Tugas Kelompok Komunitas
Tugas Kelompok Komunitas
Disusun oleh:
KELOMPOK I
1. Ikeshy Octfrensia Ginting
2. Maisaroh
3. Mercy Wulan Riance Ziliwu
4. Nony Apfrensia Ginting
5. Yovita Novelarani Tarigan
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “PERTOLONGAN PERTAMA KEGAWATDARURATAN OBSTETRIC DAN
NEONATUS (PPGDON) DI KOMUNITAS”. Makalah ini kami susun untuk menambah ilmu
serta untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah “ASUHAN KEBIDANAN
KOMUNITAS”. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
dari pembaca.
Dengan tersusunnya makalah ini semoga bermanfaat, khususnya bagi kami sebagai
penulis dan pembaca pada umumnya. Untuk itu kami sampaikan terima kasih, apabila ada
kurang lebihnya kami minta maaf.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................... 1
1.3. Tujuan................................................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kegawatdaruratan obstetric................................................................................. 2
2.2 Kegawatdaruratan pada persalinan...................................................................... 7
2.3 Kegawatdaruratan pada nifas............................................................................... 17
2.4 Kegawatdaruratan pada neonatus......................................................................... 19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan......................................................................................................... 23
3.2. Saran................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Semua wanita hamil berisiko komplikasi obstetric. Komplikasi yang mengancam jiwa
kebanyakan terjadi selama persalinan. Dan ini semua tidak dapat di prediksi. Prenatal
screening tidak mengidentifikasi semua wanita yang akan mengembangkan komplikasi
selama kehamilan maupun persalinan. Salah satunya adalah kasus kegawatdaruratan
obstetric yang secara tiba-tiba. Kasus kegawatdaruratan obstetric dan neonatus adalah kasus
yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian pada ibu dan janinya. Kasus ini
pula dapat menjadi penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir. Oleh karena itu
diperlukan penilaian awal terhadap kegawatdaruratan.
Penilaian awal ialah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat kasus obstetri dan
neonatus yang membutuhkan pertolongan segera dengan mengindentifikasi penyulit
(komplikasi) yang dihadapi. Hasil penilaian awal ini menjadi dasar pemikiran apakah kasus
mengalami penyulit perdarahan, infeksi, hipertensi, pre eklampsia/eklampsia, dan syok atau
komplikasi lainnya.Setelah dilakukan penilaian awal dan mengidentifikasi penyulitnya harus
segera dilakukan pertolongan pertama untuk mencegah terjadinya bahaya yang lebih lanjut.
1.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana kegawatdaruratan obstetric?
- Bagaimana kegawatdaruratan pada persalinan?
- Bagaimana kegawatdaruratan pada nifas?
- Bagaimana kegawatdaruratan pada neonatus?
1.3 Tujuan
1. Tujan umum
Agar mahasiswa mampu megetahui dan memahami tentang penanganan pertama
kegawatdaruratan obstetric.
2. Tujuan khusus
Menjelaskan tentang masalah-masalah kegawatdaruratan obstetric serta penanganan dari
masing-masing masalah kegawatdaruratan obstetric.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Abortus
Gejala dan Tanda :
Untuk wanita yang masih dalam usia reproduksi, sebaiknya dipikirkan
suatu abortus inklomplit apabila :
Terlambat haid (tidak datang haid lebih dari satu bulan, dihitung dari
haid terakhir)
Terjadi perdarahan per vagina
Spasme atau nyeri perut bawah (seperti kontraksi saat persalinan)
Keluarnya massa kehamilan (fragmen plasenta)
Penatalaksanaan :
Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk
tanda-tanda vital.
Pemeriksaan tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan
sistolik <90mmHg). Jika ada tanda-tanda syok lakukan penanganan syok.
Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap evaluasi mengenai kondisi ibu
karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.
Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan 6 jam
Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 8 jam
Metrodinazol 500 mg IV setiap 8 jam
Segera rujuk ibu rumah sakit
Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional
dan konseling kontrasepsi pasca keguguran
Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Kehamilan Ektopik yang Terganggu
Kehamilan ektopik ialah terjadinya implantasi (kehamilan) diluar kavum uteri.
Kebanyakan kehamilan ektopik di tuba, hanya sebagian kecil di ovarium,
kavum abdomen, kornu.
3
Kejadian kehamilan ektopik ialah 4,5 – 19,7 /1000 kehamilan. Beberapa faktor
risiko ialah : radang pelvik, bekas ektopik, operasi pelvik, anomalia tuba,
endometris. Gejala trias yang klasik ialah : amenorhea, nyeri perut dan
perdarahan pervaginam. Pada kondisi perdarahan akan ditemukan renjatan dan
nyeri hebat di perut bawah.
Penatalaksanaan :
Bila ditemukan keadaan abdomen akut maka tindakan terbaik ialah hemostasis
KET. Jenis tindakan yang akan diambil, harus memperhitungkan pemulihan
fungsi kedua tuba. Bila ibu masih ingin hamil makan lakukan salpingostomi.
Bila kondisi gawatdarurat, tidak ingin hamil lagi, robekan tidak beraturan,
terinfeksi, perdarahan tak dapat dikendalikan maka lakukan salpingektomi.
Pada umumnya akan dilakukan prosedur berikut ini :
Pasang infus untuk substitusi kehilangan cairan dan darah
Transfusi Hb < 6g%, Bila tidak segera tersedia darah, lakukan auto
transfusi selama prosedur operatif
Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi
bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi)
Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan
salpingostomi untuk mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan,
tuba dipertahankan)
Lakukan pemantauan dan perawatan pascaoperatif
Coba infus dan transfusi setelah kondisi pasien stabil
Realimentasi, mobilisasi dan rehabilitasi kondisi pasien sesegera mungkin
Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu. Atasi anemia
dengan pemberian table besi sulfat ferosus 60 mg/hari selama 6 bulan.
B. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut
Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan merupakan perdarahan dalam
kehamilan yang terjadi setelah usia gestasi diatas 22 minggu.
4
Masalah yang terjadi pada perdarahan kehamilan lanjut adalah morbiditas dan
mortalitas ibu yang disebabkan oleh perdarahan pada kehamilan diatas 22 minggu
hingga menjelang persalinan (sebelum bayi dilahirkan), perdarahan intrapartum dan
prematuritas, morbiditas dan mortalitas perinatal pada bayi yang akan dilahirkan.
Placenta Previa
Adalah placenta yang berimplantasi di atas atau mendekati ostium serviks
interna. Terdapat empat macam placenta previa berdasarkan lokasinya, yaitu:
Placenta previa totalis : ostium internal ditutupi seluruhnya oleh placenta
Placenta previa parsialis : ostium interna ditutupi sebagian oleh plasenta
Placenta previa marginalis : tepi plasenta terletak di tepi ostium interna
Placenta previa letak rendah : plasenta berimplantasi di segmen bawah
uterus sehingga tepi plasenta terletak dekat dengan ostium.
Diagnosis :
Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan >22 minggu
Darah segar yang keluar sesuai dengan beratnya anemia
Syok
Tidak ada kontraksi uterus
Bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul
Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin
Dibantu dengan USG
Penatalaksanaan umum :
Tidak di anjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum tersedia
kesiapan untuk seksio sesarea. Pemeriksaan inpsekulo dilakukan secara
hati-hati, untuk menentukan sumber perdarahan.
Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCl
0,9% atau Ringer Laktat)
Lakukan penilaian jumlah perdarahan
Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio sesarea tanpa
memperhitungkan usia kehamilan
5
Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi premature,
pertimbangkan terapi ekspektatip.
Solusio Placenta
Adalah terlepasnya placenta dari tempat implantasinya.
Diagnosis :
Perdarahan dengan nyeri intermiten.
Warna darah kehitaman dan cair, tetapi mungkin ada bekuan jka solusio
relative baru
Syok tidak sesuai dengan jumlah darah keluar (tersembunyi)
Amenia berat
Gawat janin atau hilangnya denyut jantung janin
Uterus tegang terus menerus dan nyeri
Penatalaksanaan :
Kasus ini tidak dilakukan di fasilitas kesehatan dasar, harus dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
Jika terjadi perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda-tanda
awal syok pada ibu, lakukan persalinan segera
- Jika pembukaan serviks belum lengkap, lakukan persalinan dengan
ekstrasi vakum
- Jika pembukaan serviks belum lengkap, lakukan persalinan dengan
seksio sesarea
Waspadalah terhadap kemungkinan perdarahan pasca persalinan
Jika perdarahan ringan atau sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok,
tindakan bergantung pada denyut jantung janin (DJJ) :
- DJJ normal, lakukan seksio sesarea
- DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal :
Pertimbangkan persalinan pervaginam
- DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah :
Pecahkan ketuban dengan kocher
6
Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
Jika serviks kenyal, tebal, dan tertutup, lakukan seksio sesarea
DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan
persalinan pervaginam segera, atau seksio sesarea bila persalinan
pervaginam tidak memungkinkan.
Lakukan uji pembekuan darah sederhana :
- Ambil 2 ml darah vena ke dalam tabung reaksi kaca yang bersih,
kecil, dan kering (10 mm x 75 mm).
- Pegang tabung tersebut dalam genggam untuk menjaganya tetap
hangat.
- Setelah 4 menit, ketuk tabung secara perlahan untuk melihat apakah
pembekuan sudah terbentuk, kemudian ketuk setiap menit sampai
darah membeku dan tabung dapat dibalik.
- Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya
bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukan
koagulopati.
- Jika dijumpai koagulopati, berikan darah lengkap (whole blood) segar,
atau bila tidak tersedia, pilih salah satu di bawah ini berdasarkan
ketersediaannya:
o Fresh frozen plasma
o Packed red cell
o Kriopresipitat
o Konsentrasi trombosit
2.2 Kegawatdaruratan pada persalinan
1. Penatalaksanaan kegawatdaruratan persalinan kala 1 dan 2
Emboli air ketuban
- Bila sesak nafas gunakan oksigen atau respirator.
- Bila terjadi gangguan bekuan darah gunakan transfusi.
- Observasi tanda vital.
7
Wanita yang bertahan hidup setelah menjalani resusitasi jantung sebaiknya
mendapatkan terapi yang ditujukan untuk oksigenasi dan membantu miokardium
yang megalami kegagalan. Tindakan yang menunjang sirkulasi dan pemberian
darah dan komponen darah sangat penting dikerjakan. Belum ada data yang
menunjukkan bahwa ada suatu intervensi yang dapat memperbaiki prognosis ibu
pada emboli cairan amnion. Penderita yang belum melahirkan perlu tindakan
seksio caesarea darurat sebagai upaya menyelamatkan janin.
Distosia bahu
a. Mengenakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
b. Melaksanakan episiotomi secukupnya dengan didahului dengan anastesi lokal.
c. Mengatur posisi ibu manuver MV Robert.
- Pada posisi ibu berbaring terletang, minta ibu menarik lututnya sejauh
mungkin kearah dadanya dan diupayakan lurus. Minta suami/ keluarga
membantu.
- Lakukan penekanan ke bawah dengan mantap diatas simpisis pubis untuk
menggerakkan bahu anterior diatas simpisis pubis. Tidak diperbolehkan
mendorong fundus uteri, berisiko menjadi ruptur uteri.
d. Ganti posisi ibu dengan posisi merangkak dan kepala berada di atas.
- Tekan ke atas untuk melahirkan bahu depan.
- Tekan kepala janin mantap ke bawah untuk melahirkan bahu belakang.
Letak sungsang
Selama proses persalinan, risiko ibu dan anak jauh lebih besar dibandingkan
persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala.
- Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan penilaian secara cepat dan
cermat mengenai : keadaan selaput ketuban, fase persalinan, kondisi janin
serta keadaan umum ibu.
- Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan kemajuan
persalinan.
- Persiapan tenaga penolong persalinan dan asisten penolong.
8
Partus lama
Penatalaksanaan berdasarkan diagnosisnya, yaitu:
- Fase Laten Memanjang
a. Bila fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan,
lakukan penilaian ulang terhadap serviks.
b. Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan
tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum inpartu
c. Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks, lakukan
amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin
d. Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam
e. Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam,cairan vagina berbau):
lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin
f. Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan
g. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
h. Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
i. Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pascapersalinan
j. Jika dilakukan SC, lanjutkan antibiotika ditambah metronidazol 500 mg IV
setiap 8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
- Fase Aktif Memanjang
a. Jika tidak ada tanda - tanda disproporsi sefalopelfik atau obstruksi dan
ketuban masih utuh, pecahkan ketuban
b. Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya
kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya inertia uteri
c. Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik),
pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi atau malpresentasi
d. Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat
kemajuan persalinan.
9
Partus lama adalah kasus yang juga sering terjadi bila pertolongannya dilakukan
bukan oleh tenaga kesehatan atau oleh tenaga kesehatan tetapi salah dalam
pengelolaan persalinannya. Setelah mengenal apa itu partus lama, maka diharapkan
kasus ini akan terminimalisasi. Menurut Harry Oxorn dan Willian R. Forte (1996),
penatalaksanaan partus lama antara lain :
- Pencegahan :
a. Persiapan kelahiran bayi dan perawatan prenatal yang baik akan
mengurangi insidensi partus lama.
b. Persalinan tidak boleh diinduksi atau dipaksakan kalau serviks belum
matang. Servik yang matang adalah servik yang panjangnya kurang dari
1,27 cm (0,5 inci), sudah mengalami pendataran, terbuka sehingga bisa
dimasuki sedikitnya satu jari dan lunak serta bisa dilebarkan.
- Tindakan suportif :
a. Selama persalinan, semangat pasien harus didukung. Petugas kesehatan
harus membesarkan hatinya dengan menghindari kata-kata yang dapat
menimbulkan kekhawatiran dalam diri pasien. Intake cairan sedikitnya 250
ml per hari. Pada semua partus lama, intake cairan sebanyak ini di
pertahankan melalui pemberikan infus larutan glukosa. Dehidrasi, dengan
tanda adanya acetone dalam urine harus dicegah.
b. Makanan yang dimakan dalam proses persalinan tidak akan tercerna
dengan baik. Makanan ini akan tertinggal dalam lambung sehingga
menimbulkan bahaya muntah dan aspirasi. Untuk itu, maka pada
persalinan yang berlangsung lama di pasang infus untuk pemberian kalori.
c. Pengosongan kandung kemih dan usus harus memadai. Kandung kemih
dan rectum yang penuh tidak saja menimbulkan perasaan lebih mudah
cidera dibanding dalam keadaan kosong.
d. Meskipun wanita yang berada dalam proses persalinan, harus
diistirahatkan dengan pemberian sedatif dan rasa nyerinya diredakan
dengan pemberian analgetik,
10
namun semua preparat ini harus digunakan dengan bijaksana. Narcosis
dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan
membahayakan bayinya.
e. Pemeriksaan rectal atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil
mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko
infeksi. Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang jelas.
f. Apabila hasil-hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kemajuan dan
kelahiran diperkirakan terjadi dalam jangka waktu yang layak serta tidak
terdapat gawat janin ataupun ibu, tetapi suportif diberikan dan persalinan
dibiarkan berlangsung secara spontan
- Perawatan pendahuluan :
Penatalaksanaan penderita dengan partus lama adalah sebagai berikut :
a. Suntikan cortone acetate 100-200 mg intramuscular
b. Penisilin prokain : 1 juta IU intramuscular
c. Streptomisin 1 gr intramuscular
d. Infus cairan : Larutan garam fisiologis, Larutan glukose 5-100% pada janin
pertama: 1 liter/jam
e. Istirahat 1 jam untuk observasi, kecuali bila keadaan mengharuskan untuk
segera bertindak
Pre-eklamsia
Penanganan pre-eklampsia pada saat persalinan adalah:
- Ransangan untuk menimbulkan kejang dapat berasal dari luar dari penderita
sendiri, dan his persalinan merupakan rangsangan yang kuat. Maka dari itu
pre-eklamsia berat lebih mudah menjadi eklampsia pada waktu persalinan.
- Pada persalinan diperlukan sedariva dan analgetik yang lebih banyak.
- Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi bahaya perdarahan dalam otak
lebih besar sehingga hendaknya persalinan diakhiri dengan ekstrasi vakum
dengan memberikan narkosis umum untuk menghindari rangsangan pada
susunan saraf pusat.
11
- Anestesi lokal dapat diberikan bila tekanan darah tidak terlalu tinggi dan
penderita masih dalam pengaruh obat.
- Hindari pemberian regometrin pada kala III karena dapat menyebabkan
kontriksi pembuluh darah dan dapat meningkatkan pembuluh darah.
Pemberian obat penenang diteruskan sampai dengan 48 jam postpartum karena ada
kemungkinan setelah persalinan tekanan darah akan naik dan berlanjut menjadi
eklampsia.
2. Penatalaksanaan kegawatdaruratan persalinan kala 3 dan 4
Atonia uteri
Manajemen Aktif kala III Ibu yang mengalami perdarahan post partum jenis ini
ditangani dengan :
1. Pemberian suntikan oksitosin
- Periksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal
- Suntikan Oksitosin 10 IU IM
2. Peregangan tali pusat
- Klem tali pusat 5-10 cm dari vulva/gulung tali pusat
- Tangan kiri di atas simfisis menahan bagian bawah uterus, tangan kanan
meregang tali pusat 5-10 cm dari vulva
- Saat uterus kontraksi, tegangkan tali pusat sementara tangan kiri menekan
uterus dengan hati-hati arah dorso-kranial.
3. Mengeluarkan Plasenta :
- Jika tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan
plasenta, minta ibu meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali
pusat ke arah bawah kemudian keatas dengan kurva jalan lahir
- Bila tali pusat bertambah panjang tetapi belum lahir, dekatkan klem ± 5-10
cm dari vulva
- Bila plasenta belum lepas setelah langkah diatas, selama 15 menit lakukan
suntikan ulang 10 IU oksitosin i.m, periksa kandung kemih lakukan
katerisasi bila penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan
plasenta manual.
12
4. Massase Uterus :
- Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkular menggunakan bagian palmar 4 jam
tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus terasa keras).
- Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan,
kelengkapan plasenta dan ketuban, kontraksi uterus, dan perlukaan jalan
lahir.
Retensio Plasenta
Plasenta Manual dilakukan dengan :
- Dengan narkosis
- Pasang infus NaCl 0.9%
- Tangan kanan dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina
- Tangan kiri menahan fundus untuk mencegah korporeksis
- Tangan kanan menuju ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta
- Tangan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas
- Dengan sisi ulner, plasenta dilepaskan Pengeluaran isi plasenta :
- Pengeluaran Isi Plasenta dilakukan dengan cara kuretase
- Jika memungkinkan sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual
- Kuretase harus dilakukan di rumah sakit
- Setelah tindakan pengeluaran, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika
melalui suntikan atau peroral
- Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan
Robekan jalan lahir
Penatalaksanaan robekan tergantung pada tingkat robekan. Penatalaksanaan pada
masing-masing tingkat robekan adalah sebagai berikut :
- Robekan perineum tingkat I : Dengan cat gut secara jelujur atau jahitan angka
delapan (figure of eight)
13
- Robekan perineum tingkat II : Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata
atau bergerigi, harus diratakan lebih dahulu; Pinggir robekan sebelah kiri dan
kanan dijepit dengan klem kemudian digunting; Otot dijahit dengan catgut,
selaput lendir vagina dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Jahitan
mukosa vagina dimulai dari puncak robekan, sampai kulit perineum dijahit
dengan benang catgut secara jelujur.
- Robekan perineum tingkat III (Kewenangan dokter) : Dinding depan rektum
yang robek dijahit; Fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik; Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat
robekan dijepit dengan klem, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut
kromik; Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan
perineum tingkat II
- Robekan perineum tingkat IV (Kewenangan dokter): Dianjurkan apabila
memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan
di rumah sakit kabupaten/kota.
3.1 Kesimpulan
Kegawatdaruratan obstetric merupakan kasus yang harus segera ditangani karena dapat
mengancam keselamatan ibu dan bayi. Pada kehamilan terdapat perdarahan yang dialami
yaitu perdarahan kehamilan muda dan perdarahan pada kehamilan lanjut. Pada persalinan
kala 1 dan 2 terdapat gawat darurat yang terjadi yaitu emboli pada air ketuban, distosia bahu,
letak sungsang, partus lama, pre-eklamsia. Sedangkan pada kala 3 dan 4 terdapat gawat
darurat yang terjadi yaitu atonia uteri, retensio plasenta, robekan jalan lahir, perdarahan kala
4 primer, syok. Pada nifas terjadi perdarahan kegawatdaruratan yang disebabkan karena sisa
dari plasenta, inversio uteri, gangguan pembekuan darah dan sepsis puerperineum.
Kegawatdaruratan pada neonatus membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat serta
membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi
patologis yang mengancam jiwa. Kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan pada
neonatus adalah hipotermia, hipertermia, hiperglikemia, tetanus neonatorum, dan sindrom
gawat nafas neonatus.
3.2 Saran
Untuk meningkatkan asuhan kebidanan komunitas seorang bidan harus menguasai semua
materi yang berhubungan dengan kebidanan komunitas PPGDON. Diharapkan semua bidan
harus menguasai semua konsep asuhan kebidanan. Karena semua konsep itu akan
berhubungan dengan pekerjaan sehari – harinya.
23
Daftar Pustaka