Anda di halaman 1dari 5

* JIKA TERJADI KONTRADIKSI ANTARA DUA DALIL

KONTRADIKSI

MUNGKIN TDK MUNGKIN


DIGABUNGKAN DIGABUNGKAN

DISATUKAN DIKETAHUI TDK DIKETAHUI


TANGGALNYA TANGGALNYA

YG TERAKHIR DITARJIH JIKA


SEBAGAI BISA
NASIKH
JIKA TIDAK
ADA
MUROJJIH,
MAKA
# NASIKH: Hukum yang menghapus.
# MUROJIH: Dalil yang mengunggulkan salah satu hukum. TAWAQQUF
IJMA’

AL QURAN QOULIYYAH
JENIS DALIL
SUNNAH FI’LIYYAH

QOUL SOHABI TAQRIRIYYAH

QIYAS
BANYAKNYA RIWAYAT
TARJIH
BERKAITAN
SANAD DENGAN PERAWI LEBIH TSIQOH
PERAWI
PERAWI LEBIH DEKAT
MATAN
DAHULUKAN HADITS
DILALAH MUSNAD ATAS
MURSAL
PENGUAT BERKAITAN
DENGAN DAHULUKAN HADITS
DENGAN ‘ALI ATAS NAZIL
SILSILAH
DALIL LAIN
DAHULUKAN RIWAYAT
BUKHORI MUSLIM
ATAS LAINNYA
Penjelasan:

Pokok pembahasan kita sekarang adalah At Ta’arudh wat Tarjih


(kontradiksi antar dalil dan pengunggulan satu dalil atas yang lain).
Telah kita ketahui bersama bahwa dalil-dalil syari’at islam yang disepakati
ada empat, yaitu Al Quran, sunnah (Hadits), ijma’ dan qiyas, sedangkan dalil-dalil
yang diperselisihkan itu ada banyak macamnya, diantaranya: qoul ahlul madinah,
berhujjah dengan hadits mursal, masholih mursalah, istishabul hal dan lainnya.
Sebelumnya harus kita ketahui bahwa secara hakikat tidak akan mungkin
ada kontradiksi antara Al Quran dan Sunnah dalam syari’at islam, karena
keduanya dari Allah Swt, Allah Swt berirman: “dan jika itu datang dari selain Allah,
maka pastilah akan ditemukan banyak perselisihan (kontradiksi)”. Adapun sesuatu
yang datangnya dari Allah, maka tidak akan ditemukan perselisihan sama sekali.
Jika secara dzohir (menurut persangkaan mujtahid) terjadi kontradiksi antar
dalil yang telah disepkati diatas, sebagaimana seorang mujtahid menyangka
adanya pertentangan antara dua hadits atau dua ayat Al Quran atau berlawanan
antara hadits dengan ayat Al Quran, maka apa yang harus kita lakukan? Kita
katakan: Ketika terjadi kontradiksi antara dua nash atau dua dalil, maka kita harus
lihat terlebih dahulu, bisakah kedua dalil tersebut kita gabungkan (seperti
ditakhsis) kemudian keduanya kita amalkan? Jika bisa kita gabungkan, maka wajib
digabungkan, tidak boleh kita mengamalkan satu dalil dan mengabaikan lainnya.
Seumpama terjadi ta’arudh antara hadits dengan ayat Al Quran, apakah
kemudian secara mutlak kita menangkan ayat Al Quran dan mengabaikan hadits?
Tidak, kita harus lihat terlebih dahulu, jika memungkinkan untuk digabungkan,
maka tidak boleh kita memilih satu dail dan mengabaikan yang lain. Sekarang, jika
tidak mungkin kita gabungkan, maka kita lihat tarikh (tanggal munculnya hadits
atau ayat), apakah diketahui mana diantara dua dalil yang lebih dulu dan mana
yang terakhir datang, jika diketahui , maka yang datang terakhir itulah hukum
yang menasakh (menghapus/mengganti). Tapi jika tidak diketahui mana yang
lebih dahulu datang dan tidak ditemukan dalil yang menjelaskan mana yang lebih
dahulu dan mana yang terakhir datang, maka ditarjih satu sama lain, seperti
contoh terjadi pertentangan antara hadits shohih dan hasan, maka kita
menangkan yang shohih, ini jika tidak mungkin digabungkan dan juga tidak
diketahui tarikhnya. Ini tadi antara hasan dan shohih, sekarang jika keduanya
sama didalam derajatnya bagaimana? Misal hadits shohih dengan shohih yang
keduanya tidak mungkin digabungkan, tidak juga diketahui tarikhnya dan tidak
mungkin kita unggulkan satu sama lain, maka kita tawaqquf, kita katakan Allahu
a’lam.
Jadi, yang kita lihat terlebih dahulu adalah penggabungan antara dua dalil
kemudian penasakhan hukum kamudian tarjih dan tawaqquf.
Apa itu tarjih? Tarjih adalah mengedepankan dalil yang paling kuat, ada
kalanya dari segi jenisnya dalil, maka dalil ijma’ lebih dikedepankan dari pada
dalil-dalil yang lain seperti Al Quran, hadits, qiyas dan lain sebagainya. Kenapa
ijma’ lebih dikedepankan dari pada yang lain? Karena ijma’ tidak mungkin
dihapuskan hukumnya. Misal: jika engkau menemukan sebuah hukum yang
berlandaskan ijma’ ulama dan hukum tersebut menurutmu menyelisihi dzohir
ayat Al Quran, mana yang akan engkau ambil? Ijma’ atau dzohir Ayat Al Quran?
Maka pasti yang akan diambil adalah ijma’, karena ijma’ adalah pemahaman para
mutahid tentang isi Al Quran dan Sunnah, sedangkan dzohir ayat Al Quran
tersebut adalah dari pemahan dirimu sendiri. Bukannya kita lebih
mengedepankan ijma’ dari pada Al Quran, tetapi kita lebih mengedepankan
kefahaman ulama (mujtahid) akan isi Al Quran dan sudah menjadi ijma’ mereka
dari pada pemahaman kita sendiri terhadap Al Quran. Juga lebih didahulukan Al
Quran atas sunnah, sunnah qouliyyah atas fi’liyyah, sunnah fi’liyyah atas
taqririyyah, sunnah atas qoul shahabi dan seterusnya sebagaimana yang tertulis
dikolom atas. Semua ini dalam keadaan kontradiksi dan tidak memungkinkan
adanya penggabungan serta tidak mungkin diketahui tarikhnya. Begitu juga dalil
bisa dikedepankan jika berkaitan dengan perawi yang paling banyak
meriwayatkan hadits. Misal: jika ta’arudh antar dua hadits, yang satu banyak
periwayatnya dan satunya hanya satu orang, maka kita menangkan yang banyak
rowinya. Begitu juga jika satu hadits diriwayatkan oleh rawi yang tsiqoh dan
satunya lagi oleh rawi yang lebih tsiqoh, maka dikedepankan hadits yang
diriwayatkan oleh rawi yang lebih tsiqoh. Dan juga jika rawi tersebut lebih dekat
kepada orang yang dikisahkan didalam hadits, maka lebih dikedepankan rawi
yang lebih dekat dari pada yang lain. Contoh seperti: kisah menikahnya Rasulullah
Saw dengan Maimunah, Maimunah berkata bahwa Rasulullah Saw menikahinya
sedankan Rasulullah halal (orang yang tidak sedang ihram), sedangkan Ibnu Abbas
meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw menikahi Maimunah sedangkan Rasulullah
dalam keadaan ihram. Mana yang lebih dekat kepada yang dikisahkan?
Maimunah, maka lebih dikedepankan riwayat Maimunah dari pada riwayat Ibnu
Abbas.
Selanjutnya, lebih dikedepankan hadits yang bersanad (Musnad) dari pada
mursal (hadits yang terputus shahabi), juga lebih dikedepankan hadits yang ‘ali
(tinggi sanadnya) dari pada nazil (hadits yang jauh sanadnya). Seperti contoh: kita
menemukan hadits yang diriwayatkan oleh imam Malik bin Anas dari Nafi’ dari
‫‪Ibnu Umar, ini ada tiga perawi, kemudian ada hadits lain yang menyelisihinya‬‬
‫‪yang jumlah sanadnya sembilan, semuanya tsiqoh dan tidak mungkin kita‬‬
‫‪gabungkan dua hadits ini, maka yang lebih dikedepankan adalah hadits ‘ali.‬‬
‫‪Begitu juga lebih didahulukan hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhori‬‬
‫‪Muslim dari pada selainnya, baik itu imam tirmidzi atau nasai atau selainnya.‬‬
‫‪Misal: kita punya hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhori Muslim yang‬‬
‫‪bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh imam tirmidzi, maka kita‬‬
‫‪menangkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.‬‬

‫!‪LATIHAN‬‬
‫‪Pertentangan antara dua hadits:‬‬
‫علََِىِ ًَسََّلهَ ٍَقٌُلُ إِذَا سَنِعِتُهِ الِنُؤَذِّنَ فَقٌُلٌُا مِثِلَ مَا ٍَقٌُلُ‬
‫أَنَّىُ سَنِعَ عَبِدَ اللَّىِ بِنَ عَنِسًٍ ٍَقٌُلُ‪ :‬سَنِعِتُ زَسٌُلَ اللَّىِ صَلَّى اللَّىُ َ‬
‫‪Dengan Hadits‬‬
‫ظَِ ِه‬
‫ُ الِ َع ِ‬
‫ال ِح َلا حَ ٌَِلا ًََلا قُ ٌَّ َة ِإلَّا بِاهللِ الِ َعِل ِّ‬
‫عَلى الَِف َ‬
‫ُ َ‬
‫عِن َد َح َّ‬
‫حدٍث عنس ابن اخلطاب ًحدٍث معاًٍة أنَّ السَّامِ َع ٍَُق ٌِلُ ِ‬

‫‪Pertentangan antara dua hadits:‬‬


‫أَنَّ النَّبُِ صلى اهلل علَى ًسله لَنَّا َدخَلَ الِبََِتَ دَعَا فِى نٌََاحَِىِ كُلِّوَا ًَلَهِ ٍُصَلِّ فَِىِ حَتَّى خَ َسجَ َفلَنَّا خَ َسجَ زَكَعَ فِى‬
‫قُبُلِ الِبََِتِ زَكِعَتََِنِ‪ًَ .‬قَالَ « هَرِيِ الِقِِبلَةُ »‪ُ .‬قلِتُ لَىُ مَا نٌََاحَِوَا أَفِى شًََاٍَاهَا قَالَ بَلِ فِى كُلِّ قِِبلَةٍ مِنَ الِبََِتِ‪.‬‬
‫‪Dengan Hadits‬‬
‫طلِخَةَ‬
‫عَنِ عَبِدِ اللَّىِ بِنِ عُنَسَ أَنَّ زَسٌُلَ اللَّىِ صلى اهلل علَى ًسله َدخَلَ الِكَعِبَةَ هٌَُ ًَأُسَامَةُ بِنُ َشٍِدٍ ًَعُثِنَانُ بِنُ َ‬
‫الالّ حِنيَ خَ َسجَ مَاذَا صَنَعَ زَسٌُلُ اللَّىِ صلى‬
‫علََِىِ فَنَكَثَ فَِوَا قَالَ عَبِدُ اللَّىِ بِنُ عُنَسَ فَسَأَلِتُ بِ َ‬
‫غلَقَوَا َ‬
‫الِخَجَبِىُّ ًَبِالَلْ فَأَ ِ‬
‫علَى سِتَّةِ‬
‫الثَةَ أَعِنِدَةٍ ًَزَاءَيُ ًَكَانَ الِبََِتُ ٌٍَِمَئِرٍ َ‬
‫اهلل علَى ًسله فَقَالَ جَعَلَ عَنٌُدّا عَنِ ٍَسَازِيِ ًَعَنٌُ َدٍِنِ عَنِ ٍَنَِنِىِ ًَثَ َ‬
‫أَعِنِدَةٍ ثُهَّ صَلَّى‪.‬‬
‫‪Pertentangan antara dua hadits:‬‬
‫علََِىِ ًَسَلَّهَ ٍَقٌُلُ إِذَا مَسَّ َأحَدُكُهِ ذَكَسَيُ َفلَِتٌََضَّأِ‬
‫حدٍث بُسِسَةُ بِنِتُ صَفٌَِانَ أَنَّوَا سَنِعَتِ زَسٌُلَ اللَّىِ صَلَّى اللَّىُ َ‬
‫‪Dengan Hadits‬‬
‫السجُلِ ذَكَسَيُ بَعِدَ مَا ٍَتٌََضَّأُ؟ فَقَالَ ‪ًَ «:‬هَلِ هٌَُ إِالَّ بَضِعَةْ أًَِ‬
‫جَاءَ َزجُلْ كَأَنَّىُ بَدًَِىٌّ فَقَالَ ‪ٍَ :‬ا زَسٌُلَ اللَّىِ مَا تَسَى فِى مَسِّ َّ‬
‫مُضِغَةْ مِنِكَ »‪.‬‬

Anda mungkin juga menyukai