Anda di halaman 1dari 28

Clinical Sciance Session

TERAPI CAIRAN

Oleh :
Nadia Sabrina
Rahadian Juliansyah
Kharina Anjarsari
Fidya Febriyanti

Preceptor :
Husi, dr., SpAn

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD AL-IHSAN BANDUNG
2010
BAB I
PENDAHULUAN

Cairan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Cairan membantu


mempertahankan suhu tubuh, bentuk sel, serta membantu mentransport nutrisi,
gas, dan zat sisa. Menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan
komposisinya stabil adalah penting untuk homeostasis.1
Total jumlah volume cairan tubuh dan total jumlah yang terlarut, demikian
juga konsentrasinya, relatif konstan selama kondisi keadaan-mantap, seperti
dibutuhkan untuk homeostasis.1 Kekonstanan ini sangat hebat karena adanya
pertukaran cairan dan zat terlarut yang terus menerus dengan lingkungan
eksternal, seperti juga dalam berbagai kompartemen tubuh lainnya.1
Terapi cairan dibutuhkan, bila tubuh tidak dapat memasukkan air,
elektrolit, dan zat-zat makanan secara oral misalnya pada keadaan pasien harus
puasa lama, karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok
hipovolemik, anoksia berat, mual muntah terus menerus, dan lain-lain. Selain itu
dalam keadaan tertentu adanya terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan
untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau dapat juga digunakan
untuk menjaga keseimbangan asam basa.2
Pada referat ini akan dibahas mengenai terapi cairan terutama penanganan
syok, karena merupakan hal yang sering terjadi dan suatu keadaan gawat darurat.
Syok adalah keadaan penurunan perfusi jaringan yang mengakibatkan
hipoksia seluler. Hal ini didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang diawali oleh
hiporperfusi akut, sehingga menjadi hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital. 3
Syok adalah gangguan sistematik yang mempengaruhi multipel organ sistem.
Perfusi mungkin menurun secara global atau terdistribusikan rendah seperti pada
syok septik. Selama syok, perfusi tidak dapat memenuhi permintaan metabolik
jaringan, sehingga terjadilah hipoksia seluler dan kerusakan organ. 4 Berdasarkan
penyebabnya syok terbagi menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik, syok
obstruktif, syok distributif.
Penanggulangan syok pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan
perfusi jaringan kembali ke keadaan normal. Untuk itu selain menemukan
penyebab syok, adalah sangat penting menstabilkan aliran darah sehingga perfusi
jaringan dapat diperbaiki. Terapi cairan seringkali merupakan terapi inisial pada
pasien syok yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, sehingga
diharapkan dapat mengoreksi sistem sirkulasi tubuh.5
Dalam memberikan cairan sebagai terapi syok harus pula dipertimbangkan
tentang komposisi elektrolit yang terkandung dalam cairan tersebut. Tubuh
memiliki sistem regulasi yang berfungsi mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan
perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari
air dan zat terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit
masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena dan
didistribusikan ke seluruh bagian tubuh.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompartemen Cairan Tubuh


Seluruh cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen utama :
cairan ekstraseluler dan cairan intraseluler. Kemudian cairan ekstraseluler dibagi
menjadi cairan interstisial dan plasma darah. Ada juga kompartemen cairan yang
kecil yang disebut sebagai cairan transelular. Kompartemen ini meliputi cairan
dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardial, dan intratorakal juga cairan
serebrospinal. Cairan transeluler seluruhnya berjimlah sekitar 1 sampai 2 liter.1

Cairan intraseluler 40%

Cairan Tubuh 60%


Plasma darah 5%
Cairan ekstraseluler 20%
Cairan interstisial 15%

Distribusi Cairan Tubuh2

2.1.1 Cairan Intraseluler1


Sekitar 28 dari 42 liter cairan tubuh ada dalam 75 triliun sel dan
keseluruhannya disebut cairan intraseluler. Jadi cairan intraseluler merupakan
40% dari berat badan total pada pria ”rata-rata”. Cairan masing-masing sel
mengandung campurannya tersendiri dengan berbagai konstituen, tetapi
konsentrasi zat-zat ini cukup mirip antara satu sel dengan sel lainnya.
2.1.2 Cairan Ekstraseluler6

a. Plasma Darah
Volume darah normal adalah sekitar 70 ml/kg berat badan pada dewasa
dan 85-90 ml/kg berat badan pada neonatus. Selain komponen sel darah,
kompartemen intravaskular mengandung protein dan ion, dimana yang terbanyak
antara lain natrium (138-145 mmol/liter), klorida (97-105 mmol/liter), dan
bikarbonat. Kalium hanya terdapat sedikit dalam plasma (3,5-4,5 mmol/liter).
b. Cairan Interstisial
Kompartemen interstisial lebih besar dari kompartemen intravaskular.
Secara anatomis terdapat pada seluruh rongga interstisial tubuh. Jumlah total
cairan ekstraseluler (plasma darah dan interstisial) bervariasi antara 205 sampai
25% dari berat badan pada dewasa dan antara 49% sampai 50% pada neonatus.
Air dan elektrolit dapat bebas berpindah antara darah dan rongga interstisial,
dimana memiliki komposisi ionik yang serupa, sedangkan protein plasma tidak
dapat keluar bebas dari intravaskuler kecuali terjadi kerusakan kapiler, seperti
pada luka bakar dan syok septik. Bila terdapat defisit cairan dalam darah atau
penurunan cepat dari volume darah, air dan elektrolit akan keluar dari
kompartemen interstisial ke dalam darah untuk mempertahankan volume
sirkulasi.
Cairan infus intravena yang terutama mengandung ion natrium dan
klorida, seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, dapat bebas memasuki rongga
interstisial dan demikian hanya efektif menaikkan volume cairan intravaskuler
untuk waktu yang pendek. Larutan yang mengandung molekul yang lebih besar,
seperti plasma ekspander lebih efektif menjaga sirkulasi karena bertahan lebih
lama dalam kompartemen intravaskular.

2.2 Terapi Cairan


Kebutuhan harian air 50 ml/kg BB, natrium 2 mEq/kgBB, dan kalium 1
mEq/kgBB. Dehidrasi adalah kekurangan air dalam tubuh yang dapat
dikategorikan menjadi ringan (<5%), sedang (5-10%), dan berat (>10%). Sifat
dehidrasi dapat berupa isotonik (kadar Na <130 mmol/L atau osmolaritas seum
<275 mOSm/L), dan hipertonik atau hipernatremik (kadar Na >150 mmol/L atau
osmolaritas serum >295 mOsm/L).2
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena. Pembedahan dengan anestesi memerlukan
puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan
untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,
mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi,
dan mengganti cairan pindah ke ruang ketiga (ke rongga peritoneum ke luar
tubuh).2
Tujuan terapi cairan antara lain : 6
1. Untuk menggantu kekurangan cairan dan elektrolit
2. Untuk memenuhi kebutuhan
3. Untuk mengatasi syok
4. Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Terapi cairan perioperatif meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada
masa pra bedah, selama pembedahan, dan pasca pembedahan.

Terapi Cairan

Resusitasi Rumatan

Penggantian defisit Koloid Kebutuhan normal


kristaloid harian kristaloid

Mengganti kehilangan akut Memasok


(dehidrasi, syok hipovolemik) kebutuhan cairan

Tujuan Terapi Cairan2

Pada penderita yang menjalani operasi, baik karena penyakitnya itu sendiri
atau karena adanya trauma pembedahan, terjadi perubahan-perubahan fisiologi
tubuh. Perubahan-perubahan tersebut antara lain:6
1. Peningkatan rangsang simpatis, yang menimbulkan peninggian sekresi
katekolamin, dan menyebabkan takikardia, konstriksi pembuluh darah,
peninggian kadar gula darah, yang berlangsung 2-3 hari.
2. Rangsangan terhadap kelenjar hipofise:
 Bagian anterior, menimbulkan sekresi ”growth hormone” yang
mengakibatkan kenaikan kadar gula darah dan sekresi ACTH yang
merangsang kelenjar adrenal untuk mengeluarkan aldosteron.
 Bagian posterior, menimbulkan sekresi ADH yang mengakibatkan
retensi air (Syndrome Inaproriate of Anti Diuretic Hormeone
Secretion atau SIADH). Berlangsung 2-4 hari.
3. Peningkatan sekresi aldosteron karena:
- Stimulasi ACTH
- Berkurangnya volume ekstrasel (intravaskular)
Keadaan ini belangsung selama 2-4 hari.
4. Terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dan kalori karena peningkatan
metabolisme.
2.2.1 Penatalaksanaan
2.2.1.1 Pra Bedah
Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) adalah :2
 4 ml/kgBB/jam untuk berat badan 10 kg pertama
 2 ml/kgBB/jam tambahkan untuk berat badan 10 kg kedua
 1ml/kgBB/jam tambahkan untuk sisa berat badan
Contoh pasien berat badan 23 kg, kebutuhan basal;
(4x10)+(2x10)+(1x3)= 63ml/jam
2.2.1.2 Selama Pembedahan
Pada pemberian cairan selama pembedahan, harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:6
1. Kekurangan cairan pra bedah
2. Kebutuhan untuk pemeliharaan
3. Bertambahnya insensible loss karena suhu kamar bedah yang tinggi,
hiperventilasi.
4. Terjadinya translokasi cairan pada daerah operasi ke dalam ruang ketiga
dan interstisial.
5. Terjadi perdarahan
Defisit cairan karena puasa, setengahnya diberikan pada 1 jam pertama,
seperempatnya pada jam kedua, dan seperempatnya lagi pada jam ketiga.6
Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya
pebedahan.2
6-8 ml/kgBB untuk bedah besar
4-6 ml/kgBB untuk bedah sedang
2-4 ml/kgBB untuk bedah kecil
Sementara pada bayi dan anak : 6
Operasi kecil : kebutuhan pemeliharaan ± 2 ml/kgBB/jam
Operasi sedang : kebutuhan pemeliharaan ± 4 ml/kgBB/jam
Operasi Besar : kebutuhan pemeliharaan ± 6 ml/kgBB/jam
Cairan infus dapat berupa cairan kristaloid, cairan kloid atau campuaran
keduanya, Pemberian cairan tanpa elektrolit (dekstrosa 5% atu 10%) secar
intravena akan cepat keluar sirkulasi dan mengisi ruang antarsel, sehingga yang
tertinggal di sirkulasi hanya sedikit sekali kira-kira 5%, sehingga dekstrosa tidak
punya peran dalam terapi hipovolemi. Apalagi dengan tetesan cepat, akan segera
keluar tubuh lewat urin. Kecepatan pemberian dekstrosa yang dianjurkan adalah
500-850 mg/kgBB/jam.2
Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu di tramsfusi, untuk
perdarahan di bawah 20% dari volume darah total pada dewasa cukup diganti
dengan cairan infus yang komposisi elektrolitnya kira-kira sama dengan
komposisi elektrolit serum misalnya dengan ringer laktat atau rimger astat. Untuk
bayi dan anak perdarahan dia atas 10% volume darah baru diperlukan transfusi.2
Volume darah bayi anak 80 ml/kgBB
Volume darah dewasa pria 75 ml/kgBB
Volume darah dewasa wanita 65 ml/kgBB2
2.2.1.3 Pasca Bedah
Pengaruh hormonal yang masih menetap beberapa hari pasca bedah dan
mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit tubuh harus diperhatikan dalam
menentukan terapai cairan tersebut.6
Bila penderita sudah dapat atau boleh minum secepatnya diberikan per
oral. Apabila penderita tidak dapat atau tidak boleh per oral, maka pemberian
secara per enteral dilanjutkan. Air diberikan sesuai dengan pengeluaran yang ada
(urin + insensible loss).6
Masuknya kembali cairan dari ruang ketiga dan interstisial ke dalam cairan
ekstrasel yang berfungsi terjadi secara bertahap dalam 5-6 hari dan pada penderita
tanpa gangguan fungsi jantung dan ginjal, hal ini tidak mempengaruhi
keseimbangan air dan elektrolit. Demikian juga pengaruh SIADH.6
Pemberian natrium pada hari pertama pasca bedah dalam jumlah yang
kebih rendah dari kebutuhan pemeliharaan, beralasan karena walaupun pengaruh
hormonal menyebabkan trjadinya retensi natrium, tetapi retensi air lebih banyak
terjadi. Pasca bedah lebih sering dijumpai keadaan hiponatremi, yang akan
kembali normal dengan hanya membatasi pemberian (Intake cairan saja). Kalium
sebaiknya diberiakn pada hari kedua pasca bedah.6
Pada bayi dan anak, kebutuhan pemeliharaan ditambah karena
bertambahnya insensible loss yang dapat mencapai 3-4 ml/kgBB/jam. Kiranya
perlu diingat akan bahaya-bahayadari terapi cairan itu sendiri, antara lain
kontaminasi mikroorganisme, iritasi pembuluh darah, dan yang paling berbahaya
adalah pemberian yang berlebihan yang dapat mengancam jiwa penderita.6

2.2.2 Teknik Pemberian


Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu sigkat dapat digunakan vena-
vena di punggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, lengan bawah atau
daerah kubiti. Pada anak dan bayi serig digunakan daerah punggung kaki, depan
mata kaki dalam atau di kepala. Bayi baru lahir dapat digunakn vena umbilikalis.2
Penggunaan jarum anti karat atau kateter plastik anti trombogenik pada
vena perifer biasanya perlu diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan
macetnya tetesan. Pemberian cairan infus lebih lama dari 3 hari, sebaiknya
menggunakan kateter bear dan panjang yang ditusukkan pada vena femoralis,
vena kubiti, vena subklavia, vena jugularis eksterna atau interna yang ujungnya
sdekat mungkin dengan atrium kanan atau di vena cava inferior atau superior.2
2.2.3 Jenis Cairan yang Diberikan dalam Terapi
2.2.3.1 Cairan Elektrolit (Kristaloid)
Sesuai denganpenggunaanya dapat dibagi menjadi beberapa golongan
yaitu untuk pemeliharan, pengganti dan tujuan khusus.6
1. Cairan Pemeliharan
Tujuannya dalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses,
paru, dan keringat. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur,
yaitu :
Dewasa 1,5-2 ml/kgBB/jam
Anak-anak 2-4 ml/kgBB/jam
Bayi 4-6 ml/kgBB/jam
Neonatus 3 ml/kgBB/jam
Mengingat cairan yang hilang dengan cara ini sedikit sekali mengandung
elektrolit, maka sebagai cairan pengganti adalah cairan hipotonik dengan
perhatian khusus untuk natrium. Cairan kristaloid untuk pemeliharaan misalnya
dekstrosa 5% dalam NaCl 0,44% (D5NaCl 0,45). Untuk mengganti cairan ini juga
dapat digunakan cairan non elektrolit, misalnya dekstrose 5% dalam air (D5W).6
2. Cairan Pengganti
Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh yang disebabkan
oleh sekuestrasi atau proses patologis lain (misalnya fistula, efusi pleura, asites,
drainase lambung, dan sebagainya). Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini
digunakan cairan isotonis dengan perhatian khusus untuk konsentrasi natrium,
misalnya dekstrose 5% dalam ringer laktat (D%RL) atau dalam NaCl 0,9%
(D5NaCl).6
3. Cairan untuk Tujuan Khusus
Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus ,misalnya
Natrium Bicarbonat 7,5%, NaCl 3%, dan lain-lain.
Cairan infus kristaloid yang tersedia di pasaran dan sering digunakan
2
Cairan Tonusitas Na K Ca Cl Glukosa Laktat Asetat
Infus (mOsm/L) (mEq/l) (mEq/l) (mEq/l) (mEq/l) (gram/l) (mEq/l) (mEq/l)
Plasma 282,6 (iso) 146 4,2 2,5 105 27(bic)
D5W* 253(hipo) 50
NS* 308(iso) 154 154
D5NS 561(hiper) 154 154 50
D5 1/4 NS 330(iso) 38,5 38,5 50
Darrow 314(iso) 122 35 104 53
RL* 273(iso) 130 4 3 109 28
D5RL 273(iso) 130 4 3 109 50 28
Asering* 273,4(iso) 130 4 3 109 28
* *
D5W=Dekstrosa 5% in water NS= Normal Saline (air garam fisiologis)
* *
RL = Ringer laktat Asering = Asetat ringer

2.2.3.2 Cairan Non Elektrolit


Contoh Dekstrose 5%, Dekstrose 10%, digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air dan kalori.
Pemberian cairan tanpa elektrolit secara intravena akan cepat keluar
sirkulasi dan mengisis ruang antarsel, sehingga dekstrosa tidak punya peran dalam
terapi hipovolemi. Kecepatan pemberian dekstrosa yang dianjurkan adalah 500-
850 mg/kgBB/jam.2
2.2.3.3 Cairan Koloid
Disebut juga sebagai plasma ekspander karena memiliki kemampuan besar
dalam mempertahankan volume intrvaskular. Contoh cairan ini antara lain
Dekstran, Haemacel, albumin, plasma, dan darah. Cairan koloid ini digunakan
untuk mengganti kehilangan cairan intravaskular.6
Koloid dan plasma ekspander bila diberikan secara intravena dapat
bertahan lebih lama dalam sirkulasi. Koloid dapat berupa gelatin (hemaksel,
gelafundin, gelofusin), polimer dekstrosa (dekstran 40, dekstran 70), atau turunan
kanji, hidroksi-etil starch (haes, ekspafusin).6
BAB III
SYOK

2.1 Definisi
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.3 Syok dapat didefinisikan sebagai
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Gangguan yang
mendasari hal ini adalah adanya penurunan signifikan terhadap suplai darah
teroksigenasi ke seluruh jaringan tubuh yang kemudian menyebabkan perfusi
inadekuat.7 Syok adalah keadaan penurunan perfusi jaringan yang menyebabkan
hipoksia seluler. Hal ini didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang diawali oleh
hiporperfusi akut, sehingga menjadi hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital.
Syok adalah gangguan sistematik yang mempengaruhi multipel organ sistem.
Perfusi mungkin menurun secara global atau terdistribusikan rendah seperti pada
syok septik. Selama syok, perfusi tidak dapat memenuhi permintaan metabolik
jaringan, sehingga terjadilah hipoksia seluler dan kerusakan organ. 4 Syok adalah
kondisi mengancam jiwa yang terjadi saat tubuh tidak mendapatkan aliran darah
yang adekuat. Hal ini dapat merusak banyak organ. Syok membutuhkan
penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk dengan amat cepat.8

2.2 Faktor Penyebab Syok


Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:8
a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.
b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri
dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh
jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan
mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang
maka dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah
kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh
darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah
kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi
vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat
mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada
pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke
jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.
Dengan demikian, syok dapat disebabkan oleh kondisi apapun yang
menurunkan aliran darah, termasuk:8
- penyakit jantung
- penurunan volume darah (dapat karena dehidrasi maupun perdarahan)
- perubahan pada pembuluh darah (seperti dalam infeksi maupun reaksi
alergi berat)

2.3 Klasifikasi Syok


Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:8
a. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri)
(a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark
(b) Obat-obat yang mendepresi jantung
(c) Gangguan irama jantung
b. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah)
(a) Kehilangan darah, misalnya perdarahan;
(b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar
(c) Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan
keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi
usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
c. Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung)
(a) Tamponade jantung
(b) Pneumotorak
(c) Emboli paru.
d. Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer)
(a) Syok neurogenik
(b) Cedera medula spinalis atau batang otak
(c) Syok anafilaksis
(d) Obat-obatan
(e) Syok septik
(f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan
rendahnya tahanan pembuluh darah perifer

2.4. Manifestasi klinis syok


Gejala dan tanda syok meliputi beberapa perubahan pada banyak organ,
diantaranya :8
 Hipertermia atau hipotermia
 Takikardia, tetapi beberapa kasus atau obat dapat menyebabkan terjadinya
bradikardia
 Tekanan darah dapat meningkat pada awal terjadinya syok karena adanya
peningkatan cardiac output, tapi akan menurun dengan cepat sejalan
dengan bertambah beratnya syok. Tapi bagaimanapun gejala yang paling
sering adalah hipotensi.
 Susunan saraf pusat juga dapat terkena. Adanya perubahan kepribadian
yang berkembang menjadi gelisah biasa ditemukan dini pada kasus syok.
Pada syok tingkat lanjut akan timbul suatu confusion dan menjadi koma
 Pada kardiovaskular, bila terjadi perubahan denyut jantung dan tekanan
darah, akan muncul gejala nyeri dada.
 Takipnea, yang dapat mengarah pada distress pernafasan atau gagal nafas.
 Masalah gastrointestinal akibat terhentinya perdarahan ke daerah ini,
menyebabkan usus tidak bekerja dan kembung atau terjadi perdarahan di
gastrointestinal. Gejalanya berupa nyeri abdomen, mual, muntah, atau
diare. Adanya hematemesis dan melena.
 Kulit menjadi pucat, dan dingin. Terjadinya sianosis.
 Terjadi oliguria atau anuria pada syok tingkat lanjut.

2.5. Patofisiologi Kehilangan Darah5


Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh adalah vasokonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral (dalam
rongga perut) untuk menjamin arus darah ke ginjal, jantung, dan otak. Karena ada
cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung. Pelepasan
katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh – darah
perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi
tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu
terjadinya syok, termasuk histamin, bardikinin, beta endorfin, dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada
mikrosirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.
Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return dengan cara kontraksi volume darah
di dalam sistem vena, hal mana tidak banyak membantu memperbaiki tekanan
sistemik. Cara yang paling efektif dalam memulihkan cardiac output dan perfusi
organ adalah dengan pengembalian darah ke batas normal dengan memperbaiki
volumenya.
Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak
mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik
normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadinya kompensasi dengan
berpindah ke metabolisme anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan
asam laktat dan berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan
dan penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphate) tidak
memadai, maka membran sel tidak dapat lagi mempertahankan intergritasnya dan
gradien elektrik normal hilang.
Tabel 1. Pembagian syok hipovolemi berdasarkan ATLS

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Kehilangan darah < 750 cc 750-1000 cc 1500-2000cc > 2000 cc
Kehilangan darah > 15% 15 – 30 % 20 – 40% > 40%
(% vol darah)
Denyut jantung < 100 > 100 > 120 > 140
Tekanan sistolik Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal / ↑ Menurun Menurun Menurun
Cappilary refill Normal (+) (+) (+)
Respirasi 14-20 20 -30 30 – 40 < 35
Urin > 30 20 -30 5 – 25 Anuria
Status mental Slightly Mildly Anxious dan Confused
anxious anxious confused dan letargi
Terapi cairan kristaloid kristaloid Kristaloid Kristaloid
dan darah dan darah
BAB IV
PENATALAKSANAAN SYOK

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan


untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan
nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal.
Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan
ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C
= circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik,
syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan
intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan
fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat,
yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus
dicari dan ditanggulangi.8
Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hampir
semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita menderita
syok hipovolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan
oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemi. Prinsip pengelolaan dasar yang harus
dipegang ialah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.
Prinsip Dasar Penanganan Syok :8
Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan khusus
untuk:
- menstabilkan kondisi pasien,
- memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,
- mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.
Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.
3.1 Terapi Syok Secara Umum5
3.1.1 Pemeriksaan Jasmani
Pemeriksaan jasmani diarahkan kepada diagnosis cedera yang
mengancam jiwa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda
vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita
terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi
urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan
menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1. Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan
cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
2. Sirkulasi – kontrol perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang
jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai
perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat
dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi
yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat
mengendalikan perdarahan internal.
3. Disability – pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan
tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi
motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai
perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan
meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak
selalu disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin
mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan
oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat
dianggap berasal dari cedera intrakranial.

4. Exposure – pemeriksaan lengkap


Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan
jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari “ubun-
ubun sampai ke jari kaki” sebagai bagian dari mencari cedera. Bila
menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.
5. Dilatasi lambung – dekompresi
Dilatasi lambung serikali terjadi pada penderita trauma, khususnya
pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia
jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi
dari stimulasi saraf vagus yang berlebihan. Distensi lambung
membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak
sadar, distensi lambung membesarkan resiko aspirasi isi lambung,
ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal.
Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan selang / pipa
ke dalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada
penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun
penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.
6. Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan
adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan
memantau produksi urin.
3.1.2 Akses Pembuluh Darah
Harus segera dapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling
baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar
(minimal 16 Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral.
Kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali radius kanul, dan
berbanding terbalik dengan panjangnya (Hukum Poiseuille). Karena itu
maka lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan
cairan dalam jumlah besar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa
adalah lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan
tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka
digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis atau
vena subclavia dengan kateter besar) dengan menggunakan teknik
Seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena di kaki, tergantung
tingkat ketrampilan dan pengalaman dokternya. Seringkali akses vena
sentral di dalam situasi gawat darurat ditak dapat dilaksanakan dengan
sempurna ataupun tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan
penderita sudah memungkinkan, maka jalur vena sentral ini harus diubah
atau diperbaiki.
Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius
sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu
pneumotoraks atau hemotoraks, pada penderita yang saat itu mungkin
sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum
intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor
penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah
pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah
untuk jenis dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai,
pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur.
Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto toraks
harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena
jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan
terjadinya pneumo- atau hemotoraks
3.1.3 Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume
vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke
dalam ruang interstitial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah
cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun
NaCl fisiologis merupakan cairan pengganti yang baik namun cairan ini
memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan
ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang baik.
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar
diramalkan pada evaluasi awal penderita. Pada tabel 1, dapat dilihat cara
menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan oleh
penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang
secara akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang
dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume
plasma yang hilang ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal
dengan sebagai hukum “3 untuk 1”. Namun, lebih penting untuk menilai
respon penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi
end-organ yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan
perfusi perifer. Bila, sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan
untuk memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh melebihi
perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu
mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab lain untuk syoknya.

3.2 Terapi Kausal


3.2.1 Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien
trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak
terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari
tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran
cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah
tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika
miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang.
Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama
perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha
untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan
mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi
perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron,
sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam
pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat
terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi
interstitial.10
Dengan demikian, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah
menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume
intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi
defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan
produksi urin yang kurang.10 Pengembalian volume plasma dan interstitial ini
hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran,
dsb) dan cairan garam seimbang. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan
tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem
paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi
kelebihan cairan

3.2 Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ5


3.2.1 Umum
Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang
digunakan untuk diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon
penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi
merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke
normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak memberi informasi tentang
perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan peredaran kulit
adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kuantitasnya sukar
ditentukan.
Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk
perfusi ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran
darah ginjal yan cukup, bila tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik.
Sebab itu, keluaran urin merupakan salah satu dari pemantau utama resusitasi dan
respon penderita. Perubahan pada tekanan vena sentral dapat memberikan
informasi yang berguna, dan risiko pemasangan jalur vena sentral harus diambil
bila kasusnya rumit. Bila diperlukan indeks tekanan pengisian jantung, maka
pengukuran tekanan vena sentral cukup baik untuk kebanyakan kasus.
3.2.2 Produksi Urin
Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau
aliran darah ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan
keluaran urin sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/ jam pada anak-
anak dan 2 ml/kg/jam untuk bayi (dibawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau
makin turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan
resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya penggantian
volume dan usaha diagnostik.
3.2.3 Keseimbangan Asam Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan
karena takhipnea. Alkalosis respiratorik seringkali disusul dengan asidosis
metabolik ringan dalam tahap syok dini dan tidak perlu diterapi. Asidosis
metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang sudah lama, atau akibat syok
berat. Asidosis metabolik terjadi karena metabolisme anaerobik akibat perfusi
jaringan yang kurang dan produksi asam laktat. Asidosis yang persisten biasanya
akibat resusitasi yang tidak adekuat atau kehilangan darah terus menerus dan pada
penderita syok normothermik harus diobati dengan cairan, darah, dan
dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan perdarahan Defisit basa
yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat berguna dalam memperkirakan
beratnya defisit perfusi yang akut. Jangan gunakan sodium bikarbonat secara rutin
untuk mengobati asidosis metabolik sekunder pada syok hipovolemik.
3.3 Keputusan Terapeutis Berdasarkan Respon Kepada Resusitasi Cairan
Awal5
Respon penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk
menentukan terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara
berdasarkan evaluasi awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah
pengelolaannya berdasarkan respon penderita pada resusitasi cairan awal.
Adalah penting untuk membedakan hemodinamis stabil dari orang yang
hemodinamis normal. Penderita yang hemodinamis stabil mungkin tetap ada
takhikardi, takhipnea dan oligouri dan jelas masih tetep kurang diresusitasi dan
masih syok. Sebaliknya penderita yang hemodinamis normal adalah yang tidak
menunjukkan tanda perfusi jaringan yang kurang memadai.
Pola respon yang potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok : respon
cepat, respon sementara dan respon minimum atau tidak ada pada pemberian
cairan.
A. Respon cepat
Penderita kelompok ini cepat memberi respon kepada bolus cairan awal
dan tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan
kemudian diperlambat sampai kecepatan maintanance. Penderita seperti ini
biasanya kehilangan volume darah minimum (kurang dari 20%). Untuk kelompok
ini tidak ada indikasi bolus cairan tambahan atau pemberian darah lebih lanjut.
Jenis darahnya dan crossmatch nya harus tetap dikerjakan. Konsultasi dan
evaluasi pembedahan diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena
intervensi operatif mungkin masih diperlukan.
B. Respon sementara (transient)
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun
bila tetesan diperlambat, hemodinamik penderita menurun kembali karena
kehilangan darah yang masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup.
Jumlah kehilangan darah pada kelompok ini harus diteruskan, demikian pula
pemberian darah. Respon terhadap pemberian darah menentukan penderita mana
yang memerlukan operasi segera.
C. Respon minimal atau tanpa respon
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tatap tanpa respon, ini
menandakan perlunya operasi sangat segera. Walaupun sangat jarang, namun
harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non-hemoragik seperti tamponade
jantung atau kontusio miokard.
Kemungkinan adanya syok non-hemoragik harus selalu diingat pada
kelompok ini. Pemasangan CVP atau echocardiografi emergensi dapat membantu
membedakan kedua kelompok ini.
Tabel 2 Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal5
Respon cepat Respon sementara Tanpa respon
Tanda Vital Kembali ke normal Perbaikan Tetap abnormal
sementara, tensi
dan nadi kembali
turun
Dugaan Minimal (10-20%) Sedang, masih ada Berat ( > 40%)
kehilangan darah (20 – 40%)
Kebutuhan Sedikit Banyak Banyak
kristaloid
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera
Persiapan darah Type specific dan Type specific Emergensi
crossmatch
Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti
Kehadiran dini Perlu Perlu Perlu
ahli bedah

3.4 Cairan Pengganti


3.4.1 Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid sebagai cairan pengganti:
- Konsentrasi natrium sama dengan plasma
- Tidak dapat memasuki sel karena membran sel tidak permeabel terhadap
natrium
- Dapat masuk ke ruang ekstraselular
Diperlukan volume cairan kristaloid sekurangnya 3 kali volume yang hilang untuk
mempertahankan volume intravaskular.
3.4.2 Cairan Koloid
Larutan koloid terdiri dari suspensi partikel-partikel yang lebih besar
dibandingkan dengan kristaloid. Koloid cenderung untuk bertahan dalam darah
dan akan menyerupai protein plasma untuk menajga atau meningkatkan tekanan
onkotik koloid darah.
Koloid biasanya diberikan dengan volume sesuai dengan jumlah darah yang
hilang. Pada banyak kondisi dimana permeabilitas kapiler meningkat (pada
trauma dan sepsis) kebocoran sirkulasi akan terjadi dan infus tambahan
dibutuhkan untuk menjaga volume darah.
3.4.3 Transfusi Darah5
Pemberian darah packed cell vs darah biasa
Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell. Untuk mendapatkan
hasil maksimal dari darah, bank darah berusaha untuk pemberian terapi
komponen darah (packed cell, trombosit, fresh frozen plasma, dll). Tujuan utama
transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume
darah. Perbaikan volume darah dapat dicapai dengan pemberian kristaloid, dengan
keuntungan tambahan bahwa volume interseluler dan intraseluler terkoreksi.

3.5 Vasopressors dan Inotropik


Bermacam vasopressor dan agen inotropik dapat digunakan dalam
menanggulangi keadaan akut penderita syok.
1. Dopamin
Dopamine adalah inotropik atau vasopressor yang sering digunakan. Pada
dosis rendah (2-3 μg/kg/menit), dopamin memiliki efek inotropik dan
kronotropik. Pada rentang dosis ini, dopamine berpean pada reseptor
dopaminergik di ginjal dan dapat meningkatkan renal blood flow. Pada dosis
intermediate (4-10 μg/kg/menit), dopamine terutama memiliki efek inotropik
dan kehilangan efeknya pada ginjal. Pada dosis tinggi ≥ 25 μg/kg/menit,
dopamine biasanya tidak memberikan keuntungan dibandingkan norepinefrin.
2. Dobutamin
Dobutamin adalah agonis β-adrenergik. Dosis yang digunakan 5-20
μg/kg/menit, dobutamin merupakan inotropik potensial dan berhubungan
dengan peningkatan kardiak output. Tekanan darah arterial dapat tidak
berubah atau meningkat sedikit. Penggunaan dobutamin harus diberikan
secara hati-hati pada pasien hipotensi.
3. Norepinefrin
Norepinefrin adalah agen potensial ά-adrenergik. Norepinefrin juga
memiliki efek β-adrenergik, inotropik dan kronotropik. Pada orang dewasa,
rentang dosis norepinefrin di mulia dari 0,05 μg/kg/menit dan dititrasi sesuai
efek yang diinginkan. Kombinasi epinefrin dengan dopamin dosis rendah
untuk memperbaiki renal blood flow biasa digunakan, walaupun belum ada
terbukti secara klinis.
4. Epinefrin
Epinefrin memiliki efek ά-adrenergik dan β-adrenergik. Epinefrin juga
merupakan inotropik dan kronotropik yang potensial. Dosis dimulai dari 0,1
μg/kg/menit dan dapat dititrasi sesuai efek yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall J A. Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. Jakarta: EGC.1997.


2. Latief, Said A. Petujuk Praktis Anestesiologi, Edisi Kedua. Jakarta : Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2001.
3. Price Silvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit, Edisi 4. Jakarta: EGC,1994: 283-295.
4. Brunicardi Charles F, et all. Schwartz’s Principles of Surgery, 8th Edition. The
McGraw-Hill Companies Inc, 2005:Chapter 4
5. Advanced Trauma Life Support untuk dokter. American College of Surgeons
Committee On Trauma. First Impression, 1997
6. Rice, Henry. Fluid Therapy for Pediatric Surgical Patient. www.emedicine.
com. 2004
7. DeCherney Alan H, Nathan Lauren. Lange Current Obstetri and Gynecology
Diagnosis and Treatment, 9th Edition. The McGraw-Hill Companies Inc, 2003
8. Hart Jacqueline A. Shock. www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency. 2004
9. Leveno Kenneth J, et all. Williams Manual of Obstetric, 21th Edition. The
McGraw-Hill Companies Inc, 2003: 388-392
10. Az Rifki. Syok dan Penanggulangannya. Lab/SMF Anestesiologi
FKUA/RSUP Dr. M. Djamil, Padang

Anda mungkin juga menyukai