1 LP DIAGNOSIS HALUSINASI - Nopita Putri
1 LP DIAGNOSIS HALUSINASI - Nopita Putri
Oleh:
LAPORAN PENDAHULUAN
DIAGNOSIS KEPERAWATAN HALUSINASI
Oleh:
Nopita Putri, S. Kep
2030913320005
A. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indera tanpa
ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami seperti suatu
persepsi melalui pancaindera tanpa stimulus eksternal; persepsi palsu.
Berbeda dengan ilusi dimana pasien mengalami persepsi yang salah terhadap
stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang
nyata oleh pasien (Stuart & Laraia, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2002). Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar). Pasien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan akan adanya
objek atau rangsangan yang nyata (Izzudin, 2006).
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Adapun faktor-faktor predisposisi dari halusinasi antara lain (Keliat dkk,
2005):
a) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress.
b) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
c) Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa
cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
d) Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
e) Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi
ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
2. Faktor presipitasi
Adapun faktor-faktor presipitasi dari halusinasi antara lain (Keliat dkk, 2005):
a) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan.
b) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang
pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien
c) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
d) Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah
dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering
memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan memburuk.
Ada beberapa jenis halusinasi, halusinasi terbagi menjadi 8 jenis yaitu (Yosef,
2009):
1. Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendering atau suara bising
yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah
kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan
kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar atau
berdebat dengan suara-suara tersebut.
2. Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya
sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan
rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan
3. Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
kombinasi moral
4. Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di
bawah kulit.
6. Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7. Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom phenomenom”
atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8. Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di organ-organ dalam tubuhnya.
a) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada.
b) Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu
yang dialaminya seperti impian.
E. Fase Halusinasi
Adapun tahanpan-tahanpan dalam halusinasi antara lain (Keliat & Akemat,
2011):
1. Fase Pertama/comforting/menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara
ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol
kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat
jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua/comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal
dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi
halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang
lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan
seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga/controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat/conquering/panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Resiko perilaku kekerasan
SP PASIEN SP KELUARGA
Membina hubungan saling percaya
Strategi Pelaksanaan 1 Strategi Pelaksanaan 1
1. Identifikasi halusinasi : dengan 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
mendiskusikan isi, frekuensi, waktu keluarga dalam merawat pasien
terjadi situasi pencetus, perasaan dan 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala
respon serta proses terjadinya halusinasi
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi : (gunakan booklet)
hardik, obat, bercakap-cakap, 3. Jelaskan cara merawat pasien dengan
melakukan kegiatan. halusinasi.
3. Latih cara mengontrol halusinasi 4. Latih cara merawat halusinasi : hardik
dengan menghardik 5. Anjurkan membantu pasiensesuai
4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk jadwal dan beri pujian.
latihan menghardik.
Strategi Pelaksanaan 2 Strategi Pelaksanaan 2
1. Evaluasi kegiatan menghardik. Beri
pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
dengan obat (jelaskan 8 benar obat, merawat / melatih pasien menghardik
jenis, guna, dosis, frekuensi, kontinuitas beri pujian
minum obat, kadaluarsa dan 2. Jelaskan 8 benar cara memberikan obat
dokumentasi) 3. Latih cara memberikan/ membimbing
3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat minum obat
pada gangguan jiwa 4. Anjurkan membantu pasien sesuai
4. Jelaskan akibat jika obat tidak diminum jadwal dan beri pujian
sesuai program
5. Jelaskan akibat putus obat
6. Jelaskan cara berobat
7. Masukan pada jadwal kegiatan kegiatan
untuk latihan menghardik dan beri
pujian.
Strategi Pelaksanaan 3 Strategi Pelaksanaan 3
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
dan obat. Beri pujian. merawat/ melatih pasien dalam
2. Latih cara mengontrol halusinasi menghardik dan memberikan obat. Beri
dengan bercakap-cakap ketika pujian
halusinasi muncul 2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk melakukan kegiatan untuk mengontrol
latihan menghardik, minum obat, dan halusinasi
bercakap-cakap. 3. Latih dan sediakan waktu untuk
bercakap-cakap dengan pasien terutama
saat halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan berikan pujian.
Strategi Pelaksanaan 4 Strategi Pelaksanaan 4
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, 1. Evaluasi kegoatan keluarga merawat/
penggunaan obat dan bercakap-cakap. melatih pasien menghardik,
Beri pujian memberikan obat dan bercakap-cakap.
Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi 2. Jelaskan follow up ke RSJ/ PKM, tanda
dengan melakukan kegiatan harian kambuh, rujukan.
(mulai 2 kegiatan) 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk jadwal. Beri pujian.
latihan menghardik, minum obat,
bercakap-cakap dan kegiatan harian.
Strategi Pelaksanaan 5 Strategi Pelaksanaan 5
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dala
minum obat, bercakap-cakap, dan merawat/ melatih pasien menghardik,
melakukan kegiatan harian. Beri pujian minum obat, bercakap-cakap, kegiatan
2. Latih kegiatan harian harian dan follow up. Beri pujian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri 2. Nilai kemampuan keluarga merawat
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan
kontrol ke RSJ/ PKM
Sumber: Fitria, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosa Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S-1 Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Isaacs, Ann. 2002. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Keliat, BA & Akemat. 2011. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna, dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Stuart & Laraia. 2001. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. USA:
Mosby Compan
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Izzudin. 2006. Analisis Pengaruh Faktor Personality terhadap Asuhan
Keperawatan pada Perawat Rawat Inap RSJ dr. Amino Gondohutomo
Semarang. <http://eprints.undip.ac.id/17936/1/Izzudin_SD.pdf>.