Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Medika Veterinaria Vol. 7, No.

1, Februari 2013
ISSN : 0853-1943

IDENTIFIKASI PARASIT NEMATODA SALURAN PENCERNAAN


ANJING PEMBURU (Canis familiaris) DI KECAMATAN
LAREH SAGO HALABAN PROVINSI
SUMATERA BARAT
Identification of Gastrointestinal Nematode Parasites in Hunting Dogs (Canis familiaris) in
the Subdistrict of Lareh Sago Halaban West Sumatera

Desi Akhira1, Yudha Fahrimal2, dan M. Hasan3


1
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2
Laboratorium Parasit Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
3
Laboratorium Kesehatan Hewan Bagian Parasitologi Balai Penyelidik Penyakit Veteriner (BPPV)
Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
E-mail: desiakhira_fkh@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis-jenis parasit cacing nematoda yang menginfestasi saluran pencernaan serta derajat infestasinya
pada anjing pemburu (Canis familiaris) di Kecamatan Lareh Sago Halaban, Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan sampel feses dari 70
ekor anjing pemburu jantan. Penelitian ini mengunakan metode sentrifus untuk mengidentifikasi telur cacing nematoda serta metode Mc Master
untuk penghitungan jumlah telur cacing nematoda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 70 ekor anjing pemburu di Kecamatan Lareh Sago
Halaban, Sumatera Barat ditemukan sebanyak 40 ekor anjing pemburu (57,14%) positif mempunyai telur cacing nematoda gastrointestinal
dengan jenis infeksi tunggal oleh Ancylostoma spp. Uncinaria spp. dan Toxocara spp., infeksi ganda oleh Ancylostoma spp. dan Uncinaria spp.
serta Ancylostoma spp. dan Toxocara spp.dan multi infeksi oleh ketiga jenis cacing tersebut serta 30 ekor anjing pemburu (42,85%) tidak
terinfeksi cacing. Dari 40 anjing yang terinfestasi tidak terdapat yang bersifat berat, dan 3 ekor menderita infestasi sedang dan selebihnya bersifat
ringan.
____________________________________________________________________________________________________________________
Kata kunci: anjing pemburu, nematoda, identifikasi, Lareh Sago Halaban

ABSTRACT
This research is aimed to know the types of parasitic Nematode worms that infested gastrointestinal tract of hunting dogs (Ca nis
familiaris) in the Subdistrict of Lareh Sago Halaban, West Sumatera. This research used as many as 70 samples of stool from male hunting
dogs. This study used centrifuge method to identify nematode worms eggs and Mc.Master method to calculate egg per gram. The r esults
shows that, from 70 hunting dogs in Subdistrict Lareh Sago Halaban West Sumatera many as 40 hunting dogs (57.14%) were positive with
gastrointestinal nematode worm egg with a single type of infection by Ancylostoma spp. Uncinaria spp. and Toxocara spp. double infection
by Ancylostoma spp. and Uncinaria spp. as well as the Ancylostoma spp. and Toxocara spp., and multiple infections by all three worms and
30 hunting dogs (42,85%) were not infested. From 40 infested dogs, none were infested heavily, 3 dogs with medium and the res t of dogs
were infested mildly.
____________________________________________________________________________________________________________________
Key words: hunting dogs, nematode, identification, Lareh Sago Halaban

PENDAHULUAN Anjing berburu ini walaupun dipelihara dengan baik


belum tentu bebas dari serangan penyakit baik yang
Anjing (Canis familiaris) memiliki keunikan disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, maupun
dalam hubungan antar spesies. Keunikan ini ditandai cacing. Salah satu penyakit parasitik yang sering
dengan banyaknya peran anjing terhadap manusia, menjadi permasalahan adalah penyakit cacingan yang
diantaranya sebagai pekerja, penggembala, pelacak, disebabkan oleh nematoda saluran pencernaan
penuntun tuna netra, pelayan, bahkan ada olahraga (gastrointestinal nematodes) (Hutasoit, 1997 yang
anjing yang memamerkan kemampuan alami mereka disitasi oleh Hanafiah et al., 2002).
seperti berburu. Anjing juga bekerja dan tinggal Berbagai genus nematoda hidup di dalam saluran
bersama manusia dengan banyak peran sehingga pencernaan anjing seperti golongan Ascaris (Ascaris sp.,
mereka digelari teman terbaik manusia (Panton, Toxocara cati, T. canis dan Toxascaris leonina), Trichuris
2004). sp., Capillaria sp., Trichostrongilus sp., Strongylus sp.,
Sebahagian masyarakat di Provinsi Sumatera Barat Ancylostoma spp., dan lain-lain (Bowman et al., 2003).
menggunakan anjing sebagai hewan pemburu untuk Cacing ini umumnya menular melalui tanah pada saat
mengusir hama babi yang merusak tanaman pertanian. anjing beraktivitas dan memperoleh makanan. Berbagai
Kecamatan Lareh Sago Halaban merupakan salah jenis hewan yang menjadi inangnya meliputi hewan
satu wilayah di Sumatera Barat yang memelihara ternak, hewan kesayangan, dan satwa liar (Sudhaus dan
anjing berburu dan rutin melakukan kegiatan berburu Fitch, 2001). Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis-
babi. Gubernur Sumatera Barat menyatakan secara jenis parasit cacing nematoda yang menginfestasi saluran
resmi bahwa berburu babi merupakan suatu ikon pencernaan anjing pemburu dan derajat infestasinya di
pariwisata di Kabupaten Agam (Anonimus, 2007). Kecamatan Lareh Sago Halaban, Sumatera Barat.

42
Jurnal Medika Veterinaria Desi Akhira, dkk

MATERI DAN METODE Uji McMaster


Tabung yang berukuran 30 ml diisi dengan air
Penelitian ini berlangsung sejak Juni sampai sampai 28 ml kemudian ditambahkan dengan 2 g tinja
dengan Juli 2012. Pengambilan sampel 70 ekor anjing yang telah digerus sampai menunjukkan angka 30 ml
dilakukan di rumah penduduk di Kecamatan Lareh dan dihomogenkan. Ke dalam tabung percobaan
Sago Halaban pada enam desa, yakni Bukik Sikumpa, dimasukkan 1 ml campuran feses yang telah
Balai Panjang, Batu Payuang, Labuah Gunuang, dihomogenkan kemudian ditambahkan dengan 1 ml
Tanjuang Gadang, Sitanang masing-masing sebanyak larutan gula sheather (500 g sukrosa, 320 ml air, 6,5
25, 12, 6, 8, 10, dan 9 ekor anjing pemburu. fenol cair) dan dihomogenkan lagi. Larutan tersebut
Pemeriksaan terhadap parasit dilakukan di kemudian diteteskan dalam kamar hitung McMaster.
Laboratorium Kesehatan Hewan bagian Parasitologi Sediaan dibiarkan beberapa menit agar telur naik ke
Balai Penyelidik Penyakit Veteriner (BPPV) atas. Jumlah telur per gram tinja dihitung dengan cara
Kecamatan Baso Kabupaten Agam Sumatera Barat. mengalikan jumlah telur di dalam ruangan dengan 300
Sampel 20 g feses segar diambil secara langsung (Soulsby, 1982).
setelah defekasi. Sampel-sampel tersebut dimasukkan
ke dalam kantong plastik dan diberi label kemudian Analisis Data
dimasukkan dalam termos yang sudah berisi dengan es, Data yang didapat ditabulasi dan dianalisis secara
selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. deskriptif untuk memperoleh gambaran tentang
identifikasi parasit nematoda pada anjing pemburu di
Uji Sentrifus Kecamatan Lareh Sago Halaban, Sumatera Barat.
Sampel feses dimasukkan ke dalam lumpang, Untuk melihat derajat infestasinya maka dibandingkan
ditambah aquades dan diaduk sampai homogen, lalu dengan standar jumlah telur tiap gram tinja (ttgt)
dituangkan ke dalam tabung sentrifus sampai setinggi masing-masing spesies dan total telur.
¾ tabung. Sentrifus dilakukan dengan kecepatan 2000
rpm selama 5 menit. Selanjutnya, cairan jernih di atas HASIL DAN PEMBAHASAN
endapan dibuang, dan ditambahkan larutan NaCl jenuh.
Tabung disentrifus kembali dengan kecepatan 2000 Dari pemeriksaan 70 sampel feses anjing pemburu
rpm selama 5 menit. Tabung sentrifus diletakkan di dengan menggunakan metode sentrifus dan McMaster
atas rak dengan posisi tegak lurus, diteteskan NaCl diperoleh tiga jenis telur nematoda yakni Toxocara
jenuh dengan pipet sampai permukaan cairan di dalam spp., Ancylostoma spp., dan Uncinaria spp. yang
tabung menjadi cembung dan dibiarkan selama 3 menit, menginfestasi anjing pemburu di Kecamatan Lareh
tempelkan object glass di atas permukaan yang Sago Halaban (Gambar 1). Infestasi terdapat dalam
cembung tadi dengan hati-hati lalu cepat-cepat dibalik. bentuk tunggal, ganda, maupun multiinfkesi dari 3
Permukaan object glass ditutup dengan menggunakan genus cacing seperti yang disajikan pada Tabel 1.
cover glass dan diperiksa di bawah mikroskop dengan Dari 40 ekor anjing pemburu di Kecamatan Lareh
pembesaran 100× (Soulsby, 1982). Sago Halaban, Sumatera Barat yang terinfestasi

Gambar 1. Bentuk telur cacing yang menginfestasi anjing pemburu di Kecamatan Lareh Sago Halaban merupakan telur
cacing: (1) Toxocara spp., (2) Uncinaria spp.,(3) Ancylostoma spp.

Tabel 1. Identifikasi telur cacing yang menginfestasi 70 ekor anjing pemburu di Kecamatan Lareh Sago Halaban
Jumlah Jumlah
Nama Cacing dan Jenis Infeksi Persentase
Anjing Positif
Ancylostoma spp.(Tunggal) 70 14 20
Toxocara spp. (Tunggal) 70 7 10
Uncinaria spp. (Tunggal) 70 8 11,42
Ancylostoma spp. + Toxocara spp. (ganda) 70 1 1,42
Ancylostoma spp. + Uncinaria spp. (ganda) 70 7 10
Toxocara spp. + Uncinaria spp. (ganda) 70 0 0
Ancylostoma spp. + Toxocara spp. + Uncinaria spp. (multi infeksi) 70 3 4,30
Total 40 57,14

43
Jurnal Medika Veterinaria Vol. 7, No. 1, Februari 2013

ditemukan sebanyak 14 ekor (34,28%) terinfestasi Permasalahan yang sering dihadapi dari
tunggal oleh Ancylostoma spp., 8 ekor (24,28%) toxocariasis adalah sulitnya diagnosis penyakit tersebut
terinfestasi Uncinaria spp., dan 7 ekor (15,71%) sedini mungkin. Hal ini disebabkan karena larva kedua
terinfestasi Toxocara spp. Satu ekor (1,42%) anjing (L2) T. canis yang berada di dalam tubuh hospes
terinfestasi ganda oleh Ancylostoma spp. dan Toxocara paratenik dan hospes transpor seperti cacing tanah,
spp., 7 ekor (10%) terinfestasi Ancylostoma spp. dan kecoa, ayam, anak kambing dan khususnya manusia
Uncinaria spp., serta 3 ekor (2,85%) terinfestasi oleh tidak pernah berkembang menjadi larva tiga (L3).
ketiga cacing (Ancylostoma spp., Toxocara spp. dan Dalam tubuh induk semang larva tidak dapat
Uncinaria spp.). Adanya infeksi ganda dan multiinfeksi berkembang menjadi cacing dewasa dan tetap tinggal
pada satu spesies anjing pemburu disebabkan oleh sifat di jaringan sebagai L2 dorman (Levine, 1978), sehingga
cacing yakni infeksi cacing tidak menyebabkan tidak dapat dilakukan pemeriksaan secara konvensional
kematian terhadap host namun hanya menyebabkan dengan cara menemukan telur cacing di dalam feses
penurunan sistem imun host sehingga memungkinkan untuk menetapkan diagnosis.
terjadinya infeksi sekunder oleh jenis cacing lainnya. Risiko kejadian penyakit cacingan pada anjing
Dari Tabel 1 diketahui adanya variasi dari jumlah ttgt pemburu dipengaruhi oleh tiga faktor yang saling
antara masing-masing anjing. Menurut Kusumamihardja terkait yakni agen penyebab, inang (host), dan faktor
(1992), perbedaan jumlah perhitungan ttgt pada inang lingkungan yaitu kondisi di luar tubuh inang yang
definitif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, mendukung terhadap munculnya kasus cacingan.
jenis cacing, umur cacing, waktu produksi telur, jumlah Faktor pertama munculnya kasus kecacingan pada
tinja yang dihasilkan oleh host definitif, kepadatan anjing pemburu terkait dengan agen penyakit yaitu
atau konsistensi tinja, dan penyebaran telur dalam tinja. cacing Ancylostoma spp., Uncinaria spp. dan Toxocara
Jumlah ttgt juga dapat digunakan untuk menentukan spp. Cacing-cacing ini merupakan cacing endoparasit
tingkat infeksi cacing terhadap host definitif. Jika yang umum ditemukan di usus halus anjing. Cacing ini
ditemukan jumlah telur cacing Ancylostoma kurang hanya dapat menginfestasi inang dalam bentuk larva
dari 5000 telur per gram tinja maka termasuk infeksi infektif (L3). Oleh karena itu, peluang banyaknya kasus
ringan. Bila ditemukan 5000-25000 telur per gram tinja kecacingan yang muncul berbanding lurus dengan
maka infeksi termasuk infeksi sedang dan jika banyaknya jumlah larva infektif di lingkungan tempat
ditemukan lebih dari 25000 telur per gram tinja maka inang berada. Artinya semakin banyak jumlah larva
termasuk infeksi berat (Levine, 1968). infektif maka peluang munculnya kasus kecacingan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa juga akan semakin besar dan begitu sebaliknya.
Ancylostoma spp. merupakan cacing yang paling Faktor kedua penyebab munculnya kasus
dominan menginfestasi anjing pemburu (34,28%), kecacingan terkait dengan inang yaitu anjing. Semua
diikuti oleh Uncinaria spp. (24,28%), dan Toxocara anjing, baik yang ras apapun, pada jenis kelamin
spp. (14,28%). Toxocariasis merupakan salah satu jenis apapun atau pada umur berapapun, dapat terinfestasi
penyakit cacing yang bersifat zoonosis yang oleh cacing. Pada umumnya hewan yang menpunyai
disebabkan oleh nematoda dari genus Toxocara spp. daya resistensi tubuh lebih rendah memiliki peluang
Hospes definitif cacing Toxocara canis adalah anjing yang lebih besar terinfestasi oleh penyakit. Sebaliknya,
jantan dewasa dan anak anjing (Hubner dan Leissova, pada hewan yang resistensi tubuhnya tinggi memiliki
2001). Telur dari cacing Toxocara umumnya akan peluang yang lebih kecil terinfestasi oleh penyakit.
mengkontaminasi lingkungan manusia, karena pada Faktor ketiga penyebab munculnya kasus
kenyataannya banyak anjing dijadikan peliharaan kecacingan terkait dengan lingkungan tempat inang
manusia. Soulsby (1986), menyatakan bahwa siklus berada. Menurut Kusumamihardja (1992), kondisi
hidup Toxocara canis adalah kompleks dan lingkungan di luar tubuh inang yang sangat
berdasarkan umur hospes yang dapat terinfestasi. Ada memengaruhi munculnya kasus kecacingan antara lain
beberapa cara penularan Toxocara canis yaitu mencakup kesesuaian suhu dan kelembaban serta
penularan secara prenatal (transuterin), colostral ketersediaan oksigen. Lingkungan yang sesuai
(lactogenic), langsung dan melalui hospes paratenik. memungkinkan telur-telur cacing yang keluar bersama
Anjing pemburu dapat terinfestasi Toxocara spp. feses anjing menetas dan berkembang menjadi larva
karena termakannya telur infektif yang mengandung infektif yang akan menginfestasi inang baru. Hal ini
larva stadium dua, larva kemudian berpindah melalui berarti bahwa semakin ideal kondisi lingkungan
sistem portal hati dan paru-paru menuju trakea dan semakin banyak peluang munculnya kasus kecacingan
kembali ke lambung. Sebagian besar larva stadium tiga akan semakin besar. Perlu diperhatikan juga tentang
terjadi pada dinding lambung dan selanjutnya di sanitasi lingkungan tempat tinggal inang. Sanitasi yang
dinding lambung dan lumen usus larva stadium empat buruk, khususnya jika feses tidak dibersihkan secara
berkembang dan menjadi cacing dewasa (Levine, teratur, dapat menjadi sumber infeksi ulang yang parah
1990). Larva menembus pembuluh darah dan dan berkelanjutan (Reinecke, 1983).
bermigrasi menuju jaringan sekitarnya (Kilpatrick, Risiko kecacingan dapat juga dipengaruhi
1992). Larva yang tidak kembali ke usus halus tidak kelembaban dan tingginya curah hujan pada suatu
mengalami perkembangan lebih lanjut sehingga tetap daerah yakni daerah yang memiliki curah hujan dan
tinggal di jaringan yang disebut larva dorman (Starke et kelembaban tinggi akan menyebabkan infeksi cacing
al., 1996 disitasi oleh Kusnoto, 2003). lebih tinggi dibandingkan pada daerah yang memiliki

44
Jurnal Medika Veterinaria Desi Akhira, dkk

curah hujan dan kelembaban yang rendah tidak ditemukan adanya telur cacing nematoda
(Kusumamihardja, 1992). Sebagaimana diketahui, gastrointestinal dengan jenis infeksi tunggal oleh
peneliti melakukan pengambilan sampel di Kecamatan Ancylostoma spp., Uncinaria spp. dan Toxocara spp.,
Lareh Sago Halaban yang berada pada dataran tinggi infeksi ganda oleh Ancylostoma spp. dan Uncinaria
dengan kelembaban dan curah hujan tinggi sehingga spp. serta Ancylostoma spp. dan Toxocara spp., dan
banyak ditemukan infestasi telur cacing nematoda multiinfeksi oleh ketiga jenis cacing tersebut.
gastrointestinal pada anjing pemburu di daerah
tersebut. DAFTAR PUSTAKA
Kondisi ini diperparah dengan pemberian antelmintik
Anonimus. 2007. Baburu Babi Hutan di Padang Pariaman.http://berita.
yang tidak teratur oleh pemilik anjing pemburu. Liputan6.com /progsus.2007/com.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pemilik Bowman, D.D., S.C. Barr, C.M. Hendrix, and D.S. Lindsay. 2003.
anjing diketahui bahwa sebagian besar pemilik anjing Gastro-Intestinal Parasites of Cats International Vaterinary
kurang memperhatikan tentang pemberian antelmintik Information Service Ithaca New York, USA.
Hanafiah, M., Winaruddin, dan Rusli. 2002. Studi infeksi nematoda
pada anjing pemburu mereka. Hal ini meningkatkan gastrointestinal pada kambing dan domba di Rumah Potong
kasus kecacingan pada anjing pemburu di Kecamatan Hewan Banda Aceh. J. Sain Vet. XX(1):14-18.
Lareh Sago Halaban. Pemberian anthelmentik pada Hubner, J. and M. Leissova. 2001. Diagnosis of the early phase of
anjing diberikan setiap tiga bulan sekali. larval toxocariasis using IgG avidity. Epidemol. Microbiol.
Imunol. 50(2):67-70.
Penyakit parasit pada anjing memiliki tingkat Kilpatrick, M.E. 1992. Toxocariasis. In; Tropical Medicine. 7th ed.
mortalitas rendah. Infeksi cacing di dalam usus dapat W.B. Saunders Company, London.
menyebabkan obstruksi pada usus. Namun gangguan Kusnoto. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Protein Immunologi Larva
ini tidak langsung berakibat fatal pada kematian anjing. Stadium II Toxocara cati Isolat Lokal. Tesis. Program Pasca
Sarjana Universitas Airlangga.
Pada umumnya anjing muda hanya menunjukan Kusumamihardja, S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Hewan
perubahan berat badan karena infeksi cacing parasitik Ternak dan Hewan Piaraan. Pusat Antar Universitas, IPB,
yang berjalan kronis disamping itu ketahanan tubuh Bogor.
anjing yang menurun selama infeksi akibat cacing Levine, N.D. 1968. Nematode Parasites of Domestic Animal and
of Man. Burgess, Minneapolis, USA.
memungkinkan timbulnya infeksi sekunder oleh Levine, N.D, 1990, Parasitologi Veteriner. (Diterjemahkan oleh G.
bakteri, virus maupun parasit lain. Pada anjing dewasa Ashadi). Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
kasus kecacingan menyebabkan terjadinya penurunan Levine, N.D. 1978. Textbook of Veterinary Parasitology. Burgers
berat badan dan juga terlihat mudah lelah sehingga Publishing Company. Diterjemahkan oleh: Ashadi G. 1990.
Wardianto Ed. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
menurunkan kemampuan dalam berburu. Panton, A.A. 2004. Waspada Penyakit Zoonosis. Waspada Online.
www.waspada.co.id
Reinecke, R.K. 1983. Veterinary Helminthology. Butterworths,
KESIMPULAN Durban.
Sudhaus, W., and D. Fitch. 2001. Comparative studies on the
Hasil penelitian menunjukkan, dari 70 ekor anjing phylogeny and systematics of the Rhabditidae (Nematoda). J.
pemburu di Kecamatan Lareh Sago Halaban, Sumatera Nematol. 33:1–70.
Soulsby, E.J.L. 1982. Helminths, Arthropods, and Protozoa of
Barat ditemukan sebanyak 40 ekor anjing pemburu
Domesticated Animals. Bailliere Tindall, London.
(57,14%) positif adanya telur cacing nematoda Soulsby, E.J.L. 1986. Helminth, Arthropods and Protozoa of
gastrointestinal dan 30 ekor anjing pemburu (42,85%) Domestic Animals. Bailliere Tindall and Cassel. London.

45

Anda mungkin juga menyukai