Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep MTBS
1. Defenisi MTBS

MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit atau Integrated Management of


Childhood Illness (IMCI dalam bahasa Inggris) adalah suatu pendekatan yang
terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak
usia 0-5 tahun (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program
kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS
merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan kesakitan dan kematian sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak balita di unit rawat jalan kesehatan
dasar seperti Puskesmas, Pustu, Polindes, Poskesdes, dll (Hidayat, 2008).

MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu standar pelayanan dan
tatalaksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. Konsep
pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan WHO yaitu merupakan suatu
bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka
kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita dinegara-negara berkembang
(Kemenkes RI, 2011).

Sasaran utama pelatihan MTBS ini adalah perawat dan bidan, akan tetapi dokter
Puskesmas pun perlu terlatih MTBS agar dapatmelakukan supervisi penerapan MTBS di
wilayah kerja Puskesmas.Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu
pendekatan yang digagas oleh WHO danUNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan
melakukan penilaian, membuat klasifikasi sertamemberikan tindakan kepada anak
terhadap penyakit-penyakit yang umumnya mengancam jiwa.MTBS bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan petugas, memperkuat sistem kesehatan sertameningkatkan
kemampuan perawatan oleh keluarga dan masyarakat yang diperkenalkan pertama
kalipada tahun 1999.MTBS dalam kegiatan di lapangan khususnya di Puskesmas
merupakan suatu sistem yang mempermudah pelayanan serta meningkatkan mutu
pelayanan.
Penjelasan MTBS merupakan suatu system diantaranya:
a) Input
Balita sakit datang bersama kelaurga diberikan status pengobatan dan formulir MTBS
Tempat danpetugas : Loket, petugas kartu
b) Proses
1) Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS.
2) Memeriksa berat dan suhu badan
3) Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan dinding dada dan
mendengar stridor
4) Apabila diare selalu memeriksa kesadaran balita, mata cekung, memberi minum
anak untuk melihatapakah tidak bias minum atau malas dan mencubit kulit perut
untuk memeriksa turgor
5) Selalu memerisa status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul
Vitamin A Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang
telah dilatih MTBS)
c) Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian terapi
dan konselingberupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang, nasehat
kapan harus kembali segera.Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan, imunisasi,
Konseling cara perawatan di rumah. Rujukan diperlukan jika keadaan balita sakit
membutuhkan rujukan

Praktek MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan yaitu:


a) Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana balita sakit (petugas
kesehatan non-dokter yang telah terlatih MTBS dapat memeriksa dan menangani
pasien balita)
b) Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program kesehatan terintegrasi
didalam pendekatan MTBS)
c) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya
pencarian pertolongan balita sakit (berdampak meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan)

2. Tujuan MTBS
a) Untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit sering terjadi
pada balita.
b) Untuk memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan
anak
Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana dengan MTBS adalah
penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain pneumonia, diare, malaria,
campak dan kondisi yang diperberat oleh masalah gizi (malnutrisi dan anemia). Langkah
pendekatan pada MTBS adalah dengan menggunakan algoritma sederhana yang
digunakan oleh perawat dan bidan untuk mengatasi masalah kesakitan pada Balita.

Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas


pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya
termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). MTBS mengkombinasikan perbaikan
tatalaksana kasus pada balita sakit (kuratif) dengan aspek gizi, imunisasi dan konseling
( promotif dan preventif). Agar penerapan MTBS dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan, maka diperlukan langkah-langkah secara sistematis dan menyeluruh,
meliputi pengembangan sistem pelatihan, pelatihan berjenjang, pemantauan pasca
pelatihan, penjaminan ketersediaan formulir MTBS, ketersediaan obat dan alat,
bimbingan teknis dan lain-lain.( Soedjatmiko. 2009)

3. Manfaat pelayanan MTBS


Pelayanan MTBS yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakaian jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk serta yang menyelenggarakan sesuai dengan standar dan kode etik profesi,
meskipun diakui
tidak mudah, namun masih dapat diupayakan karena memang telah ada ukurannya
yakni rumusan standar serta kode etik profesi pada dasarnya merupakan kesepakatan
antara warga profesi itu sendiri, dan karenanya wajib sifatnya untuk dipakai sebagai
pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi, termasuk pelayanan
kesehatan.
Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) apabila dapat diselenggarakan dengan baik,
banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh. Secara umum manfaat yang dimaksud
adalah :

a) Dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan pada rawat jalan Peningkatan


efektifitas yang dimaksud disini erat hubungannya dengan dapat diatasinya masalah
kesehatan secara tepat terhadap balita. Karena pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan telah sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
ataupun standar yang telah ditetapkan.
b) Dapat meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan pada rawat jalan Peningkatan
efisiensi yang dimaksud disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya pelayanan
kesehatan yang dibawah standar. Demikian pula halnya untuk pemakaian sumber
daya yang tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan.
Karena dalam MTBS telah ditetapkan standar pelayanan yang tepat untuk balita
sakit.
c) Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan
kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan. Apabila
peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan pada gilirannya pastiakan berperan
besar dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d) Dapat melindungi penyelenggaraan pelayanan dari kemungkinan timbulnya gugatan
hukum
e) Pada saat ini sebagai akibat dari makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat, maka
kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin meningkat. Untuk mencegah
kemungkinan timbulnya gugatan hukum terhadap penyelenggaraan pelayanan, antara
lain karena ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan perlu dilaksanakan
pelayanan sebaik-baiknya (Maryuni, 2014).
4. Penilaian dan Klasifikasi Balita Sakit
Penilaian dan klasifikasi anak sakit dalam MTBS dikelompokkan dalam 2 kelompok umur
yaitu :
a. Penilaian dan klasifikasi anak sakit 2 bulan sampai 5 tahun
b. Penilaian dan Klasifikasi anak sakit umur 1 hari sampai 2 bulan.
Apabila anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, pilih bagan “Penilaian dan Klasifikasi Anak
Sakit Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun”. Sampai 5 tahun,bearti amak belum mencapai ulang
tahunnya yang kelima. Kelompok umur ini termasuk balita umur 4 tahun 11 bulan, akan
tetapi tidak termasuk anak yang sudah berumur 5 tahun. Apabila anak belum berumur 2
bulan, maka ia tergolong bati muda. Gunakan bagan “Penilaian Klasifikasi dan Pengobatan
Bayi Muda Umur 1 Hari sampai 2 bulan”. Khusus mengenai bayo muda, bagan berlaku
untuk bayi muda sakit maupun sehat.

5. Prinsip MTBS
a) Menanyakan masalah yang dihadapi anak
b) Memeriksa bahaya umum
c) Menanyakan 4 keluhan utama, dilanjutkan dengan penilaian
d) Menanyakan dan memeriksa status gizi
e) Memeriksa status imunisasi dan pemberian vitamin A
f) Menilai masalah / keluhan lain

6. Klasifikasi penyakit

Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk penggolongan


derajat keparahan penyakit. Klasifikasi menentukan tingkat kegawatan dari suatu
penyakit yang digunakan untuk menentukan tindakan bukan diagnosis penyakit yang
spesifik/khusus. Menurut Verme (2012) setiap klasifikasi penyakit mempunyai nilai
suatu tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar yaitu:

1. Warna merah : penanganan segera atau perlu dirujuk


2. Warna Kuning : pengobatan spesifik di pelayana kesehatan
3. Warna Hijau : perawatan di rumah
7. Langkah dalam melaksanakan MTBS
a. Lihat tanda bahaya umum
b. Menanyakan masalah utama
c. Menentukan penilaian
d. Menentukan tindakan
e. Memilih pengobatan
f. Nasehat

8. Menanyakan Keluhan
Beberapa jenis pertanyaan yang penting untuk diajukan terkait dengan Menilai batuk atau
sukar bernapas dan klasifikasinya, menilai diare dan klasifikasinya, menilai demam dan
klasifikasinya, serta menilai masalah telinga dan klasifikasinya.
b. Menilai batuk atau sukar bernapas dan klasifikasinya
Setelah memeriksa tanda bahaya umum, ditanyakan kepada ibu apakah menderita
batuk atau sukar bernapas, jika anak batuk atau sukar bernapas, sudah berapa lama,
menghitung frekuensi napas, melihat tarikan dinding dada bawah ke dalam, dan
melihat dan dengar adanya stridor. Kemudian dilakukan klasifikasi apakah anak
menderita pneumonia berat, pneumonia atau batuk bukan pneumonia.
c. Menilai diare dan klasifikasinya
Setelah memeriksa batuk atau suka bernapas, petugas menanyakan kepada ibu apakah
anak menderita diare, jika anak diare, tanyakan sudah berapa lama, apakah beraknya
berdarah (apakah ada darah dalam tinja). Langkah berikutnya adalah memeriksa
keadaan umum anak, apakah anak letargis atau tidak sadar, apakah anak gelisah dan
rewel/mudah marah; melihat apakah mata anak cekung, memeriksa kemampuan anak
untuk minum: apakah anak tidak bisa minum atau malas minum, apakah anak haus
minum dengan lahap; memeriksa cubitan kulit perut untuk mengetahui turgor: apakah
kembalinya sangat lambat (lebih dari 2 detik) atau lambat. Setelah penilaian didapatkan
tanda dan gejala diare, maka selanjutnya diklasifikasikan apakah anak menderita
dehidrasi berat, ringan/sedang, tanpa dehidrasi, diare pesisten berat, diare persisten atau
disentri.
c. Menilai demam dan klasifikasinya. 
Demam merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak kecil. Tanyakan kepada
ibu apakah anak demam, selanjutnya periksa apakah anak teraba panas atau mengukur
suhu tubuh dengan termometer. Dikatakan demam jika badan anak teraba panas atau
jika suhu badan 37,5 derajat celcius atau lebih. Jika anak demam, tentukan daerah
resiko malaria: resiko tinggi, resiko rendah atau tanpa resiko malaria. Jika daerah
resiko rendah atau tanpa resiko malaria, tanyakan apakah anak dibawa berkunjung
keluar daerah ini dalam 2 minggu terakhir. Jika ya, apakah dari resiko tinggi atau
resiko rendah malaria kemudian tanyakan sudah berapa lama anak demam. Jika lebih
dari 7 hari apakah demam terjadi setiap hari, lihat dan raba adanya kaku kuduk, lihat
adanya pilek, apakah anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir, lihat adanya
tanda-tanda campak: ruam kemerahan di kulit yang menyeluruh dan terdapat salah satu
gejala berikut: batuk, pilek atau mata merah.
Kemudian klasifikasikan apakah anak menderita penyakit berat dengan demam,
malaria atau demam mungkin bukan malaria. Jika anak menderita campak saat ini atau
3 bulan terakhir: lihat adanya luka di mulut, apakah lukanya dalam atau luas, lihat
apakah matanya bernanah, lihat adakah kekeruhan pada kornea mata. Kemudian
klasifikasikan apakah anak menderita campak, campak dengan komplikasi berat, atau
campak dengan komplikasi pada mata atau mulut. Jika demam kurang dari 7 hari,
tanyakan apakah anak mengalami perdarahan dari hidung atau gusi yang cukup berat,
apakah anak muntah: sering, muntah dengan darah atau seperti kopi; apakah berak
bercampur darah atau berwarna hitam; apakah ada nyeri ulu hati atau anak gelisah;
lihat adanya perdarahan dari hidung atau gusi yang berat, bintik perdarahan di kulit
(petekie), periksa tanda-tanda syok yaitu ujung ekstrimitas teraba dingin dan nadi
sangat lemah atau tak teraba. Kemudian klasifikasikan apakah anak menderita Demam
Berdarah Dengue (DBD), mungkin DBD atau demam mungkin bukan DBD. (Depkes,
2015)

d. Menilai masalah telinga dan klasifikasinya


Setelah memerisa dalam , petugas menanyakan kepada ibu apakah telinganya.jika anak
mempunyai masalah telinga tanyakan apakah telinga nya sakit,lihat apakah nanah ada
keluar dari telinga,raba adakah pembangkakan nyeri di belakang telinga.kemudian
klasifikasikan apakah anak menderita mostoiditis,infeksi telinga akut,infeksi telinga
kronis atau tidak ada infeksi telinga.
e. Memeriksa status gizi dan anemi serta klasifikasinya
Setiap anak harus di periksa status gizi nya,karna kekurangan gizi merupakan masalah
yang sering ditemukan,terutama diantara penduduk miskin.langkah nya yaitu apakah
anak tampak sangat kurus,memeriksa pembengkakan pada kedua kaki,memeriksa
kepucatan telapak tangan dan membandingkan beret badan anak menurut
umur.kemudian mengklasifikasikan sesuai tanda dan gejala apakah gizi buruk dan
atau  anami berat,bawah garis merah (BMG) dan atau anemi, tidak BMG dan tidak
anemi.
f. Menasehati ibu.
Nasehat bagi ibu meliputi menilai cara pemberian makan anak, anjuran pemberian
makan selama sakit dan sehat, menasehati ibu tentang masalah pemberian makan,
meningkatkan pemberian cairan selama sakit, menasehati ibu kapan harus kembali dan
menasehati ibu tentang kesehatannya sendiri.
g. Pemberian pelayanan tindak lanjut
Kegiatan ini berarti menentukan tindakan dan pengobatan pada saat anak datang atau
kunjungan ulang. Pelayanan pada anak yang datang untuk tindak lanjut menggunakan
kotak-kotak yang sesuai klasifikasi anak sebelumnya. Jika anak mempunyai masalah
baru lakukan penilaian, klasifikasi dan tindakan terhadap masalah baru tersebut seperti
pada bagan penilaian dan klasifikasi.

9. Penatalaksanaan MTBS
Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan
yang dilatih. Petugas melakukan penilaian atau pemeriksaan yakni dengan cara
menanyakan kepada orang tua/wali, apa aja keluhan–keluhan/ masalah anak kemudian
memeriksa dengan cara ‘lihat dan dengar’ atau ‘lihat dan raba’. Setelah itu petugas
akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya-jawab dan
pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi, petugas akan menentukan jenis
tindakan/pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi penumonia berat atau penyakit
sangat berat akan dirujuk ke dokter puskesmas, anak yang imunisasinya belum
lengkap akan dilengkapi, anak dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi
gizi (MTBS Modul-2,2008)

Gambaran tentang begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS di bawah


ini tentang hal-hal yang diperiksa pada pemeriksaan dengan pendekatan MTBS.
Ketika anak sakit datang ke ruang pemeriksaan, petugas kesehatan akan menanyakan
kepada orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda
bahaya umum seperti :

a. Apakah anak bisa minum/menyusu ?


b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya ?
c. Apakah anak menderita kejang? Kemudian petugas akan melihat/memeriksa
apakah anak tampak letargis/tidak sadar
Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain :
a. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
b. Apakah anak menderita diare ?
c. Apakah anak demam ?
d. Apakah anak mempunyai masalah telinga ?
e. Memeriksa status gizi
f. Memeriksa anemia
g. Memeriksa status imunisasi
h. Memeriksa pemberian vitamin A
i. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain (MTBS Modul-2, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, petugas akan mengklasifikasi
keluhan/penyakit anak, setelah itu melakukan langkah-langkah tindakan/pengobatan
yang telah ditetapkan dalam penilaian/ klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara
lain:
a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
b. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
c. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan penanganan diare di rumah
d. Memberikan konseling bagi ibu, seperti : ajuran pemberian makanan selama anak
sakit maupun dalam keadaan sehat
e. Menasehati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan. (MTBS Modul-3,
2008)
Pemeriksaan dan tindakan secara lengkap tentunya tidak akan diuraikan disini karena
terlalu panjang. Sebagai gambaran, untuk penilaian dan tindakan/pengobatan bagi setiap
balita sakit, pendekatan MTBS memakai 1 set Bagan Dinding yang ditempelkan di tembok
ruang pemeriksaan dan dapat memenuhi hampir semua sisi tembok ruang pemeriksaan
MTBS di Puskesmas dan formulir pencatatan baik bagi bayi muda (0-2 bulan) maupun
balita umur 2 bulan-5 tahun. Sedangkan untuk pelatihan petugas, diperlukan 1 paket buku
yang terdiri dari 7 buku Modul, 1 buku Foto, 1 buku Bagan, 1 set bagan dinding serta 1
set  buku Pedoman Fasilitator dengan lama pelatihan selama 6 hari ditambah pelajaran
pada sesi malam (Maryuni. 2014).

Sumber
Soedjatmiko. 2009. “Pelatihan Program Kesehatan Balita Bagi Penanggung Jawab
Program Kesehatan Anak”.Bogor.
Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Depkes RI. 2015. Buku Bagan Menajemen Terpadu Balita Sakit
Dirjen Bina Kesehatan Anak. (2012). Manajemen terpadu balita sakit (MTBS).
Maryuni, A. (2014). Pengenalan praktis MTBS untuk paramedis. Bogor
: In Media.
Verme. (2012). Konsep manajemen terpadu balita sakit (keperawatan anak).
Depkes RI. (2008). Buku bagan manajemen terpadu balita sakit. Jakarta
Anonim. (2008). Manajemen terpadu balita sakit modul-2 (penilaian dan klasifikasi anak
sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun). Jakarta

Anda mungkin juga menyukai