1453 3503 1 SM

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

Edisi Mei 2017 Volume X No.

1 ISSN 1979-8911

PENGARUH PEMBERIAN FERMENTASI KOTORAN AYAM


TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING (Tubifex tubifex)

Astuti Kusumorini , Tri Cahyanto dan Lutfhi Dewi Utami, ,


Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri SGD
Bandung
Jl. A.H. Nasution No.105 Cibiru, Bandung 40614
e-mail : lutfhi.dewiutami@ymail.com

ABSTRAK

Cacing sutra adalah salah satu jenis pakan hidup yang disenangi karena
mempunyai kandungan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan larva ikan.
Media hidup cacing sutera terdiri dari lumpur dan bahan organik. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan media kultur dengan
fermentasi kotoran ayam terhadap biomassa dan populasi cacing sutera.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei bertempat di kebun Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
Cacing digunakan adalah cacing sutera berukuran 1,4-2,3 cm. Jumlah cacing
yang ditebar 10 gram untuk luasan 0,091 m2 dan debit air 0,35 l/menit.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 5 perlakuan dan 5 kali ulangan.
Perlakuan P0 (tanpa pemupukan), P1 (Fermentasi kotoran ayam 75g/ 20 hari), P2
(150g/20 hari), P3 (225g/ 20 hari) dan P4 (300g/ 20 hari). Hasil penelitian
menunjukan bahwa penambahan pupuk fermentasi kotoran ayam memberikan
pengaruh nyata (p<0,05) terhadap populasi dan biomassa cacing Tubifex
tubifex. Populasi dan biomassa tertinggi terdapat pada perlakuan P2 4013 ind/m2
dengan biomassa yaitu 17,32 gram yang dicapai pada hari ke-20 Berdasarkan
hasil, dapat disimpulkan bahwa fermentasi kotoran ayam dapat meningkatkan
populasi dan biomassa dari cacing Tubifex tubifex.

kata kunci : biomassa , kotoran ayam, fermentasi , populasi ,

20,59% pertahun dengan volume


1. Pendahuluan
produksi 882,29 ribu menjadi
Perkembangan usaha bidang 9,60 juta ton pada tahun 2013
perikanan di Indonesia saat ini (Suhana, 2014). Unit usaha
sudah berkembang pesat, tercatat pembesaran ikan konsumsi sangat
bahwa dalam periode tahun 2000 – bergantung dari panti-panti
2013 pertumbuhan produksi pembenihan yang dapat
perikanan budidaya mencapai menghasilkan benih yang sesuai

16
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

dengan kuantitas dan kualitas yang Produksi cacing sutra saat ini
baik. Guna memenuhi hal tersebut masih didominasi dari hasil
maka harus ditunjang dengan tangkapan di alam, sedangkan
ketersediaan pakan alami yang permintaan kebutuhan akan cacing
cukup terutama sebagai pakan saat sutera cukup tinggi. Ketersediaan
larva habis kuning telurnya (yolk cacing sutera di alam tidak
egg) (Suharyadi, 2014). tersedia sepanjang tahun,
Pakan alami yang digemari oleh khususnya pada musim hujan,
ikan adalah cacing sutra karena karena cacing sutera di alam
memiliki kandungan protein yang terbawa oleh arus deras akibat
cukup tinggi yaitu mencapai 52,49 curah hujan yang tinggi
% (Meilisza, 2003). (Hadiroseyani et al.,2007).
Menurut Sumaryam (2000), cacing Pemberian fermentasi kotoran
sutra mempunyai peranan yang ayam dalam budidaya cacing sutera
penting karena mampu memacu bertujuan untuk menambah sumber
pertumbuhan ikan lebih cepat makanan baru pada media
dibandingkan pakan alami lain pemeliharaan cacing sutra. Pada
seperti kutu air (Daphnia sp. atau pemupukkan kotoran ayam juga
Moina sp.), hal ini disebabkan dilakukan fermentasi kotoran ayam.
cacing sutra mempunyai kelebihan Hal ini dilakukan karena fermentasi
dalam hal nutrisinya. Sulmartiwi et dapat memperbaiki kualitas pupuk.
al., (2003) menambahkan bahwa Fermentasi dapat meningkatkan
cacing Tubifex tubifex memiliki nilai rasio C/N. Kotoran ayam
kandungan gizi yang cukup baik difermentasi dengan EM-4 yaitu
yaitu protein (57%), lemak (13,3%), Effective Microorganisms-4 biasa
serat kasar (2,04%), kadar abu disingkat EM-4 adalah suatu kultur
(3,6%) dan air (87,7%). Selain itu, campuran beberapa mikroorganisme
cacing ini juga mengandung pigmen yang dapat digunakan sebagai
karotenoid yang mampu inokulan mikroba yang berfungsi
meningkatkan ketajaman warna bagi sebagai alat pengendali biologis.
ikan hias. Mikroorganisme tersebut berfungsi
dalam lingkungan hidup yaitu

17
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

sebagai penekan dan pengendali pada bulan April sampai bulan Mei
perkembangan hama dan penyakit. 2015.
EM-4 mengandung beberapa 2.2 Alat
mikroorganisme utama yaitu bakteri Alat-alat yang digunakan adalah
fotosintetik, bakteri asam laktat, kotak plastik berukuran 34 x 27 x 12
Ragi (yeast), Actinomycetes dan cm3, filter pump, selang, pengatur
jamur fermentasi. EM4 adalah salah debit air, thermometer, timbangan
satu jenis aktivator yang terdiri digital, DO meter amonia testkit. pH
dari enzim dan mikro organisme pen, lem PVC isolasi dan tong besar
yang dapat mempercepat proses untuk fermentasi kotoran ayam dan
pengomposan, memperbaiki limbah sayuran.
kesehatan dan kualitas tanah. 2.3 Bahan
Menurut Tahapari (2010), bahwa Bahan yang digunakan dalam
EM4 mengandung sebagian besar penelitian ini adalah Tubifex tubifex,
genus lactobacillus, ragi, bakteri Fermentasi dengan menggunakan
fotosintetik, actinomycetes dan EM4, kotoran ayam dan lumpur
jamur pengurai selulose. Dari kolam. Kotoran ayam diperoleh dari
pemaparan diatas maka dilakukan peternakan ayam milik warga di
penelitian mengenai pengaruh sekitar kampus UIN Sunan Gunung
pemupukkan fermentasi kotoran Djati Bandung sedangkan Tubifex
ayam terhadap populasi dan biomasa tubifex diperoleh dari Pusat
cacing Tubifex tubifex. Pelatihan Mandiri Kelautan dan
Perikanan (P2MKP) Tunas Mina
2. Metodologi Lestari Ciparay Bandung.
2.1 Waktu dan Tempat 2.4 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Metode penelitian yang
Kebun Fakultas Sains dan Teknologi digunakan adalah metode
Universitas Islam Negeri Sunan eksperimental menggunakan
Gunung Djati Bandung dan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
pengujian kadar rasio C/N dilakukan dengan 4 perlakuan dosis
di Laboratorium Kimia organik pemupukan dan 4 ulangan, yaitu :
Universitas Padjajaran Jatinangor

18
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

P0 = Tidak ditambahkan Kelautan dan Perikanan (P2MKP)


fermentasi kotoran ayam Tunas Mina Lestari Ciparay
P1 = fermentasi kotoran ayam Bandung sebanyak 2 Liter harus
dengan dosis 75 gram/20hari dikarantina terlebih dahulu karena
P2 = fermentasi kotoran ayam ditakutkan membawa bakteri
dengan dosis 150 gram/20hari patogen yaitu dengan cara
P3 = fermentasi kotoran ayam menyimpannya didalam bak beton
dengan dosis 225 gram/20hari yang bersih dan terus dialiri air yang
P4 = fermentasi kotoran ayam bersih selama 3 hari. Dalam bak
dengan dosis 300 gram/20hari beton harus ada air masuk dan air
Parameter utama yang keluar. Gambar dapat dilihat pada
digunakan dalam penelitian ini Lampiran 4.
adalah populasi dan Biomasa 3. Persiapan media
Tubifex tubifex per 5 hari selama 20 Kotoran ayam yang sudah
hari. Sedangkan, parameter dijemur, difermentasi menggunakan
pendukung dalam penelitian ini bakteri EM4 yang sudah diaktifasi
adalah suhu yang diukur dengan dengan cara menambahkan ¼
termometer, pH air dengan pH pen, sendok makan gula pasir + 4 ml
oksigen terlarut dengan DO meter EM4 + 300 ml air dan diamkan
dan amonia dengan amonia testkit selama kurang lebih 2 jam. Setelah
dan fermentasi dengan itu cairan dicampurkan kedalam 10
menggunakan EM4. kg kotoran ayam dan diaduk hingga
2.5 Metode rata selanjutnya dimasukkan ke tong
1. Persiapan Wadah atau ember yang tertutup rapat
Wadah yang terbuat dari baki selama 5 hari.
plastik berukuran 34 x 27 x 12 cm3, 4. Perhitungan Biomassa dan
lalu dibuat tingkatan-tingkatan dan Populasi
dibuat alur sehingga air mengalir Biomassa mutlak diitung
dari atas ke bawah. menggunakan rumus Weaterley
2. Persiapan Bibit (1972)
Cacing sutra yang telah dibeli W = Wt – Wo
dari Pusat Pelatihan Mandiri Keterangan :

19
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

W : Pertumbuhan mutlak (g) populasi pada semua perlakuan


Wo : Biomassa pada awal sangat berbeda. Pertumbuhan
penelitian (g) populasi pada P2 yaitu 4014 ind/m2
Wt : Biomassa pada waktu (t) (g) mencapai puncak populasi pada hari
Populasi ke-20, diikuti dengan perlakuan P1
Jumlah populasi cacing yaitu 2317 ind/m2. Pada perlakuan
ditentukan dengan menghitung P3 yaitu 2893 ind/m2 dan hasil
sampel secara langsung, sampel terendah diperoleh pada perlakuan
yang diambil sebanyak 0.1 gram P4 yaitu 2332 ind/m2. Pada
dan kemudian dikonversikan perlakuan P1 yaitu dengan dosis 75
dengan jumlah biomassa cacing gram/20 hari dapat terlihat bahwa
yang didapatkan dari setiap selama 20 hari pengamatan tidak
masing-masing wadah pemeliharaan terjadi jumlah penurunan populasi.
(Hadiroseyani et al, 2007). Hanya saja perubahannya tidak
3. Hasil dan Diskusi terlalu besar dibandingkan dengan
a. Pertumbuhan populasi perlakuan P2 yaitu dengan dosis 150
Cacing Tubifex tubifex gram/20 hari. Berbeda dengan
selama 20 hari pengamatan perlakuan P3 dan P4, dapat dilihat
Hasil pengamataan pengaruh pada grafik bahwa selama 20 hari
pemberian dosis yang berbeda pemeliharaan terjadi penurunan
terhadap jumlah cacing uji selama populasi pada hari ke-15 sampai hari
20 hari dapat dilihat pada Gambar 1. ke-20. Nilai populasi tertinggi
5000 terdapat pada perlakuan P2 sebesar
Jumlah individu/m2

4000 3147 ind/m2 dengan dosis 150


P0 = 0 g
3000 gram/20 hari.
P1= 75 g
2000 Rendahnya populasi pada
P2=150 g
1000 perlakuan P0 diduga karena
P3=225 g
0 P4=300 g perbadaan perlakuan antara pakan
0 5 10 15 20
yang satu dengan pakan yang lain.
Masa pemeliharaan (hari)
Hal ini sesuai dengan penelitian
Berdasarkan Gambar 1. Hadiroseyani, et al., (2007),
terlihat bahwa pola pertumbuhan populasi terendah diperoleh pada

20
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

perlakuan A yaitu 124244 Rendahnya populasi pada


individu/m2 dengan berat cacing perlakuan P3 dan P4 dengan
sekitar 2,8 mg/ekor. Hal ini masing-masing dosis 225
diduga karena rendahnya gram/20 hari dan 300 gram/20
kandungan protein pada pakan hari. Diduga karena kelebihan
cacing Tubifex tubifex. Pada dosis atau energi kelebihan dosis
Gambar 4.1. dijelaskan bahawa akan menyebabkan terhambatnya
pemberian pupuk yang berbeda perkembangan cacing sutra.
dosis berpengaruh terhadap populasi Kelebihan dosis akan berdampak
cacing Tubifex tubifex. pada kualitas air media yang akan
Pada perlakuan P1 terjadi menyebabkan kadar amonia pada
peningkatan populasi dari hari ke-0 media akan meningkat dan berada
sampai hari ke-20.Hal tersebut dibatas normal. Menurut
disebabkan karena media mampu Subandiyono dan Hastuti (2010),
mencukupi kebutuhan makanan kualitas nutrisi pada pakan
cacing. Febrianti (2004) ditentukan oleh tingkat kecernaan
menjelaskan bahwa fermentasi dan komposisi kimiawinya.
kotoran ayam yang masuk ke Kandungan protein dan energi
media akan mengalami dalam pakan harus seimbang
dekomposisi oleh bakteri sehingga karena kekurangan atau kelebihan
akan diubah menjadi partikel energi dapat menurunkan tingkat
organik yang dapat dijadikan pertumbuhan. Menurut Safrudin
bahan makanan. Pada proses et al., (2005) penurunan jumlah
dekomposisi bahan organik mikroba cacing sutra diduga karena
memanfaatkan bahan organik kegagalan cacing muda dalam
sebagai sumber makanan dalam mempertahankan kelangsungan
suatu rangkaian reaksi yang hidup.
kompleks. Pada proses ini Hal ini disebabkan selain
melibatkan enzim untuk pemberian pupuk yang berbeda
mempercepat reaksi atau sebagai penambahan dosis, jumlah populasi
katalisator. juga dipengaruhi faktor parameter
kualitas air. Tingginya kadar amonia

21
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

menyebabkan tidak terjadinya sangat nyata terhadap


penambahan jumlah populasi dan pertumbuhan populasi cacing
berpengaruh terhadap kelangsungan Tubifex tubifex. (P<0,05). Grafik
hidup cacing sutera. Febrianti hasil analisis statistik selama 20 hari
(2004) mengatakan bahwa pengamatan terhadap populasi
perbedaan tinggi puncak populasi cacing Tubifex tubifex
disebabkan dosis pemberian pupuk dapat dilihat pada Gambar 2.
yang berbeda, sehingga
menyebabkan jumlah makanan
b

jumlah individu ind/m2


a b
yang tersedia pada media juga c
a
berbeda. Kisaran kualitas air pada
perlakuan P2 yang diukur pada
setiap media masih dalam kisaran
yang dapat ditolerir oleh cacing
sutra karena, media selalu dialiri air perlakuan
yang digunakan sebagai suplay di bawah ini :
oksigen serta untuk mengurangi Populasi tertinggi diperoleh pada
kadar amoniak (NH3). Sumber perlakuan P2 dan P3. Populasi
amoniak di media penelitian berasal terendah didapatkan pada perlakuan
dari hasil pemecahan nitrogen P4 dan P0. Rendahnya populasi
organik (protein dan urea) dan pada perlakuan P3 dan P4 dengan
nitrogen anorganik yang terdapat masing-masing dosis 225 gram/20
dalam pakan uji, tanah dan air, juga hari dan 300 gram/20 hari.
berasal dari dekomposisi bahan Pertumbuhan populasi cacing sutera
organik (tumbuhan dan biota akuatik selama 20 hari pengamatan dapat
yang mati). Pupulasi cacing sutra (individu)
Hasil analisis statistik hari ke-

pengamatan populasi cacing Perlakuan 0 5 10 15 20


P0 2318 2372 2141 2364 2440
Tubifex tubifex selama 20 hari P1 2318 2531 2841 2976 3217
pengamatan dengan P2 2318 2846 3212 3481 4013
P3 2318 2800 2979 2906 2892
penambahan fermentasi kotoran
P4 2318 2368 2693 2489 2331
ayam memberikan pengaruh dilihat pada Tabel 1. di bawah ini.

22
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

Pertumbuhan cacing sutera 20


18
mulai terjadi pada hari ke 5 dilihat 16

Biomassa (gram)
14 P0=0g
dari perubahan warna dan 12
10 P1=75 g
peningkatan populasi pada wadah 8
6
kultur. Peningkatan jumlah 4 P2=150 g
2
individu pada hari ke-10 0 P3=225 g
dikarenakan telur atau kokon 0 5 10 15 20
Masa pemeliharaan (hari) P4=300 g
yang dihasilkan oleh cacing
dewasa setelah penebaran bibit
Pada Gambar Terlihat bahwa
mulai menetas menjadi cacing
biomassa tertinggi diperoleh pada
muda. Menurut Lobo (2011),
perlakuan P2 yaitu 17,32 gram.
waktu yang dibutuhkan selama
Dilanjutkan dengan P1 yaitu 13,88
perkembangan embrio, mulai dari
gram. Pada perlakuan P3 terjadi
telur hingga cacing muda yang
peningkatan biomassa dari hari ke-5
baru keluar dari kepompongnya
dan hari ke-10 selanjutnya terjadi
sekitar 10-12 hari, dengan suhu
penurunan pada hari ke-15 sampai
24oC. sedangkan siklus hidup
hari ke-20. Tapi penurunannya tidak
mulai dari penetasan hingga
terlalu drastis dibandingkan dengan
dewasa dan meletakkan kokonnya
perlakuan P4 selama 20 hari tidak
yang pertama membutuhkan waktu
begitu terjadi pertambahan biomassa
40-45 hari, sehingga siklus hidup
yang signifikan. Biomassa pada
dari telur menetas hingga menjadi
perlakuan P4 ini terus terjadi
dewasa dan bertelur kembali
penurunan sampai hari ke-20.
membutuhkan waktu 50-57 hari.
Pekembangan biomassa selama 20
b. Perkembangan Biomassa Cacing
hari dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tubifex tubifex selama 20 hari
Pemberian pupuk yang
pengamatan
berbeda dosis berpengaruh terhadap
Pengaruh pemberian dosis
biomassa cacing sutra. Dapat dilihat
yang berbeda terhadap biomassa
pada gambar diatas biomassa
cacing selama 20 hari pemeliharaan
tertinggi diperoleh pada perlakuan
dapat dilihat pada Gambar 3.
P2 yaitu 17,32 gram. Hal ini

23
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

diduga karena sumber karbohidrat Menurut Safrudin et al. (2005)


yang ditambahkan kedalam media penurunan jumlah individu cacing
budidaya mampu diubah oleh dikarenakan individu dewasa mulai
bakteri heterorof sebagai sumber mengalami kematian dan individu
energi sehingga menghasilkan muda belum mampu bereproduksi
biomassa bakteri berprotein dalam lebih lanjut. Penurunan biomassa
jumlah besar dan dapat diduga juga dipengaruhi oleh
dimanfaatkan oleh cacing Tubifex kehadiran organisme lain, selama
tubifex. sebagai sumber pakan penelitian ditemukan Chironomous
berprotein tinggi. keseimbangan yaitu larva serangga semacam
energi dan protein di dalam nyamuk. Menurut Geerts (1999)
pakan sangat berperan dalam Chironomous merupakan kompetitor
menunjang pertumbuhan cacing yang juga memakan bakteri,
sutera, dapat dikatakan bahwa mikroalga dan detritus. Marian dan
cacing sutera juga membutuhkan Pandian (1985) menjelaskan bahwa
energi non protein, baik dari budidaya Tubifex tubifex pada area
lemak dan karbohidrat pakan. terbuka menyebabkan adanya
Dilanjutkan dengan P1 yaitu Chironomous, hal ini dapat
13,88 gram. Pada perlakuan P3 mempengaruhi pertumbuhan
terjadi peningkatan biomassa dari biomassa dan gagal panen.
hari ke-5 dan hari ke-10 selanjutnya Perkembangan biomassa cacing
terjadi penurunan pada hari ke-15 sutera selama 20 hari pengamatan
sampai hari ke-20. Tapi dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah
penurunannya tidak terlalu drastis ini.
dibandingkan dengan perlakuan P4
selama 20 hari pengamatan, tidak
begitu terjadi pertambahan biomassa
yang signifikan. Biomassa pada
perlakuan P4 ini terus terjadi
penurunan sampai hari ke-20. Faktor
biologis cacing sutera juga
mempengaruhi penurunan biomassa.

24
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

Tubifex tubifex (p<0,05). Dari


Biomassa (gram)
Hari hasi analisis statistik di atas bisa
Hari Hari Hari Hari ke- kita lihat bahwa biomassa
ke-0 ke-5 ke-10 ke-15 20
10,5 tertinggi diperoleh pada
P0 10 9,9 9,24 10,16 2 perlakuan P2 Selanjutnya
13,8
P1 10 10,92 12,22 13,04 8 populasi tertinggi kedua terdapat
17,3 pada perlakuan P3 dan P2.
P2 10 12,28 14,04 15,02 2
12,4 Populasi terendah didapatkan
P3 10 12,08 12,76 12,54 8 pada perlakuan P4 dan P0.
P4 10 10,18 10,02 9,72 9,05
Pengaruh lamanya waktu
Dapat dilihat pada Hasil
terhadap biomassa cacing sutra pada
analisis statistik yang dilakukan
hari ke-15 terjadi peningkatan yang
pada hari ke-20 memperlihatkan
sangat tinggi. Hal ini dapat
bahwa penambahan fermentasi
disimpulkan bahwa dalam waktu 15
kotoran ayam yang berbeda dosis
hari saja sudah cukup untuk
pada media kultur memberikan
terjadinya pertumuhan biomassa
pengaruh nyata terhadap
cacing sutra.
pertumbuhan biomassa cacing
Perbedaan jumlah pupuk yang
Tubifex tubifex (p<0.05). pengaruh
diberikan selama pemeliharaan
pemberian dosis terhadap biomassa
menyebabkan perbedaan ketinggian
cacing dapat dilihat pada Gambar 4
pada substrat sehingga dapat
di bawah ini.
mempengaruhi jumlah populasi dan
c
b c d biomassa cacing sutra. Menurut
a
gram/wadah
biomassa

Arsana (1992), terdapat pengaruh


yang nyata dari perlakuan tinggi
dosis substrat yang diberikan terhadap
kelimpahan cacing sutra. Hal ini
Hasil analisis statistik
terkait dengan bahan organik dan
populasi cacing Tubifex tubifex
bakteri yang lebih banyak pada
dengan penambahan fermentasi
substrat yang lebih tinggi. Semakin
kotoran ayam memberikan pengaruh
tinggi substrat semakin besar nilai
sangat nyata terhadap
BOD, berarti semakin besar
pertumbuhan biomassa cacing

25
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

aktivitas bakteri merombak bahan media yang sesuai dengan


organik (Ajiningsih,1992). kondisinya di alam, salah satunya
Dekomposisi bahan organik oksigen, pH, suhu, kandungan
pada media oleh bakteri anaerob nutrien, nitrogen dan karbon yang
dapat menghasilkan NH3. tingginya mencukupi agar mendukung bagi
kadar amonia pada penelitian ini kelangsungan hidup cacing sutra.
disebabkan penambahan pupuk Untuk mendapat kondisi yang sesuai
dalam jumlah banyak menyebabkan bagi kelangsungan hidup cacing
bahan organik tinggi sehingga sutra maka diperlukan kisaran suhu
aktivitas bakteri untuk yang optimal. Cacing ini memiliki
mendekomposisikan bahan organik toleran terhadap pH antara 5,5-7,5
juga tinggi. dan 6,0-8,0 (Whitley, 1968).
Peningkatan aktivitas bakteri Nilai parameter kualitas air
dalam menguraikan bahan organik, adalah parameter pendukung yang
dapat menurunkan kandungan dapat menunjang perkembangan
oksigen karena proses dekomposisi populasi cacing Tubifex tubifex.
membutuhkan oksigen. Kandungan Nilai parameter kualitas air media
oksigen pada penelitian terjadi dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah
penurunan pada perlakuan P4 yaitu ini :
pada dosis 300 gram. Penurunan
oksigen dan peningkatan kadar
amonia dapat diatasi dengan adanya
penambahan debit air. Debit air
yang masuk dapat mensuplai
kembali kandungan oksigen dan
mencuci bahan-bahan tiksik pada
media.
c. Nilai parameter kualitas air
media pemeliharaan cacing
sutera
Kualitas media hidup bagi
cacing sutra memerlukan kondisi

26
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

Para Kisaran minimal Kis Kisa mempengaruhi oksidasi bahan


mete maksimal ara ran
r Perlakuan n opti organik yaitu suhu, setiap
kuali 1 2 3 4 mum kenaikan suhu 10 OC akan
tas
air meningkatkan proses
Suhu 26 26- 28- 28- 26- 28- dekomposisi dan kosumsi
(0C) - 28 30 30 30 30
28 oksigen menjadi dua kali lipat.
DO 2, 2,5- 2,5- 1,4- 1,4- >2 pH, proses dekomposisi bahan
(ppm 5- 3,2 3,0 2,2 3,2
) 3, organik akan berlangsung lebih
0 cepat pada kondisi pH netral dan
Ph 7- 6,5- 7,5- 7- 9 6,5- 6,0-
7, 7,5 8,5 9 8,0 alkalis. Pasokan oksigen, proses
5 dekomposisi secara aerob
NH3 0, 0,25 1,50 2,0- 0,25 <1
memerlukan oksigen secara
(ppm 25 -1 -2 4,0 -4,0
) -1 terus-menerus. Kadar oksigen
Dari data di atas diperoleh
yang rendah pada perairan akan
kisaran suhu 26 ᵓC- 30ᵓC. Oksigen
membahayakan organisme akuatik
terlarut sebesar 1.4-3.2 ppm, pH
karena akan meningkatkan toksisitas
sebesar 6.5-9 dan kadar amonia
(Effendi, 2003). Perubahan
dengan kisaran sebesar 0.25-4.0.
kandungan oksigen terlarut selama
dari data diatas antara perlakuan 1
masa pemeliharaan dapat dilihat
dan perlakuan 2 masih dalam
pada Gambar dibawah 5 ini :
kisaran batas normal sedangkan
3.5
pada perlakuan 3 nilai pH dan kadar
3
amonia berada diatas kisaran batas
oksigen terlarut (ppm)

2.5
normal. Begitu juga dengan
2 P1
perlakuan 4, nilai DO atau oksigen
1.5 P2
terlarut berada dibawah kisaran
P3
1
batas normal, nilai pH dan kadar P4
0.5
amonia berada diatas kisaran batas
0
normal. 5 10 15 20
Proses respirasi oksigen masa pemeliharaan (hari)

diperlukan untuk mengoksidasi


Berdasarkan Gambar 5 nilai
bahan organik oleh mikroorganisme.
oksigen terlarut pada perlakuan P1
Beberapa faktor yang

27
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

dan P2 selama masa pemeliharaan Berdasarkan Gambar kadar


terjadi peningkatan sampai hari ke- amonia pada awal pemeliharaan
20. Sedangkan pada perlakuan P3 yaitu 0.25 ppm. Pada perlakuan P1
nilai DO meningkat pada hari ke-10 dan P2 terjadi peningkatan kadar
dan menurun pada hari ke-15 setelah amonia yaitu pada hari ke-15 dan
itu terjadi lagi kenaikan nilai DO hari ke-20. Sama dengan perlakuan
pada hari ke-20. Berbeda dengan P4 tapi pada perlakuan P4 ini kadar
perlakuan P4 nilai DO selama amonia mencapai 4 ppm lebih tinggi
pemeliharaan semakin menurun dari perlakuan lain. Berbeda dengan
sampai hari ke-20. perlakuan P3 kadar amonia pada
Oksigen terlarut dibutuhkan perlakuan ini terus meningkat
oleh semua jasad hidup untuk sampai hari ke-15 dan menurun
pernapasan, proses metabolisme pada hari ke-20.
atau pertukaran zat yang kemudian Selain itu faktor eksternal juga
menghasilkan energi untuk harus diperhatikan. Kadar amonia
pertumbuhan dan pembiakan. pada perlakuan P4 berada diatas
Disamping itu, oksigen juga batas normal. Kadar amonia harus
dibutuhkan untuk oksidasi bahan- berada pada kisaran <1 ppm. Selain
bahan organik dan anorganik dalam itu oksigen terlarut pada perlakuan
proses aerobik (Salmin, 2000). P4 < 2 ppm. Oksigen terlarut dalam
Grafik Perubahan kadar amonia suatu perairan dapat berpengaruh
selama masa pemeliharaan dapat terhadap kelangsungan hidup cacing
dilihat pada Gambar 6. di bawah ini. sutra dalam media uji. Pada masa
4.5 embrio cacing sutra membutuhkan
4
3.5
oksigen berkisar antara 2,5-7,0 ppm.
3 Apabila kandungan oksigen rendah
P1
2.5
Kadar amonia (ppm)

2 P2 disuatu perairan kurang dari 2 ppm,


1.5 P3 maka bisa menghambat aktivitas
1
P4 makan dan reproduksi cacing sutra.
0.5
0 Jika kadar oksigen mencapai lebih
5 10 15 20
masa pemeliharaan (hari) dari 3 ppm dapat meningkatkan
populasi cacing sutra (Marian dan

28
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

Pandian). Menurut Chumaidi dan populasi cacing. Rasio C/N Organik


Suprapto (1986) kandungan NH3 media dapat dilihat pada Tabel 4.
sebesar 3,6 ppm merupakan dosis Tabel Rasio C/N Organik
letal bagi cacing Tubificidae dan media
akan terganggu bila lebih besar dari Rasio C/N Organik
Hr Hr Hr Hr Hr
2,7 ppm. Tingginya kandungan NH3
ke- ke- ke- ke- ke-
pada awal penelitian untuk diduga 0 5 10 15 20
bakteri aerob yaitu Nitrosomonas
P 9,7 9,59 10,8 10,8 10,8
dan Nitrobacter belum aktif 1 7 5 5 5
melakukan proses nitrifikasi yakni P 9,7 11,2 12,9 13,9 18,7
2 7 7 3 5 9
merombak ammonia menjadi nitrat P 9,7 11,2 11,1 11,2 12,9
dan nitrit (Effendi, 2003) sehingga 3 7 7 0 7 3
P 9,7 9,59 9,16 9,16 9,16
menyebabkan kandungan ammonia 4 7
di air media kultur menjadi tinggi. Rasio C/N pada media

d. Rasio C/N Organik Media pertumbuhan cacing untuk

Pemeliharaan Cacing Sutra perlakuan P2 nilainya lebih besar

N-organik dan C-organik dibandingkan dengan perlakuan P1,

dibutuhkan untuk pertumbuhan P3 dan P4. Pada hari ke-20, nilai

bakteri. Nilai N- organik yang rasio C/N perlakuan P1, P3 dan P4

rendah dapat menyebabkan jumlah cenderung menurun sedangkan

bakteri pada media relatif rendah pada perlakuan P2 mengalami

karena kebutuhan pakan bakteri peningkatan. C-organik dan N-

rendah sehingga jumlah makanan organik dibutuhkan untuk

yang dimakan oleh cacing sedikit. pertumbuhan bakteri. Nilai N-

Menurut Chumaidi (1986), nilai organik yang rendah dapat

C-organik penyusun utamanya menyebabkan jumlah bakteri pada

adalah karbohidrat dan lemak di media relatif rendah. Sehingga

dalam tubuh hewan, karbohidrat jumlah makanan yang dapat

dan lemak dioksidasi yang dimakan oleh cacing sedikit.

menghasilkan energi untuk proses Rasio C/N sangat tinggi

metabolisme. Kandungan bahan dibandingkan dengan perlakuan

organik berpengaruh terhadap lainnya, hal ini disebabkan karena

29
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

penambahan pupuk yang yaitu sebesar 4013 ind/m2 dengan


dilakukan setiap hari akan biomassa yaitu 17,32 gram/wadah
mengakibatkan proses dekomposisi yang dicapai pada hari ke-20.
pupuk masih terus berlangsung. Sedangkan yang terendah diperoleh
Hakim dkk., (1986) mengatakan pada perlakuan P4 dengan dosis
rasio C/N yang tinggi pemupukan 2331 ind/m2 dan
menunjukkan bahwa proses biomassa 10,26 g/wadah hal ini
dekomposisi bahan organik belum disebabkan karena tingginya kadar
selesai atau masih baru mulai. amonia.
Berdasarkan hasil penelitian Dosis fermentasi kotoran
yang dilakukan oleh Muria et al. ayam yang paling baik untuk
(2012) bahwa penggunaan media pemeliharaan cacing sutra yaitu
dengan C/N rasio yang berbeda pada dosis 150 gram/wadah.
dapat mempengaruhi pertumbuhan 5. Saran
cacing sutera. Bintaryanto dan Memperbaiki media
Taufikurohmah (2013) menunjukan pemeliharaan cacing yaitu dengan
bahwa perlakuan dengan rasio C/N melakukan pemberian fermentasi
terendah (13,16) mengasilkan kotoran ayam dengan interval waktu
jumlah cacing sutera paling sedikit setiap 5 hari sekali dan
yakni 21,27 ml. Memperbaiki sistem pengairan air
4. Kesimpulan selama pemeliharaan.
Berdasarkan hasil penelitian Daftar Pustaka
yang telah dilaksanakan dapat Ajiningsih,D.W.1992.Peran Tinggi
disimpulkan bahwa: Substrat Terhadap Kualitas
1. Pemupukan fermentasi kotoran Tibificid Pada Ketinggian Air
ayam berpengaruh terhadap Budidaya 2 cm.skripsi.Fakultas
populasi dan biomassa cacing Perikanan dan Ilmu
Tubifex tubifex. Pada perlakuan Kelauatan.Institut Pertanian
dosis pemupukan 0,16 g/cm2. Bogor.
Pemupukan fermentasi kotoran Arsana,N.G.1992.Peranan Tinggi
ayam dapat memberikan populasi Substrat 2 cm,4 cm dan 6 cm
cacing Tubifex tubifex tertinggi Terhadap Kelimpahan Tubificid

30
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

pada ketinggian air budidaya 2 Budidaya Cacing Sutera


cm.Skripsi.Fakultas Perikanan (Tubifex sp.). J. Universitas
dan Ilmu Kelauatan.Institut Negeri Surabaya. 2 (1) : 7 hlm.
Pertanian Bogor. Bock, S., A.U. Sedlmeier dan H.K.
Adlan, M. A. 2014. Pertumbuhan Hoffmann. 1988. Metabolism of
Biomassa Cacing Sutera Absorbed Short-Chain
(Tubifex sp.) pada Media Carboxylic Acids by the
Kombinasi Pupuk Kotoran Freshwater Oligochaete Tubifex
Ayam dan Ampas Tahu. tubifex. J. Elsevier. 1 hlm
[Skripsi]. Fakultas (Abstrak).
Peternakan.Universitas Gadjah Chilmawati, D. dan T. Yuniarti.
Mada. Yogyakarta. (Abstrak). 1 2014. Pemanfaatan Fermentasi
hlm. Limbah Organik Ampas Tahu,
Afrianto, E. dan Liviawati, E. 2005. Bekatul, dan Kotoran Ayam
Pakan Ikan. Kanisius. 146 hlm. untuk Peningkatan Produksi
Alim,N.M., H.S, Warsito dan dan Kualitas Kultur Cacing
Wurlina. 2012. Pengaruh Sutera (Tubifex sp.). Hibah
Pemberian Susu Afkir Penelitian Pembinaan.
terhadap Performan Ayam Universitas Diponegoro.
Pedaging Jantan. J. Universitas Brinkhurst.R.O And
Airlangga. 8 hlm. D.G.Cook.Aquatic
Basri, Y. 2011. Pemberian Pakan Earthworms.1974.Pollution
dengan Kadar Protein yang Ecology of Freshwater
Berbeda terhadap Tampilan Invertebrates.Academic
Reproduksi Induk Ikan Belingka Press.New york: 143-155
(Puntius belinka Blkr). J. Chumaidi. 1987. Pengaruh Debit
Universitas Bung Hatta. 12 hlm. Air Terhadap Biomass Cacing
Bintaryanto, B. W. dan T. Rambut (Tubifisid). Karya
Taufikurohmah. 2013. Ilmiah. Fakultas Pasca Sarjana.
Pemanfaatan Campuran Limbah Institut Pertanian Bogor.
Padat (Sludge) Pabrik Kertas Chumadi dan Suprapto. 1986.
dan Kompos sebagai Media Pengaruh Berbagai Takaran

31
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

Pupuk Kotoran Ayam Terhadap Departemen Pertanian. 1992.


Perkembangan Populasi Tubifex Pedoman Teknis Budidaya.
sp. Balai Penelitian Perikan Air Jakarta. 87 Hal.
Tawar. Depok, Bogor. 8 hal. Efiyanti, W. 2003. Pemanfaatan
Chumadi dan Suprapto. 1986. Ulang Limbah Organik Usaha
Pengaruh Berbagai Takaran Cacing Sutera. Skripsi Fakultas
Pupuk Kotoran Ayam Terhadap Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Perkembangan Populasi Tubifex Intitut Pertanian Bogor.
sp. Balai Penelitian Perikanan Fadillah,R.2004.Pertumbuhan
Air Tawar. Depok, Bogor. Biomassa Cacing sutra
Casmuji. 2002. Penggunaan (Limodrillus) yang dipupuk
Supernatan Kotoran Ayam dan dengan kotoran
Tepung Terigu dalam ayam.Skripsi.Fakultas Perikanan
Budidaya Daphnia sp. dan Ilmu Kelautan.Institut
[Skripsi]. Fakultas Perikanan. Pertanian Bogor.
Institut pertanian Bogor, Bogor, Febrianti, D. 2004. Pengaruh
52 hlm. Pemupukan Harian Dengan
Drago D, I Ezcurra, dan Kotoran Ayam Terhadap
Marchese. 2004. Benthos of a Pertumbuhan Populasi dan
Large Neotropical River: Biomassa Cacing Sutera
Spatial Patterns and Species (Limnodrillus). Skripsi.
Assemblages in the Lower Fakultas Perikanan dan
Paraguay and Its Floodplains. Kelautan. Institut Pertanian
Archiv für Hydrobiologie, 160 Bogor. Bogor. 34 hal.
(3), p. 28 (abstract). Fiastri.1987.Pengaruh Debit Air
Davis, J. R.1982. New Recordof dengan Modifikasi Sistem
Aquatic Oligochaeta from Texas Pembilasan Terhadap
with Observation on Their Pertumbuhan Tubifex sp. Karya
Ecological Characterristic. ilmiah.Fakultas Perikanan
Hydrobiologia. 96:15-21 Institut Pertanian Bogor.
Djarijah A S. 1996. Pakan Ikan Findy, S. 2011. Pengaruh Tingkat
Alami. Yogyakarta: Kanisius Pemberian Kotoran Sapi

32
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

terhadap Pertumbuhan Hadiah, S. 2003. Kualitas Kompos


Biomassa Cacing sutera. dari Kotoran Domba dan Sisa
[Skripsi]. Departemen Pakan dengan Menggunakan
Budidaya Perairan Fakultas Tiga Macam Aktivator. Skripsi.
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan
Institut Pertanian Bogor, Bogor, Kelautan. Institut Pertanian
42 hlm. Bogor. Bogor.
Goodnight, C.J. 1959. Oligochaeta. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M.
In W. T. Edmonson. Freshwater Lubis, S.G Nugroho, M.R.
Biology. John Wiley and Sons, Saul, M.A. Diha, G.B. Hong
Inc . Hal :522-537 dan H.H. Bailey. 1986. Dasar
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid Dasar Ilmu Tanah. Penerbit
2. Direktorat Pengembangan Universitas Lampung. Lampung.
Sekolah Menengah Kejuruan. 488 hal.
Direktorat Jendral Pendidikan Higa T, Parr JF. 1995. Beneficial
Dasar dan Menengah. and Effective Microorganisms
Departemen Pendidikan for a Sustainable Agriculture
Nasional. and Environtment. Soil
Hermawan, 2001. Kandungan Dan Microbiologist Agricultural
Komposisi Dasar Tanah. Ilmu Research Service, US.
Tanah. Fakultas Pertanian. Department of Agriculture
Institusi Pertanian Bogor. Bogor Beltsville. Maryland.
Hadiroseyam,A dan D, Isyaturradiyah. 1992. Pertumbuhan
Dana.1994.Penyediaan Cacing Populasi dan Biomassa Tubiex
Sutra Bebas Penyakit Sebagai sp pada Wadah Yang Dialiri Air
Makanan Ikan yang Sehat, Limbah dari Budidaya Tubiex sp
Melalui sistem Budidaya yang dengan panjang 3, 6 dan 9 meter.
diperbaiki. Laporan Penelitian Skripsi Fakultas Perikanan.
Hardjowigeno, S. 1985. Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor.
Jurusan Tanah, Fakultas Kosiorek, D. 1974. Development
Pertanian, Intitu Pertanian Cycle of Tubifex tubifex Muller
Bogor. Bogor. 200 hal. in Experimental Culture. Pol.

33
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

Arch. Hidrobiol. 21 (3/4) : 411- terhadap Pertumbuhan Tubifex.


422 Fakultas Perikanan dan Ilmu
Khairuman dan Khairul Amri. 2008. Kelautan. Universitas
Membuat Pakan Buatan. PT. Airlangga, 2 hlm (Abstrak).
Gramedia Pustaka Utama : Palmer, M.F. 1968. Aspect of The
Jakarta. Respiratory Phisiology of
Lukito A dan Surip P. 2007. Tubifex tubifex in Relation its
Panduan Lengkap Lobster Air Ecology. J. Zooi., 154: 463 -473.
Tawar. Jakarta: Penebar Pennak, R. W. 1978. Freswhere
Swadaya. Invertebrates Of The United
Marian, M. P. Dan T. J. Pandian. States. A Wilwy Intescience
1984. Culture and Harvesting Publication. John Willey and
Tehnique for Tubifex tubifex. Sons, New York.
Aquaculture. 42 : 303 – 315 Palungkun 1999. Sukses Beternak
Meilisza, N. 2003. Efisiensi Cacing Tanah Lumbricus
Pemberian Pakan pada Benih rubellus. Penebar Swadaya.
Ikan Patin (Pangasius Jakarta.
pangasius) dalam Sistem Priyambodo, K. dan Wahyu ningsih,
Karamba di saluran Cibalok, K. 2001. Budidaya Pakan Alami
Bogor, Skripsi. Fakultas Untuk Ikan. Pustaka Setia.
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Yogyakarta
IPB. Bogor. Priyambodo dan Wahyuningsih, Tri.
Monakov, A.V.1972.Review of 2003. Budidaya Pakan Alami
Studies on Feedling of Aquatic Untuk Ikan. Jakarta : Penebar
Invertebrates Conducted at The Swadaya
Institut of biology of Inland Rostini, Iis. 2007. Kultur
Waters.Academy of Fitoplankton (Chlorella sp. dan
Sciences.Cananda.29:368-383 Tetraselmis chuii) Pada Skala
Muria, E S, E. D. Masithah dan S Laboratorium. Universitas
Mubarak. 2012. Pengaruh Padjadjaran Fakultas Perikanan
Penggunaan Media dengan Dan Ilmu Kelautan. Jatinangor.
Rasio C:N yang Berbeda

34
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

Rejeki,D. U.S. 1988. Pengaruh Lembaga Penelitian Universitas


Debit Air Dengan Sistem Airlangga. Surabaya. 27 hal.
Pembilasan Terhadap Populasi Purnomo P. D. 2012. Pengaruh
Tubifisid. Skripsi Fakultas Penambahan Karbohidrat pada
Perikanan. Institut Pertanian Media Pemeliharaan terhadap
Bogor. Produksi Budidaya Intensif Nila
Rogaar, H. 1980. The Morfology Of (Oreochromis niloticus). Journal
Burrow Struktures Made By of Aquaculture Management and
Tubifisid. Hidrobyologia Technology,1 (1):161-179 hlm.
71:107-124. Pursetyo K T, W. H. Satyantini
Syarip, M. 1988. Pengaruh dan A. S. Mubarak. 2011.
Frekuensi Pemberian Pupuk Pengaruh Pemupukan Ulang
Tambahan Terhadap Kotoran Ayam Kering terhadap
Pertumbahan Tubifex sp. Skripsi Populasi Cacing Tubifex
Fakultas Perikanan. Institut Tubifex. Jurnal Ilmiah Perikanan
Pertanian Bogor. dan Kelautan, 3 (2): 6 hlm.
Sumaryam. 2000. Kemampuan Rangka N. A. dan Gunarto. 2012.
Reproduksi Cacing Tubifex Pengaruh Penumbuhan Bioflok
spp. (Cacing Rambut) Melalui tada Budidaya Udang Vaname
Pemberian PMSG, Pakan Pola Intensif di Tambak. Jurnal
Tambahan Isi Rumen Sapi Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
dan Kotoran Ayam. Tesis. 4 (2). 9 hlm.
Program Pasca Sarjana. Shafrudin D, W Efiyanti dan
Universitas Airlangga. Surabaya. Widanarni. 2005. Pemanfaatan
90 hal. Ulang Limbah Organik dari
Sulmartiwi, L.. Triastuti J. dan Substrak Tubifex sp. di Alam.
Masithah E. D. 2003. Jurnal Akuakulture Indonesia,
Modifikasi Media dan Arus 4(2): 97-102.
Air Dalam Kultur Tubifex sp. Subandiyono dan S. Hastuti.
Sebagai Upaya Peningkatan 2010. Nutrisi Ikan. Lembaga
Mutu Warna Ikan Hias. Pengembangan dan Penjaminan
Mutu Pendidikan. Universitas

35
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

Diponegoro, Semarang, 233 of Statistic A Biometrical


hlm. Approach. Second Edition.
Suprayudi. M.A, G. Edriani dan McGraw-Hill International Book
J. Ekasari. 2012. Evaluasi Company. Tokyo. 633 hal.
Kualitas Produk Fermentasi Wardhana, W.A. 1994. Dampak
Berbagai Bahan Baku Hasil Pencemaran Lingkungan.
Samping Agroindustri Lokal: Penerbit Andi. Yogyakarta.
Pengaruhnya terhadap Wilber, C. G. 1971. The Biologycal
Kecernaan Serta Kinerja Aspects of Water Pollution.
Pertumbuhan Juvenil Ikan Mas. Charles C Thomas Publisher.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 11 USA.
(1): 1-10. Wilmoth, J. H. 1967. Biology of
Syam F. S, G. M. Novia dan S. Invertebrate. Prenticehall, Inc.
N. Kusumastuti. 2011. Englewood Cliffs. New Yersey.
Efektivitas Pemupukan dengan 465 hal.
Kotoran Ayam dalam Yuherman. 1987. Pengaruh Dosis
Upaya Peningkatan Pertumbuhan Penambahan Pupuk Pada Hari
Populasi dan Biomassa Cacing Kesepuluh Setelah Inokulasi
Sutera Limnodrilus sp. Fakultas terhadap Pertumbuhan
Perikanan. Institut Pertanian Populasi Tubifex sp. Skripsi
Bogor, Bogor, 8 hlm. Fakultas Perikanan. Institut
Soetomo M., 1996. Teknik Pertanian Bogor. Bogor.
Budidaya Ikan Lele Dumbo. Wilber, C. G. 1971. The Biologycal
Sinar Baru Algesindo, Bandung Aspects of Water Pollution.
Syarip, M. 1988. Pengaruh Charles C Thomas Publisher.
Frekuensi Pemberian Pupuk USA.
Tambahan Terhadap Yurisman dan Sukendi. 2004.
Pertumbahan Tubifex sp. Skripsi Biologi dan Kulltur Pakan
Fakultas Perikanan. Institut Alami. UNRI Press : Pekanbaru.
Pertanian Bogor.
Steel, R. G. D. Dan J. H. Torrie.
1980. Principles and Procedures

36

Anda mungkin juga menyukai