Anda di halaman 1dari 20

BAB II

DESKRIPSI TEORI

A. Landasan Teori
1. Hakikat meningkatkan semangat belajar aturan-aturan sosial
a. Arti Meningkatkan

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) arti kata peningkatkan


adalah proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan dsb). Jadi
peningkatan adalah lapisan dari sesuatu yang kemudian membentuk susunan,
peningkatan berarti kemajuan, penambahan keterampilandan kemampuan agar
menjadi lebih baik.

Sedangkan arti peningkatan yang dimaksudkan dari judul penelitian ini


memiliki arti yaitu usaha membangun gagasan/pemahaman sendiri untuk
berbuat, berpikir, berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi. Baik
melalui pengalaman mental, pengalaman fisik maupun pengalaman sosial.

b. Semangat Belajar

Definisi belajar menurut Iner Gage (2007:59) belajar sebagai suatu proses
dimana organisma berubah perilakunya. Lalu menurut Crobank (2004:22)
“learning is shown by a change in behavior as aresult of experience”. (belajar
ditunjukkan oleh suatu perubahan dalam perilaku individu sebagai hasil
pengalamannya). Dan menurut Ratna Willis “belajar di definisikan sebagai
perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman”. Paling sedikit ada
lima macam perilaku perubahan pengalaman dan dianggap sebagai faktor-
faktor penyebab dasar dalam belajar:

Pertama, pada tingkat emosional yang paling primitif, terjadi perubahan


perilaku diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan
suatu stimulus terkondisi. Sebagai suatu fungsi pengalaman, stimulus

6
7

terkondisi itu pada suatu waktu memperoleh kemampuan untuk mengeluarkan


respon terkondisi. Bentuk semacam ini disebut responden, dan menolong kita
untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi atau tidak menyenangi
sekolah atau bidang studi.

Kedua, belajar kontuigitas yaitu, bagaimana dua peristiwa dipasangkan


satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini banyak sekali kita alami.
Kita melihat bagaimana asosiasi ini dapat menyebabkan belajar dari drill dan
belajar stereotipe-stereotipe. Ketiga, kita belajar bahwa konsekuesi perilaku
mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar
pengulangan itu, disebut juga sebagai belajar operant. Keempat, pengalaman
belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadian-kejadian. Kita belajar
dari sebuah contoh dan kita mungkin menjadi sebuah contoh bagi orang lain
dalam belajar observasional. Kelima, belajar kognitif terjadi dalam kepala
kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa disekitar kita dengan
pengetahuan yang dalam.

Depdiknas mendefinisikan belajar sebagai proses membangun


makna/pemahaman terhadap informasi dan pengalaman. Proses membangun
makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain.
Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal) dan perasaan
siswa. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi
bentukan guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda,
padahal mendapatkan pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada
saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu
membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut
otoritas atau hak siswa dalam membangun ide/gagasannya.

Berdasarkan deskripsi di atas, belajar dapat diartikan sebagai proses siswa


membangun ide/gagasan sesuai dengan pemahamannya sendiri untuk berbuat,
berpikir, berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi baik melalui
pengalaman mental, pengalaman fisik, maupun pengalaman sosial.
8

c. Semangat belajar aturan-aturan sosial

Semangat belajar norma dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)


adalah sebuah aturan-aturan yang berlaku, sedangkan semangat belajar aturan-
aturan sosial adalah aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari
dalam masyarakat.

Semangat belajar aturan-aturan sosial adalah hal yang paling penting


dalam penerapan kepribadian siswa dalam pendidikan. Seperti contohnya
tidak selalu dalam lingkungan rumah mereka masing-masing. Hal demikian
dapat diberikan contoh dalam lingkungan sekolah. Jika siswa memahami
semangat belajar aturan-aturan sosial, maka siswa akan bertingkah laku
dengan baik dalam kehidupannya.

Segala sesuatu akan terbentuk dalam diri seseorang, akan tetapi semangat
belajar norma harus ditumbuhkan dan diberikan dalam diri siswa (suudi,
2007:33). Nilai-nilai kemasyarakatan sangatlah penting dilaksanakan
penerapannya oleh setiap pendidik dan peserta didik. Karena dengan
pendidikan semangat belajar aturan-aturan sosial siswa akan menjadi
seseorang yang mempunyai akhlak yang baik, tingkah laku yang terpuji dan
dapat dijadikan tolak ukur kehidupan dalam dirinya.

Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pendidik dapat


meningkatkan semangat belajar siswa tentang semangat belajar aturan-aturan
sosial dalam sekolah. Karena tanpa meningkatkan semangat belajar siswa di
sekolah maka semangat belajar aturan-aturan sosial tidak akan diketahui dan
dipahami oleh siswa, dan pentingnya metode yang baik dalam pendidik
memberikan pembelajaran di kelas.

Learning is fun, belajar itu menyenangkan. Siapa yang menjadi


stakeholder dalam proses pembelajaran yang menyenangkan itu? Jawabannya
adalah siswa. Siswa harus menjadi arsitek dalam proses belajar mereka
sendiri. Kita semua setuju bahwa pemebelajaran yang menyenangkan
merupakan dambaan dari setiap peserta didik. Karena proses belajar yang
9

menyenangkan bisa meningkatkan motivasi belajar yang tinggi bagi siswa


guna menghasilkan produk belajar yang berkualitas. Untuk mencapai
keberhasilan proses belajar, faktor motivasi merupakan kunci utama. Seorang
guru harus mengetahui secara pasti mengapa seorang siswa memiliki berbagai
macam motif dalam belajar.

Menurut Muhammad Iqbal, (2008:27) ada empat kategori yang perlu


diketahui oleh seorang guru yang baik terkait dengan motivasi “mengapa
siswa belajar”, yaitu:

a. Motivasi intrinsik (siswa belajar karena tertarik dengan


tugas-tugas yang diberikan.
b. Motivasi instrumental (siswa belajar karena akan menerima
konsekuensi: reward atau punishment).
c. Motivasi sosial (siswa belajar karena ide/gagasannya ingin
dihargai).
d. Motivasi prestasi (siswa belajar karena ingin menunjukan
kepada orang lain bahwa dia mampu melakukan tugas yang
diberikan oleh gurunya)

Dalam paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya


untuk merubah perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental
profesional yang berorientasi pada global mindset. Fokus pembelajarannya adalah
pada mempelajari cara belajar (learning how to learn) dan bukan hanya semata-
mata mempelajari substansi mata pelajaran. Sedangkan pendekatan, strategi dan
metode pembelajarannya adalah mengacu pada konsep konstruktivisme yang
mendorong dan menghargai usaha belajar siswa dengan proses enquiry dan
discovery learning. Dengan pembelajaran konstruktivisme memungkinkan
terjadinya pembelajaran berbasis masalah. Siswa sebagai stakeholder terlibat
langsung dengan masalah, dan tertantang untuk belajar menyesuaikan berbagai
masalah yang relevan dengan kehidupan mereka. Dengan skenario pembelajaran
berbasis masalah ini siswa akan berusaha memberdayakan seluruh potensi
10

akademik dan strategi yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalah secara
individu atau kelompok.

Prinsip pembelajaran konstruktivisme yang berorientasi pada masalah dan


tantangan akan menghasilkan sikap mental professional, yang disebut
researchmindedness dalam pola pikir siswa, sehingga kegiatan pembelajaran
selalu menantang dan menyenangkan (Syaifullah Kudus, 2007:87).

Menurut Rizkha (2006:48) pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan


menyenangkan (PAKEM) merupakan model pembelajaran kontekstual yang
melibatkan paling sedikit empat prinsip utaman dalam proses pembelajarannya,
yaitu:

1) Proses interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa,
multi-media, referensi, lingkungan, dsb).
2) Proses komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar
mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita, dialog atau
melalui simulasi permainan peran (role-play) ).
3) Proses refleksi (siswa memikirkan kembali tentang makna dari
pembelajaran yang mereka terima).
4) Proses eksplorasi (siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua
indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan
wawancara).

Pelaksanaan pakem harus memperhatikan bakat, minat dan modalitas belajar


siswa, dan bukan semata potensi akademiknya. Dalam pendekatan pembelajaran
Quantum Learning ada tiga macam modalitas siswa, yaitu modalitas visual,
auditorial dan kinestetik. Dengan modalitas visual dimaksudkan bahwa kekuatan
belajar siswa terletak pada indera “mata”(membaca teks, grafik atau dengan
melihat suatu peristiwa), kekuatan auditorial terletak pada indera
“pendengaran”(mendengar dan menyimak penjelasan atau cerita), dan kekuatan
kinestetik terletak pada “peraba”(seperti menunjuk, menyentuh atau melakukan).
Jadi dengan memahami kecenderungan potensi modalitas siswa tersebut, maka
11

seorang guru harus mampu merancang media, metode dan materi pembelajaran
kontekstual yang relevan dengan kecenderungan potensi atau modalitas belajar
siswa.

Peranan seorang guru agar pelaksanaan pakem berjalan sebagaimana


diharapkan, paling tidak ada 12 aspek yang dari sebuah pembelajaran kreatif, yang
harus dipahami dan dilakukan oleh seorang guru yang baik dalam proses
pembelajaran terhadap siswa, (Mushab Kayuti, 2008:12) seabagai berikut:

1) Memahami potensi siswa yang tersembunyi dan mendorongnya untuk


berkembang sesuai dengan kecenderungan bakat dan minat mereka.
2) Memberikan kesempatan kepada siwa untuk belajar meningkatkan rasa
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan bantuan jika mereka
membutuhkan.
3) Menghargai potensi siswa yang lemah/lamban dan memperlihatkan
entuisme terhadap ide serta gagasan mereka.
4) Mendorong siswa untuk terus maju mencapai sukses dalam bidang yang
diminati dan penghargaan atas prestasi mereka.
5) Mengakui pekerjaan siswa dalam satu bidang untuk memberikan
semangat pada pekerjaan lain berikutnya.
6) Menggunakan kemampuan fantasi dalam proses pembelajaran untuk
membangun hubungan dengan realitas dan kehidupan nyata.
7) Memuji keindahan perbedaan potensi, karakter, bakat dan minat serta
modalitas gaya belajar individu siswa.
8) Mendorong dan menghargai keterlibatan individu siswa secara penuh
dalam proyek-proyek pembelajaran mandiri.
9) Menyatakan kepada para siswa bahwa guru-guru merupakan mitra
mereka dan perannya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa.
10) Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan bebas dari tekanan dan
intimidasi dalam usaha meyakinkan semangat belajar aturan-aturan
sosial.
12

11) Mendorong terjadinya proses pembelajaran interaktif, kolaboratif, inquiri


dan diskaveri agar terbentuk budaya belajar yang bermakna (meaningful
learning) pada siswa.
12) Memberikan tes/ujian yang bisa mendorong terjadinya umpan balik dan
semangat pada siswa untuk mempelajari materi lebih dalam.

Bentuk-bentuk pertanyaan yang dapat menggugah terjadinya pembelajaran


aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan bisa diterapkan antara lain dalam salah
satu kegiatan belajar kelompok (studi kasus). Menurut Wassermen, pertanyan-
pertanyaan yang memerlukan pemikiran yang dalam untuk sebuah solusi atau
yang bersifat mengundang, bukan instruksi atau memerintah. Misalnya dengan
menggunakan kata kerja: menggambarkan, membandingkan, menjelaskan,
menguraikan atau dengan menggunakan kata-kata: apa, mengapa, atau bagaimana
dalam kalimat bertanya.

Bacaan dan tontonan yang bersifat pornografi dapat mendatangkan


rangsangan seksual, kemudian mereka akan berusaha mencari peluang untuk
melmpiaskannya secara sendiri atau kelompok. Pengaruh pergaulan yang negatif
sangat cepat memengaruhi, rata-rata orang tua tidak mengetahui istilah yang khas
dalam pergaulan mereka. Walaupun orang tua telah membatasi pergaulan mereka
dan melarang terhadap hal-hal yang bersifat negatif, namun adanya kesempatan-
kesempatan lain, bagi mereka tak mungkin semuanya terbendung. Tentu ada juga
peluang bagi mereka untuk berkumpul dan bertukar informasi.

Proses pembelajaran akan berlangsung seperti yang diharapkan dalam


pelaksanaan konsep pakem jika peran para guru dalam berinteraksi dengan
siswanya selalu memberikan motivasi, dan memfasilitasinya tanpa mendominasi,
memberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif, membantu dan mengarahkan
siswanya untuk mengembangkan bakat dan minat mereka melalui proses
pembelajaran yang terencana. Tugas dan tanggung jawab utama guru dalam
paradigma pendidikan “bukan membuat siswa belajar” tetapi “mengajarkan cara
bagaimana mempelajari mata pelajaran”. Prinsip pembelajaran yang perlu
13

dilakukan: “jangan meminta siswa hanya untuk mendengarkan, karena mereka


akan lupa. Jangan membuat siswa hanya memperhatikan saja, karena mereka
hanya bisa mengingat. Tetapi yakinkan siswa untuk melakukannya.

Sebuah pertanyaan untuk direnungkan dari penilaian hasil belajar. Apakah


sebuah “penilaian mendorong pembelajaran?” atau apakah “pembelajaran dan tes”
tersebut dilakukan guna mendapatkan pengakuan tentang kompetensi yang
diperlukan siswa atau sekolah? Dalam pelaksanaan konsep pakem, penilaian
dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa, baik itu keberhasilan
dalam proses maupun keberhasilan dalam lulusan (output). Keberhasilan proses
dimaksudkan bahwa siswa berpartisipasi aktif, kreatif, dan senang selama
mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan lulusan (output) adalah
siswa mampu menguasai sejumlah kompetensi dan standar kompetensi dari setiap
mata pelajaran, yang ditetapkan dalam sebuah kurikulum. Inilah yang disebut
efektif dan menyenangkan. Jadi, penilaian harus dilakukan dan diakui secara
komulatif. Penilaian harus mencakup paling sedikit tiga aspek: pengetahuan, sikap
dan keterampilan. Ini tentu saja melibatkan professional judgment dengan
memperhatikan sifat objektivitas dan keadilan.

Media dan bahan ajar selalu menjadi penyebab ketidakberhasilan sebuah


proses pembelajaran di sekolah. Sebuah harapan yang selalu menjadi wacana di
antara para pendidik kita dalam melaksanakan tugas mengajar mereka di sekolah
adalah tidak tersedianya media pembelajaran dan bahan ajar yang memadai.
Jawaban para guru ini masuk akal, seakan ada korelasi antara ketersediaan media
bahan ajar di sekolah dengan keberhasilan pembelajaran siswa. Kita juga sepakat
bahwa salah satu penyebab ketidakberhasilan proses pembelajaran siswa di
sekolah adalah kurangnya media dan bahan ajar. Kita yakin bahwa pihak
manajemen sekolah sudah menyadarinya. Tetapi alasan klasik selalu kita dengar
bahwa “sekolah tidak punya dana untuk itu”.

Dalam pembelajaran model pakem, seorang guru mau tidak mau harus
berperan aktif, proaktif dan kreatif utuik mencari dan merancang media/bahan ajar
14

alternatif yang mudah, murah dan sederhana. Tetapi tetap memiliki relevansi
dengan tema mata pelajaran yang sedang dipelajari siswa.

Penggunaan perangkat multimedia seperti ICT sungguh sangat ideal, tetapi


tidak semua sekolah mampu mengaksesnya, tanpa merendahkan sifat dan nilai
multimedia elektronik, para guru dapat memilih dan merancang media
pembelajaran alternatif dengan menggunakan berbagai sumber lainnya, seperti
bahan baku yang murah dan mudah di dapat, contohnya adalah bahan baku kertas,
plastik, tumbuh-tumbuhan, kayu dan sebagainya, guna memotivasi dan
merangsang proses pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.

Dalam melakukan upaya meningkatkan moral siswa Zakiah Drajat (2001:99)


mengemukakan upaya pendidikan moral di sekolah sebagai berikut:

a) Hendaknya sekolah dapat diusahakan supaya menjadi kegiatan


yang baik bagi pertumbuhan dan pengembangan mental dan
moral anak didik, disamping tempat pemberian pengetahuan,
pendidikan keterampilan dan pengembangan bakat dan
kecerdasan.
b) Pendidikan agama, haruslah dilakukan secara intensif, ilmu
dan amal supaya dirasakan siswa di sekolah.

Dalam merancang sebuah media pembelajaran, aspek yang paling penting


untuk diperhatikan oleh seorang guru adalah karakteristik dan modalitas gaya
belajar individu peserta didik, seperti disebutkan dalam pendekatan Quantum
Learning dan Learning Style Inventory. Media yang dirancang harus memiliki
daya tarik tersendiri guna merangsang proses pembelajaran yang menyenangkan.
Sementara ini media pembelajaran yang relative cukup representif digunakan
adalah media elektronik (Computer-Based Learning) (Eva Darajat, 2008:40).

Selanjutnya skenario penyajian bahan ajar harus dengan system modular


dengan mengacu pada pendekatan Bloom Taksonomi. Ini dimaksudkan agar
terjadi proses pembelajaran yang terstruktur, dinamis dan fleksibel. Tanpa harus
selalu terikat dengan ruang kelas. Perlu dicatat bahwa tujuan akhir mempelajari
15

sebuah mata pelajaran adalah agar para siswa memiliki kompetensi sebagaimana
ditetapkan dalam standar kompetensi (Kurikulum Nasional). Untuk itu langkah
penyajian pembelajaran dalam setiap materi mata pelajaran harus dituliskan secara
jelas dalam sebuah modul. Dengan demikian diharapkan para siswa akan terlibat
dalam proses pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dan bermakna (Meaningful
Learning).

Mempertimbangkan pendidikan anak-anak sama dengan mempersiapkan


generasi yang akan datang. Hati seorang anak bagaikan sebuah plat fotografik
yang tidak bergambar apa-apa, siap merefleksikan semua yang ditampakkan
padanya. Warisan alami yang dibawa setiap jiwa ke bumi, hampir semua sikap
buruk yang diperhatikan manusia apa adanya merupakan apa yang di dapatkan
setelah mereka dilahirkan ke bumi. Ini merupakan bahwa kebaikan itu bersifat
alami, sementara kejahatan tidak alami.

Berfikir luas tentang kehidupan yang berkaitan dengan anak bukan hal yang
mudah, namun kita harus ingat bahwa orang dewasa sering menyepelekan
kapasitas pikiran seorang anak, yang sebetulnya sering kali lebih berkeinginan
untuk mengerti dan lebih mampu memahami sesuatu daripada seorang dewasa.

Pelajaran pertama yang dibutuhkan seorang anak adalah menyelaraskan


pikiran, perkataan dan tindakannya. Segala hal dalam kehidupan, lahir-batin, luar-
dalam saling bereaksi. Oleh karena itu sedikit pengetahuan tentang nada dan
irama penting diawal pendidikan anak. Anak perlu diajari unsur-unsur musik
mengenai pola titi nada yang akan menghubungkannya dengan teman-teman,
dengan orang-orang yang belum ia kenal, dengan orang tuanya, ketika bermain
atau berada di satu meja yang sama, dalam kondisi yang bervariasi ia harus bisa
merasakan pola titi nada berbeda. Anak harus diajari bagaimana membuat pilihan
kata-kata saat berbicara kepada orang lain, kepada orang asing, kepada teman,
kepada pelayan di rumah, membuat suara lebih keras atau lebih lembut harus
dilakukan dengan pemahaman. Seorang anak harus diajari untuk berbicara dan
bertindak sesuai dengan kondisi yang berlaku pada saat itu. Tertawa pada saat
16

tertawa, serius pada saat keseriusan dibutuhkan. Dalam segala hal yang
dilakukannya, ia harus mempertimbangkan dan pemikiran kondisi yang ada.

Pikiran anak lebih aktif daripada orang dewasa, untuk dua alasan. Yang
pertama, pikiran anak tumbuh dengan energi yang besar, yang membuatnya aktif
selama masa pertumbuhannya, karena itu anak selalu tidak tenang baik dalam
pikiran maupun dalam tindakan. Seorang anak di satu ruangan dapat membuat
orang merasa ada seratus anak di sana. Anak tidak pernah diam, ia senang
menggunakan mental dan energi fisiknya dengan berbagai cara sepanjang waktu.

Untuk menjadi perhatian agar pendidikan untuk anak-anak harus


dipertimbangkan dari lima sudut pandang yang berbeda, yaitu: fisik, mental,
moral, sosial dan spiritual. Jika satu sisi berkembang dan sisi lainnya tidak, secara
alami anak akan menunjukan beberapa kekurangan dalam perkembangannya.
Dengan demikian, pemerintah sudah pasti bertanggung jawab atas pendidikan
bagi masyarakat. Pendidikan ini harus disusun sedemikian rupa sehingga baik
orang miskin maupun kaya memiliki kesempatan yang sama dalam sebuah
pembelajaran yang terdiri dari lima aspek pendidikan yang disebutkan di atas.
Ketika pembelajaran ini selesai, anak-anak bisa mengambil profesi apapun yang
mereka sukai. Jika mereka menginginkan pendidikan lebih lanjut mereka bisa
mendapatkannya dengan harta mereka sendiri, jika mereka tidak mampu (bisa
mendapatkan bantuan pendidikan dari pemerintah). Namun pendidikan yang
penting harus diberikan kepada setiap anak oleh masyarakat. Pembelajaran
pendidikan bisa diringkas dan dibuat menjadi pembelajaran pendidikan umum;
anak tidak hanya harus diajari untuk membaca dan menulis, tapi juga untuk
memiliki sebuah gagasan serba bisa dalam hidup dan bagaimana menjalani hidup
yang paling baik baginya.

Pendidikan fisik dapat diberikan sejak masih bayi, dengan bantuan musik.
Seorang bayi harus diusahakan untuk menggerakan tangan dan kakinya ke atas
dan kebawah, dan saat ia tumbuh ia harus diajari untuk melakukannya secara
ritmik. Ketika anak tumbuh, saat ia dapat menari dan memainkan beberapa
17

metode bermain peran yang berbeda, gerak badan harus diajarkan. Dengan cara
seperti ini anak-anak akan diuntungkan, mereka tidak merasa bosan dan
menganggap ini sebagai reaksi.

Disamping itu, makanan dan minuman yang bersih dan bergizi diperlukan
oleh anak-anak saat masa pertumbuhan. Mereka juga harus mendapatkan waktu
istirahat yang cukup sesuai dengan kebutuhan setiap anak tersebut, dengan cara
tertentu sehingga anak yang cenderung lebih aktif akan merasa senang melakukan
istirahat.

Seorang anak bagaikan tanaman yang tumbuh, tidak hanya makanan jasmani
yang diperlukan tapi juga makanan rohani. Makanan rohani yang paling baik
adalah dengan mencintai anak dan membalas cintanya, ia juga harus diajari
keseimbangan, untuk menjaga agar emosinya selalu ada dalam batas dan wilayah
tertentu. Anak harus diajari menggunakan kasih saying melalui ungkapan yang
manis dalam pemikiran, ucapan dan tindakannya. Pemberian cinta yang salah
akan merusak anak sehingga ia bersifat kasar, sombong dan acuh tak acuh, dan
kita tidak boleh berlebihan dalam menunjukan cinta kita kepada anak-anak.

Dalam kegiatan pembelajaran, perhatian berperan sangat penting sebagai


langkah awal yang akan memacu aktifitas-aktifitas berikutnya. Dengan perhatian
seseorang berupaya memusatkan pikiran, perasaan emosional atau segi fisik dan
unsur psikisnya kepada sesuatu yang menjadi tumpuan perhatiannya.

Dengan demikian, motivasi belajar dapat berasal dari diri pribadi siswa itu
sendiri (motivasi intrinsic/motivasi internal) dan berasal dari luar diri pribadi
siswa (motivasi ekstrinsik?motivasi eksternal). Kedua jenis motivasi ini saling
berkaitan membentuk satu sistem motivasi yang menggerakan siswa untuk
belajar.

Jelaslah sudah pentingnya motivasi belajar bagi siswa. Ibarat seseorang


menjalani hidup dan kehidupannya, tanpa dilandasi motivasi maka hanya
kehampaanlah yang diterimanya dari hari ke hari.
18

Dari teori-teori di atas kita dapat mengetahui bagaimana meningkatkan


semangat belajar aturan-aturan sosial dalam diri siswa. Karena jika siswa sudah
mengetahui, mempunyai pengetahuan tentang semangat belajar aturan-aturan
sosial maka keharmonisan akan menjadi baik. Bentuk dari membentuk semangat
belajar aturan-aturan sosial melalui banyak metode pembelajaran, seperti metode
bermain peran. Peran yang memberikan siswa pemahaman tentang semangat
belajar aturan-aturan sosial dalam diri siswa itu sendiri.

Begitu juga di dalam kelas VII SMP PGRI Kalimulya Depok yang sangat
diperlukan semangat belajar aturan-aturan sosial, sehingga dengan baiknya
semangat belajar aturan-aturan sosial akan menjadi baik dan akan menjadi sebuah
rumusan pendidikan yang baik juga untuk mencapai prestasi siswa dengan baik
pula.

2. Hakikat Metode Bermain Peran


a. Pengertian Metode

Metode berasal dari bahasa yunani “Methodos” yang berarti cara atau jalan
yang ditempuh. Secara harfiah metode berarti “cara”, metode dapat diartiakan
sebagai suatu cara atau prosesur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Sumantri dan Permana (dalam Sutisno, 2011:42) menyatakan bahwa
metode adalah cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi
pembelajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran
proses belajar dan tercapai prestasi anak yang memuaskan. Maka dapat
disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan cara kerja/procedural yang
dibuat oleh guru secara sadar dan bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
suatu proses pembelajaran yang membuat siswa agar belajar. Hal ini diharapkan
terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa dan perubahan itu didapatkan
dengan kemampuan baru dalam waktu yang relatif lama dan adanya usaha. Dan
metode ini merupakan hal dasar yang perlu dipersiapkan oleh seorang guru dalam
memaksimalkan penyampaian materi pembelajaran kepada siswanya supaya
memperoleh hasil dan prestasi belajar yang memuaskan.
19

b. Pengertian Bermain Peran

Bermain peran adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui


pegembangan imajinasi dan penghayatan. Penghayatan dan pengembangan
imajinasi yang dilakukan siswa dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau
benda mati (Huda, 2013: 208). Bermain pada anak merupakan salah satu sarana
untuk belajar.melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, anak berusaha untuk
menyelidiki dan mendapatkan pengalaman yang kaya, baik pengalaman dengan
dirinya sendiri, teman sekelasnya, maupun dengan lingkungan disekitarnya.
Bermain peran merupakan sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai yang
positif bagi anak.

Bermain merupakan bagian terbesar dalam kehidupan anak-anak untuk dapat


belajar mengenal dan mengembangkan keterampilan sosial dan fisik, mengatasi
situasi dalam kondisi yang sedang terjadi. Secara umum bermain sering dikaitkan
dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana
riang gembira. Dengan bermain berkelompok anak akan mempunyai penilaian
terhadap dirinya tentang kelebihan yang dimilikinya sehingga dapat membantu
pembentukkan konsep diri yang positif, pengelolaan emosi yang baik, memiliki
rasa empati yang tinggi, memiliki kendali diri yang bagus, dan memiliki rasa
tanggung jawab yang tinggi.

Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan


peran-peran yang ada di dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di
dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar
peserta didik dapat menilai hasil bermain peran yang dilakukan. Bermain peran
adalah kegiatan yang mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara
memperagakan dan mendiskusikan sehingga orang dapat mengeksplor perasaan,
sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.

Sementara Yamin (dalam Sutino 2005:76) menyatakan bahwa metode


bermain peran adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau
lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing
20

sesuai tokoh yang dilakoni. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk


memerankan sehingga guru dapat menemukan masalah yang mereka hadapi
dalam pelaksaannya. Hamalik (dalam Sutino,2011:28) menyatakan metode
bermain peran adalah teknik-teknik simulasi yang umumnya digunakan untuk
pendidikan sosial dan hubungan antar insani.

Para siswa berpartisipasi sebagai pemain dengan peran tertentu atau sebagai
pengamat bergantung dari tujuan-tujuan dari penerapan metode tersebut. Metode
bermain peran adalah salah satu bemtuk permainan pendidikan yang dipakai
untuk menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku, dan nilai dengan tujuan untuk
menghayati perasaan, sudut pandang, dan cara berpikir orang lain dengan
memerankan peran orang lain.

Bermain peran merupakan sebuah permainan di mana para pemain


memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah
cerita bersama (Yoni, 2014:3).  Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka
berdasarkan karakteristik tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung
dari sistem peraturan permainan yang telah ditetapkan dan ditentukan, asalkan
tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan, para pemain bisa berimprovisasi
membentuk arah dan hasil akhir permaian. Dari teori diatas dapat disimpulkan
bahwa metode bermain peran  adalah Suatu cara mengajar dimana siswa-siswi
melakukan tugas untuk melakukan tingkah laku yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai siswa dan guru.

Menurut Sanjaya (2006:161) bermain peran adalah pembelajaran sebagai


bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual
atau kejadian yang mungkin akan muncul pada masa mendatang. Berdasarkan
beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik
bermain peran adalah suatu pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang
diarahkan untuk mengkreasi peristiwa-peristiwa atau kejadian yang mungkin akan
muncul pada masa mendatang yang perannya sangat baik dalam mendidik siswa
dalam menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
21

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode


bermain peran merupakan salah satu metode pembelajaran dengan menempatkan
peserta didik untuk melakukan kegiatan bermain atau memainkan peran tokoh lain
dengan penuh penghayatan dan kreativitas berdasarkan peran suatu masalah yang
sedang dibahas sebagai materi pembelajaran bermain peran pada saat itu

Terdapat lima karakteristik bermain peran menurut Yamin (Dalam


Sutino,2005:81) yaitu :

1. Didasari motivasi yang muncul dari dalam. Jadi anak melakukan kegiatan
itu atas kemauannya sendiri.
2. Sifatnya spontan dan sukarela, bukan merupakan kewajiban. Anak merasa
bebas memilih apa saja yang ingin dijadikan alternatif bagi kegiatan
bermainnya.
3. Senantiasa melibatkan peran aktif dari anak, baik secara fisik maupun
mental.
4. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan
bermain, seperti kemampuan kreatif, memecahkan masalah, kemampuan
berbahasa, kemampuan memperoleh teman sebanyak mungkin dan
sebagainya.

c. Tujuan Penggunaan Metode Bermain Peran

Tujuan merupakan sesuatu yang harus ditemukan di dalam membuat suatu


perencanaan sehingga memiliki arah yang jelas. Metode bermain peran ini
digunakan untuk mencapai beberapa bentuk tujuan pembelajaran baik secara
instruksional maupun pengiring. Metode bermain peran dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan berbicara siswa, misalnya dalam bermain drama
pendek.

Tujuan penggunaan metode bermain peran dalam proses pembelajaran ini


adalah untuk meningkatkan kemampuan serta keterampilan berbicara siswa.
Keterampilan berbicara hanya akan dapat diperoleh dan di kuasai dengan jalan
22

praktek dan banyak latihan (Tarigan,2008:2). Penggunaan metode bermain peran


yang akan diterapkan oleh seorang guru dalam pembelajaran tentu didasarkan
adanya alasan atau pertimbangan. Alasan tersebut dimungkinkan bahwa metode
bermain peran sangat tepat untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu.

Bermain peran dapat digunakan untuk meningatkan keterampilan berbicara


siswa karena dalam bermain peran siswa diharuskan untuk terampil berbicara
kepada pemeran lainnya. Penanaman dan pengembangan aspek nilai, moral, dan
sikap siswa akan lebih mudah dicapai apabila siswa secara langsung mengalami
(memerankan) peran tertentu, daripada hanya mendengarkan penjelasan atau
melihat dan mengamati saja. Penjelasan tersebut memberikan alasan kuat bahwa
penggunaan metode bermain peran dapat mengembangkan aspek sikap atau
kepribadian siswa menjadi lebih baik. Pengalaman dengan melakukan langsung
kegiatan bermain peran akan lebih membekas pada diri siswa dari pada hanya
melihat dan mendengar saja.

Soebrata (dalam Sutino,2011:31) menyatakan bahwa bermain peran dapat


memberiikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati pikiran dan perasaan
orang lain yang mungkin berbeda dengan pikiran dan perasaannya sehingga sikap
toleran dapat berkembang.

Hamalik (dalam Sutino,2011:31) menyatakan tujuan bermain peran harus


sesuai dengan jenis belajar, yaitu sebagai berikut :

1. Belajar dengan berbuat, yaiitu melakukan peranan tertentu sesuai dengan


kenyataan yang sesungguhnya. Tujuannnya untuk mengembangkan
kemampuan-kemampuan interaktif atau reaktif.
2. Belajar melalui peniruan, yaitu pengamat (siswa) menyamakan diri dengan
pelaku dan tingkah laku pemeran.
3. Belajar melalui balikan, pangamat menanggapi perilaku para pemain peran
yang telah ditampilkan
23

4. Belajar melalui pengkajian, penilalian, dan pengulangan yaitu pemeran


dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan
mengulanginya dalam penampilan berikutnya.

Sumantri(2006:60) menyatakan tujuan bermain peran didesain terutama untuk


memupuk:

a) Analisis nilai dan perilaku sosial


b) Pengembangan strategi untuk memecahkan masalah antar pribadi
c) Perkembangan empati atau penghargaan terhadap orang lain

Sutisno(2011:33) mengungkapkan metode bermain pearn digunakan untuk:

1) Agar menghayati suatu kejadian atau hal yang sebenarnya terdapat dalam
realita kehidupan
2) Agar memahami sebab akibat suatu kejadian
3) Sebagai penyalur/pelepasan ketegangan atau perasaan tertentu
4) Sebagai alat mendiagnosis keadaan, kemampuan dan kebutuhan siswa
5) Pembentukan konsep diri
6) Menggali peran-peran seseorang dalam suatu kehidupan kejadian dan
keadaan
7) Menggali dan meneliti nilai-nilai atau norma-norma dan peran budaya
dalam kehidupan
8) Membantu siswa dalam mengklasifikasikan dan memperinci,
memperjelas pola pikir, berbuat dan memiliki keterampilan dalam
membuat atau mengambil keputusan menurut caranya sendiri
9) Alat hubung untuk membina struktur sosial dan sistem nilai
lingkungannya
10) Membina kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, berpikir kritis,
analitis komunikasi, hidup dalam kelompok
11) Melatih siswa dalam mengendalikan dan memperbaharui perasaan, cara
berpikirnya dan perbuatannya.
24

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dengan


adanya pembelajaran menggunakan metode bermain peran siswa-siswi akan lebih
aktif belajar, memiliki sikap toleran dan secara khusus dapat berbicara dan
berbahasa dengan baik dan benar. Pembelajaran menggunakan kegiatan bermain
peran akan menciptakan suasana kelas yang tidak membosankan, dan siswa-siswi
lebih banyak aktif dibandingkan guru karena guru hanya fasilitator yaitu
mengarahkan dan membimbing siswa-siswi selama proses pembelajaran
berlangsung.

d. Manfaat Metode Bermain Peran

Manfaat metode bermain peran menurut Bruce Joyce(dalam Sutisno,2011:34)


adalah sebagai berikut:

1. Siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengenali dan


memperhitungkan perasaannya sendiri seta perasaan orang lain. Siswa
bisa memiliki perilaku baru dalam menghadapi situasi sulit yang
tengah dihadapi dan siswa meningkatkan skill memecahkan masalah.
2. Bermain peran bisa merangsang timbulnya beberapa aktivitas. Siswa
menikmati tindakan atau perannya.
e. Langkah-langkah Penggunaan Metode Bermain Peran

Soebrata(dalam Sutisno,2011:37) mengemukakan penyajian langkah-langkah


dalam menggunakan metode bermain peran adalah sebagai berikut:

1. Dideskripsikan skenario kejadian atau situasi yang dipentaskan


2. Mempelajari karakteristik peran yang akan dipentaskan
3. Memilih pemeran dan menugaskan untuk menghayati peran yang
harus dibawakan
4. Melaksanakan kegiatan bermain peran
5. Kegiatan mendiskusikan hasil bermain peran

Dari teori di atas kita mengetahui bagaimana metode bermain dapat


meningkatkan semangat belajar aturan-aturan sosial dalam sekolah. Dengan
25

metode bermain maka akan adanya interaksi yang baik antara siswa dengan guru,
begitu juga antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Sehingga ada keselarasan
di kelas VII SMP PGRI Kalimulya Depok.

Untuk itu maka dalam rangka penerapan metode bermain dalam kelas
perlunya pemahaman guru terhadap metode ini, sehingga dengan pemahaman
guru tentang metode bermain peran siswa akan lebih memahami akan pelajaran,
dan membantu guru dalam meningkatkan semangat belajar aturan-aturan sosial
dalam diri siswa.

B. Kerangka Pikir Tindakan

Semangat belajar tentang semangat belajar aturan-aturan sosial adalah tata


cara dalam pergaulan, hal itu suatu masalah yang ada di dalam dunia pendidikan,
karena jika para pendidik sudah menekankan siswa dalam minat belajar, maka
siswa akan menjadi bertambah minat dalam belajar. Hal ini yang menjadi
permasalahan khusus dalam penelitian.

Metode bermain peran adalah metode pembelajaran dengan menempatkan


siswa untuk melakukan kegiatan bermain atau memainkan peran tokoh lain
dengan penuh penghayatan dan kreativitas siswa, dan metode ini menciptakan
kesenangan dan semangat siswa dalam belajar, oleh karena itu penulis sangat
menekankan sekali proses ini dilakukan oleh guru.

Dari uraian tersebut di atas, diduga upaya untuk meningkatkan semangat


belajar aturan-aturan sosial dapat dilakukan dengan metode bermain peran.

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori dan kerangka berfikir di atas maka, upaya meningkatkan


semangat belajar aturan-aturan sosial dapat dilakukan dengan metode bermain
peran di kelas VII SMP PGRI Kalimulya Depok.

Anda mungkin juga menyukai