Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
 
A. Latar belakang

Pada era modern ini banyak sekali perbincangan – perbincangan mengenai 


pengertian al-qur’an, assunnah, ijtihad. Berita kesimpang siungan tersebut membuat
bebrapa kalangan dari cendikiawan agama saling memperdebatakan karena isi al-
Qur’an satu dengan yang lainnya memiliki tafsiran  yang berbeda. Al-Quran al-karim
adalah kitab langit yang terakhir , ( QS.al-imran : 2-4 ) yang berarti “ Allah tiada
Tuhan selain dia , yang hidup kekal dan senantiasa berdiri sendiri . Dia menurunkan
kitab al-Quran padamu
( Muhammad dengan sebenarnya ,membenarkan kitab-kitab yang lebih dulu dari
pada-nya dan juga mennurunkan kitab Taurat dan Injil . sebelum ( Al-Quran di
turunkan Taurat dan Injil itu ) menjadi petunjuk bagi manusia . dan Dia menurunkan
Al-Furqon ( Al-Quran ).
 Dan mengenai as sunnah pula dari al-imam malik bin Annas mengatakan “
bahwa barang siapa yang berpegang teguh dengan  as-sunnah dan para sahabat
rasullulllah selamat dari cercaaannya, lalu dia meninggal , maka dia bersama para
nabi , shidikin , shuhada , dan orang orang shalih meskipun sedikit amalnya , dari al-
fudail bin iadh berkata “ bila engkau melihat seorang ahli sunnah seakan akan engkau
melihat salah seorang sahabat rasullallah dan bila engkau melihat seorang ahli bid’ah
seakan-akan engkau melihat salah seorang kaum munafik .maka dari itu makalah ini
kami buat berdasarkan berbagai pendapat mengenai al-quran dan assunnah karena
banayak berhubungan dengan bid’ah  .
 

1
 
B.     Tujuan
Memberikan pemahaman tentang makna al-Quran , assunnah dan ijdtihad
Memeahami keistimewan – keistiimewaan al-qur’an
Memahami ciri-ciri assunah
Menjelaskan tentang bagaimana ijdtihad
 
 
 
 

2
 
BAB II
PEMBAHASAN
 
AL QUR’AN
            Sumber hukum islam salah satunya dan yang paling urgen adalah kitab suci al
qur’an, segala persoalan yang muncul dalam ranah kehidupan manusia tidak terlepas
dari alqur’an, bahkan al qur’an tidak hanya mencakup urusan hidup orang islam tapi
semua umat beragama, karena islam dan alqur’an itu rohmatan lil’alamin,
            Al qur’an sebagai rujukan utama  yang menerangkan segala aspek kehidupan
mulai ddari sosial hingga ibadah, allah berfirman dalam surat Annisa :
Sesunguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan kebenaran, supaya
kamu mengadil antara dengan apa yang telah allah wahyukan kepadamu. ( QS.AL-
Nisa’
) 4 : 105 .
“ ikutilah apa yang kamu inginkan kepadau dari tuhan mu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya . amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran ( dari padanya ) “ ( QS . AL- A’raf / 7:3 ).
Ayat – ayat di atas menunjukan keutamaan al qur’an sebagai pedoman hidup paling
subtansial untuk umat islam dan umat manusia pada umumnya, alqur’an juga
menerangkan tentang ilmu atronomi dan juga kisah – kisah teladan nabi, dalam hal ini
merupakan sebuah kewajiban bagi umat islam untuk meyakin dan mengimani
alqur’an dan meggunakan alqur’an dengan sebenar – benarnya.
 
 
KEISTIMEWAAN AL-QUR’AN ALKARIM
Kitab suci al-qu’an alkarim itu memiliki keistimewaan yang dapat dibedakan dari
kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumya dan diantaranya ialah :
1.      Al-qur’an itu memuat ringkasan dari ajaran – ajaran ketuhanan yang pernah
dimuat oleh kitab-kitab suci sebelumnya seperti taurat ,zabur , injil,dll juga ajaran –
ajaran dari tuhan yang berupa wasiat, Al qur’an juga mengokokohkan perihal
kebenaran yang pernaha didakwahkan oleh kitab – kitab suci dahulu – dahuku itu
yang berhubungan dengan peribadatan kpada Allah yang Maha Esa, beriman kepada
para rosull, menbenarakan adanya pmbalasan padahari akhir keharusan menegakan
hak dan keaadilan,.
2.       Ajaran – ajaran yang termuat dalam al-qur’an adalah kalimay Allah yang terakhir
untuk memberikan petunjuk dan pimpinan yang benar kepada umat manusia dan
inilah yang dikehendaki oleh Allah ta’ala supaya tetap sepanjang masa,kekal untuk
selama-lamanya.
3.      Kitab suci al- qur’an yang dikehendaki oleh Allah ta’ala akan kekekalanya itu,
tidak mungkin pada suatu hari nanti akan terjadi bahwa suatu ilmu pengatahuan akan
mencapai titk hakikat yang bertentangan dengan hakikakat yang tercantum didalam
ayat al-qur’an
4.      Allah SWT berkehendak supaya kalimatnya itu disebarluaskan dan dismpaikan
kepada suatu kenyataan dan perbuatan.

3
ASSUNAH
            Sunnah merupakan kehujjahan al-sunnah sebagai sumber hukum ke dua
setelah alqur’an karena  banyaknya ayat alqur,an yang memerintahkan manusia untuk
taat kepadas nabi muhammad saw setelah perintah taat kepada allah SWT (QS . 3 :
32,33, ; 4: 59 ) . bahkan menifestasi dari ketaatan seorang hamba kepada tuhannya
yakni dengan mentaati rasul-nya ;
 
“ barang siapa yang menta’ati rasul itu , sesunguhnya ia telah menta’ati allah. Dan
barangsiapa yang berpaling ( dari keta’atan itu ) , maka kami tidak mengutusmu
untuk menjadi pemelihara bagi mereka . “ (QS . Al-Nisa / 4:80 )
 
 
Dan Allah SWT meningkatkan pada orang yang sudah beriman :
 
“ tidaklah pantas bagi mu>min laki-laki dan perempuan apabila Allah dan Rasullnya
telah menetapkan siatu ketetapan , akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan
mereka. Barang siapa mendurhakai Allah dan Rasullnya maka sungguhlah dia telah
sesat, dalam kesesatan yang nyata . “ ( QS . Al-Ahzab / 33/36 ) .
“ barang siapa yang menentang Rasull sesudah kebenaran baginya, dan mengikuti
yang bukan jalan orang-orang mu>min , kami biarkan ia  leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia kedalam jahanam, dan
jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali . “ QS . Al-Nissa’ / 4:115 )
“ apa yang di berikan Rasull kepadamu , maka ambilah. Dan apa yang dilarangnya
bagi mu , maka tinggalkanlah ;  dan bertaqwalah kepada Allah . sesungguhnya Allah
sangat keras hukumannya .” QS Al-hasryr/ 59:7 ).
 
 
CIRI CIRI ASSUNNAH
1.      Al imam Al- barbahari mengatakan “barang siapa yang tidak mempersaksikan
terhadapa orang yang dipersaksikan masuk surga oleh rasulullah maka dia adalah
pengikut bid’ah dan kesesatan.
2.      Al Imam Malik Bin Anas berkata  “baarang siapa yang berpegang teguh dengan
assunnah dan para sahabat rasullulloh selamat dari (cercaan)nya, lalu dia meninggal,
maka dia dan bersama para nabi shiddiqin suhada dan orang-orang salih meskipun
sedikit amalnya.
3.      Bisyr bin Al Harits berkata “As Sunnah adalah Islam dan Islam adalah As Sunnah
4.      Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata “ Bila engkau melihat seorang Ahlus Sunnah,
seakan-akan engkau melihat salah seorang sahabat rasulullah. Dan bila engkau
melihat seorang ahli bid’ah, seakan-akan engkau melihat salah seorang kaum munafik
5.      Yunus bin ‘Ubaid berkata “Adalah mengagumkan ada seseorang pada hari ini
yang mendakwahkan As-Sunnah. Dan lebih mengagungkan lagi adalah orang yang
menerima dakwah  As-Sunnah.

IJTIHAD
            Ijtihad merupakan alternativ ke 3 setelah qur’an dan sunah ketika ada
permasalahan baru yang tidak ada dalam qur’an dan sunnah, maka diharuskan
melakukan ijtihaad yaitu mengerahkan segala kemampuan untuk mendapatkan suatu
keapstian hukum dengan mengacu kepada prinsip-prinsip pokok ajaran islam yang

4
bersumber pada Al-Quran dan al-Sunnah . disinilah ijtihad memegang pearanan yang
sangat strategis dalam menyelesaikan berbagai masalah hukum islam konteporer.
            Bila ijtihad ini dilakukan oleh ulama fiqh ( mujtahid ) diseluruh dunia tentang
suatu persoalan dalam satu masa dan kemudian disepakati hukumnya maka ia di sebut
dengan ijma’.
Ijma syari yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu masa atas hukum suatu
permasalahan dengan menampilkan pendapat secara jelas. Ijma’ sukuti  yaitu seluruh
atau sebagian ulama berdiam diri , tidak menyatakan pendapatnya , baik ia
menyetujuinya ataupun menolaknya .
Qias ( penganalogian suatu masalah baru kepada nash karena adanya kesamaan illat
yaitu suatu pengenal penyebab adanya hukum ) , istihsan ( berpindah dari suatu
hukum kepada hukum lain karena adanya dalil syara’ yang menghendaki demikian ),
istishlah atau mashlahah mursalah ( menetapkan hukum suatu masalah yang tidak
ada nashnya , dengan didasarkan pada kemaslahatan semata ) dan istishhab (
membiarkan tetap berlangsungnya suatu hukum dimasa lampau karena belum adanya
dalil yang merubahnya ).

CAKUPAN IJTIHAD DAN POSISI “USHUL FIQIH”


MUHAMMADIYAH

Ijtihad secara etimologis berasal dari bahasa Arab. Menurut Yusuf al-
Qaradhawi akar katanya sama dengna akar kata jihad yakni ja ha da1[1]. Menurut
Ibnu Manzhur, kata yang berakar dari ketiga huruf tadi bisa berarti kesulitan,
kemampuan, kesanggupan dan tujuan. Sedangkan jika telah berubah wazanya dan
menjadi lafal ijtihad maka artinya adalah mengerahkan kemampuan2[2]. Kata ijithad
hanya digunakan untuk pekerjaan yang benar-benar sulit, sehingga kata ini digunakan
untuk menggambarkan seorang yang mengangkat batu yang berat dengan kalimant
ijtahada fi hamli al-hajri, dan tidak digunakan untuk menggambarkan pekerjaan yang
tidak membutuhkan tenaga banyak seperti mengangkat biji sawi3[3].
Secara terminologis ijtihad menurut al-Ghazali adalah4[4] :
‫بذل المجتهد وسعه في طلب العلم بأحكام الشريعة‬
Pencurahan kemampuan seorang mujtahid dalam rangka memperoleh
pengetahuan (al-ilm)tentang hukum-hukum syar’i.
Al-Amidi merumuskan ijtihad dengan kalimat berikut5[5] :
‫ز عن‬MM‫ه يحس من النفس العج‬MM‫رعية على وج‬MM‫ام الش‬MM‫يء من األحك‬MM‫ع في طلب الظن بش‬MM‫تفراغ الوس‬MM‫اس‬
‫المزيد فيه‬

1
2
3
4
5

5
Rumusan al-Ghazali masih umum dan tidak menjelaskan lapangan ijtihad,
meskipun demikian dari kalimat badzlu al-mujtahidi wus’ahu dapat difahami bahwa
lapangan ijtihad adalah masalah-masalah yang zhanni saja, sedangkan masalah-
masalah yang sudah qath’i tidak perlu lagi dilakukan ijtihad. Dalam hal ini al-Amidi
menyebutkannya secara eksplisit bahwa yang menjadi lapangan ijtihad adalah
permasalahan yang zhanni saja.
Hal penting lain yang harus dicatat pada pengertian yang dirumuskan al-
Amidi adalah disyaratkannya usaha semaksimal mungkin, proses ijtihad tidak boleh
berhenti sampai mujtahid merasa tidak akan bisa lagi berbuat lebih. Dengan demikian
hasil ijtihad tidak akan premature.
Dalam pandangan ahli ushul fikih, yang dimaskud mujtahid hanyalah ahli
dalam bidang fikih6[6], sehingga ijtihad hanya ada di dalam kajian fikih saja.
Pandangan seperti ini terlihat dari kedua rumusan dari dua ulama di atas. Di dalam
bidang fikih pun, lapangan ijihad dibatasi hanya pada masalah-masalah yang tidak
secara eksplisit disebutkan di dalam al-Qur’an atau Hadist dan masalah-masalah yang
terdapat di dalam keduanya tetapi bersifat zhanni ad-dilalah. Permasalahn-
permasalahan tersebut ditangani dengan tetap merujuk kepada al-Qur’an dan Hadist
sebagai sumber utama ajaran Islam yang kemudian diinterpretasikan sesuai dengan
masalah yang sedang diselesaikan7[7]. Interpretasi itu dilakuakan dengan
memperhatikan jangkauan lafal yang dikandung sebuah teks keagamaan dengan
kaidah kebahasaan dan tujuan umum disyari’atkannya hukum Islam.
Namun demikian, sebagian ulama termsuk asy-Syaukani mengakui adanya
isitlah ijtihad di dalam kajian yang dilakukan ahli kalam, betapapun istilah itu hanya
diakui oleh mereka dan tidak oleh para fukaha. Ijtihad yang terakhir disebut ini
disebut ijtihad dalam al-hukm al-ilmi8[8], ketetapan-ketetapan teoritis semata
sedangkan ijtihad para fukaha disebut ijtihad pada ranah al-hukm al-amali yakni
ketetapan-ketetapan hukum yang praktis.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa setidaknya ulama
terpolarisasi ke dalam dua kubu – dengan pengecualian beberapa sosok- yakni
mutakallimin yang mengklaim adanya ijtihad di dalam lapangan al-Hukmu al-Ilmiy
selain al-Hukmu al-Amaliy, dan di posisi berseberangan para fukaha yang

6
7
8

6
menganggap ijtihad hanya ada pada ranah yang kedua. Lalu dimanakah posisi “usuhul
fikih” Muhammadiyah?. Sebelum menjawab pertanyaan ini, mungkin ada yang
hendak diperjelas terlebih dahulu. Ushul fikih Muhammadiyah yang dimaksud di sini
adalah pandangan-pandangan ushuli Muhammadiyah yang tertuang di dalam Manhaj
Tarjih Muhammadiyah.
Konsep ijtihad menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah mengakomodir kedua
pendapat di atas. Di dalam Manhaj Tarjih yang merupakan hasil Munas Tarjih ke 25
disebutkan dua pengertian ijithad. Pengertian pertama adalah ijtihad secara umum,
dimana dikatakan bahwa ijtihad adalah mencurahkan segenap kemampuan berfikir
dalam menggali dan merumuskan ajaran Islam baik bidang hukum, aqidah, filsafat,
tasawwuf, maupun disiplin ilmu lainnya berdasarkan wahyu dengan pendekatan
tertentu9[9]. Pada rumusan ini diakui adanya ijtihad pada ranah aqidah, filsafat, dan
tasawwuf sehingga pendapat para mutakallimin tertampung di dalamnya.
Pengertian ijithad yang kedua dikhususkan pada bidang hukum, dimana
dikatakan bahwa ijtihad hukum adalah mencurahkan segenap kemampuan berfikir
dalam menggali dan merumuskan hukum syar‘i yang bersifat zhanni dengan
menggunakan metode tertentu yang dilakukan oleh yang berkompeten baik secara
metodologis maupun permasalahan10[10].
Jika diperhatikan konteks disampaikannya di dalam Manhaj Tarjih, dapat
diketahui bahwa pengertian ijtiahad yang pertama disebutkan di dalam konteks
pengertian umum isitilah-istilah yang digunakan di dalam Manhaj Tarjih, sedangkan
pengerian kedua konteksnya adalah penjelasan mengenai posisi, fungsi dan ruang
lingkup ijtihad. Maka dapat disimpulkan bahwa Majelis Tarjih mengakui adanya
ijtihad di dalam bidang aqidah namun dalam pengertian yang berbeda dengan ijtihad
dalam bidang fikih. Hal ini dapat dipahami dengan lebih jelas jika dikembalikan
kepada konsep tajdid yang meruapakan salah satu konsep pokok gerakan
Muhammdiyah. Berdasarakn hasil Munas Tarjih ke 22 di Malang tajdid dalam
Muhammadiyah memiliki dua aspek yakni pemurnian dan peningkatan,
pengembangan, modernisasi atau yang semakna dengannya11[11]. Makna ijtihad
dalam bidang aqidah kembali kepada tajdid dalam pengertian yang pertama yakni

9
10
11

7
pemurnian, sehingga ijtihad dalam konteks tersebut bermakna usaha yang sungguh-
sungguh dalam memurnikan aqidah Islam.

8
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan

AL QUR’AN Sumber hukum islam salah satunya dan yang paling urgen adalah
kitab suci al qur’an, segala persoalan yang muncul dalam ranah kehidupan manusia
tidak terlepas dari alqur’an, bahkan al qur’an tidak hanya mencakup urusan hidup
orang islam tapi semua umat beragama, karena islam dan alqur’an itu rohmatan
lil’alamin,

            Sunnah merupakan kehujjahan al-sunnah sebagai sumber hukum ke dua


setelah alqur’an karena  banyaknya ayat alqur,an yang memerintahkan manusia untuk
taat kepadas nabi muhammad saw setelah perintah taat kepada allah SWT (QS . 3 :
32,33, ; 4: 59 ) . bahkan menifestasi dari ketaatan seorang hamba kepada tuhannya
yakni dengan mentaati rasul-nya
            Ijtihad merupakan alternativ ke 3 setelah qur’an dan sunah ketika ada
permasalahan baru yang tidak ada dalam qur’an dan sunnah, maka diharuskan
melakukan ijtihaad yaitu mengerahkan segala kemampuan untuk mendapatkan suatu
keapstian hukum dengan mengacu kepada prinsip-prinsip pokok ajaran islam yang
bersumber pada Al-Quran dan al-Sunnah . disinilah ijtihad memegang pearanan yang
sangat strategis dalam menyelesaikan berbagai masalah hukum islam konteporer.

Anda mungkin juga menyukai