagainya. Selain itu juga memanfaatkan berbagai ilmu yang membahas perilaku
manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi
dan sebagainya.
c. Dilihat dari segi fungsinya Etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan
penetap terhadap seuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah
perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan
sebagainya. Dengan demikian etika tersebut berperan sebagai konseptor terhadap
sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada
pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.
d. Dilihat dari segi sifatnya Etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah
sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika
lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik dan buruk. Berbagai
pemikiran yang dikemukakan filosof barat mengenai perbuatan baik dan buruk
dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir.
Dengan demikian etika sifatnya humanisstis dan antroposentrid yakni pada
pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika aturan
atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
b. Pengertian Ibadah
Secara umum ibadah memiliki arti segala sesuatu yang dilakukan manusia
atas dasar patuh terhadap pencipta Nya sebagai jalan untuk mendekatka diri
kepada Nya. Ibadah menurut bahasa (etimologis) adalah diambil dari kata
ta’abbud yang berarti menundukkan dan mematuhi dikatakan thariqun mu’abbad
yaitu : jalan yang ditundukkan yang sering dilalui orang. Ibadah dalam bahasa
Arab berasal dari kata abda’ yang berarti menghamba. Jadi, meyakini bahwasanya
dirinya hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki keberdayaan apa- apa
sehingga ibadah adalah bentuk taat dan hormat kepada Tuhan Nya. Sementara
secara terminologis, Hasbi- Al Shiddieqy dalam kuliah ibadahnya,
mengungkapkan : Menurut ulama’ Tauhid ibadah adalah : “pengesaan Allah dan
pengagunganNya dengan segala kepatuhan dan kerendahan diri kepada- Nya.”
Menurut ulama’ Akhlak, ibadah adalah: “Pengamalan segala kepatuhan kepada

8
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

Allah secara badaniah, dengan menegakkan syariah- Nya.” Menurut ulama’


Tasawuf, ibadah adalah: “Perbuatan mukalaf yang berlawanan dengan hawa
nafsunya untuk mengagungkan Tuhan- Nya.” Sedangkan menurut ulama’ Fikih,
ibadah adalah: “Segala kepatuhan yang dilakukan untuk mencapai rida Allah,
dengan mengharapkan pahala-Nya di akhirat. Menurut jumhur ulama’: “Ibadah
adalah nama yang mencakup segala sesuatu yang disukai Allah dan yang diridlai-
Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang- terangan maupun
diam- diam.”1 Dengan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ibadah
disamping merupakan sikap diri yang pada mulanya hanya ada dalam hati juga
diwujudkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan, sekaligus cermin ketaatan
kepada Allah Makna sesungguhnya dalam ibadah ketika seseorang diciptakan
maka tidak semata- mata ada di dunia ini tanpa ada tujuan di balik penciptaannya
tersebut Menumbuhkan kesadaran diri manusia bahwa ia adalah makhluk Allah
SWT. yang diciptakan sebagai insan yang mengabdi kepada- Nya. Hal ini seperti
firman Allah SWT. dalam QS Al- Dzariyat [51]:56: Artinya: Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
C. BAGAIMANA TA’DZHIM DIANTARA IBADAH DAN ETIKA

Banyak orang yang salah dalam memahami hakikat ta’dzim / penghormatan


dan hakikat ibadah. Sehingga mereka mencampur diantara keduanya dan
mengatakan bahwa segala bentuk ta’dzim adalah suatu ibadah atau pengabdian
kepada orang yang dihormati. Maka, berdiri, mencium tangan, menghormati Nabi
saw dengan menggunakan kata “Ya Sayyidina” dan “Ya Nabiyallah”,
kesemuanya menurut mereka adalah suatu hal yang mendatangkan pada bentuk
penyembahan pada selain Allah ta’ala. Sebenarnya, itu adalah suatu pemahaman
yang sangat bodoh dan melebih-lebihkan yang tidak diridhoi Allah dan RasulNya
serta suatu bentuk pemberatan yang sangat tidak disukai oleh syariat Islam.
Ketahuilah, Adam, manusia pertama dan hamba Allah pertama yang sholih dari
jenis manusia. Allah telah memerintahkan para malaikat untuk bersujud
kepadanya sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan terhadap ilmu yang ada
padanya dan sebagai pemberitahu kepada para malaikat akan terpilihnya Adam

9
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

diantara para makhlukNya. Allah ta’ala berfirman, (“Dan ketika Aku berkata
kepada para malaikat, ‘Bersujudlah kalian kepada Adam.’ Maka mereka bersujud
kecuali iblis. Iblis berkata, ‘Apakah aku harus bersujud kepada makhluk yang
dicipta dari tanah?’). Dalam ayat yang lain dijelaskan, (“Aku (: iblis) lebih baik
dari dia (: Adam). Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari
tanah.”). dalam ayat yang lain, (“Kemudian kesemua malaikat bersujud kecuali
iblis. Dia tidak mau bila termasuk diantara orang-orang yang bersujud.”). Para
malaikat menghormati / memuliakan makhluk yang dimuliakan Allah, sedangkan
iblis sombong dan tidak mau bersujud kepada makhluk yang dicipta dari tanah.
Iblis adalah makhluk pertama yang melakukan qiyas dalam urusan agama dengan
pendapatnya sendiri dan berkata, “Aku lebih baik darinya.” Alasan yang dia pakai
adalah iblis dicipta dari api sedangkan adam dicipta dari tanah, sehingga dia tidak
mau memuliakannya dan tidak mau bersujud kepadanya. Iblis adalah makhluk
pertama yang sombong dan tidak mau memuliakan makhluk yang dimuliakan
Allah, sehingga iblis tertolak dari rahmat Allah karena kesombongannya terhadap
seorang hamba yang sholih. Itu adalah sebuah bentuk kesombongan terhadap
Allah, karena bersujud sebenarnya adalah kepada Allah karena Dia telah
memerintahkannya. Allah telah menjadikan sujud kepada Adam sebagai bentuk
pemuliaan dan penghormatan kepada Adam dan Adam termasuk golongan yang
meng-esakan Allah. Diantara dalil yang menjelaskan tentang penghormatan
kepada orang-orang sholih, antara lain, Allah berfirman dalam haknya Yusuf,
(“Dan dia mendudukkan ayahnya diatas singgasana dan mereka bersujud
kepadanya (: Yusuf)”, adalah sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan
terhadap Yusuf dari saudara-saudaranya. Dimungkin bersujud diperbolehkan
dalam syariat mereka, atau seperti sujudnya para malaikat kepada Adam sebagai
bentuk pemuliaan, penghormatan dan bentuk kepatuhan terhadap perintah Allah
sebagai bentuk tafsiran dari mimpi Yusuf, karena mimpi seorang nabi adalah
wahyu. Adapun nabi Muhammad saw, maka Allah berfirman, (“Sesungguhnya
Aku telah mengutusmu sebagai saksi, pembawa kabar gembira dan yang menakut-
nakuti, supaya mereka beriman kepada Allah dan RasulNya dan mereka
memuliakannya”). Allah berfirman, (“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah

10
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

kalian mendahului dihadapan Allah dan RasulNya”). Allah berfirman, (“Hai


orang-orang yang beriman! Janganlah kalian meninggikan suara kalian diatas
suara Nabi”). Allah juga berfirman, (“Janganlah kalian menjadikan panggilan
kepada rasul diantara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada yang
lainnya”). Allah telah melarang mendahului beliau dalam perkataan dan adab
yang buruk adalah mendahului beliau dalam ucapan. Sahl ibn Abdillah berkata,
“Janganlah kalian berkata sebelum beliau bersabda dan ketika beliau bersabda,
maka dengarkanlah dan perhatikanlah.” Para sahabat melarang dari mendahulukan
dan tergesa-gesa mendatangi suatu urusan sebelum beliau mendatanginya dan
tidaklah mereka memfatwakan suatu hal dari berperang atau urusan agama
lainnya melainkan dengan perintah beliau dan mereka tidak berani mendahului
beliau. Kemudian Allah menasehati dan menakut-nakuti mereka dengan
berfirman, (“Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha
mendengar lagi maha tahu”). Salma berkata, “Bertaqwalah kalian kepada Allah
dalam menyia-nyiakan hak hakNya dan menelantarkan kemulianNya.
Sesungguhnya Dia maha mendengar perkataan kalian dan maha mengetahui
perbuatan kalian.”Kemudian Allah melarang umat dari menaikkan suara diatas
suara beliau, seperti sebagian dari mereka yang mengeraskan suaranya kepada
yang lain. Abu Muhammad Makki berkata, “Artinya, janganlah kalian
mendahului beliau dalam perkataan, mengeraskan suara ketika berbincang dan
memanggil nama beliau seperti diantara kalian memanggil yang lainnya. Akan
tetepi, muliakanlah beliau, agungkanlah dan panggillah beliau dengan panggilan
yang mulia, seperti ‘Ya Rasulallah’ atau ‘Ya Nabiyallah’ seperti yang telah
difirmankan Allah, (“Janganlah kalian menjadikan panggilan kepada Rasul
diantara kalian seperti panggilan diantara kalian kepada yang lainnya.”)
Kemudian Allah menakut-nakuti mereka dengan terhapusnya amal mereka jika
mereka melakukan itu semua. Ayat tersebut turun dalam jama’ah yang
mendatangi Nabi saw lalu mereka menyeru beliau, “Ya Muhammad! Keluarlah
dan temui kami.” Kemudian Allah menghina mereka dengan ‘bodoh’ dan
mensifati mereka dengan ‘kebanyakan mereka adalah orang-orang yang tidak
berakal.’

11
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

Amr ibn al ‘Ash berkata, “Tidak seorangpun yang lebih aku cintai dibandingkan
Rasulullah dan tidaklah ada yang lebih mulia dibandingkan beliau. Tidaklah aku
mampu memenuhi mataku ini dari beliau karena memuliakan beliau. Seandainya
aku diminta untuk mensifati beliau, maka sudah tentu aku tidak akan mampu
karena aku tidak pernah memenuhi mataku ini dengan melihat beliau.” (HR.
Muslim dalam al-Shahih kitab iman bab islam menghancurkan agama
sebelumnya)

At-Tirmidzi telah meriwayatkan dari Anas, Sesungguhmya Rasulullah saw suatu


hari keluar menemui para sahabat muhajirin dan anshar dan pada saat itu mereka
sedang duduk. Diantara mereka ada Abu Bakar dan Umar. Tidak seorangpun dari
mereka yang mengangkat pandangannya kepada beliau melainkan Abu Bakar dan
Umar, karena keduanya melihat beliau dan beliaupun melihat mereka berdua.
Keduanya tersenyum kepada beliau dan beliaupun tersenyum kepada keduanya.”
Usamah ibn Syarik berkata, “Aku mendatangi Nabi saw dan para sahabat berada
disekeliling beliau yang seakan-akan diatas kepala mereka terdapat burung.
Mengenai sifat beliau, ketika beliau bersabda maka orang-orang yang duduk disitu
akan menundukkan kepalanya yang seakan-akan ada burung diatas kepala
mereka. Diantara penghormatan yang dilakukan para sahabat kepada beliau
adalah tidaklah beliau berwudhu melainkan mereka akan memperebutkan air sisa
wudhu beliau dan hampir-hampir saja mereka berkelahi untuk mendapatkannya.
Tidaklah beliau meludah melainkanludah itu akan jatuh ditangan mereka lalu
mereka menggosok-gosokkannya dimuka dan tubuh mereka. Tidaklah sehelai
rambut beliau jatuh melainkan mereka akan berebut untuk mendapatkannya.
Ketika beliau berkata-kata, maka mereka akan memelankan suara mereka ketika
berada disamping beliau. Dan tidak pernah mereka menajamkan pandangannya
kepada beliau.”.
Ketika Usamah kembali ke Quraisy, dia berkata, “Wahai kaum Quraisy!
Sesungguhnya aku telah mengunjungi Kisra di istananya, Qaishar di istananya
dan Najasyi di istananya. Demi Allah, belum pernah aku melihat seorang rajanya
kaum seperti Muhammad dimata para sahabatnya.”. Al Thabrani dan ibn Hibban
dalam kitab shohinya telah meriwayatkan dari Usamah ibn Syarik, dia berkata,

12
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

“Kami duduk disisi Nabi saw yang seakan-akan ada burung diatas kepala kami.
Tidak ada orang diantara kami yang berkata kemudian orang-orang mendatangi
beliau dan bertanya, ‘Diantara para hamba Allah, siapakah yang paling disukai
Allah?’ beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya.” Seperti yang telah
dijelaskan dalam al Targhib (juz 4 halaman 187). Abu Ya’la dalam kitab
shahihnya telah meriwayatkan dari al Barra’ ibn ‘Azib, dia berkata, “Suau hari
aku sangat ingin bertanya kepada Rasulullah tentang suatu perkara, namun aku
mengakhirkannya selama dua tahun karena kewibawaan yang beliau meliki.” Al
Baihaqi telah meriwayatkan dari al Zuhri, dia berkata, “Seorang sahabat anshor
telah bercerita kepadaku, sesungguhnya Rasulullah saw ketika berwudhu atau
berludah, maka para sahabat akan memperebutkan ludah beliau kemudian mereka
mengusapkannya ke muka dan kulit mereka. Rasulullah saw bertanya, “Kenapa
kalian melakukan itu?” mereka menjawab, “Kami mencari berkahmu.” Kemudia
rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa ingin dicintai Allah dan RasulNya, maka
benarkanlah hatids, penuhilah amanah dan jagan sakiti tetangga kalian.” Seperti
yang dijelaskan dalam al Kanz (juz 8 halaman 228) .Kesimpulannya, terdapat dua
perkara besar yang harus dikaji. Pertama, kewajiban memuliakan Nabi saw dan
meninggikan derajat beliau melebihi makhluk yang lain. Kedua, mengesakan sifat
ketuhanan berkeyakinan bahwa Allah adalah esa dalam dzat, sifat dan
perbuatanNya. Barangsiapa memiliki keyakinan bahwa ada yang menyekutui
Allah dalam dzat, sifat atau perbuatan, maka dia telah melakukan perbuatan syirik
seperti orang-orang musyrik yang telah meyakini sifat Tuhan bagi berhala dan
mereka menyembahnya. Dan barangsiapa yang merendahkan martabat Rasulullah
maka dia telah melakukan kemaksiatan atau melakukan kekufuran.
Adapun orang yang berlebih-lebihan dalam memuliakan beliau dengan bentuk
apapun dan tidak mensifati beliau dengan sifat-sifat Tuhan, maka dia telah benar
dan telah menjaga dari sisi ketuhanan dan kerasulan. Itu adalah perkataan yang
sangat pas, tidak lebih dan tidak kurang. Ketika ditemukan dalam perkataan orang
mukmin tentang penyandaran suatu hal kepada selain Allah, maka diwajibkan
untuk membawanya pada majaz ‘aqli dan tidak ada jalan untuk mengkafirkannya,
karena majaz ‘aqli juga digunakan dalam al Qur’an dan sunnah.

13
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Franz Magnissuseno adalah seorang guru besar filsafat sosial, ia
mengemukakan di dalam bukunya bahwa etika adalah usaha manusia untuk
memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana
ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik Menurut ulama’ Tauhid ibadah
adalah : “pengesaan Allah dan pengagunganNya dengan segala kepatuhan
dan kerendahan diri kepada- Nya.” Menurut ulama’ Akhlak, ibadah adalah:
“Pengamalan segala kepatuhan kepada Allah secara badaniah, dengan
menegakkan syariah- Nya.” Menurut ulama’ Tasawuf, ibadah adalah:
“Perbuatan mukalaf yang berlawanan dengan hawa nafsunya untuk
mengagungkan Tuhan- Nya.” Sedangkan menurut ulama’ Fikih, ibadah
adalah: “Segala kepatuhan yang dilakukan untuk mencapai rida Allah, dengan
mengharapkan pahala-Nya di akhirat. Menurut jumhur ulama’: “Ibadah
adalah nama yang mencakup segala sesuatu yang disukai Allah dan yang
diridlai- Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang- terangan
maupun diam- diam.”1 Dengan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
ibadah disamping merupakan sikap diri yang pada mulanya hanya ada dalam
hati juga diwujudkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan, sekaligus cermin
ketaatan kepada Allah Makna sesungguhnya dalam ibadah ketika seseorang
diciptakan maka tidak semata- mata ada di dunia ini tanpa ada tujuan di balik
penciptaannya tersebut Menumbuhkan kesadaran diri manusia bahwa ia
adalah makhluk Allah SWT. yang diciptakan sebagai insan yang mengabdi

14
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

kepada- Nya. Banyak orang yang salah dalam memahami hakikat ta’dzim /
penghormatan dan hakikat ibadah. Sehingga mereka mencampur diantara
keduanya dan mengatakan bahwa segala bentuk ta’dzim adalah suatu ibadah
atau pengabdian kepada orang yang dihormati Ketika ditemukan dalam
perkataan orang mukmin tentang penyandaran suatu hal kepada selain Allah,
maka diwajibkan untuk membawanya pada majaz ‘aqli dan tidak ada jalan
untuk mengkafirkannya, karena majaz ‘aqli juga digunakan dalam al Qur’an
dan sunnah

15
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

DAFTAR PUSTAKA

http://buxet.blogspot.com/2015/06/tadhim-antara-dulu-dan-sekarang.html

https://ppmiblog.wordpress.com/2017/01/12/tadzim-diantara-ibadah-dan-etika/

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/559/2/BAB%20%202.pdf

16
Makalah Batsul Kutub “ ta’dzhim antara ibadah dan etika”

17

Anda mungkin juga menyukai