Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

Keperawatan Gadar dan Kritis


Semester I

OLEH:

NOVITA SIMAMORA
I4B020022

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN PROFESI NERS
PURWOKERTO
2021
BAB 1. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Infeksi saluran nafas bawah masih menjadi masalah utama dalam bidang
kesehatan. World Health Organization (WHO) melaporkan infeksi saluran nafas bawah
sebagai infeksi penyebab kematian paling sering di dunia dengan hampir 3,5 juta
kematian per tahun. Pneumonia dan influenza didapatkan sebagai penyebab kematian
sekitar 50.000 estimasi kematian pada tahun 2010 (Wunderink, 2014; PDPI, 2003).
Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat
(Dahlan, 2009; Allen, 2004)
Di Indonesia, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 mencatat
kematian akibat pneumonia dan infeksi saluran nafas sebanyak 34 per 100.000 penduduk
pada pria dan 28 per 100.000 penduduk pada wanita. Sementara itu, menurut Riskesdas
2013, pneumonia menduduki urutan ke-9 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia,
yaitu sebesar 2,1% (Sajinadiyasa, 2011; Niederman, 2001; Summary, 2001).
Pneumonia tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat,
mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Indonesia.
Untuk itu, diagnosis yang tepat, pemberian terapi antibiotika yang efektif, perawatan
yang baik, serta usaha preventif yang bermakna terhadap penyakit ini perlu dilakukan
agar berkurangnya morbiditas dan mortalitas pada pneumonia.
B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mengetahui konsep teori pneumonia
b. Tujuan Khusus
Mampu mengetahui :

1. Pengertian pneumonia
2. Etiologi pneumonia
3. Klasifikasi pneumonia
4. Manifestasi klinis pneumonia
5. Patofisiologi pneumonia
6. Pathway pneumonia
7. Pemeriksaan penunjang pada pneumonia
8. Penatalaksanaan pada pneumonia
9. Komplikasi pada pneumonia
10.Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pneumonia
11. Fokus Intervensi keperawatan
BAB 2. TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
Pneumonia adalah peradangan yang biasanya mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiulus terminalis mencangkup bronkiolus respiratori, alveoli, dan
menimbulakn konsolidasi jaringan paru (Padila, 2013). Pneumonia adalah keadaan
inflamasi akut yang terdapat pada parenkim paru (bronkiolus dan alveoli paru),
penyakit ini merupakan penyakit infeksi karena ditimbulkan oleh bakteri, virus, atau
jamur (Chang et al, 2010).
B. Etiologi
Radang paru mungkin berkaitan dengan berbagai mikroorganisme dan dapat
menular dari komunitas atau dari rumah sakit (nosokomial). Pasien dapat menghisap
bakteri, virus, parasite, dan agen iritan (Digiulio et al, 2014).
Menurut (Padila, 2013) penyebab dari pneumonia yaitu;
a. Bakteri
Bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
streptococcus pneumonia, S.aerous, dan streptococcus pyogenesis.
b. Virus
Virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet citomegalo, virus ini
dikenal sebagai penyebab utama kejadian pneumonia virus.
c. Jamur
Jamur disebabkan oleh infeksi yang menyebar melalui penghirupan udara
mengandung spora biasanya ditemukan pada kotoran burung
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis carini pneumoni (PCP) biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
C. Klasifikasi pneumonia
Menurut Hariadi (2010), pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan:
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomi:
1. Pneumonia lobaris, yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar lobus
dari paru. Disebut juga sebagai pneumonia bilateral atau ganda apabila
kedua paru terkena
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia), terjadi pada ujung bronkhiolus
yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen dan membentuk bercak
konsodilatasi dalam lobus yang berada didekatnya
3. Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam dinding
alveolar dan interlobular.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan etiologinya
1. Pneumonia bacterial, yaitu pneumonia yang dapat terjadi pada semua usia.
Bakteri yang biasanya yang menyerang pada balita dan anak-anak yaitu
streptococcus pneumonia, haemophilus influenza, dan pneumococcus
2. Pneumonia virus, yaitu pneumonia yang biasanya disebabkan oleh virus
parainfluenza, virus influenza, adenovirus, respiratory syncysial virus (RSV),
dan cytomegalo virus
3. Pneumonia jamur, yaitu pneumonia yang sering dan merupakn infeksi
sekunder, terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah.
c. Klasifikasi pneumonia berdasarkan gejala klinisnya
1. Pneumonia klasik, adanya batuk yang produktif adalah ciri pneumonia klasik
2. Pneumonia atipik, pneumonia atipik mempunyai ciri berupa batuk
nonproduktif. Peradangan paru pneumonia atipik terjadi pada jaringan
interstisial sehingga tidak menimbulkan eksudat
D. Manifestasi klinis
Menurut (Suratun & Santa, 2013) Gejala yang dapat muncul pada klien
dengan pneumonia adalah demam, berkeringat, batuk dengan sputum yang
produktif, sesak napas, sakit kepala, nyeri pada leher dan dada, dan pada saat
austultasi dijumpai adanya ronchi dan dullness pada perkusi dada.
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk
(baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen,
atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya
adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada
bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus,
perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan
pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub (Dahlan, 2009)
E. Patofisiologis
Menurut pendapat Sujono & Sukarmin (2009), kuman masuk kedalam
jaringan paru-paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus dan
alveolus. Setelah Bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan dan
menghasilkan cairan edema yang kaya protein. Kuman pneumokokusus dapat
meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit dan leukosit
mengalami peningkatan, sehingga alveoli penuh dengan cairan edema yang berisi
eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar, paru
menjadi tidak berisi udara.
Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga alveoli penuh
dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit. Setelah itu paru tampak berwarna
abu-abu kekuningan. Perlahan sel darah merah yang akan masuk ke alveoli
menjadi mati dan terdapat eksudat pada alveolus Sehingga membran dari alveolus
akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi
osmosis oksigen dan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa
oleh darah. Secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis.
Terdapatnya cairan purulent pada alveolus menyebabkan peningkatan
tekanan pada paru, dan dapat menurunan kemampuan mengambil oksigen dari
luar serta mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan
menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat menimbulkan retraksi dada.
Secara hematogen maupun lewat penyebaran sel, mikroorganisme yang ada di
paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadi fase peradangan lumen bronkus.
Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkan produksi mukosa dan peningkatan
gerakan silia sehingga timbul reflek batuk.
F. Pathway pneumonia

jamur, virus, protozoa

terhirup

masuk alveoli

proses peradangan

infeksi eksudat & serous penurunan konsentrasi


masuk dalam alveoli protein cairan alveoli

kerja sel goblet meningkat SDM & leukosit PMN tekanan hidrostatis
mengisi alveoli dan osmosis meningkat

produksi sputum meningkat konsolidasi di alveoli difusi menurun

akumulasi sputum di jalan nafas konsolidasi di paru akumulasi cairan di alveoli

bersihan jalabersihan jalaefektif


nafas tidak nafas tidak efekt compliance paru menurun cairan menekan syaraf Gg. pertukaran gas

suplai O2 ↓ nyeri pleuritik


pola nafas tdk efektif

intoleransi aktivitas
G. Pemeriksaan penunjang pneumonia
1. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia.
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air
bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas
(Dahlan, 2009)
2. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED
meningkat (Luttfiya et al, 2010)
3. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen
polisakarida pneumokokkus (Luttfiya et al, 2010)
4. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan
parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut
menunjukkan asidosis respiratorik (Luttfiya et al, 2010).
H. Penatalaksanaan pneumonia
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan
antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik
bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan
tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif
perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien (Dahlan, 2009)
Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada
klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis
umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis
pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis pasien
dan faktor predisposisi sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan antibiotika
empirik yang akan diberikan kepada pasien (Jeremy, 2007).
Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas
positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin
diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat diberikan
antipiretik analgesik serta dapat diberika mukolitik atau ekspektoran untuk
mengurangi dahak (Dahlan, 2009)
I. Komlikasi pneumonia
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi,
mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bacteremia (sepsis), abses paru,
efusi pleura, dan kesulitan bernapas.15 Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika
bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi
ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia
pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner
berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empyema
(Dahlan, 2009; Djojodibroto, 2013).
Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura
atau biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya
bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang disebabkan oleh P.
pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi
parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam
jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema
maka cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau dengan pembedahan
(Djojodibroto, 2013).
J. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian pada kasus pneumonia menurut Muttaqin (2008) adalah
a. Keluhan utama: Biasanya paien pneumonia dating dengan keluhan sesak
nafas, batuk, dan peningkatan suhu tubuh atau demam
b. Riwayat penyakit saat ini. Apabila klien mengatakan batuk, sebaiknya
perawat harus menanyakan sudah berapa lama batuk. Keluhan batuk biasanya
muncul mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat. Awalnya keluhan
batuk nonproduktif, lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan mucus
purulent kekuningan, kehijauan, kecoklatan, atau kemerahan dan sering
berbau busuk. Klien biasanya mengeluh demam tinggi, dan menggigil serta
sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, dan lemas.
c. Riwayat penyakit dahulu. Tanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA) dengan gejala seperti luka tenggorokan,
kongesti nasal, bersin, dan demam ringan.
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum klien dengan pneumonia biasanya mengalami peningkatan
suhu dan frekuensi nafas meningkat
2. Pola pernafasan. Pada pasien pneumonia sering ditemukan eningkatan
frekuensi nafas cepat dan dangkal. Napas cuping hidung dan sesak berat.
Batuk produksif disertai peningkatan produksi secret yang berlebih. Pada
pemeriksaan perkusi, didapatkan bunyi sonor atau resonan pada seluruh
lapang paru. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan bunyi nafas
melemah dan adanya suara nafas tambahan ronkhi basah pada sisi yang
sakit
3. System nuerologi. Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi
penurunan kesadaran, pada penilaian objekrif wajah klien tampak
meringis, menangis, merintih
K. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan pada pasien pneumonia yaitu:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d inflamasi dan obstruksi jalan nafas.
2. Ketidakefektifan pola napas.
3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-kapiler
4. Intoleransi aktivitas b.d isolasi respiratory.
L. Fokus intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas Latihan batuk efektif
bersihan jalan napas Kriteria hasil: 1. Identifikasi kemampuan batuk
b.d inflamasi dan - Batuk efektif 2. Monitor adanya retensi sputum
obstruksi jalan nafas - Produksi sputum 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
- Suara nafas tambahan 4. Atur posisi semi-fowler
- Sulit berbicara 5. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan klien
- Gelisah 6. Buang secretpada tempat sputum
- Frekuensi nafas 7. Anjurkan Tarik napas melalui hidung selama 4 detik ditahan 2 detik, kemudia
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selamam 8 detik
8. Anjurkan mengulang Tarik napas hingga 3 kali
9. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik napas dalam yang ke-3
10. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran jika perlu
2 Ketidakefektifan pola Pola napas Manajemen jalan napas
napas b.d hambatan Kriteria hasil: 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
upaya nafas - Dispnes 2. Monitor bunyi napas tambahan (Mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
(kelemahan otot - Penggunanaan otot kering)
pernapasan) bantu napas 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
- Pemanjangan fase 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust,
ekspirasi jka curiga trauma servikal)
- Kedalaman napas 5. Posisikan semi-fowler
6. Berikan minuman hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
Berikan oksigen, jika perlu
3 Gangguan pertukaran Pertukaran gas Terapi oksigen
gas b.d perubahan Kriteria hasil: 1. Monitor kecepatan dan alioran oksigen
membrane alveolus- - Tingkat kesadaran 2. Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang
kapiler - Bunyi napas tambahan diberikan cukup
- Pusing 3. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis,oksimetri, analisa gas darah), jika
- Penglihatan kabur perlu
- Pola napas 4. Bersihkan sekter pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
- Warna kulit 5. Pertahankan kepatenan jalan napas
6. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
DAFTAR PUSTAKA

Allen JN. 2004. Eusinophilic Lung Disease, dalam James CD, dkk (editor). Baum's Textbook
of Pulmonary Diseases. Philadephia: Lippincott W & W.
Chang, Ester., Daly, John., & Elliott Doug. 2010. Patofisiologis Aplikasi pada Praktik
Keperawatan. Ahli Bahasa oleh Hartono A. Jakarta: Buku Kedokteran ECG.
Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Indonesia
Digiulio Mary., Donna Jackson., & Jim Keogh. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.I,
Yogyakarta: Rapha publisishing.
Djojodibroto, R.D. Respirologi : Respiratory Medicine. 2013. Jakarta : ECG.
Hariadi, S. Winariani. Wibisono, MJ. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Surabaya:
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Jeremy, P.T. At Glance Sistem Repiratory Edisi II. 2007. Jakarta : Erlangga Medical Series.
Luttfiya MN, Henley E, Chang L. 2010. Diagnosis and treatment of community acquired
pneumonia. American Family Physician. 73(3):442-50.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Niederman MS, Mandel LA, Anzueto A, Bass JB, Broughton WA, Campbell GD, Dean N,
File T, Fine MJ, Gross PA et al. VICTOR L. YU, M.D. Guidelines for the
Management of Adults with Community-acquired Pneumonia – Diagnosis,
Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and Prevention. Am J Respir
Crit Care Med 2001; 163: 1730-1754.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
PDPI. 2003. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Sajinadiyasa GK, Rai IB, Sriyeni LG. 2011. Perbandingan antara Pemberian Antibiotika
Monoterapi dengan Dualterapi terhadap Outcome pada Pasien Community
Acquired Pneumonia (CAP) di Rumah Sakit Sanglah Denpasar. J Peny
Dalam;12:13-20
Summary Executive. Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia. Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT). 2001: 2.
Wunderink RG, Watever GW. 2014. Community-acquired pneumonia. N Engl J
Med.2014;370:543-51.

Anda mungkin juga menyukai